BAB I PENDAHULUAN. baik dari sisi financial maupun non-financial. Hal ini berdampak pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. sangat panjang (going concern). Hal ini berarti dapat diasumsikan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dari kedua tujuan tersebut, maka pihak manajemen harus dapat menghasilkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan adanya going concern, suatu entitas dianggap mampu. aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa.

BAB I PENDAHULUAN. bertahan dalam jangka panjang yang tidak terbatas. Hal ini berarti dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. atau sekelompok orang atau badan lain yang kegiatannya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendirian perusahaan pada umumnya bertujuan untuk mendapatkan profit,

BAB I PENDAHULUAN. (Sinambela, 2009). Pada dasarnya tujuan didirikannya suatu perusahaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. kebangkrutan itu sendiri. Menurut Marcelinda et al. (2014), perusahaan bisa

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Maka dengan didirikannya sebuah perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan siklus ekonomi menyebabkan dunia usaha terus mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang berkaitan erat dengan pasar modal. Pasar modal memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. usaha yang seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui

BAB I PENDAHULUAN. bisa membuat suatu perusahaan mengalami financial distress (Wahyu, 2009 dalam

BAB I PENDAHULUAN. minim, khususnya di wilayah luar Jawa. Hal tersebut terjadi karena setelah krisis pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. (Santoso, 2005). Perusahaan property and real estate adalah perusahaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis yang melanda Indonesia, banyak masalah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dan kesehatan lembaga-lembaga keuangan yang membentuk sistem

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian, laporan keuangan merupakan suatu media penting

BAB I PENDAHULUAN. dari tantangan-tantangan yang harus di hadapi, para pelaku bisnis property di

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan (Laba) yang optimal serta pengendalian yang seksama yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. sektor manufaktur dalam beberapa dekade terakhir. Industri tekstil dan garmen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya, perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam teori manajemen keuangan, financial distress merupakan situasi

BAB I PENDAHULUAN. Rumah merupakan kebutuhan pokok (primer) yang dibutuhkan. oleh manusia, selain makanan dan pakaian. Dalam perkembangannya, rumah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi perekonomian Indonesia akhir-akhir ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi dunia yang dibarengi dengan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. peluang masing-masing pelaku bisnis untuk meraih keuntungan dan. keuangan menjadi penting dan strategis (Imanzadeh et al. 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Akibatnya kondisi infrastruktur terpuruk. Terutama infrastruktur jalan yang merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tangguh. Seiring perkembangan zaman, permasalahan selalu datang dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus mengikuti perkembangan usahanya. Begitu juga dengan setiap

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI ( BURSA EFEK INDONESIA )

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam memasuki pasar bebas perdagangan dunia, aktivitas perekonomian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan dalam rangka mengembangkan usahanya membutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA dalam Kartikawati, 2008). Financial distress juga didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tetapi perusahaan juga memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan. kekayaan pemegang saham. Melihat bahwa kekayaan pemegang saham

BAB I PENDAHULUAN. dapat berkembang. Untuk mencapai hal tersebut tentu diperlukan biaya.

BAB I PENDAHULUAN. semakin majunya perekonomian serta teknologi saat ini, ditambah dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. manajemenm, pemerintah, karyawan, serta pelaku pasar modal.

BAB 1 PENDAHULUAN. pasar dunia mengalami keruntuhan / degresi dan mempengaruhi sektor lainnya di

BAB I PENDAHULUAN. tujuan lainnya (Gitosudarmo, 2002:5). Perusahan harus terus memperoleh laba agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Potensi kebangkrutan yang dimiliki oleh setiap perusahaan akan

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi untuk membayar utang atau kewajibannya kepada kreditur yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dampaknya adalah perusahaan yang berskala kecil akan mengalami. krisis keuangan dalam perusahaan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang dana,

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya peranan tersebut mempunyai kesamaan antara negara yang

BAB I PENDAHULUAN. besar. Di mana Subprime Mortage yang terjadi di Amerika Serikat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun 1997 lalu, banyak masalah dan penderitaan yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. ketat. Hal ini disebabkan semakin banyaknya perusahaan yang berdiri dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat tetap bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Apabila efisiensi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, ada beberapa dampak buruk yang dirasakan akibat meluasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin ketatnya persaingan di dunia bisnis menyebabkan setiap perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga jumlah tenaga kerja yang menganggur meningkat.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kebangkrutan, kegagalan,

BAB I PENDAHULUAN. dari permasalahan ekonomi. Permasalahan ekonomi yang terjadi dapat

BAB I PENDAHULUAN. contohnya adalah saham dan obligasi (Manurung, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan investasi.

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, peran

BAB I PENDAHULUAN. tertentu terpaksa bubar karena mengalami financial distress yang berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian Indonesia berada pada tingkatan yang stabil pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris yang mempunyai berbagai aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan merupakan lembaga keuangan yang berperan dalam sektor ekonomi. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi global pernah terjadi pada tahun 2008 bermula pada krisis

BAB I PENDAHULUAN. nilai perusahaan dengan menetapkan keputusan struktur modalnya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan perusahaan lain. Perusahaan yang mampu bersaing akan bertahan hidup,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Krisis perekonomian global yang terjadi memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan banyaknya bank baru yang berdiri di Indonesia maka hal ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. maupun teknologi yang digunakan untuk menyampaikan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.Indonesia sangat bergantung kepada ekonomi kapitalisme global

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi kesulitan keuangan (financial distress) terjadi sebelum kebangkrutan,

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham (shareholder). Pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. dengan suatu kondisi yang disebut financial distress. Dengan adanya model

BAB 1 PENDAHULUAN. Banyaknya perusahaan dalam industri, serta kondisi perekonomian saat ini

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan agar dapat bertahan dan mampu bersaing dalam dunia bisnis. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Investasi merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan, jika hal itu terjadi akan memberikan kehawatiran pada pihak pihak

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1997 telah menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya stabilitas pasar

BAB I PENDAHULUAN. bersaing dengan perusahaan lain. Ketidakmampuan perusahaan dalam. mengantisipasi perkembangan global dengan memperkuat fundamental

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, persaingan persaingan antara perusahaan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan krisis ekonomi global yang melanda dunia, banyak masalah dan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan fungsi keuangan. Fungsi ekonomi pasar modal adalah

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan dari dalam perusahaan (internal financing) maupun

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang membutuhkan dana. Transaksi yang dilakukan dapat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai industri yang berkembang pesat dan memiliki kegiatan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. apalagi jika perusahaan tersebut sampai menutup usahanya.

BAB I PENDAHULUAN. karena itu pengelolaan kas sangat penting bagi suatu bank. Kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mendapatkan informasi yang berguna bagi para pelaku bisnis tersebut. perkembangan perusahaan untuk periode tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. besar maupun kecil, ataupun bersifat profit motif maupun non-profit motif akan

BAB I PENDAHULUAN. utamanya walaupun tidak menutup kemungkinan mengharapkan kemakmuran. memaksimalkan kekayaan pemegang saham (Weston, 1993:4).

BAB I PENDAHULUAN. semakin anjlok, terjun bebas dari Rp ,-/dollar AS hingga tembus hampir

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan siklus ekonomi di Indonesia saat ini yang pesat menimbulkan semakin banyaknya masalah yang terjadi dalam perusahaan, baik dari sisi financial maupun non-financial. Hal ini berdampak pada semakin ketatnya persaingan yang dihadapi oleh semua pelaku dalam dunia bisnis. Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan menghasilkan keuntungan sehingga mampu bertahan dalam jangka panjang, perusahaan pun diharapkan mampu beradaptasi dengan keadaan serta dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan ditengah perubahan yang terus terjadi. Namun, kenyataannya hal tersebut tidak selalu berjalan lancar sesuai yang diharapkan. Seringkali perusahaan yang telah beroperasi dalam jangka waktu yang cukup panjang harus dilikuidasi karena mengalami financial distress dan berakhir dengan kebangkrutan. Menurut Platt dan Platt (Hidayat, 2014) financial distress merupakan tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan yang terjadi sebelum kebangkrutan atau likuidasi. Oleh karena itu dengan mengetahui lebih awal tentang kondisi perusahaan yang mengalami financial distress dapat memberikan kesempatan bagi pemilik dan manajemen untuk melakukan upaya-upaya pencegahan agar kondisi yang lebih parah seperti kebangkrutan tidak terjadi. Informasi awal tentang 1

2 kondisi financial distress juga membantu para investor dalam mengambil keputusan investasi. Salah satu contoh perusahaan yang mengalami financial distress hingga akhirnya delisting dari Bursa Efek Indonesia adalah UNITEX Tbk yang resmi delisting pada 7 Desember 2015. Alasan yang menyebabkan UNITEX Tbk memutuskan untuk Go Private dan delisting dari BEI antara lain karena selama beberapa tahun terakhir perusahaan mengalami kerugian operasional dengan memiliki ekuitas negatif dan tidak dapat lagi membagikan deviden kepada pemegang saham. Sahamnya juga tidak lagi aktif diperdagangkan dan tidak liquid, dengan rata-rata volume perdagangan saham perhari yang hampir tidak ada. Uraian diatas menunjukkan bahwa kondisi financial distress yang belum teratasi dapat berakibat buruk bagi suatu perusahaan bahkan dapat memicu terjadinya kebangkrutan. Faktor kebijakan internal sangat berpengaruh terhadap terjadinya financial distress. Pambekti (2014) menyatakan bahwa tingginya ketergantungan perusahaan terhadap pendanaan pihak ketiga menyebabkan jumlah hutang lebih besar dari jumlah aktiva perusahaan. Struktur pembiayaan dengan beban bunga yang tinggi serta kewajiban pemenuhan pembayaran pokok dan bunga pinjaman jatuh tempo menyebabkan terganggunya modal kerja perusahaan. Modal kerja yang terganggu ini berdampak pada operasional perusahaan sehingga profitabilitas perusahaan menurun. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya financial distress dalam suatu perusahaan.

3 Salah satu sub sektor industri yang beresiko tinggi adalah property dan real estate. Sektor industri ini memiliki karakteristik yang sulit diprediksi dan sering mengalami pasang surut. Apabila pertumbuhan ekonomi tinggi maka industri ini juga akan mengalami pertumbuhan yang tinggi. Namun saat pertumbuhan ekonomi menurun, industri ini juga akan mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal inilah yang menyebabkan sub sektor property dan real estate sulit untuk diprediksi. Pada umumnya sumber pendanaan utama dari sector ini adalah kredit perbankan, sementara untuk kegiatan operasionalnya sektor ini menggunakan asset berupa tanah dan bangunan. Walaupun asset berupa tanah dan bangunan dapat digunakan untuk membayar hutang namun asset tersebut memerlukan waktu yang tidak cepat untuk mengubahnya menjadi kas, sehingga banyak developer yang tidak mampu membayar kewajibannya sesuai waktu yang ditetapkan (Kusumaningrum, 2010). Inilah yang menyebabkan sektor property dan real estate sangat rentan mengalami financial distress. Dengan kondisi ini para investor dituntut untuk dapat mengetahui kondisi perkembangan perusahaan terutama mengenali adanya indikasi kesulitan keuangan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi investasi yang dilakukan. Resiko financial distress sebenarnya dapat diukur melalui laporan keuangan, dengan cara analisis terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Analisis laporan keuangan yang banyak digunakan adalah analisis rasio. Analisis ini hanya menekankan pada satu aspek keuangan saja. Hal tersebut menjadikan kelemahan dari analisis

4 laporan keuangan maka dari itu diperlukan alat analisis yang dapat menggabungkan berbagai aspek keuangan. Alat tersebut merupakan analisis prediksi financial distress dengan menggunakan beberapa model untuk memprediksi adanya potensi kebangkrutan perusahaan. Model prediksi tersebut antara lain model Altman yang pertama diperkenalkan oleh Edward I. Altman pada tahun 1968, Model Springate oleh Gordon L.V. Springate pada tahun 1978, dan Model Grover yang dikemukakan oleh Jeffrey S. Grover tahun 2001 dengan melakukan pendesainan dan penilaian ulang terhadap model Altman. Ketiga model tersebut dirumuskan dengan menggunakan sampel perusahaan luar negeri. Di Indonesia, penelitian tentang model prediksi financial distress telah banyak dilakukan, namun umumnya hanya menggunakan model Altman sementara model lainnya masih jarang digunakan. Pada dasarnya setiap model prediksi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam satu kondisi tertentu suatu model bisa dikatakan tepat, namun bisa saja dalam kondisi lainnya model tersebut menjadi tidak tepat digunakan. Seperti penelitian Sari (2014) yang membandingkan model Zmijewski, Springate, Altman, dan Grover dalam memprediksi kepailitan pada perusahaan transportasi yang terdaftar di BEI. Hasilnya menyatakan bahwa model Springate adalah model yang paling sesuai diterapkan pada perusahaan transportasi di Indonesia, karena tingkat akurasinya tinggi dan tingkat kesalahannya rendah dibandingkan model prediksi lainnya. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rini Tri Hastuti

5 (2015) mengungkapkan bahwa model Grover memiliki tingkat keakuratan yang paling tinggi dibandingkan model Altman dan Springate. Hasil berbeda juga terlihat dalam penelitian yang dilakukan oleh Reza Prabowo (2015) tentang analisis perbandingan model prediksi financial distress yang menyatakan bahwa model Altman merupakan model yang paling tepat dalam memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan yang delisting di BEI karena memiliki tingkat akurasi tertinggi. Berdasarkan latar belakang dan perbedaan beberapa hasil penelitian diatas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian terkait financial distress yang berjudul ANALISIS TINGKAT AKURASI MODEL ALTMAN, SPRINGATE, DAN GROVER SEBAGAI ALAT PREDIKTOR FINANCIAL DISTRESS TERBAIK. Penelitian ini berfokus pada tingkat akurasi ketiga model tersebut dalam memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI periode 2013-2015. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Model prediksi manakah yang memiliki tingkat akurasi tertinggi dan paling sesuai jika diterapkan pada perusahaan Property dan Real Estate?

6 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model mana yang memiliki tingkat akurasi tertinggi dan paling sesuai jika diterapkan pada perusahaan Property dan Real Estate. 1.3.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : a. Bagi perusahaan, dapat memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan perusahaan dan dapat dijadikan referensi bagi perusahaan untuk melakukan perbaikan kedepan. b. Bagi investor, dapat memberikan rekomendasi alat prediksi financial distress yang paling sesuai bila diterapkan pada perusahaan di Indonesia khususnya perusahaan dibidang property dan real estate sehingga membantu para investor dalam membuat keputusan investasi. c. Bagi kreditur, dapat memberikan rekomendasi alat prediksi financial distress yang paling tepat dalam memprediksi kondisi keuangan perusahaan sehingga membantu dalam membuat keputusan kredit. Selain itu, dapat menyelamatkan kreditor dari berbagai kerugian yang mungkin akan diderita. d. Bagi akademisi, dapat memberikan inspirasi penelitian untuk digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya.