1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri, khususnya di kota-kota besar telah menimbulkan dampak negatif, antara lain: (1) Terjadinya ketidakseimbangan ekologi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah timbulan sampah; (2) Semakin sempitnya lahan terbuka hijau akibat tekanan dari pembangunan perumahan dan fasilitas komersial. Meningkatnya jumlah dan jenis sampah di kota-kota besar telah jauh melebihi kapasitas pelayanan dan sarana pengelolaan sampah yang ada, sehingga jumlah sampah yang masuk ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) semakin melimpah, akibatnya muncul masalah lingkungan dan kesehatan seperti pencemaran bau, pencemaran air akibat leachate, menurunnya tingkat estetika, tempat berkembangnya serangga dan nyamuk serta TPA semakin cepat penuh dan pendek umurnya, menimbulkan kekhawatiran tidak ada lagi lahan untuk TPA. Apabila hal itu sampai terjadi maka boleh jadi manusia akan terbenam dalam tumpukan sampah yang mereka hasilkan. Berdasarkan hasil studi terhadap perkiraan besarnya sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor, melalui pendekatan jumlah penduduk dan standart timbulan sampah Kota Bogor dengan jumlah penduduk 789.423 jiwa pada Tahun 2004 adalah sebesar 2.690.000 liter/hari atau setara dengan 2.700m 3 /hari yang berarti pula sebesar 961.200 m 3 /tahun. Gambaran umum timbulan sampah per sumber sampah dari tahun ke tahun di Kota Bogor dapat lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah fisik timbulan sampah per sumber sampah Kota Bogor No. Sumber Sampah Timbulan (m 3 ) 2001 2002 2003 1 Pemukiman 1.347 1.347 1.340 2 Pasar 262 262 282 3 Pertokoan, Restoran, dan Hotel 149 149 149 4 Fasilitas Umum dan Sosial 88 88 95 5 Sapuan Jalan 154 159 159 6 Kawasan Industri 99 99 99 Jumlah 2.099 2.104 2.124 Sumber : Kantor Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bogor (2004)
Permasalahan sampah sangat kompleks sehingga memerlukan penanganan yang serius dan berpegang pada prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan prinsip tersebut maka Agenda 21 menyebutkan bahwa pengelolaan limbah padat (sampah) mempunyai prinsip tidak boleh terakumulasi di alam sehingga mengganggu siklus materi dan nutrien, bahwa sampah harus dibatasi pada tingkat yang tidak melebihi daya dukung lingkungan untuk menyerap pencemaran dan menerapkan sistem tertutup dalam penggunaan materi seperti daur ulang dan pengomposan harus dimaksimalkan (Djajadiningrat, 2001). Pemerintah Kota Bogor perlu menerapkan kebijakan program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan model pengelolaan sampah terpadu yang disebut dengan konsep zero waste (BPPT,1999), yaitu konsep yang bertujuan untuk mereduksi sampah semaksimal mungkin guna mengurangi beban pencemaran dan pengelolaan sampah perkotaan, hal ini sangat berkaitan dengan pilihan teknologi yang didasari oleh konsep yang jelas dan lugas serta dapat dipertanggungjawabkan secara teknis, ekonomis dan lingkungan. Konsep ini memungkinkan peningkatan derajat dan harkat para pemulung sampah menjadi lebih mulia dan manusiawi dengan memperlakukan mereka sebagai mitra kerja dalam penanggulangan masalah sampah di Kota Bogor karena pemanfaatan barang dauran dari sampah oleh para pemulung dapat dilihat sebagai suatu potensi yang mengandung nilai ekonomis. Uraian diatas memperlihatkan bahwa penanganan sampah yang berorientasi pada TPA dengan sistem open dumping tidak dapat diterapkan lagi di kota-kota besar, karena disamping keterbatasan lahan juga memerlukan biaya operasional yang sangat mahal, dan tingginya tuntutan terhadap penanganan permasalahan sampah khususnya di Kota Bogor. Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan persampahan harus senantiasa meningkatkan kemampuan kerjanya baik secara kuantitas maupun kualitas. Kecepatan pertumbuhan populasi dan tingkat timbulan sampah membuat pihak pengelola harus terus berlomba dengan jumlah sampah yang harus dikelola. Keterbatasan dana dan teknologi membuat seringkali terpaksa mengalami kegagalan dalam mengelola sampah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang alternatif pengelolaan sampah kota dalam rangka memperbaiki ketidaksempurnaan pengelolaan persampahan Kota Bogor.
1.2. Kerangka Pemikiran Pertambahan jumlah penduduk yang pesat menyebabkan meningkatnya aktivitas sosial ekonomi manusia sehingga menghasilkan suatu produk yaitu sampah. Sampah, baik kuantitas maupun kualitasnya dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor tersebut antara lain adalah: 1. Jumlah penduduk. Semakin banyak jumlah penduduk, semakin banyak pula jumlah sampahnya. Pengelolaan sampah berpacu dengan laju pertambahan penduduk. 2. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi seseorang, semakin banyak sampah yang dibuang. Kualitas sampahnyapun semakin banyak dan bersifat tidak dapat membusuk. Kenaikan kesejahteraan inipun akan mengubah pola konsumsi masyarakat. Masyarakat lebih cenderung mengkonsumsi makanan instant yang pembungkusnya berbahan plastik, meningkatkan kegiatan konstruksi dan pembaharuan bangunan-bangunan, transportasipun bertambah, dan produk pertanian, industri dan lain-lain akan bertambah dengan konsekuensi bertambahnya volume dan frekuensi sampah. 3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula. Jumlah dan jenis sampah dari tahun ke tahun terus meningkat secara drastis. Keadaan ini juga diperburuk bahwa sejauh ini pemahaman masyarakat terhadap konsep zero waste yaitu mengurangi atau meminimalisasi jumlah sampah dari sumber sangat rendah. Akibatnya jumlah sampah yang masuk ke TPA semakin melimpah dan akhirnya TPA semakin cepat penuh. Jika sampah yang menumpuk di TPA tidak segera ditanggulangi maka akan menimbulkan masalah dan dampak pada masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Timbunan sampah yang akhirnya terdegradasi dan menimbulkan lindi mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3), yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup yang akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia. Dampak negatif dari pencemaran tersebut terhadap kesehatan dan produktivitas individu, rumah tangga, komunal, dan ekosistem akan terjadi secara langsung sebagai akibat terjadinya kongesti, pencemaran air dan
udara, kekurangan fasilitas sanitasi, serta ketidakteraturan dalam penanganan sampah dan limbah industri. Selain dampak negatif, pengelolaan sampah di TPA ditinjau dari aspek ekonomi dan sosial juga memberikan dampak positif dengan tersedianya lapangan kerja bagi masyarakat yang bermukim di sekitar TPA seperti pemulung (lapak atau bandar) serta pedagang. Besarnya dampak yang ditimbulkan akibat adanya pengelolaan TPA sampah, baik dampak positif dan negatif ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan estetika mendorong Pemerintah Kota Bogor menerapkan model penanganan sampah dengan pendekatan zero waste melalui usaha pengomposan dan daur ulang yang melibatkan berbagai pihak untuk bekerjasama sebagai pengelola yang terdiri atas Pemerintah Kota Bogor yaitu Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor, masyarakat yaitu Swasta (pengusaha kompos), kreditur, lapak/bandar, industri daur ulang dan pemulung. Diharapkan dengan menerapkan konsep zero waste untuk meminimalisasi limbah dalam pengelolaan persampahan masing-masing pihak memperoleh manfaat dan keuntungan. Oleh karena itu diperlukan upaya pengelolaan sampah yang lebih memadai dari aspek finansial yaitu melalui pengembangan bisnis dalam kegiatan pengelolaan sampah, yang diharapkan akan dapat membantu memecahkan persoalan persampahan. Beberapa keuntungan jika tujuan di atas dilakukan di Bogor adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan efisiensi penanganan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah; 2. Masa pemakaian TPA Galuga Bogor akan bertambah panjang karena dengan adanya proses pemilahan sampah anorganik dan organik yang dapat didaur ulang diharapkan mampu mengurangi jumlah tumpukan sampah dan rembesan air sampah (leachete) di sekitar TPA; 3. Memanfaatkan kembali sampah plastik dan mengubah sampah organik menjadi arang dan pupuk kompos yang bermanfaat untuk bahan bakar dan tanah-tanah pertanian ; 4. Meningkatkan pendapatan pemulung dan semua pihak yang terkait dalam industri daur ulang;
5. Mengoptimalkan kapasitas pemulung di Bogor sebagai rekan (partner) dalam menanggulangi penumpukan sampah. Pemulung yang mengumpulkan sampah memperoleh manfaat pribadi dan manfaat sosial. Secara pribadi pemanfaatan sampah bagi pemulung adalah pendapatan yang diperolehnya. Sedangkan yang dimaksud sebagai manfaat sosial adalah dimana sampah dikategorikan sebagai barang yang tidak mempunyai nilai ekonomi, menjadi suatu yang kembali memiliki nilai ekonomi. Pengelolaan sampah padat (Solid Waste Management / SWM), usaha daur ulang (recycling) baik yang dilakukan oleh pemulung maupun institusi mempunyai titik singgung dan tidak dapat terpisah dengan lainnya. Namun, selama ini kegiatan yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Kebersihan, para pemulung dan industri daur ulang terkesan berjalan secara sendiri-sendiri, kegiatan para pemulung dan usaha daur ulang belum diintegrasikan dalam sistem penanganan sampah secara menyeluruh. Oleh karena itu, untuk lebih meningkatkan efisiensi penanganan sampah di berbagai kota diperlukan suatu usaha memadukan berbagai aktor dan kegiatan yang telah ada sehingga memberi kontribusi yang lebih besar terhadap kebersihan kota. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Pertumbuhan Penduduk Aktivitas Manusia Produksi Sampah Meningkat Ekologis Ekonomi Sosial Estetika / Keindahan Penanganan Sampah Kota Daur ulang Pengomposan Karakteristik Fisik Pengelolaan Sampah Jenis Sampah Sumber dan Volume Timbunan Sampah Kebutuhan Dana, Sarana dan Prasarana Pemda Pemulung Lapak/bandar Pengusaha Masyarakat Model Pengelolaan (Zero Waste) Pengelola Tata Kelola Sampah Berkelanjutan Gambar 1. Bagan kerangka pikir 1.3. Perumusan Masalah Meningkatnya jumlah sampah dari waktu ke waktu mengakibatkan terbatasnya lahan yang dapat dipergunakan untuk pembuangan akhir, keperluan dana yang cukup besar dan konflik untuk pembebasan lahan TPA serta sulitnya memperoleh ruang yang pantas untuk pembuangan menambah peliknya persoalan untuk mengatasi permasalahan sampah. Karena sampah-sampah yang tertimbun di TPA akan mengalami proses akumulasi dan degradasi (penguraian), dimana hasilhasil degradasi tersebut akan tersebar ke dalam ekosistem dan dapat
membahayakan lingkungan dan kelangsungan hidup masyarakat disekitarnya. Dalam kaitannya dengan kesehatan, sampah mempunyai peran sebagai tempat hidup dan berkembang biaknya lalat dan tikus (vektor penyakit), sampah mengandung bahan-bahan kimia toksik, mempunyai pengaruh dari hasil degradasi/penguraian sampah terhadap kesehatan secara tidak langsung mengenai seseorang/masyarakat, pengaruh sampah terhadap kenyamanan, karena bentuk dan sifatnya telah memberi kesan yang tidak estetik. Selain itu dalam melakukan proses daur ulang kapasitas dan kemampuan pihak pemerintah lebih kecil dibandingkan sampah yang harus dikelola sehingga tidak mampu mendanai seluruh biaya pengelolaan sampah. Agar sampah tidak menimbulkan dampak yang merugikan sampah dapat dijadikan sebagai komoditi yang bernilai ekonomi bagi manusia yang akhirnya dapat mengurangi subsidi yang akan diberikan oleh pemerintah maka perlu suatu sistem pengelolaan sampah yang memadai dari berbagai macam aspek antara lain aspek ekonomi, aspek sosial, aspek kelembagaan maupun aspek estetika lingkungan. Untuk mengolah sampah menjadi komoditi yang bernilai ekonomi harus berpedoman pada baku mutu lingkungan. Maka perlu adanya penyempurnaan pengelolaan sampah melalui pemanfaatan dan pengolahan sampah melalui pendekatan zero waste yaitu mendayagunakan kembali sampah melalui proses reusing, recycling dan composting guna mengurangi beban pencemaran lingkungan. Dalam pengelolaan sampah perlu melibatkan berbagai pihak. Artinya bahwa dalam pengelolaan sampah pemerintah tidak hanya dibantu oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan tetapi perlu bantuan beberapa pihak misalnya pemulung. Beroperasinya pemulung mempunyai akibat dari segi positif menyebabkan: (1) Berkurangnya volume sampah yang akan ditimbun; (2) Adanya pemanfaatan kembali sampah yang masih dapat digunakan lagi (recycling); dan (3) Memberikan kesempatan kerja bagi para pemulung serta penduduk di sekitar TPA. Sedangkan segi negatif dari pemulungan sampah adalah dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan kesehatan, juga efek estetika dan konflik sosial. Hal ini menggambarkan pentingnya kapasitas pemulung dalam pengelolaan sampah kota.
Selain pemulung bantuan pihak investor sangat dibutuhkan untuk menanamkan modal demi keberlanjutan industri kompos agar dapat bersaing dengan industri lain yang sejenis. Koordinasi dan kerjasama yang baik antara Pemerintah, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, masyarakat baik sebagai penyedia/penghasil sampah maupun masyarakat sebagai pengelola serta pemanfaat sampah, pihak swasta/pengusaha dalam sistem pengelolaan sampah dari tempat pembuangan sementara (tingkat rumah tangga) sampai pada skala industri pengomposan menjadi salah satu solusi penanggulangan masalah sampah yang terjadi di kota Bogor. Keberhasilan dari suatu sistem pengelolaan sampah kota, tidak terlepas dari peran berbagai input pengelola yang ada didalamnya yaitu rumah tangga, RT/RW, perusahaan daerah kebersihan, pemerintah daerah, para pemulung dan pengusaha daur ulang barang bekas dari sampah. Berdasarkan uraian tersebut, melalui penelitian ini permasalahan pokok yang perlu dikaji adalah : 1. Bagaimana penerapan zero waste dalam pengelolaan sampah di TPA Galuga? 2. Apakah pemanfaatan sampah kota melalui pendekatan zero waste dengan usaha pengomposan, pengarangan dan daur ulang berdampak positif terhadap ekonomi masyarakat? 3. Bagaimana peranan sistem kelembagaan khususnya hubungan antara pemulung, lapak, industri daur ulang serta pengusaha kompos dan Pemda? 4. Bagaimana alternatif tata kelola sampah di TPA Galuga?
Pengelolaan sampah di Kota Bogor Degradasi Lingkungan Timbulan Sampah Meningkat Setiap Tahun Terbatasnya Lahan Untuk TPA Pengelolaan sampah Berkelanjutan Pendekatan Zero Waste Daur Ulang Pengomposan Pengarangan Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis R/C Ratio Analisis Titik Impas (BEP) Analisis Deskriptif Kuantitatif Pola Pengelolaan Sampah di TPA Galuga Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sampah Kota Manfaat Sosial dan Lingkungan Pengelolaan Sampah AHP Alternatif Tata Kelola Sampah Berkelanjutan Gambar 2. Skema Perumusan Masalah
1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan alternatif tata kelola sampah yang berkelanjutan di TPA Galuga. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan pola pengelolaan sampah di TPA Galuga 2. Untuk mengetahui apakah alternatif pemanfaatan sampah kota melalui usaha daur ulang, pengomposan dan pengarangan secara ekonomi menguntungkan atau tidak serta dampak positifnya terhadap lingkungan. 3. Untuk mengetahui peranan sistem kelembagaan khususnya hubungan antara pemulung, lapak, industri daur ulang, pengusaha kompos dan Pemda. 4. Mengetahui peran para pihak (stakeholder) dan alternatif tata kelola sampah yang berkelanjutan di TPA Galuga. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai media untuk pengembangan ilmu oleh peneliti sendiri untuk meningkatkan kemampuan akademik dalam menganalisis penanganan sampah serta memberikan informasi untuk penelitian lebih lanjut terutama bagi pihak-pihak yang berminat meneliti masalah sampah demi menjaga keseimbangan dan kualitas lingkungan untuk generasi yang akan datang 2. Sebagai masukan bagi pemerintah kota untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penanganan sampah di kota