BAB 1 PENDAHULUAN. diperlukan demi menyelamatkan kelangsungan hidup bangsa dan negara kesatuan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit diberantas. Realitas ini

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada era otonomi sekarang ini terjadi pergeseran wewenang dan tanggung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. Competitiveness Report Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. khususya di tingkat Pemerintah Daerah. Korupsi sebenarnya termasuk salah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengambil keputusan dalam pemerintahan di era reformasi ini. Pemerintah telah

BAB I PENDAHULUAN. Setelah otonomi daerah digulirkan tahun 1999, pemerintah daerah mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. agen dan prinsipal yang mengakar pada teori ekonomi. Jensen dan Meckling

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

INDEKS PERSEPSI KORUPSI INDONESIA 2017Survei Di Antara Pelaku Usaha. Survei di antara Pelaku Usaha 12 Kota di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. serius dan sistematis. Segenap jajaran penyelenggara negara, baik dalam tataran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. mendasar sejak terjadinya reformasi. Terbentuknya era reformasi memberikan

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Peran aparat pengawasan di daerah yang tidak efektif merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi. menjadi suatu fenomena yang umumnya sering terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya yang menerapkan sistem sentralisasi dimana segala kekuasan dan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. sorotan. Media massa terutama surat kabar hampir tiap hari menampilkan kasuskasus

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keagenan didefinisikan sebagai sebuah kontrak antara satu atau lebih (prinsipal)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Daerah Badan Eksekutif Daerah, baik ditingkat provinsi maupun ditingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI PERWAKILAN PROVINSI JAMBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori entitas yang dikemukakan oleh Paton menyatakan bahwa organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ini menimbulkan peningkatan tanggung jawab penyelenggara pemerintah di

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dilaksanakan pada tahun 2001 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal sekaligus kemauan politik untuk

PERAN SERTA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaporan keuangan membantu memenuhi kewajiban pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

HUBUNGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO, PARTISIPASI PEREMPUAN BEKERJA, ANGKA MELEK HURUF, KETERBUKAAN EKONOMI, DENGAN TINGKAT KORUPSI DI INDONESIA

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak mendapatkan perhatian khusus dibandingkan masa-masa sebelumnya

BAB I PENDAHULUAN. pusat atau disebut pemerintah dan sistem pemerintahan daerah. Dalam praktik

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik, maka akuntabilitas dan transparansi informasi bagi masyarakat luas

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal 1990- an telah berkembang berbagai macam wacana tentang desentralisasi pemerintah di Indonesia. Dari berbagai wacana, pemerintah Habibie kemudian sampai pada kesimpulan bahwa kebijakan desentralisasi yang baru diperlukan demi menyelamatkan kelangsungan hidup bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia. Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1974 (UU No. 5/1974) tentang Pokok- pokok Pemerintahan di Daerah harus diubah. Karena undangundang akan selalu berubah mengikuti zaman. Hal ini dikarenakan tidak semua pasal dalam undang-undang pas atau sesuai untuk diterapkan disepanjang zaman. Demikian juga dengan UU No. 5 tahun 1974 tentang pemerintahan daerah yang sudah diubah seiring berjalannya waktu diganti menjadi UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU No. 25 tahun 1999 perimbangan keuangan pusat dan daerah. (Rasyid, 2007). Sejak berlakunya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 tentang pemerintah daerah pada era reformasi, telah membuat perubahan dalam sistem pemerintahan diindonesia. Tata kelola pemerintah yang tadinya bersifat sentralisasi berubah menuju desentralisasi. (Defis, 2012). UU No. 22 tahun 1999 selanjutnya disempurnakan dengan dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Undang-undang tersebut 1

2 menyatakan bahwa dengan adanya desentralisasi fiskal maka akan memberikan kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan dan urusan rumah tangganya sendiri dan memiliki diskersi (kebebasan) dalam membelanjakan dana sesuai kebutuhan dan prioritas masing- masing daerah. Meskipun demikian, terdapat beberapa hal tetap diatur oleh pemerintah pusat seperti urusan keuangan negara, agama, hubungan luar negeri, dan lain-lain. Sistem pemerintahan daerah juga sebetulnya merupakan salah satu wujud penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif. Sebab pada umumnya tidak mungkin pemerintah pusat mengurusi semua permasalahan negara yang begitu kompleks. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan otonomi daerah yang seharusnya menjadi jembatan bagi terwujudnya desentralisasi pembangunan justru mendorong potensi terjadinya korupsi di daerah. korupsi yang terjadi di setiap daerah berbeda. Daerah yang kaya sumber daya alam, korupsi banyak terjadi pada soal perizinan tambang dan alih fungsi lahan, Sedangkan daerah yang tidak kaya sumber daya alam, korupsi banyak terkait dengan belanja daerah untuk pengadaan barang dan jasa. Minimnya kontrol publik juga menyebabkan terjadi korupsi. Dalam pembentukan suatu daerah otomom diperlukan syarat yang harus dipenuhi, syarat tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah. Didalam peraturan tersebut terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu: syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan.

3 Dengan semakin bertambahnya daerah yang ada di Indonesia yang terjadi karena adanya otonomi daerah sendiri telah menyebabkan keunikan-keunikan dari masing-masing daerah yang telah terbentuk. Keunikan atau karakteristik yang terbentuk disetiap daerah bisa disebabkan oleh kondisi geografis, kebudayaan ataupun kondisi sosial dan ekonomi yang sudah terbentuk sejak lama. Dalam penelitian ini juga mengkaji tentang karakteristik pemerintah daerah yang terdiri dari ukuran pemerintah daerah, populasi penduduk, belanja pegawai, pajak daerah dan Human developmen index (HDI). penelitian ini menjelaskan Karakteristik daerah dengan menggunakan ukuran pemerintah daerah yang diproksikan dengan total aset, populasi penduduk yang diproksikan dengan total penduduk, belanja pegawai yang diproksikan dengan total belanja pegawai, pajak daerah yang diproksikan dengan total penerimaan pajak daerah, dan HDI yang diproksikan dengan index HDI. Pengukuran dari besarnya ukuran pemerintah daerah dalam penelitian ini menggunakan besarnya total aset yang di miliki oleh tiap pemerintah daerah, oleh karena itu semakin besar total aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah dapat dikatakan semakin besar ukuran dari pemerintah daerah itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Lambsdorff (2006) dalam Hartanto (2013), yang menunjukkan bahwa ukuran pemerintah daerah yang semakin besar maka akan meningkatkan korupsi. Peningkatan jumlah penduduk, menuntut adanya tuntutan transparansi yang lebih tinggi dan juga adanya pengawasan yang lebih tinggi terhadap legislatif dan yudikatif. Adanya pengawasan yang lebih ini membuat anggota legislatif dan eksekutif di tataran pemerintah daerah cenderung untuk taat

4 terhadap peraturan dan kemungkinan untuk melakukan tindakan kecurang akan menjadi kecil. Belanja pegawai merupakan pos yang paling banyak menggunakan dana transfer dari pusat yang pengawasannya lebih baik sehingga dapat mengurangi tingkat korupsi. Pajak daerah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap korupsi. Hal itu memiliki arti bahwa semakin tinggi pajak yang dibayarkan maka akan semakin tinggi pula korupsinya (Silaen dan Sasana, 2013). Tingkat pendidikan yang diukur dengan presentasi angka melek huruf menunjukkan hubungan yang positif terhadap tingkat korupsi (SBM, 2013). Tingkat pendidikan masyarakat yang tinggi menuntut pemerintah daerah untuk lebih transparan dalam pengelolaan keuangan daerah sehingga tingkat korupsi menjadi berkurang. Jaya (2005) menunjukkan bahwa legislatif mengalokasikan dana untuk kepentingan mereka melebihi jumlah yang diperbolehkan dalam peraturan tersebut. Dengan adanya jumlah yang dilebihi itu maka bisa di sebut adanya korupsi dalam pengalokasian dana. Korupsi banyak terjadi pada lembaga pemerintahan diindonesia. Fakta praktik korupsi yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut ingin menunjukkan kepada publik bahwa praktik korupsi di kedua lembaga pemerintahan daerah tersebut sudah sangat memprihatinkan. Lembaga eksekutif yang diberi amanah rakyat untuk melaksanakan proses pembangunan dan mensejahterakan rakyat (eksekutor kebijakan pembangunan) menjadi biang korupsi di daerah. Dan yang paling ironis, korupsi di lembaga legeslatif. Lembaga wakil rakyat yang diharapkan menjadi lembaga kontrol politik terhadap penyelenggaraan pemerintahan eksekutif di daerah, namun dalam kenyataannya

5 banyak dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjadi agen dan bahkan juga menjadi bagian dari pelaku praktik korupsi (Kurniawan, 2006). Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat merusak sendi-sendi kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi adalah benalu sosial yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat. UU No. 32 tahun 2004 yang mengatur hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di mana setiap pemerintah daerah diwajibkan untuk

6 melaporkan pengelolaan keuangannya dalam bentuk laporan keuangan pemerintah daerah. Laporan keuangan pemerintah daerah yang telah di keluarkan oleh setiap pemerintah daerah selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), yang kemudian akan dikeluarkan opini atas kewajaran laporan keuangan tersebut. Sasana (2009) mengatakan bahwa desentralisasi fiskal yang terjadi di negaranegara berkembang apabila tidak berpegang pada standar teori desentraliasai, hasilnya akan merugikan pertumbuhan ekonomi dan efisiensi. Dimana akan menyebabkan terjadinya korupsi pada level pemerintah daerah disebakan oleh adanya pertimbangan politik dan birokrat lokal. Penelitian ini menguji tentang pengaruh desentralisasi fiskal, karakteristik pemerintah daerah, jumlah anggota legislatif DPRD terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah di Indonesia. Tingkat korupsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menggunakan Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia yang telah di lakukan oleh lemabaga survei Transparansy Index. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia adalah sebuah instrumen pengukuran tingkat korupsi kota-kota di seluruh Indonesia yang dikembangkan oleh Transparency International Indonesia, selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan data korupsi tahun 2010 melalui website resminya. Lessman dan Markwardt (2009) dalam Akbar (2013)mencoba melihat dampak desentralisasi dengan korupsi. Lambsdorff (2006) dalam Hartanto (2013) menunjukkan bahwa ukuran pemerintah daerah yang semakin besar maka akan dapat meningkatkan korupsi. SBM (2013) menemukan bukti bahwa jumlah

7 penduduk dan HDI berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi. Akbar (2013) melakukan penelitian tentang pengeluaran pemerintah dengan korupsi. Silaen dan Sasana (2013) menemukan bahwa pajak daerah merupakan salah satu variabel determinan korupsi. Jaya (2005) melakukan penelitian tentang pengalokasian yang lebih yang dapat menimbulkan terjadinya korupsi. Berdasarkan latar belakang tersebut serta pendapat dalam penelitian terdahulu maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Desentralisasi Fiskal, Karakteristik Pemerintah Daerah, Jumlah Anggota Legislatif DPRD Terhadap Tingkat Korupsi Pemerintah Daerah Pada Tahun 2010. Penelitian ini merupakan replikasi penelitian yang dilakukan oleh Rudy Hartanto dan Agung Nur Probohudono (2013). Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini menambahkan variabel jumlah anggota legislatif DPRD dan tahun yang digunakan tahun 2010. B. Batasan Masalah Karakteristik pemerintah daerah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ukuran pemerintah daerah 2. Populasi penduduk 3. Belanja pegawai 4. Pajak daerah 5. Human developmen index (HDI)

8 Selain karakteristik pemerintah daerah terdapat variabel independen lainnya yaitu desentralisasi fiskal dan jumlah anggota legislatif DPRD. Variabel diatas adalah variabel yang mempengaruhi tingkat korupsi pemerintah daerah. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah? 2. Apakah ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah? 3. Apakah populasi penduduk berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah? 4. Apakah belanja pegawai berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah? 5. Apakah pajak daerah berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah? 6. Apakah HDI berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah? 7. Apakah jumlah anggota legislatif DPRD berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah.

9 D. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh positif desentralisasi fiskal terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah. 2. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh positif ukuran pemerintah daerah terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah. 3. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh negatif populasi penduduk terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah. 4. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh positif belanja pegawai daerah terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah. 5. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh positif pajak daerah terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah. 6. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh negatif HDI terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah. 7. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh positif jumlah anggota legislatif DPRD terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: 1. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat secara umum mengenai tingat korupsi yang ada di pemerintah daerah.

10 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian selanjutnya, dan dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya.