BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Status gizi menjadi indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan nutrisinya baik dalam segi mutu ataupun jumlahnya. Untuk bayi 0-

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

2013, No.710 6

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. lebih dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMBERIAN MP-ASI DI KELURAHAN JEMAWAN, KECAMATAN JATINOM, KABUPATEN KLATEN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:HK TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali

2011, No BAB 9 FORMAT

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami?

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Tingginya prevalensi gizi buruk dan gizi kurang, masih merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda dari orang dewasa (Soetjiningsih, 2004). Gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

Veni Hadju Nurpudji Astuti

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB 1 PENDAHULUAN. penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami adaptasi terhadap

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat yaitu petumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik, mental

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI. Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

HUBUNGAN ANTARA UMUR PERTAMA PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 12 BULAN DI DESA JATIMULYO KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pada berbagai bidang, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ingatlah bahwa pemberian MP ASI ini bertujuan mengenalkan variasi, tekstur serta rasa baru. Selera makan juga bervariasi setiap hari, hari ini dia men

RETNO DEWI NOVIYANTI J

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan yang terbaik untuk bayi usia 0-6 bulan adalah ASI. Air susu ibu (ASI) merupakan sumber energi

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah lahir, kedua memberikan hanya Air Susu Ibu (ASI) saja atau pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Rekomendasi tersebut menekankan, secara sosial budaya MP-ASI hendaknya dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah setempat (Depkes, 2006). Tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh kecukupan zat-zat gizi yang dikonsumsi. ASI berperan sebagai sumber zat yang ideal dan seimbang serta memiliki komposisi zat gizi yang sesuai untuk kebutuhan masa pertumbuhan. ASI 1

2 juga merupakan makanan yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitas dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai usia 4-6 bulan. Pada usia mulai dari 6 bulan bayi harus sudah diperkenalkan dan diberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) karena ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan fisiologis untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, pemberian MP-ASI sebagai makanan pelengkap ASI merupakan hal yang penting. Pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan anak merupakan salah satu kendala untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal (Saraswati, 1999). Secara umum, kurangnya asupan makanan dapat menyebabkan defisiensi gizi pada balita sehingga dapat menyebabkan gangguan sistem kekebalan tubuh. Masalah gizi timbul karena tidak tersedianya zat-zat gizi dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan anak balita yang sedang dalam masa pertumbuhan yang cepat sehingga kebutuhan relatif lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Kebutuhan gizi anak balita meliputi kebutuhan energi, protein, vitamin dan mineral (Sediaoetama, 1993). Hasil penelitian yang dijelaskan Survey Pemantauan Status Gizi dan Kesehatan pada tahun 2007 menunjukkan, sekitar 10 juta anak balita yang berusia enam bulan hingga lima tahun berarti setengah dari populasi anak balita di Indonesia berisiko menderita kekurangan vitamin A. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Depkes setiap tiga bulan sekali, makanan mereka sehari-hari di bawah angka kecukupan vitamin A yang ditetapkan untuk anak balita, yaitu 350-460 Retinol Ekivalen per hari (Rangkuti, 2007).

3 Menurut Depkes RI (2002) salah satu indikator penting dalam menentukan gizi balita adalah konsumsi vitamin A. Meskipun sejak tahun 1992 Indonesia dinyatakan bebas dari xeropthalmia, akan tetapi masih dijumpai 50% dari balita mempunyai serum retinol<20 mcg/100 ml. Tingginya proporsi balita dengan serum retinol<20 mcg/100 ml ini menyatakan anak balita di Indonesia berisiko tinggi untuk terjadinya xeropthalmia dan menurunnya tingkat kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Menurut Lubis (2010), sampai saat ini masih banyak ditemukan masalah gizi pada anak-anak baik masalah gizi mikro maupun masalah gizi makro. Prevalensi anemia pada anak balita 47,0%, kekurangan vitamin A subklinis yang ditandai dengan serum retinol < 20 mcg/dl 50 % anak balita (Depkes, 2005). Kasus defisiensi vitamin B12 khususnya pada anak-anak di Indonesia belum ada dilaporkan, namun dari beberapa penelitian di negara lain prevalensi defisiensi vitamin B12 cukup tinggi pada anak-anak. Defisiensi vitamin B12 berhubungan dengan fungsi kognitif yang diduga melalui fungsinya sebagai kofaktor dalam metabolisme zat-zat gizi yang berperan dalam sistem syaraf pusat dan pembentukan sel-sel darah merah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa status vitamin B12 yang rendah berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif (Bryan J et al 2002; Black 2003; Morris MS et al 2007). Selain itu beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada keadaan defisiensi vitamin B12 pemberian intervensi dengan vitamin B12 dapat memperbaiki status vitamin B12 (Eussen SJ et al 2006; Hin H et al 2006; Dhonukshe-Rutten RAM et al 2005;

4 Siekmann JH et al 2003), sementara pengaruhnya terhadap perbaikan fungsi kognitif masih belum konsisten. Pemberian MP-ASI yang berkualitas merupakan cara penyelamatan bayi dan anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Manfaat MP-ASI adalah untuk intelegensia, imunitas, dan ketahanan fisik anak. Pemberian makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan organ pencernaan bayi akan menghindarkannya dari kekurangan gizi (Moehji, 1998). Setiap bayi memerlukan zat gizi yang baik dan seimbang. Artinya, setiap bayi memerlukan zat gizi dengan menu seimbang dan porsi yang tepat, tidak berlebihan dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuhnya. Jika pemberian zat gizi pada bayi kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya maka pertumbuhan dan perkembangannya akan berjalan lambat. Sebaliknya, jika pemberian zat gizi melebihi kapasitas yang dibutuhkan akan menyebabkan kegemukan yang mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi terganggu (Krisnatuti,2006). Menurut Jumirah, dkk (2011), pisang awak (Musa paradisiacal Var.Awak) merupakan jenis bahan pangan yang sering dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat sebagai bahan makanan tambahan untuk bayi khususnya di daerah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, baik digunakan tersendiri maupun dicampur dengan bubur beras atau nasi yang dihaluskan. Dari hasil penelitian terdapat kandungan zat gizi yang terdapat dalam 100 gram pisang awak antara lain zat besi 0,3 mg, magnesium 29 mg, seng 0,2 mg, fosfor 20 mg, mangan 0,15 mg, tembaga 0,1 mg dan natrium 1 mg. Pisang awak juga mengandung sejumlah vitamin seperti vitamin A 8 mg, vitamin C 9 mg, vitamin

5 B1 0,05 mg, vitamin B2 0,1 mg, niasin, 0,5 mg, asam folat 19 mg, vitamin B6 0,58 mg, dan asam pantotenat 0,26 mg. Hasil penelitian Widodo (2003), yang dilakukan di daerah pedesaan Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, dimana praktek-praktek pemberian makan pada bayi sebelum usia 1 bulan mencapai 32,4% dan 66,7% jenis makanan yang diberikan adalah pisang. Hal yang sama juga diperoleh dari penelitian Saragih (2008) yang dilakukan di Kabupaten Nias Selatan 87,0% jenis MP-ASI yang diberikan kepada bayi adalah dalam bentuk bubur dan buah. Bubur yang diberikan berupa nasi tim dan ditambah dengan lauk-pauk, dan buah sering diberikan adalah pisang. Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buah yang lain. Pisang kaya akan vitamin dan mineral, oleh karena itu buah pisang kerap digunakan sebagai makanan pemula yang diberikan pada bayi (Puspita, 2011). Berdasarkan hasil penelitian Jumirah, dkk (2011), dalam pembuatan bahan dasar MP-ASI dari pisang awak yang dicampur dengan tepung beras yang kemudian dibuat menjadi tepung. Tepung pisang awak (per 100 g) mengandung sejumlah zat gizi, diantaranya karbohidrat 13,8 %, protein 1,18 %, lemak 0,14 %, serat kasar 1,35 % dan mineral seperti besi <0,03 mg/kg, seng <0,002 mg/kg, kalsium 8,45 mg/kg, selenium <0,90 mg/kg, dan kalsium 57,43. Menurut pedoman standar MP-ASI bubuk instan sesuai SK Menkes No.224 tahun 2007 disyaratkan juga untuk produk MP-ASI harus mengandung vitamin. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui kandungan

6 vitamin pada bahan dasar tepung campuran pisang awak dengan tepung beras dan juga melihat sumbangan vitamin terhadap angka kecukupan gizi bayi. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana kandungan vitamin dalam tepung campuran pisang awak dengan tepung beras serta sumbangannya terhadap angka kecukupan gizi bayi. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisa kandungan vitamin dalam tepung campuran dari pisang awak matang dengan tepung beras dan sumbangan vitamin terhadap angka kecukupan gizi bayi. 1.3.2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kandungan vitamin larut lemak pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras sesuai SK Menkes No.224 tahun 2007 yaitu vitamin A, D, E, dan K. 2. Untuk mengetahui kandungan vitamin larut dalam air pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras sesuai SK Menkes No.224 tahun 2007 yaitu tiamin, riboflavin, niasin, B12, asam folat, B6, asam pantotenat dan vitamin C. 3. Untuk melihat sumbangan vitamin tepung campuran pisang awak dan tepung beras terhadap angka kecukupan gizi bayi.

7 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Sebagai salah satu cara pemanfaatan pangan lokal seperti tanaman pisang yang banyak terdapat di beberapa daerah Indonesia. 2. Memberikan informasi tentang pengolahan atau pembuatan makanan bayi dari bahan pangan lokal yang dapat dijadikan bubuk instan.