BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok dan kebutuhan yang paling mendasar untuk kehidupan setiap makhluk hidup. Makanan diperlukan untuk pembentukan energi dan untuk proses metabolisme dalam tubuh. Mengkonsumsi makanan makhluk hidup dapat tumbuh, berkembang dan dapat menjalankan aktivitas sehari-harinya. Makanan yang dikonsumsi manusia dapat berupa karbohidrat seperti nasi dan terigu, jagung, umbi-umbian dan tanaman buah seperti sukun, sagu yang merupakan sumber karbohidrat. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi perubahan gaya hidup dan selera akan makanan pada masyarakat. Salah satunya adalah perubahan pola konsumsi masyarakat yang lebih menyukai sesuatu yang cepat dan praktis, sehingga masyarakat cenderung untuk mengkonsumsi makanan di luar rumah. Pemenuhan kebutuhan pangan pada saat ini jauh lebih dinamis, tidak terbatas hanya pada makanan pokok saja seperti beras, jagung dan umbi-umbian. Perkembangan zaman dan gaya hidup masyarakat modern membuat masyarakat menginginkan pemenuhan kebutuhan makanan yang praktis dan mudah didapatkan. Untuk itu, dibutuhkan inovasi dalam pengolahan bahan pangan yang sesuai dengan keinginan konsumen dalam cakupan agroindustri makanan. Mi adalah salah satu contoh hasil perkembangan teknologi pangan yang banyak di konsumsi oleh warga dunia, termasuk di Indonesia. Meningkatnya konsumsi mi di masyarakat diduga karena kelebihan yang dimiliki oleh mi seperti harganya yang
relatif murah, mudah diolah, mudah dijangkau oleh semua kalangan, memerlukan sedikit waktu untuk mengolahnya dan banyaknya pilihan rasa dari mi yang ditawarkan (Anonim a, 2007). Di Indonesia, mi digemari berbagai kalangan, mulai anak-anak hingga lanjut usia. Alasannya sifat mi yang enak, praktis dan mengenyangkan. Kandungan karbohidrat yang tinggi, menjadikan mi digunakan sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi. Mi dapat diolah menjadi berbagai produk seperti mi baso, mi goreng, mi ayam, mi aceh dan lain sebagainya (Ariani, 2004). Dipasaran saat ini dikenal ada beberapa jenis mi yaitu mi mentah (mi pansit), mi basah, mi keriting dan mi instan. Mi kering dan mi instan merupakan mi yang kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebih awet dibandingkan dengan mi mentah atau mi basah. Mi basah disebut juga mi kuning adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mi basah dapat mencapai 52% sehingga daya tahan atau keawetannya cukup singkat. Pada suhu kamar mi basah ini hanya bertahan 10-12 jam saja karena setelah itu mi akan berbau asam dan berlendir atau basi. (Widyaningsih, dkk, 2006). Beberapa tahun terakhir ini, Kota Medan diserbu oleh pedagang mi basah yang dimasak dikenal dengan mi Aceh. Penikmatnya berbagai kalangan dan lintas status sosial, tetapi tidak ada data yang pasti tentang jumlah pedagang mi Aceh di Kota Medan. Setidaknya jumlah usaha ini ratusan, mulai dari usaha mi Aceh dengan skala kecil sampai yang menengah dan besar. Usaha mi Aceh yang terbilang cukup eksis dan cukup terkenal di Kota Medan adalah mi Aceh Titi
Bobrok yang berada di wilayah Jalan Setiabudi dan merupakan ikon mi Aceh yang dikenal sebagai mi Aceh pertama ke Kota Medan (Tarwiyah, 2011) Mi Aceh salah satu alternatif jajanan pilihan yang saat ini menjadi favorit masyarakat di Medan. Hasil prasurvey diketahui bahwa rumah makan Mi Aceh banyak dikunjungi masyarakat Kota Medan, banyaknya pengunjung diperkirakan 900 pengunjung per hari dan menghabiskan sekitar 1200 porsi per hari. Hal ini disebabkan karena harganya yang relatif murah, rasanya enak, banyaknya pilihan menu dan mudah di jangkau. Tuntutan kebutuhan konsumen akan mutu produk yang tinggi, harga terjangkau, dan pelayanan yang baik, menyebabkan para produsen dan pemasar berlomba memberikan nilai lebih pada produknya. Menurut Tjiptono (1997), persaingan yang semakin ketat, dimana semakin banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan setiap perusahaan harus menempatkan orientasi pada kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama. Pelaku usaha harus memikirkan nilai yang lebih dari usaha rumah makan yang lain untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Konsumen adalah orang yang paling penting dalam usaha rumah makan. Seorang konsumen tidak tergantung pada usaha rumah makan, tetapi usaha rumah makan yang tergantung pada konsumen. Persaingan yang cukup ketat dibidang kuliner, usaha rumah makan Mi Aceh Titi Bobrok mampu bertahan hingga kini. Hal ini tentu dipengaruhi oleh strategi dan usaha lain yang dijalankan sehingga mempertahankan hal yang diperoleh dan tentunya tidak terlepas dengan
konsumen, karena maju mundur suatu usaha dipengaruhi oleh banyaknya konsumen yang dimiliki. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh produk, harga dan pelayanan terhadap tingkat kepuasan konsumen dan frekuensi pembelian Mi Aceh yang ada di lokasi Titi Bobrok kota Medan. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dan permasalahan diatas maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat kepuasan konsumen mi Aceh di daerah penelitian? 2. Bagaimanakah pengaruh faktor produk, harga dan pelayanan, secara langsung dan tidak langsung terhadap tingkat kepuasan konsumen dan frekuensi pembelian Mi Aceh di daerah penelitian? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menjelaskan tingkat kepuasan konsumen Mi Aceh di daerah penelitian. 2. Menganalisis pengaruh faktor produk, harga dan pelayanan, secara langsung, dan tidak langsung terhadap tingkat kepuasan konsumen dan frekuensi pembelian Mi Aceh di daerah penelitian 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi pelaku usaha, memberikan masukan yang bermanfaat serta mempermudah pengelola dalam menetapkan langkah-langkah operasional
untuk menghadapi persaingan pasar dalam meningkatkan kepuasan konsumen dan tingkat penjualan. 2. Sebagai bahan rujukan, tambahan informasi dan pengetahuan bagi penelitian selanjutnya atau bagi setiap pihak yang membutuhkan..