1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak permasalahan yang terkait dengan hal ekonomi dan pembangunan. Hal ini diakibatkan oleh dampak dari masalah krisis keuangan yang diperburuk oleh musibah beruntun yang menimpa negara Indonesia akhir-akhir ini. Demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional (Atmadja,2002). Peningkatan kesejahteraan, atau peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat, keberhasilannya sangat tergantung pada keberhasilan upaya pengembangan dunia usaha. Pengembangan usaha atau bisnis masyarakat, pendanaan merupakan salah satu masalah pokok yang harus diatasi. Permasalahan pendanaan dalam pengembangan usaha adalah bagaimana agar pengusaha mendapatkan dukungan pendanaan yang memadai, sesuai dengan kondisi internalnya dengan syarat dan cara atau prosedur yang terjangkau oleh pengusaha dan sesuai dengan prinsip kesehatan yang berlaku dalam pengelolaan lembaga keuangan sebagai sumber pendanaan bagi pengusaha. Pengembangan sumber pendanaan atau produk pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan keadaan pengusaha, serta harus tetap mengikuti prinsip pengelolaan lembaga keuangan yang sehat tersebut, mendorong berkembangnya berbagai
2 macam produk pembiayaan dan lembaga keuangan. Salah satu contoh lembaga keuangan adalah lembaga keuangan non mikro dan lembaga keuangan mikro. Lembaga keuangan non mikro orientasi utamanya tidak melayani pembiayaan bagi pengusaha mikro, walaupun lembaga keuangan non mikro membentuk unit khusus atau bekerjasama dengan lembaga keuangan yang secara khusus melayani pengusaha mikro. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang fokus kegiatannya melayani kelompok masyarakat usaha kecil mikro. Penelitian ini hanya membahas lembaga keuangan yang potensial berkaitan dengan pengembangan usaha kecil. Batasan usaha mikro dapat dilihat atas omzet penjualan per tahun atau tenaga kerja yang terlibat. Berdasarkan penjualan per tahun, pada satu sisi ada yang membatasi usaha mikro sebagai usaha dengan omzet smpai dengan 50 juta rupiah, ada pula yang membatasi usaha mikro dengan omzet kurang dari 10 juta rupiah per tahun (Atmadja,2002). Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia dapat dibedakan atas LKM Bank dan LKM non Bank. LKM Bank terdiri atas Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Rakyat Indonesia Unit Desa (BRI-UD) dan Bank Kredit Desa (BKD). Landasan hukum keberadaan LKM Bank adalah Undang-Undang Perbankan, karena itu pengaturan, perizinan, dan pengawasan berada pada Bank Indonesia. Kepemilikan dari BRI-UD adalah BRI, kepemilikan BPR adalah perorangan atau badan hukum dan kepemilikan BKD adalah desa. Jenis produk layanan BRI-UD adalah seperti halnya bank, produk layanan BPR adalah tabungan, deposito berjangka dan kredit, sedangkan jenis layanan BKD adalah tabungan dan kredit. Penyebaran BRI-UD
3 mencakup seluruh propinsi, BPR di seluruh propinsi di mana sebagian besar berada di Jawa dan Madura. LKM non bank dapat dipilah lebih lanjut menjadi LKM yang bersifat formal seperti koperasi, pegadaian, dan Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP). Kerangka atau landasan hukum keberadaan koperasi adalah Undang-Undang Perkoperasian, LDKP adalah Peraturan Daerah sedangkan Pegadaian adalah Peraturan Pemerintah tentang pegadaian. Peraturan dan perizinan serta pengawasan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Usaha Simpan Pinjam (USP) koperasi berada pada Menteri Koperasi dan PKM, perizinan LDKP berada di gubernur setiap propinsi dan pengawasannya pada pemerintah propinsi, sedangkan peraturan dan pengawasan pegadaian berada pada departemen keuangan. Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terjadi seiring dengan perkembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) serta masih adanya hambatan UKM dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan. LKM memberikan kelebihan misalnya berupa tidak adanya jaminan atau agunan seperti yang dipersyaratkan oleh perbankan bahkan dalam beberapa jenis LKM pinjaman didasarkan pada kepercayaan, walaupun biaya atas dana pinjaman dari LKM lebih tinggi sedikit dari bunga perbankan. Hal ini terjadi karena biasanya peminjam beserta aktivitasnya sudah dikenal oleh LKM, kemudahan yang lain adalah pencairan dan pengembalian pinjaman yang fleksibel dan sering disesuaikan dengan cash flow peminjam. Jenis LKM lebih banyak didominasi oleh Usaha Simpan Pinjam (USP), namun dari aspek besarnya perputaran pinjaman lebih didominasi oleh perbankan yaitu BRI unit
4 dan BPR. Hal ini terjadi karena skim kredit yang ditawarkan oleh BRI unit dan BPR lebih besar dari USP. Perkembangan LKM dapat dilihat dari indikator Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1, terlihat bahwa dari sisi simpanan, LKM bank memiliki kontribusi sekitar 96 persen dari total simpanan, dimana BPR memiliki kontribusi sekitar 24 persen, BRI-Unit 72 persen, dan BKD 0,09 persen. Skala jumlah pinjaman pada BRI-Unit adalah yang terbesar yaitu 14,182 milyar rupiah, BPR 9,431 milyar rupiah dan BKD 0,20 milyar rupiah. Berdasarkan data di atas maka BRI-UD dengan pinjaman yang besar memang memiliki potensi keunggulan bersaing yang lebih besar karena pada umumnya telah mencapai skala minimal yang diperlukan. Tabel 1. Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Tahun 2005 Jenis LKM Jumlah (Unit) Jumlah Simpanan (Rp. Milyar) Jumlah Pinjaman (Rp. Milyar) LKM Bank Rata-Rata Pinjaman/Unit (Rp.Milyar/Unit) BPR 2,148 9,254 9,431 4,39 BRI-Unit 3,916 27,429 14,182 3,62 BKD 5,345 0,38 0,20 3,74 Total 11,409 36.683,38 23.613,20 2,06 LKM USP 35,218 1,157 3,629 0,10 Non Bank LDKP 2,272 334 358 157,57 Penggadaian 264-157,70 0,59 Total 37,754 1,491 4.144,70 Sumber : Bank Indonesia dan Departemen Koperasi dan UKM diolah, 2005.
5 LKM non bank menghimpun simpanan sekitar 1,491 milyar rupiah dan memberikan pinjaman sebesar 4,144 milyar rupiah. USP Koperasi memiliki kontribusi sebesar 1,157 milyar rupiah dalam simpanan dan pinjaman sebesar 3,629 milyar rupiah. Skala pinjaman dan simpanan USP relatif lebih kecil dibandingkan LKM bank. Hal ini menggambarkan bahwa pada umumnya USP Koperasi tidak efisien dan tidak bisa tumbuh secara berkesinambungan karena tidak ada pendapatan yang dapat dipergunakan untuk pemupukan modal dan pengembangan usaha, padahal USP mempunyai peranan yang signifikan dalam mendukung perkembangan usaha kecil dan menengah. 2.2. Perumusan Masalah Dukungan dalam permodalan yang selama ini menjadi kendala utama usaha kecil merupakan suatu upaya yang sangat diperlukan. Keseluruhan kebijaksanaan makro sewajarnya mendukung pengembangan usaha kecil baik langsung maupun tidak langsung, dalam kaitan ini termasuk pula kebijakan perkreditan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sumberdaya modal bagi usahanya. Usaha Simpan Pinjam (USP) pada dasarnya adalah usaha menghimpun dana dan menyalukan dana. Spesifikasi dari pada usaha simpan pinjam koperasi sebagai lembaga keuangan pada dasarnya adalah bahwa yang layani, baik yang menyimpan maupun meminjam adalah anggota koperasi, yang sekaligus juga sebagai pemilik koperasi itu sendiri. Sebagai koperasi, usaha simpan pinjam memiliki fungsi dan peran terutama dalam membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota dan memberikan pelayanan demi meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial anggota pada khususnya dan masyarakan pada umumnya.
6 Peranan lembaga tidak hanya memberikan pelayanan, tapi bagaimana mempertahankan dan menopang aktivitas usaha kecil menengah. Oleh karena itu, tingkat kesehatan usaha simpan pinjam merupakan hal yang penting, sebab sulit bagi usaha simpan pinjam untuk dapat mempertahankan sekaligus menopang aktivitas usaha jika pihak USP itu sendiri tidak memiliki tingkat kesehatan yang memadai. Usaha Simpan Pinjam (USP) Swamitra sebagai suatu usaha yang dibentuk melalui kerjasama Bank Bukopin dengan koperasi, yang dalam pelaksanaan kegiatan usahanya melakukan penghimpunan dan penyaluran dana melalui kegiatan simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, serta koperasi lain dan atau anggotanya. USP Swamitra yang telah berhasil didirikan sejak diluncurkan pada pertengahan tahun 1997 sampai dengan tahun 2007, yaitu sebanyak 460 gerai Swamitra, tersebar di wilayah Indonesia, dengan jumlah anggota yang terlayani sebanyak lebih dari 10.000 orang. Percepatan pendirian USP Swamitra terjadi karena pola kemitraan ini sudah semakin dikenal masyarakat karena secara nyata telah berhasil memenuhi harapan peningkatan pelayanan kepada para anggotanya, yang terdiri dari para pedagang, pengrajin, nelayan dan pengusaha kecil pada umumnya. Tumbuhnya kepercayaan kepada USP Swamitra telah berhasil memobilisasi dana, yang tercatat dari 35,702 milyar rupiah pada tahun 1999 menjadi 99 milyar rupiah pada tahun 2003 atau meningkat sebesar 277,29 persen. Pinjaman yang diberikan USP Swamitra kepada anggota meningkat dari 98,959 milyar rupiah pada tahun 1999 menjadi 193 milyar rupiah pada tahun 2003 atau meningkat sebesar 195,03 persen. Sedangkan laba dan rugi USP
7 Swamitra secara keseluruhan meningkat dari sebesar minus 2,5 milyar rupiah pada tahun 1999 menjadi plus 0,966 milyar rupiah pada tahun 2003. Strategi untuk memajukan pelayanan pemberian pinjaman sangat diperlukan demi mencapai tingkat partisipasi dalam penghimpunan dana tersebut. Bank Bukopin dalam hal ini telah menyalurkan kreditnya kepada Koperasi yang dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan investasi pendirian dan modal kerja usaha di USP Swamitra, yang keseluruhannya berjumlah 90,072 milyar rupiah pada tahun 2000 dari posisi 95,596 milyar rupiah pada tahun 1999, atau terjadi penurunan sebesar 5,7 persen dan untuk tahun 2003 sebesar 99 milyar rupiah, peningkatan ini disebabkan pertumbuhan USP Swamitra yang signifikan. Ketentuan pemberian pinjaman adalah maksimal sebesar 50 juta rupiah per anggota, dan secara bertahap akan ditingkatkan menjadi 250 juta rupiah per anggota sesuai kebutuhan anggota sendiri serta kesiapan USP Swamitra itu sendiri, guna pemerataan pelayanan pinjaman dari USP Swamitra kepada anggotanya. Berdasarkan kinerja yang ditunjukkan tersebut Bank Bukopin berkeyakinan pertumbuhan USP Swamitra pada tahun-tahun ke depan dan dapat lebih baik. Hal ini sejalan dengan dukungan yang terus mengalir dari berbagai instansi pemerintah dan telah diperolehnya pengakuan Internasional dari Asean Banking Award pada tahun 1999 untuk kategori Produk Kredit Komersial atau Kredit Program. Usaha Simpan Pinjam (USP) Swamitra agar dapat berperan seperti yang diharapkan, maka harus mampu melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik, yaitu kemampuan dan efektifitas kinerja USP Swamitra terutama yang berhubungan dengan finansial dan tingkat kesehatannya. USP Swamitra juga haruslah dapat memberikan
8 pelayanan yaitu menjaga kepercayaan nasabah serta menjaga kemampuan menjangkau masyarakat golongan ekonomi lemah. 250 200 (Rupiah) 150 100 50 Pertumbuhan Swamitra 0 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 (Tahun) Sumber : Laporan Perkembangan Swamitra Seluruh Indonesia, 2003 Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Swamitra Seluruh Indonesia Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan kegiatan Usaha Simpan Pinjam (USP) Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat dari sisi keuangan? 2. Bagaimana kinerja keuangan dan tingkat kesehatan pada masing-masing USP Swamitra? 3. Bagaimana konsistensi hasil analisis kinerja keuangan dengan tingkat kesehatan pada masing-masing USP Swamitra? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
9 1. Mengidentifikasi perkembangan kegiatan Usaha Simpan Pinjam (USP) Swamitra Cileungsi dan Swamita Kilat dari sisi keuangan. 2. Membandingkan kinerja keuangan dan tingkat kesehatan USP Swamitra Cileungsi dan Swamita Kilat. 3. Melihat konsistensi hasil analisis kinerja keuangan dengan tingkat kesehatan pada masing-masing USP Swamitra. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam hal proses pengambilan keputusan yang dilakukan USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat. Penelitian ini juga diharapkan memberikan alternatif strategi yang konprehensif untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja masing-masing Swamitra terutama dalam bidang keuangannya.