BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, adalah orang yang berada di bawah usia 18 tahun.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam. dimanapun pasien berada. Kegagalan untuk memberikan dan

KONSEP HOSPITALISASI. BY: NUR ASNAH, S.Kep.Ns.M.Kep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Family Centered Care

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Anak juga seringkali menjalani prosedur yang membuat. Anak-anak cenderung merespon hospitalisasi dengan munculnya

DEFENISI HOSPITALISASI Suatu keadaan sakit dan perlu dirawat di Rumah Sakit yang terjadi pada anak maupun keluarganya

BAB I PENDAHULUAN. Bermain adalah pekerjaan anak-anak semua usia dan. merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan, tanpa

BAB I PENDAHULUAN. yang mengharuskan mereka dirawat di rumah sakit (Pieter, 2011). Berdasarkan survei dari Word Health Organization (WHO) pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. spesifik dan berbeda dengan orang dewasa. Anak yang sakit. hospitalisasi. Hospitalisasi dapat berdampak buruk pada

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 2004). Hospitalisasi sering menjadi krisis utama yang harus dihadapi anak,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia

BAB 1 PENDAHULUAN. Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan anak telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar, anak sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi dipandang sebagai miniatur orang dewasa, melainkan sebagai

BAB II TINJAUAN TEORITIS

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak adalah seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun, anak

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak dipengaruhi oleh faktor bawaan (i nternal) dan faktor lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri, lingkungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan seseorang yang memiliki rentang usia sejak anak dilahirkan

BAB 1 PENDAHULUAN. anak (Morbidity Rate) di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasiolnal

Setiap bayi memiliki pola temperamen yang berbeda beda. Dimana

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Atraumatic Care

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HOSPITALISASI. NS. Apriyani Puji Hastuti, S.Kep

KECEMASAN ANAK USIA TODDLER YANG RAWAT INAP DILIHAT DARI GEJALA UMUM KECEMASAN MASA KECIL

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wong (2009) Masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3 6 tahun

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan. tumbuh dan kembang sejak awal yaitu pada masa kanak-kanak (Potter &

BAB I PENDAHULUAN. Hospitalisasi anak merupakan suatu proses karena suatu alasan yang

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organisation (WHO) tahun 2003 mendefinisikan sehat

BAB III METODE PENELITIAN. kemudian menelaah dua variabel pada suatu situasi atau. sekelompok subjek. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

Lampiran 4. Lembar Permohonan Menjadi Responden

TRIAD OF CONCERN KELOMPOK 3.B. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Sumatera Utara. Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungannya dengan upaya stimulasi yang dapat dilakukan, sekalipun anak

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

SKRIPSI. Oleh : EKAN FAOZI J Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua

1. Bab II Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. Menjalani perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) merupakan pengalaman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memperkecil distres psikologis dan fisik yang diderita oleh anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan sampai dengan usia 18 tahun (IDAI, 2014). Anak merupakan individu

BAB I PENDAHULUAN.

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN SIKAP KOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH SELAMA PROSEDUR INJEKSI INTRAVENA DI RSUD PROF. DR.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap hospitalisasi, dan dampak hospitalisasi. tersebut menjadi faktor stresor bagi anak dan keluarganya (Wong, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh karena anak tidak memahami mengapa harus dirawat,

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat

mendalam (insight) (Suparyo, 2010) : (1) Identifikasi, anak mengidentifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usia prasekolah adalah usia anak pada masa prasekolah dengan rentang tiga

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. Fak. Psikologi UMBY

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

Lilis Maghfuroh Program Studi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. anak (Undang-Undang Perlindungan Anak, 2002).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dunia, seperti yang disampaikan oleh UNICEF sebagai salah. anak, perlindungan dan pengembangan anak (James, 2000).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN TEORITIS. peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta

Transkripsi:

8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Anak Anak merupakan seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual.anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2012).Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mendefinisikan anak sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa anak adalah orang yang berada di bawah usia 18 tahun. 2.2 Tahapan Perkembangan Psikososial Anak Dalam Teori Erikson, ada beberapa tahapan perkembangan psikososial anak. Tiap tahap terdiri dari tugas perkembangan yang unik yang menghadapkan sesorang pada suatu krisis yang harus dipecahkan (Santrock, 2007). Berikut ini tahapan perkembangan psikososial anak (Santrock, 2007) antara lain : 2.2.1 Kepercayaan versus Ketidakpercayaan (trust vs mistrust) Tahap ini merupakan tahap yang dialami pada tahun pertama kehidupan dimana terjadi pembentukan rasa percaya pada anak.rasa percaya yang didapatkannya menjadi fondasi bagi anak untuk menjadikan dunia sebagai tempat yang menyenangkan baginya baik kenyamanan secara fisik maupun psikologis. 8

9 2.2.2 Otonomi versus Rasa malu dan ragu-ragu (autonomy vs doubt/shame) Tahap ini terjadi pada masa bayi akhir dan masa kanak-kanak awal (1-3 tahun). Seiring berjalannya waktu, anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Rasa percaya yang mereka dapatkan pada awal pertama kehidupannya menghantarkannya kepada sebuah keinginan-keinginan dirinya dan menyadari bahwa perilaku mereka menjadi haknya sendiri dan inilah yang disebut dengan otonomi. Anak akan menunjukkan sikap malu dan ragu-ragu apabila keinginan mereka dibatasi. 2.2.3 Inisiatif versus Rasa bersalah (initiative vs guilt) Tahap ini terjadi selama tahun prasekolah. Anak prasekolah memasuki dunia sosial yang lebih luas dibanding ketika mereka masih berada pada tahap bayi maupun toddler karena mereka akan lebih banyak mengahadapi tantangan. Perilaku yang aktif dan bertujuan diperlukan untuk menghadapi tantangan ini. Anak diminta untuk memikirkan tanggung jawab terhadap tubuh, perilaku, mainan, dan hewan peliharaan mereka sehingga akan terlahir inisiatif. Anak akan merasa bersalah ketika gagal melakukan tanggung jawabnya dan akhirnya hal ini membuat mereka sangat cemas. 2.2.4 Kerja keras versus Rasa inferior (industry vs inferiority) Tahap ini terjadi di sekitar tahun sekolah dasar. Inisiatif yang muncul saat mereka berada di usia pra sekolah akan membawa mereka berhubungan dengan banyak pengalaman baru. Anak akan diperhadapkan dengan kemampuan menguasai pengetahuan dan keterampilan di sekolahnyasehingga anak akan menjadi lebih antusias dalam belajar. Rasa inferior dapat muncul ketika mereka

10 gagal atau tidak mampu mencapai tuntutan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan tersebut. 2.3 Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi atau perawatan, kegiatan pelaksanaan pelayanan dan perawatan kesehatan anak yang dilaksanakan di rumah sakit sebaiknya tidak hanya pada kesehatan murni terhadap anak sakit, tetapi juga harus ada upaya untuk membantu meningkatkan tingkat kooperatif pada anak yang memungkinkan anak bisa bekerja sama dengan perawat dalam mencapai tujuan pengobatan bersama (Potter & Perry, 2005). Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2008).Sakit dan dirawat di rumah sakit adalah suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress yang disebabkan oleh karena anak tidak memahami mengapa harus dirawat, lingkungan yang asing, prosedur tindakan yang menyakitkan, serta terpisah dengan keluarga (Hockenberry & Wilson, 2007). 2.4 Dampak Hospitalisasi pada Anak Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres. Stresor utama saat mereka dirawat di rumah sakit adalah kecemasan akibat perpisahan, kehilangan pengendalian dan ketakutan akan cedera tubuh/nyeri (Wong, 2008). Kecemasan dan stress yang dialami anak saat hospitalisasi dipengaruhi oleh

11 beberapa faktor antara lain faktor dari petugas kesehatan (perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru dan keluarga yang mendampingi selama perawatan (Nursalam et al, 2005).Perasaan tersebut dapat timbul karena adanya perubahan dari kondisi sehat menjadi sakit serta perubahan rutinitas lingkungan yang berbeda dan anak memiliki koping yang terbatas untuk menyelesaikan stresor selama hospitalisasi (Wong, 2008).Kecemasan dan ketakutan sangat mempengaruhi proses pengobatan anak.perasaan yang sering muncul pada anak ketika dirawat di rumah sakit yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah (Wong, 2004). Hockenberry & Wilson (2007) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada anak selama hospitalisasi diantaranya usia, jenis kelamin, lama dirawat dan pengalaman dirawat. 2.5 Reaksi Anak terhadap Hospitalisasi Reaksi anak terhadap hospitalisasi sangat individual bergantung pada usia perkembangan, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit, keterampilan koping yang mereka miliki, keparahan diagnosis dan sistem pendukung yang ada (Wong, 2008). Berikut ini reaksi anak terhadap hospitalisasi sesuai dengan tahapan perkembangannya (Wong, 2008) : 2.5.1 Masa Bayi (0-1 tahun) Bayi yang mengalami perpisahan dengan orangtuanya merupakan stress terbesar pada anak selama mereka mengalami hospitalisasi. Reaksi yang paling sering muncul pada anak usia ini adalah menangis keras sebagai bentuk perilaku protesnya. Setelah mengalami fase protes, anak akan mengalami fase putus asa dimana anak akan berhenti menangis lalu mengalami depresi yang ditunjukkan

12 dengan sikap kurang aktif dan kemudian akan mengalami fase pelepasan yaitu anak mulai membentuk hubungan dengan lingkungan sekitarnya. Kehilangan kendali juga dapat dirasakan oleh bayi. Rasa percaya menjadi fondasi pada tahap perkembangan usia ini yang dapat diekspresikan secara emosional seperti menangis dan tersenyum. Bayi yang mengalami cedera tubuh dan nyeri akan mengalami distress yang dapat ditunjukkan dengan sikap menggeliat, menyentak, dan memukul-mukul. Pada beberapa anak, respon yang ditunjukkan adalah menangis, menolak berbaring diam ketika diberi tindakan, berusaha mendorong perawat atau melakukan gerakan motorik untuk menghindar. 2.5.2 Masa Toddler (2-3 tahun) Anak usia toddler yang mengalami perpisahan dengan orangtuanya akan menunjukkan sikap yang mencapai tujuan misalnya berusaha memohon orangtuanya agar tetap tinggal, berusaha menahan orangtuanya dan berusaha mencari orangtuanya yang sudah pergi. Anak juga dapat menunjukkan reaksi tidak senang pada orangtuanya yang datang kembali setelah meninggalkannya seperti menunjukkan sikap temper tantrum, menolak melakukan rutinitasnya sehari-hari dan mengalami regresi ke tingkat perkembangan yang lebih buruk. Temper tantrum dan mengompol menjadi reaksi fisiologis terhadap stress yang dialaminya selama hospitalisasi. Anak usia toddler diperhadapkan kepada tumbuh kembang yaitu otonomi. Selama anak dirawat, akan banyak pembatasan keinginan-keinginan anak yang mengakibatkan dia merasa stress. Akibatnya anak akan bereaksi temper tantrum dan regresi sehingga anak cenderung menolak makan dan menarik diri dari hubungan interpersonal. Anak yang terancam

13 mengalami cedera tubuh dan nyeri pada usia ini akan memunculkan reaksi kemarahan emosional yang kuat misalnya meringis kesakitan, mengatupkan gigi, membuka mata lebar-lebar, agresif, menggigit, menendang, memukul bahkan melarikan diri. 2.5.3 Masa Pra Sekolah (3-6 tahun) Pada usia pra sekolah, anak dapat mentoleransi perpisahan yang singkat dengan orangtuanya dan cenderung membangun rasa percaya dengan orang lain yang dapat memberi kenyamanan baginya. Stres yang dialami anak selama hospitalisasi membuatnya merasa cemas akibat perpisahan dengan orangtuanya. Pada akhirnya anak akan menunjukkan sikap protes seperti menolak makan, kesulitan tidur, menangis diam-diam karna kepergian orangtuanya, sering bertanya kapan mereka akan kembali dan menarik diri dari orang lain. Anak usia pra sekolah tidak akan mengungkapkan amarahnya secara langsung sehingga anak akan sering memecahkan benda, memukul anak lain, bahkan menolak tindakan yang diberikan perawat. Anak usia pra sekolah juga mengalami kehilangan kendali selama dirawat di rumah sakit. Pemahaman usia ini bersifat egosentris dan pemikiran magis yang membuat mereka memahami segala sesuatu menurut cara pandang mereka sendiri misalnya menjalani hospitalisasi dianggap sebagai hukuman atas kesalahan mereka akibatnya akan muncul reaksi malu, merasa bersalah dan takut. Anak juga akan menunjukkan rasa khawatir akan mutilasi bahkan nyeri yang mereka alami dan akan menunjukkan sikap agresi fisik seperti mendorong orang melakukan tindakan, mengamankan peralatan, mengunci diri di tempat aman bahkan sampai melarikan diri.

14 2.5.4 Masa Sekolah ( 6-12 tahun) Pada usia sekolah, perpisahan anak dengan orangtua/keluarga mereka menjadi hal yang ditakuti karena mereka masih membutuhkan rasa nyaman/bimbingan akibat stress dan regresi yang dialaminya selama dirawat. Meskipun anak usia sekolah umumnya lebih mampu melakukan koping terhadap perpisahan tetapi masih sering sekali anak menunjukkan sikap kesepian, bosan, isolasi dan depresi. Pada usia ini anak diperhadapkan dengan tugas perkembangan kemandirian, sehingga ketika mereka dirawat di rumah sakit, anak tidak mau mengungkapkan kebutuhannya secara langsung karna akan menunjukkan kelemahan bagi mereka sehingga kebanyakan anak akan menunjukkan sikap agresi, menarik diri dari petugas rumah sakit, menolak sibling, atau menolak berhubungan dengan teman sebaya. Akan tetapi anak akan lebih menunjukkan reaksi perpisahan terhadap aktivitas bahkan teman sebaya dibanding dengan orangtuanya. Kehilangan kendali pada usia sekolah dapat dialami ketika anak merasa kemandirian mereka terancam misalnya karena lingkungan rumah sakit yang mengakibatkan adanya pembatasan aktivitas atau penyakit yang mengakibatkan tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri sehingga anak akan menunjukkan reaksi depresi, bermusuhan, atau frustasi. Anak usia sekolah tidak terlalu khawatir dengan adanya nyeri. Mereka sudah memiliki koping yang lebih baik dalam menghadapi suatu ketidaknyamanan seperti berpegangan dengan erat, mengepalkan tangan atau mengatupkan gigi dan meringis. Secara umum anak

15 usiasekolah juga sudah dapat mengkomunikasikan secara verbal nyeri yang mereka alami. 2.6 Pengertian Peran Perawat Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil (Kusnanto, 2004). Jadi peran perawat adalah suatu cara untuk menyatakan aktivitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik profesinya.peran yang dimiliki oleh seorang perawat antara lain peran sebagai pelaksana, peran sebagai pendidik, peran sebagai pengelola, dan peran sebagai peneliti (Asmadi, 2008). Dalam melaksanakan asuhan keperawatan anak, perawat mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat anak di antaranya pemberi perawatan, sebagai advokat keluarga, pencegahan penyakit, pendidikan, konseling, kolaborasi, pengambil keputusan etik dan peneliti (Hidayat, 2012). 2.7Peran Perawat Keberhasilan pelaksanaan suatu asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh peran perawat. Peran perawat tersebut antara lain adalah : 2.7.1. Pemberi Perawatan ( Care Giver) Peran utama perawat dalam hal ini adalah memberikan pelayanan keperawatan anak. Pemberian pelayanan keperawatan anak dapat dilakukan

16 dengan memenuhi kebutuhan dasar anak seperti kebutuhan asah, asih dan asuh ( Hidayat, 2012). 2.7.2. Pelindung (Advokat) Dalam hal ini perawat mampu sebagai advokat keluarga, pembela keluarga dalam beberapa hal seperti dalam menentukan haknya sebagai klien serta melindungi hak-hak klien melalui penolakan terhadap aturan atau tindakan yang mungkin membahayakan kesehatan klien (Hidayat, 2012). Selain itu perawat menjadi pembela bagi anak/keluarga saat mereka membutuhkan pertolongan, tidak dapat mengambil keputusan/pilihan, meyakinkan keluarga untuk menyadari pelayanan yang tersedia, pengobatan dan prosedur yang dilakukan dengan cara melibatkan keluarga (Supartini, 2004). 2.7.3. Pendidik ( Educator) Perawat harus mampu sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara mengubah perilaku pada anak dan keluarga harus selalu dilakukan dengan pendidikan kesehatan/penyuluhan khususnya dalam keperawatan. Melalui pendidikan/penyuluhan ini diupayakan anak tidak lagi mengalami gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat (Hidayat, 2012). Tiga domain yang dapat diubah oleh perawat melalui pendidikan kesehatan adalah pengetahuan, keterampilan serta sikap keluarga dalam kesehatan khususnya perawatan anak sakit (Supartini, 2004). 2.7.4. Konselor Perawat dalam melaksanakan perannya dengan memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah yang dialami oleh anak maupun

17 keluarga.berbagai masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan cepat dan diharapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga maupun anak itu sendiri.konseling ini dapat memberikan kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan (Hidayat, 2012).Perawat mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan, hadir secara fisik, bertukar pikiran dan pendapat dengan orangtua tentang masalah anak dan membantu mencarikan alternatif pemecahannya (Supartini, 2004). 2.7.5. Kolaborator Peran perawat dengan mengadakan kerjasama dalam melakukan tindakan yang akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain. Pelayanan keperawatan anak tidak dapat dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus melibatkan tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog, dan lainlain, mengingat anak merupakan individu yang kompleks yang membutuhkan perhatian dalam perkembangan (Hidayat, 2012). 2.7.6. Pembaharu ( Change Agent) Peran perawat dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan (Hidayat, 2007). 2.7.7. Koordinator Peran perawat dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasikan pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien (Hidayat, 2007).

18 2.7.8. Pembuat Keputusan Etik Perawat dalam hal ini menekankan pada hak pasien untuk mendapat otonomi, menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan keuntungan asuhan keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan pasien.perawat juga harus terlibat dalam perumusan rencana pelayanan kesehatan di tingkat kebijakan (Supartini, 2004). 2.8 Peran Perawat dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada anak Dampak hospitalisasi pada anak dapat diatasi dengan mengoptimalkan peran perawat. Berikut ini adalah peran perawat dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada anak (Wong, 2008) : 2.8.1 Menyiapkan anak untuk hospitalisasi Persiapan dalam penerimaan anak untuk dirawat di rumah sakit menjadi hal yang sangat penting bagi perawat.persiapan tersebut berbeda untuk setiap anak tergantung pada kondisinya yang tidak terlepas dari berbagai prosedur awal medis seperti pengambilan spesimen darah, uji sinar-x atau pemeriksaan fisik. Setiap tindakan dalam penerimaan itu dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan bagi anak yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pembentukan rasa percaya perawat dengan anak-anak tersebut. Perawat sangat memberi pengaruh yang besar untuk mengatasi semua ini. Selama prosedur penerimaan awal perawat harus meluangkan waktu bersama dengan anak dan memberi kesempatan untuk lebih jauh mengenal anak dan mengkaji setiap pemahamannya akan prosedur yang akan dialaminya selama dirawat di rumah sakit dan semua ini berpengaruh terhadap pembentukan rasa percaya antara anak dengan perawat selama hospitalisasi.

19 Apabila rasa percaya sudah terbentuk maka anak akan merasa lebih nyaman selama dirawat di rumah sakit. Pada saat anak masuk rumah sakit, perawat akan melakukan prosedur penerimaan rumah sakit yaitu memperkenalkan dirinya dan dokter yang akan menangani, memilih ruangan untuk anak yang sesuai, mengorientasikan anak terhadap ruangan beserta fasilitas di dalamnya, memperkenalkannya dengan teman satu ruangannya, memberi label identitas, menjelaskan peraturan rumah sakit dan melakukan berbagai pemeriksaan dan pengkajian keperawatan awal. Pemilihan ruangan pada anak dilakukan berdasarkan pertimbangan usia, jenis kelamin dan penyakitnya karena dapat memberikan manfaat psikologis dan medis. 2.8.2 Mencegah atau meminimalkan perpisahan Perpisahan anak dengan orangtua atau orang-orang yang dikasihinya menjadi hal yang sangat ditakuti oleh anak selama mereka dirawat di rumah sakit.orangtua atau saudara dari anak tersebut dapat memberi kenyamanan baginya dibanding orang-orang sekitar yang berada di rumah sakit termasuk perawat.saat ini, rumah sakit sudah mengeluarkan suatu kebijakan untuk menjadikan keluarga sebagai pusat asuhan selama anak di rumah sakit tanpa mengabaikan peran perawat. Dalam hal ini perawat berkolaborasi dengan orangtua/saudara, melibatkan mereka selama proses asuhan di rumah sakit misalnya membantu memberi makan anak atau menyusun jadwal yang lengkap yang sesuai rutinitas harian anak. Anak yang mengalami perpisahan selama dirawat di rumah sakit akan menimbulkan berbagai reaksi seperti menangis. Kehadiran perawat disamping anak menjadi salah satu strategi untuk

20 mengatasinya untuk menunjukkan sikap empati dengan mempertahankan kontak mata, bersuara dengan nada tenang, memberi sentuhan untuk memberikan mereka kenyamanan. Jika tidak berhasil maka perawat harus menganjurkan orangtua untuk tetap berada dekat anak atau tetap mempertahankan kontak misalnya melalui telepon ataupun surat yang membuat anak selalu mengingat orangtuanya. Perawat juga perlu memberi penjelasan tentang reaksi anak jika mengalami perpisahan dengan orangtuanya sehingga apabila memang orangtua harus meninggalkan, mereka tidak akan merasa cemas. Sebelum orangtua pergi, perawat menganjurkan mereka untuk mengkomunikasikan kepada anaknya alasan kepergian mereka dan kapan mereka akan datang kembali atau jika memungkinkan tidak bisa mengunjungi anak, kehadiran saudara atau keluarga lain dapat memberi kenyamanan bagi anak. Strategi lain juga dapat dilakukan seperti menganjurkan orangtua untuk meninggalkan suatu tanda bagi anak yang membuat anak tetap merasa dekat dengan orangtuanya seperti benda-benda kesukaannya, boneka, foto, mainan, dan sebagainya. Perawat juga dapat memfasilitasi anak untuk belajar, mendapat kunjungan dari guru atau teman sekolah, telepon atau surat menyurat. Bagi anak yang dihospitalisasi dalam jangka waktu yang panjang, perawat sebisa mungkin membuat ruangannya senyaman mungkin dengan membuat dekorasi dinding gambar kartun atau bunga-bunga yang membuat ruangan itu serasa milik pribadi anak dan selama anak dirawat akan diperhadapkan dengan suara bising seperti peralatan medis, maka perawat harus melindungi anak dengan memberi penjelasan yang dapat membuatnya mengerti akan itu semua sehingga rasa cemas mereka pun akan berkurang.

21 2.8.3 Meminimalkan kehilangan pengendalian Anak yang dihospitalisasi akan mengalami perasaan kehilangan pengendalian yang dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya perpisahan dengan orangtua, adanya pembatasan aktivitas fisik, perubahan rutinitas, pemaksaan ketergantungan bahkan pemikiran magis. Kondisi anak yang mengharuskan dirinya mengalami imobilisasi akibat penyakit tertentu akan mengakibatkan stress bagi anak yang dapat mengganggu perkembangan sensorik maupun motoriknya. Pemeriksaan medis tertentu yang dilakukan perawat bersifat kaku, yang membuat anak harus tetap berbaring di tempat tidur membuat sebuah pengalaman yang penuh tekanan bagi anak. Lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan anak mengalami kehilangan pengendalian misalnya anak harus ditempatkan di dalam boks bermain sehingga membatasi ruang anak untuk bermain lebih leluasa.anak yang dihospitalisasi juga akan mengalami perubahan rutinitas yang berbeda dengan kondisi sebelum dia masuk rumah sakit. Rutinitas yang dilakukan di rumah sakit dapat bersifat kaku atau fleksibel yang dapat membuat anak mengalami stress hospitalisasi ditambah lagi dia mengalami perpisahan dengan orangtuanya. Anak memiliki penstrukturan waktu yang teratur dan jelas sebelum dia masuk rumah sakit misalnya bangun tidur, belajar, mandi, makan, bermain dan tidur sedangkan setelah dia dirawat justru mengalami hal yang berbeda dari kondisi tersebut. Selain karena adanya pembatasan aktivitas fisik dan perubahan rutinitas, anak dapat mengalami kehilangan pengendalian karena ketergantungan sepenuhnya kepada perawat/orangtua selama mereka dirawat di rumah sakit baik

22 dalam mengambil keputusan atas tindakan yang akan diberikan kepadanya atau dalam melakukan perawatan dirinya sendiri. Anak yang mengalami hospitalisasi juga sering mengalami interpretasi yang keliru atau pemahaman yang kurang terhadap semua hal yang dialaminya selama dirawat di rumah sakit akibat kurangnya informasi yang mereka terima dari perawat sehingga hal ini mengakibatkan stress hospitalisasi pada anak dan akhirnya tidak dapat mengendalikan pikirannya. Perawat sangat berperan penting dalam mengatasi kehilangan pengendalian ini diantaranya mempertahankan kontak antara anak dengan orangtua saat mereka mengalami pembatasan aktivitas bahkan menghadirkan orangtua saat anak mengalami nyeri. Perawat juga perlu memodifikasi cara pemeriksaan fisik anak yang disesuaikan dengan kondisinya misalnya digendong oleh Ibunya atau dipeluk bahkan berada di pangkuan orangtuanya. Mobilisasi anak juga dapat ditingkatkan misalnya memindahkan anak ke gendongan, kursi roda, cart, wagon, atau brankar sehingga anak tidak mengalami kekakuan hanya berbaring di tempat tidur. Untuk perubahan rutinitas, perawat perlu membuat jadwal harian anak yang disusun bersama anak dan orangtua lalu menempatkannya disamping tempat tidur anak disertai jam dinding untuk dapat mengingatkan setiap kegiatan yang berlalu atau yang akan dikerjakannya. Perawat juga memberikan otonomi kepada anak untuk mengambil setiap keputusan misalnya mengenai tindakan yang akan diberikan kepadanya atau bahkan memandirikan anak melakukan perawatan dirinya selama di rumah sakit sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pemberian informasi sangat berperan penting

23 dalam mengatasi stres anak saat mereka dirawat di rumah sakit. Untuk itu, perawat perlu memberi penjelasan sebelum melakukan tindakan bahkan memberitahu apa yang akan terjadi pada anak sehingga ketakutan mereka akan berkurang. 2.8.4 Mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri Anak yang mengalami hospitalisasi tidak akan pernah terlepas dari berbagai prosedur yang menyakitkan seperti mendapat suntikan, pemasangan infus atau bahkan mereka takut akan mengalami cedera tubuh misalnya mutilasi, intrusi tubuh, perubahan citra tubuh, disabilitas bahkan mengalami kematian. Banyak hal yang dapat menyebabkan cedera tubuh pada anak misalnya penggunaan mesin sinar-x yang penempatannya salah di ruangan, penggunaan alat asing untuk pemeriksaan, ruang yang tidak dikenal atau bahkan prosedur yang mengharuskan anak untuk diamputasi.semua ini dapat mengakibatkan stres atau ketakutan pada anak selama mereka dihospitalisasi.perawat sangat berperan penting dalam mengatasi ketakutan anak akan cedera tubuh yang dialaminya. Secara umum, perawat harus mempersiapkan anak untuk menghadapi prosedur dengan cara memberi penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan dengan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif anak sehingga mereka akan memahami dan ketakutan mereka akan berkurang. Selain itu, perawat dapat memanipulasi atau memodifikasi teknik prosedural yang akan diberikan pada anak sesuai dengan kondisinya, secepat mungkin melakukan prosedur pada anak bahkan tetap melakukan kolaborasi dengan orangtua melalui cara mempertahankan kontak antara orangtua dengan anak.anak yang didapati merasa

24 marah/stres dengan kondisi penyakit yang dialaminya, perawat perlu mengubah persepsi anak dengan cara memberi penjelasan yang berbeda yang tidak terlalu memandang penyakit itu sebagai sesuatu yang negatif/menyakitkan sekali misalnya menyampaikan pada anak jika suatu prosedur dilakukan pada anak maka tindakan yang sama tidak akan diulangi lagi. Sebagai contoh anak yang mengalami tonsilektomi dapat diubah menjadi penjelasan bahwa tonsil yang diperbaiki tidak perlu diperbaiki lagi di lain waktu. Jadi apabila suatu waktu dia mengalami sakit tenggorokan, anak tidak akan memahami bahwa dia akan dioperasi lagi.