BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. ( Pada zaman orde baru pemerintah melarang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam.

BAB IV PENUTUP. dalam hal ini yaitu kota Yogyakarta bertujuan untuk melihat pola-pola yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

BAB I PENDAHULUAN. Hijab merupakan simbol komunikasi dan sebagai identitas bagi wanita,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tampil cantik dan modis dengan gaya elegan, feminine, atau simple kini dapat

BAB I PENDAHULUAN. daerah terkaya jika di bandingkan dengan negeri-negeri muslim lainya.

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengenakan jilbab atau kerudung sudah menjadi sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

I. PENDAHULUAN. Islam menyerukan seorang wanita muslimah untuk mengulurkan jilbab-jilbab

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Khalayak pada zaman modern ini mendapat informasi dan hiburan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan bagi perempuan untuk menjaga fitrahnya. Berhijab adalah. Sebagaimana kewajiban berhijab dalam Al-Qur'an Q.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin berkembangnya zaman di era modern kebutuhan akan dunia fashion

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakatnya, terutama pada kaum perempuan. Sebagian besar kaum perempuan

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan.

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau majalah, dan juga mendengarkan radio. Perkembangan media yang terjadi saat

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia. Sebagian besar penghuni planet bumi kita dengan berbagai latar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini, persoalan gaya hdup menjadi sesuatu yang amat diperhatikan oleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB I PENDAHULUAN. jilbab. Selain dari perkembangan fashion atau mode, jilbab juga identik dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan analisis terhadap film Air Terjun Pengantin

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Hampir semua orang memiliki televisi di rumahnya. Daya

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:


BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Media massa sudah menjadi sumber informasi masyarakat dewasa ini.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 6 INTERPRETASI, KESIMPULAN, DAN PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Sejak manusia mulai mengenal sistem perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. seolah-olah hasrat mengkonsumsi lebih diutamakan. Perilaku. kehidupan dalam tatanan sosial masyarakat.

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dangdut merupakan musik asli Indonesia yang memiliki banyak peminat.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya mengundang kekaguman pria. M.Quraish Shihab hlm 46

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini, media massa tidak akan mungkin berdiri statis di tengah-tengah, media

BAB I PENDAHULUAN. kepada khalayak. Media adalah salah satu unsur terpenting dalam komunikasi. Pada

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diakses pada tanggal 21 Desember 2015 pukul 20:39 WIB

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan. mengakibatkan berbagai perilaku manusia sebagai konsumen semakin mengalami

BAB I PENDAHULUAN. menyuguhkan nilai-nilai dan penelitian normativ yang dibaurkan dengan berita dan

BAB I PENDAHULUAN. yang menjanjikan bagi perusahaan kosmetik. Perkembangan kosmetik di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari

BAB I PENDAHULUAN. Media massa menjadi entertainer (penghibur) yang hebat karena bisa mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian

tahun 2007 menjadi 6,9% pada tahun Adapun sekitar 6,3 juta wanita Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi

BAB I PENDAHULUAN. kaum hawa. Bahkan kebanyakan dari mereka merasa bangga dengan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam bahasa komunikasi, pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif,

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Informasi yang dibutuhkan tidak hanya bisa didapatkan melalui proses

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Di dalam suatu pernikahan, selain sebagai seorang istri, perempuan juga berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi dan gaya hidup. Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan

Ibu Rumah Tangga Melawan Televisi: Berbagi Pengalaman untuk Literasi Media

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kotak yang bernama televisi, seseorang dapat melihat peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan khidupan manusia.

berbicara dan membawa diri harus sesuai dengan tata karma. Selain itu dalam menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari, pembawaan diri dan cara

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media,

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan dari budaya terhadap perilaku konsumen adalah, budaya digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. memperbesar penjualan barang-barang dan jasa. 1 Sedangkan menurut Thomas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di era sekarang, istilah modernitas bukan lagi sebatas konsep atau berupa gagasan maupun wacana. Modernitas telah menjadi bagian realitas kehidupan yang dirasakan, dilihat, dan dialami oleh seseorang. Sehingga semua orang ingin diberi predikat modern. Untuk itu, gaya hidup mereka diubah, menyesuaikan diri dengan syarat-syarat yang bisa mendatangkan sebutan modern. Modernitas memakai salah satu medium yaitu teknologi. Semua budaya dan perubahan perilaku itu berdasarkan pada bagaimana teknologi mengemas dan menyajikan kebudayaan, gaya hidup, pengetahuan, informasi, dan dakwah/spiritual (Hudjolly, 2011:19). Dengan kata lain, teknologi tersebut akan mampu mengemas fenomena kehidupan masyarakat. Salah satu fenomena kehidupan masyarakat yang dikemas teknologi adalah agama. Agama adalah bagian dari sebuah realitas sosial. Ia merupakan bagian yang melekat dalam kehidupan manusia dalam rangka memberikan tatanan kehidupan. Agama juga mengintegrasikan dan melegitimasikan sistem sosial. Dalam kerangka masyarakat yang non atheis, agama merupakan sendi pengendali masyarakat dari hantaman perilaku yang tak bermoral dan destruktif (Junaedi dkk, 2005:110). Islam adalah salah satu agama mayoritas masyarakat Indonesia. Saat ini, Islam bukan hanya agama namun juga sebuah tatanan budaya. Sebagai sebuah budaya, agama bukan merupakan hasil pemikiran yang statis, namun lebih pada sebuah kreativitas yang dinamis sesuai perkembangan. Sebuah budaya lahir untuk hidup, berkembang dan akhirnya mati. Dalam putaran masa selanjutnya budaya akan lahir kembali, namun siklus yang kedua bukan lagi dari nol, tetapi hasil akumulasi dari pengalaman siklus yang pertama (Hanafi, 2000:4). Lebih lanjut, Muzakki (2003) berpendapat 1

bahwa ketika agama menyatu dengan budaya popular, maka hasilnya adalah religi yang dikemas dalam bentuk hiburan atau religiotainment. Widodo dalam Hariyadi (2010) mengatakan bahwa Islam is not merely religion since entrepreneurs are also transforming it into a popular brand for media, culture and commercial product. Sebagai dampaknya, akhir-akhir ini tengah ditanamkan semacam ideologi yang samar-samar terbentuk, yaitu keinginan dikalangan masyarakat Indonesia untuk beragama tapi tetap trendi atau biar religious tapi tetap modis (Ibrahim, 2007:135). Seperti apa yang disampaikan Zulkifli Abd. Latif dan Fatin Nur Sofia Zainol Alam dalam jurnalnya The Role of Media in Influencing Women Wearing Hijab : An Analysis bahwa interaksi dan perbincangan yang terjadi di dalam media telah mempempengaruhi perempuan-perempuan muslim untuk memakai hijab. Dan menjadikan gaya hijab mereka sebagai sebuah trend di kalangan perempuan muslim lainnya. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Ade Nur Istiani dalam jurnalnya Konstruksi Makna Hijab Fashion Bagi Moslem Fashion Blogger yang menyatakan bahwa saat ini hijab telah mengalami pergeseran makna dari hijab sebagai penutup aurat menjadi hijab sebagai trend fashion, dimana tren itu merupakan perkembangan jaman yang berjalan beriringan dengan kecanggihan teknologi terutama internet. Lebih lanjut, sebagai akibatnya, Hayu Anjar Sari dalam penelitiannya yang berjudul Komodifikasi dalam Fashion Hijab di Blog Brain, Beauty, Belief menjelaskan tentang praktik komodifikasi agama yang merupakan salah satu contoh kapitalisme yang berjalan berdampingan dengan ketakwaan agama. Dalam hal ini hijab sebagai salah satu unsur keagamaan digunakan sebagai komoditas. Dengan mengatasnamakan aturan agama tentang kewajiban berhijab bagi wanita muslim, hijab kemudian dimodifikasi agar lebih menarik dan fashionable. Telah sedikit disinggung di atas bahwa modernitas membutuhkan medium. Dalam hal fenomena keagamaan, medium yang paling banyak digunakan adalah teknologi televisi. Ia merupakan media paling dominan 2

dalam penyampaian pesan karena televisi merupakan media komunikasi yang bersifat dengar-lihat (audio-visual). Subki Al-Bughury, S.Sos.I menjelaskan, penelitian menunjukkan semua hal yang ditampilkan lewat audio visual mampu terserap ke dalam memori manusia sebanyak 70 persen. Artinya, pesan melalui audio visual lebih mudah diterima masyarakat. 1 Selain itu, dampak pemberitaan melalui televisi bersifat power full karena melibatkan aspek suara dan gambar sehingga lebih memberi pengaruh yang kuat kepada pemirsanya (Suryawati, 2011:45). Sehingga sebagai alat untuk menyampaikan informasi, penilaian atau gambaran tentang suatu hal, media televisi mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik. Sulistiani Nurhasanah dalam tulisannya Komodifikasi Agama Islam Dalam Iklan Televisi Nasional menjelaskan bahwa fungsi agama mengalami perubahan dengan cepat setelah masuk televisi. Pola-pola perilaku islami telah mengalami perubahan. Popularitas pakaian islami dan penggunaan simbol-simbol, serta ekspresi bahasa Islami di media semakin ramai. Iklan dengan mengunakan simbol Islam menjadi suatu hal yang biasa. Uztadz dan uztadzah menjadi model dari produk iklan, busana muslim digunakan oleh model yang mengiklankan suatu produk, dan tempat ibadah sebagai latar belakang dalam suatu iklan. Para produsen mengggunakan simbol-simbol agama Islam itu untuk menarik konsumen Muslim dan berujung pada meraup keuntungan. Selain di dalam iklan, Islam juga digambarkan melalui program dakwah di televisi. Dalam jurnal Islamic Preaching (Da wa) Potrait In Television (Indonesian Cases) karya Dr. Dede Mulkan menerangkan bahwa televisi adalah media propaganda. Yang dimaksudkan untuk menyebarkan pesan-pesan agama islam dalam memberikan pengertian dan mempengaruhi penonton. Di sisi lain, televisi menjadikan dakwah beserta 1 http://www.ummi-online.com/berita-47-m-subki-albughury-ssosi-memanfaatkankekuatanentertainment-dalam-berdakwah.html, diakses tanggal 29 November 2015, pukul 01.23 WIB 3

aktor yang terlibat sebagai barang untuk menghasilkan keuntungan atau mendatangkan iklan. Juga telah diungkapkan oleh Nuri Amalia dalam penelitiannya yang berjudul Komodifikasi Agama Dibalik Ceramah Ust. Nur Maulana Islam itu Indah bahwa agama hanya dilihat sebagai komoditas dalam sistem pasar. Definisi mutu ceramah Islam tidak lagi dirumuskan dari ukuran tema yang diangkat atau seberapa dalam penceramah mendalami agama Islam. Ukuran mutu diukur parameter industrial. Kaum kapitalisme mengambil ceramah Islam sebagai sebuah sarana untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Pendidikan keagamaan yang tertanam di dalam tema-tema yang diangkat hanyalah sebuah kamuflase untuk menarik pasar. Apabila pasar menyukai ceramah tersebut maka eksistensi ceramah Islam akan terus berkembang, namun sebaliknya apabila masyarakat sudah mulai jenuh dengan tayangan ceramah tersebut maka ceramah tersebut dengan sendirinya akan lenyap. Peran televisi memang tak dapat dilepaskan dalam menampilkan Islam sebagai budaya popular yang berkembang di Indonesia. Mc Quail (2005:61) mengatakan bahwa media massa merupakan suatu produk budaya yang dibuat oleh institusi tertentu yang tidak lain adalah bagian dari suatu masyarakat. Dalam televisi terdapat gagasan suatu masyarakat mengenai suatu realitas. Media massa, dalam hal ini televisi mengadopsi nilai, ideologi, dan realitas sosial yang ada pada budaya Islam dimana ia diproduksi, kemudian hasil produksi tersebut kembali dikonsumsi masyarakat budaya tersebut. Objek tersebut tidak serta merta ditampilkan sebagaimana adanya, melainkan mengalami sebuah representasi yang merupakan hasil imajinasi pihak yang memproduksi. Seperti yang telah digambarkan dalam hasil penelitian-penelitian di atas, Islam maupun halhal yang berhubungan dengannya juga diimajinasikan untuk memperoleh keuntungan. Lebih jauh, media massa juga menggambarkan tentang perempuan muslim. Penggambaran ini masih berkaitan dengan bias gender dalam 4

masyarakat. Seperti yang telah digambarkan oleh Indah Ainunnafis Noor Wahda dalam skripsinya yang berjudul Representasi Perempuan Muslim Dalam Sinetron Catatan Hati Seorang Istri (Analisis Semiotika Berprespektif Gender). Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa peran perempuan muslim dalam sinetron tersebut masih dalam ranah domestik, selain itu perempuan digambarkan sebagai sosok yang lemah, harus tunduk pada suami dan hanya bisa berserah diri kepada Tuhan. Sedangkan dalam Representasi Sensualitas Perempuan dalam Iklan (Analisis Semiotika Roland Barthes Terhadap Iklan Parfum Axe versi Heaven On Earth di Televisi) milik Akhmad Padila lebih menjelaskan bahwa perempuan dengan sensualitasnya telah dijadikan daya tarik oleh pengiklan agar produknya diminati konsumen. Pada praktiknya di Indonesia, peran media massa, dalam konteks ini televisi menjadi agen untuk menyalurkan ideologi tampak dari tayangantayangan baru yang lebih popular untuk beradaptasi dengan tuntutan pasar muslim dan kebutuhan akan sifat modern. Hal ini terwujud ke dalam tayangan islami generasi baru yang dikhususkan untuk remaja Muslim yang hadir menawarkan identitas Islam terkini, seperti yang dikatakan Ibrahim (2007:135): Jadilah Muslimah yang gaul dan smart! Atau jadi Muslimah yang cerdas, dinamis, dan trendi! Jadilah cewek Muslimah yang produktif dan ngerti Fesyen! Salah satu wujud tayangan islami generasi baru yang dikhususkan untuk perempuan Muslim yang hadir menawarkan representasi identitas Islam terkini adalah Grand Final Sunsilk Hijab Hunt 2015 di Trans7. Grand Final Sunsilk Hijab Hunt 2015 merupakan salah satu acara hiburan sekaligus ajang pencarian icon fashion muslimah nan berbakat hasil kerjasama detik.com dan Trans7. Pencarian bakat ini dikhususkan untuk para perempuan-perempuan islam Indonesia dan berhijab. Dikemas berbeda dari acara-acara pencarian bakat pada umumnya, membuat program tayangan ini cukup diminati penonton, terutama remaja-remaja 5

berhijab di Indonesia. Tampilan-tampilan pengemasan yang identik dengan anak muda dijadikan magnet oleh awak media dalam menjaring penonton. Selain itu, tayangan ini juga menampilkan gaya-gaya berhijab modern di Indonesia dan bakat-bakat dari setiap peserta. Adanya keunikan-keunikan dalam program tayangan Grand Final Sunsilk Hijab Hunt 2015 itulah yang melatarbelakangi pemilihan tayangan tersebut sebagai objek penelitian. 1. 2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis dapat merumuskan masalah, yaitu : bagaimana representasi identitas perempuan muslim di dalam program tayangan Grand Final Sunsilk Hijab Hunt 2015? 1. 3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan, yaitu : 1). Untuk menjelaskan bagaimana representasi identitas perempuan muslim di dalam program tayangan Grand Final Sunsilk Hijab Hunt 2015 di Trans7 2). Menunjukkan bagaimana media (televisi) melakukan konstruksi atas identitas dan potret perempuan Islam. 1. 4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya ilmu komunikasi yang berkaitan dengan peran media massa (televisi) terhadap praktek representasi identitas keagamaan berbasis gender. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai bagaimana media massa terutama televisi merepresentasikan suatu agama, khususnya peran perempuan di dalam masyarakat. Selain itu 6

dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang identitas, agama dan media atau pada tema penelitian yang sejenis. 1. 5 Konsep dan Batasan Penelitian Dalam menyusun kerangka konsep diperlukan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai (Nawawi, 2001:40). Konsep yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak: kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 2006:33). Jadi kerangka konsep adalah landasan berpikir yang menjelaskan makna dan maksud dari teori yang dipakai. Sedangkan penelitian ini akan terfokus terhadap bagaimana representasi keagamaan, khususnya identitas perempuan muslim dalam tayangan Final Sunsilk Hijab Hunt 2015 di Trans7. 1.5.1. Representasi Representasi yaitu bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apa pun ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Media sebagai alat komunikasi massa yang sangat efektif melakukan perubahan yang signifikan pada sebuah ruang lingkup publik. Maka dengan itu para pelaku media sangat dituntut untuk memberikan penyajian suatu pesan yang jelas kepada publik, meski tidak menutup kemungkinan ada kesalahpahaman atau ketidaktepatan dalam penyampaiannya pada kelompok-kelompok tertentu. Dengan realitas media inilah yang sering disebut representasi. Representasi bukan penjiplakan atas kenyataan yang sesungguhnya, representasi adalah ekspresi estetis, rekonstruksi dari situasi sesungguhnya (Barker, 2005: 104). 1.5.2. Identitas Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang berarti (1) kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang mirip satu sama lain; (2) kondisi atau fakta tentang sesuatu 7

yang sama diantara dua orang atau dua benda; (3) kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang (individualitas) atau dua kelompok atau benda; (4) Pada tataran teknis, pengertian epistimologi diatas hanya sekedar menunjukkan tentang suatu kebiasaan untuk memahami identitas dengan kata identik, misalnya menyatakan bahwa sesuatu itu mirip satu dengan yang lain (Liliweri, 2007:69). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa identitas adalah simbolisasi ciri khas yang mengandung diferensiasi dan mewakili citra sesuatu. Identitas sendiri dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu : identitas budaya, identitas sosial, dan identitas diri atau pribadi (Liliweri, 2007:95). 1.5.3. Perempuan Muslim Menurut agama Islam, seorang perempuan muslim atau muslimah adalah seorang perempuan yang mengaku dirinya beriman kepada Allah dan keimanannya itu diyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan diwujudkan dengan perbuatan sehari-hari. Dan pengalaman dari keimanan ini adalah dengan menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-nya. Salah satu perintah yang wajib dijalani bagi perempuan muslim adalah menutup aurat, yaitu dengan cara mengenakan jilbab. 1.5.4. Semiotika Umberto Eco Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004:15). Tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia (Sobur, 2004:15). Semiotika Umberto Eco merupakan bidang kajian semiotika secara umum (general semiotic theory) yang mampu menjelaskan semua permasalahan fungsi tanda (sign-fuction) berdasarkan sistem hubungan antar unsur yang terdiri atas satu kode atau lebih. Fungsi tanda memiliki isi yang beragam. Selain itu, fungsi tanda merupakan interaksi dengan berbagai norma budaya yang berbeda-beda dapat memberikan macam-macam konotasi terhadap norma tertentu. 8