BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian

KUESIONER PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 30 Mei sampai 2 Juni 2012.

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan

BAB III METODE PENELITIAN

Keywords : House physical condition, Child under five years old, Acute Respiratory Infection

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

BAB I LATAR BELAKANG

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Desa Tunggulo wilayah kerja. Puskesmas Limboto barat Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

Vol. 10 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Medika Respati ISSN :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal april tahun Penelitian

Lampiran 1 KUESIONER. DATA KHUSUS A. Perilaku Pengetahuan 1. Apakah saudara/saudari tahu penyakit Tuberkulosis Paru? Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan

Berapa penghasilan rata-rata keluarga perbulan? a. < Rp b. Rp Rp c. > Rp

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DIWILAYAH PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO TAHUN 2014 ABSTRAK

Keywords : House physical condition, Children under-five years old, Acute Respiratory Infection

Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. variabel dependent. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB III METODE PENELITIAN. Bolango dan waktu penelitian di laksanakan pada bulan Oktober sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tikupon. b) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tomini

Keyword : house characteristic, smoking habits, chidren under 5 years old, Acute Respiratory Infections (ARIs)

I. PENENTUAN AREA MASALAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODA PENELITIAN. A. Jenis/ Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan. wawancara menggunakan kuesioner dengan pendekatan cross sectional.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

jenis penelitian deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran profil penderita

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012

Medika Respati Vol VI No 1 Januari 2011 ISSN :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. paparan asap rokok dengan frekuensi kejadian ISPA pada balita. Lama

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

Lampiran 1. I. Identitas Kepala Keluarga 1. Nomor : 2. Nama : 3. Umur : Tahun 4. Alamat :

HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Timur berbatasan dengan desa Maleo. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Popayato

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Abdi Setia Putra 1 Dan Maisyarah 2

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB 5 HASIL. Universitas Indonesia

METODE PENELITIAN. Bentuk penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian deskriptif

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

Transkripsi:

28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat obsevasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan paparan dengan melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu. 3.2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Lokasi ini menjadi pilihan dikarenakan oleh : 1. Terdapat kasus ISPA pada balita di Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. 2. Kondisi fisik rumah di desa ini masih banyak yang belum memenuhi syarat kesehatan. 3. Tingginya tingkat perokok yang ada di desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen. 3.3. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan mulai dari bulan April 2016 sampai Mei 2016 di Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen. 3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi Populasi penelitian ini adalah semua anak usia 12-59 bulan yang berdomisili di Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir yaitu sebanyak 66 anak.

29 3.4.2. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi ( total sampling), yaitu 66 balita. 3.5. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas 2. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi fisik rumah meliputi ventilasi, jenis lantai, pencahayaan, langit-langit, kelembaban, jenis dingding rumah, kepadatan hunian dan keluarga perokok. 3. Variabel terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian ISPA pada balita. 3.6. Instrumen Penelitian Instrument yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner, pedoman observasi, formulir isian pengukuran, rollmeter, luxmeter, hygrometer, dan alat tulis. 3.7. Metode Pengumpulan Data 1. Sumber data. a. Data primer Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada responden dengan menggunakan pedoman wawancara, observasi, kuesioner dan pengukuran dilakukan pada kondisi fisik rumah. Pengukuran dilakukan secara langsung oleh peneliti pada setiap rumah penduduk yang memiliki balita di Desa Pintu Batu.

30 b. Data sekunder Data sekunder diperoleh dari puskesmas Silaen dan Bidan Desa Pintu batu yaitu data mengenai penyakit ISPA pada usia balita, data dari kepala desa, meliputi gambaran umum lokasi penelitian, dan studi kepustakaan. 2. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan pengukuran. Wawancara secara langsung ditujukan kepada ibu yang memiliki balita dengan menggunankan pedoman wawancara, observasi, kuesioner dan pengukuran mengenai kondisi fisik rumah dilakukan dengan menggunakan peralatan untuk mengukur luas ventilasi, jenis lantai, pencahayaan, langit-langit, kelembaban, jenis dingding rumah, dan kepadatan hunian. 3.8. Definisi Operasional 1. Variabel Terikat a. Balita adalah anak yang berada pada golongan umur 12-59 bulan. b. Kejadian ISPA adalah Balita yang mengalami ISPA yang tercatat di data Puskesmas Silaen. 2. Variabel Bebas a. Kondisi fisik rumah adalah suatu kondisi rumah yang mempunyai struktur fisik dimana orang menggunakannya sebagai tempat belindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia, kondisi fisik rumah tersebut antara lain lantai rumah, dinding, atap rumah, ventilasi, suhu, kelembapan berdasarkan Kepmenkes 829/SK/VII/1999 tentang kesehatan perumahan dan pemukiman.

31 b. Ventilasi adalah lubang angin untuk proses pergantian udara ke dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun buatan. c. Jenis lantai Lantai rumah adalah bagaian bawah (alas, dasar) suatu ruangan atau bangunan. d. Pencahayaaan alami adalah penerangan rumah secara alami oleh sinar matahari. e. Langit-langit rumah merupakan daerah pembatas antara atap dan ruangan. f. Kelembaban adalah kandungan uap air yang dapat dipengaruhi oleh sirkulasi udara dalam rumah dan pencahayaan yang masuk dalam rumah. g. Dinding rumah adalah salah satu elemen vertikal/tegak bangunan dan berfungsi sebagai penutup atau pembatas ruangan. h. Kepadatan hunian minimal 8m 2 untuk 2 orang anggota keluarga dan tidak boleh lebih. i. Keluarga perokok adalah suatu rutinitas mengkonsumsi rokok yang sering dilakukan penghuni rumah, terdiri dari : 1. Perokok 2. Tidak perokok 3. Jumlah perokok di dalam rumah 3.9. Aspek Pengukuran Variabel bebas a) Ventilasi Alat ukur : meteran

32 Dengan kategori : 1. Memenuhi Syarat ( 10% dari luas lantai) 2. Tidak Memenuhi Syarat (<10% atau >15% dari luas lantai) b) Lantai Alat ukur : lembar observasi Dengan kategori : 1. Memenuhi Syarat : kedap air dan tidak lembab (diplester/semen, keramik dan ubin). 2. Tidak Memenuhi Syarat : tidak kedap air (tanah, papan/kayu) c) Pencahayaan alami Alat ukur : lux meter Dengan kategori : 1. Memenuhi Syarat (60-120 lux) 2. Tidak Memenuhi Syarat (<60 lux atau >120 lux) Tata cara pengukuran : 1. Hidupkan luxmeter yang telah dikalibrasi dan tutup sensor dibuka. 2. Bawa alat ke tempat pengukuran. 3. Tunggu beberapa saat sampai hasil pengukuran pada layar monitor stabil. 4. Catat hasil pengukuran yang tampak pada layar monitor. 5. Matikan luxmeter setelah selesai dilakukan pengukuran. d) Langit-langit Alat ukur : lembar observasi Dengan kategori :

33 1. Memenuhi Syarat : ada langit-langit, rapat 2. Tidak Memenuhi Syarat : tidak rapat, tidak ada langit-langit e) Kelembaban Alat ukur : hygrometer Dengan kategori : 1. Memenuhi Syarat (40-70%) 2. Tidak Memenuhi Syarat (<40% atau >70%) Tata cara pengukuran : 1. Hidupkan hygrometer 2. Bawa alat kedalam ruangan yang akan diukur kelembabannya. 3. Tunggu hasil pengukuran pada display monitor. 4. Catat hasil pengukuran yang tertera pada monitor. f) Dinding Alat ukur : lembar observasi Dengan kategori : 1. Memenuhi Syarat : kedap air (tembok/diplester, batu) 2. Tidak Memenuhi Syarat : tidak kedap air (bambu, tepas, papan/kayu) g) Kepadatan Hunian Alat ukur : meteran Dengan kategori : 1. Memenuhi syarat jika 8 m 2 untuk 2 orang. 2. Tidak memenuhi syarat jika < 8 m 2 untuk 2 orang.

34 3. Variabel terikat Kejadian ISPA pada Balita 3.11. Pengolahan Data Menurut Anwar (2002), kegiatan dalam proses pengolahan data meliputi entry, editing, coding, dan tabulating data. 1. Entry, memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer. 2. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kesinambungan data, kejelasan makna jawaban, konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner. a Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan proses pengolahan data. b Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti guna memudahkan analisis data. 3.12. Teknik Analisis Data Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan bantuan komputer. Analisis data meliputi : 1. Analisis univariat Analisis univariat (analisis persentase) dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing, baik variabel bebas (independen), variabel terikat (dependen) maupun deskripsi karakteristik responden. 2. Analisis bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan variable bebas dan variable terikat dengan menggunakan uji statistic chi square (x 2 ), untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara masing-masing variable dengan

35 variable terikat. Menurut Azwar (2002), dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis dengan tingkat kepercayaan 95% : a. Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis penelitian diterima berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan dependen. b. Jika nilai sig p 0,05 ditolak berarti maka ada hubungan hipotesis antara variabel independen dengan dependen.

36 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Pintu Batu merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Desa Pintu Batu Memiliki luas wilayah ± 2900 Ha, dengan batas-batas desa sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lumban Dolok 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Parsambilan 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pardomuan 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan sigumpar Berdasarkan data penduduk tahun 2015, jumlah penduduk Desa Pintubatu adalah 1091 jiwa, dengan rincian sebagai berikur : 1. 0-11 bulan berjumlah 14 jiwa 2. 12-59 bulan berjumlah 66 jiwa 3. 5-14 tahun berjumlah 275 jiwa 4. 14-44 tahun berjumlah 375 jiwa 5. 45-59 tahun berjumlah 220 jiwa 6. Diatas 60 tahun berjumlah 141 jiwa Masyarakat di Desa Pintubatu sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani padi. Mayoritas rumah warga desa ini adalah semi permanen. 4.2. Analisi Univariat Analisis Univariat ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi yang meliputi karakteristik responden, karakteristik balita, kondisi fisik rumah, keluarga perokok dan kejadian ISPA pada Balita.

37 4.2.1. Karakteristik Responden Gambaran karakteristik responden pada penelitian ini dapat dilihat pada table 4.1. dibawah ini. Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan di Desa kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. No Karakteristik Responden Jumlah Responden % 1 Tingkat Pendidikan a. Sarjana b. SLTA c. SMP d. SD 18 41 7 0 27,3 62,1 10,6 0 2 Jenis Pekerjaan Total 66 100 a. PNS b. Petani c. Wiraswasta 18 43 5 27,3 65,2 7,6 Total 66 100 Berdasarkan tabel 4.1. di atas diperoleh bahwa jumlah responden menurut tingkat pendidikan di Desa Pintubatu, persentase paling besar adalah SLTA, yaitu sebanyak 41 orang(62,1%) dan yang paling kecil adalah SMP yaitu sebanyak 7 orang (10,6%). Sementara jumlah responden menurut pekerjaan di Desa Pintubatu, persentase paling besar adalah petani, yaitu sebanyak 43

38 orang(65,2%) dan yang paling kecil adalah wiraswasta yaitu sebanyak 5 orang (7,6%). 4.2.2. Karakteristik Balita Gambaran karakteristik balita berdasarkan jenis kelamin dan umur dapat dilihat pada table 4.3. dibawah ini. Tabel 4.2. Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur di DesaPintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. No Karakteristik Balita Jumlah Balita % 1 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 28 38 42,4 57,6 2 Umur ( Bulan) Total 66 100 a. 0-12 (bayi) b. 13-35 (batita) c. 36-59 8 27 31 12,1 40,9 47 Total 66 100 Berdasarkan table 4.2. diatas dapat diketahui bahwa karakteristik balita berdasarkan jenis kelamin,persentase paling besar adalah jenis kelamin perempuan yaitu 38 orang (57,6%), dan persentase terkecil adalah jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 28 orang (42,4%). Sementara karakteristik balita berdasarkan umur, persentase paling besar adalah balita umur 36-59 bulan, yaitu sebanyak 31 orang (47 %).

39 4.2.3. Kondisi Fisik Rumah Gambaran distribusi frekuensi kondisi fisik rumah responden di Desa Pintubatu dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut ini. Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kondisi Fisik Rumah di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. No Kondisi Fisik Rumah Jumlah % 1 Ventilasi a. Memenuhi syarat ( 10-15% luas lantai) b. Tidak memenuhi syarat (<10% luas lantai dan >15% luas lantai) 24 42 36,4 63,6 Total 66 100 2 Jenis Lantai a. Memenuhi syarat (ubin, keramik) b. Tidak memenuhi syarat (papan, tanah) 60 6 90,9 9,1 Total 66 100 3 Pencahayaan a. Memenuhi syarat ( 60-120 Lux) b. Tidak memenuhi syarat (<60 lux atau >120 lux 27 39 40,9 59,1 Total 66 100 4 Langit-langit a. Memenuhi syarat (triplek) b. Tidak memenuhi syarat (tidak ada/asbes) 51 15 77,3 22,7 Total 66 100 5 Kelembaban a. Memenuhi syarat (40-70%) b. Tidak memenuhi syarat (<40% atau >70%) 29 37 43,9 56,1 Total 66 100 6 Dinding a. Memenuhi syarat (tembok/triplek) b. Tidak memenuhi syarat (papan/bambu) 49 17 74,2 25,8

40 Total 66 100 7 Kepadatan Hunian a. Memenuhi syarat ( 8m 2 untuk 2 orang) b. Tidak memenuhi syarat (< 8m 2 untuk 2 orang ) 54 12 81,8 18,2 Total 66 100 Berdasarkan tabel 4.3. di atas dapat dilihat bahwa jumlah ventilasi rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar adalah tidak memenuhi syarat dengan hasil ukur <10% luas lantai dan >15% luas lantai, yaitu sebanyak 42 rumah (63,6%). Jumlah lantai rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar memenuhi syarat yaitu sebanyak 60 rumah (90,1%). Pencahayaan rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar tidak memenuhi syarat (<60 lux atau >120 lux) yaitu sebanyak 39 rumah (59,1%). Langit-langit rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar memenuhi syarat (memiliki langit-langit dan terbuat dari triplek) yaitu sebanyak 51 rumah (77,3%). Kelembaban rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar tidak memenuhi syarat (<40% atau >70%) yaitu sebanyak 37 rumah (56,1%). Dinding rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar memenuhi syarat (terbuat dari tembok/triplek) yaitu sebanyak 49 rumah (74,2%). Kepadatan hunian rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar memenuhi syarat ( 8m 2 untuk 2 orang) yaitu sebanyak 54 rumah (81,8%). 4.2.4. Keluarga Perokok Analisi univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dari varibel keluarga perokok. Variabel perokok terdiri dari merokok di

41 dalam rumah, frekuensi merokok didalam rumah, dan jenis rokok. Distribusi variabel keluarga perokok dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Keluarga Perokok di Desa Pintubatu Tahun 2016. No Variabel Rokok Jumlah % 1 Keluarga Perokok a. Ya b. Tidak 47 19 71,2 28,8 Total 66 100 2 Merokok di dalam rumah a. Ya b. Tidak 30 17 63,8 36,2 Total 47 100 3 Frekuensi merokok di rumah a. Sering b. Jarang 30 17 63,8 36,2 Total 47 100 4 Jenis rokok a. Kretek b. Filter 28 19 59,6 40,4 Total 47 100 Data pada tabel 4.4. di atas menunjukkan bahwa persentase keluarga perokok di Desa Pintubatu lebih banyak daripada yang bukan perokok yaitu 47 keluarga (71,2%). Dari 47 keluarga perokok di Desa Pintu batu 30 diantaranya merokok didalam rumah dan sering merokok di dalam rumah. Jenis rokok yang

42 paling banyak dikonsusmsi adalah rokok jenis krekek yaitu sebanyak 28 orang perokok (59,6%). 4.2.5. Kejadian ISPA pada Balita Gambaran kejadian kejadian ISPA pada balita di Desa Pintubatu dapat dilihat pada tabel 4.5. berikut ini. Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. No Kejadian ISPA Jumlah % 1 2 ISPA Tidak ISPA 41 25 62,1 37,9 Total 66 100 Berdasarkan tabel 4.5. di atas dapat dilihat bahwa kejadian ISPA pada balita di Desa Pintubatu, persentase paling besar adalah balita menderita ISPA yaitu sebanyak 41 orang (62,1%). 4.3. Analisi Bivariat Analisi ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel yang diteliti dengan kejadian ISPA pada balita. Uji statistik yang digunakan pada analisi ini adalah chi square dengan tingkat kepercayaan 95% (α=5%). Berdasarkan uji statistik yang dilakukan akan diperoleh nilai P. untuk nilai p <0,05, dapat dikatakan terdapat sebuah hubungan yang memiliki makna antara variabel yang diteliti dengan variabel kejadial ISPA pada balita. 4.3.1. Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

43 Hubungan ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.6. berikut ini. Tabel 4.6. Hasil Analisis Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. No Ventilasi Kejadian ISPA Ya Tidak Total P- Value For Cohort ISPA= Ya n % n % N % 1 2 Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 11 30 45,8 71,4 13 12 54,2 28,6 24 42 Total 41 62,1 25 37,9 66 100 100 100 0,039 0,642 Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang didapatkan dari variabel ventilasi dari 24 rumah yang memiliki ventilasi memenuhi syarat sebanyak 11 orang (45,8%) yang mengalami kejadian ISPA dan 23 orang (54,2%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 42 rumah yang ventilasinya tidak memenuhi syarat sebanyak 30 orang (71,4%) mengalami kejadian ISPA dan 12 orang (28,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0,039, jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara ventilasi dengan kejadian ISPA. 4.3.2. Hubungan Lantai Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

44 Hubungan lantai rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.7. berikut ini Tabel 4.7. Hasil Analisis Lantai Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. No Lantai Kejadian ISPA Ya Tidak Total P- Value For Cohort ISPA= Ya n % n % N % 1 2 Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 37 4 61,7 66,7 23 2 38,3 33,3 Total 41 62,1 25 37,9 66 100 60 6 100 100 1,0 0,925 Berdasarkan tabel 4.7. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang didapatkan dari variabel Lantai dari 60 rumah yang memiliki ventilasi memenuhi syarat sebanyak 37 orang (61,7%) yang mengalami kejadian ISPA dan 23 orang (38,3%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 6 rumah yang lantainya tidak memenuhi syarat sebanyak 4 orang (66,7%) mengalami kejadian ISPA dan 2 orang (33,3%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil uji Fisher s Exact Test diperoleh nilai p = 1,0 dan jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara lantai dengan kejadian ISPA.

45 4.3.3. Hubungan Pencahayaan Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Hubungan Pecahayaan rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.8. berikut ini. Tabel 4.8. Hasil Analisis Pencahayaan Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. No Pencahayaan Kejadian ISPA Ya Tidak Total P- Value For Cohort ISPA= Ya n % n % N % 1 2 Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 12 29 44,4 74,4 15 10 55,6 25,6 27 39 Total 41 62,1 25 37,9 66 100 100 100 0,014 0,598 Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang didapatkan dari variabel pencahayaan dari 27 rumah yang memiliki pencahayaan memenuhi syarat sebanyak 12 orang (44,4%) yang mengalami kejadian ISPA dan 15 orang (55,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 39 rumah yang pencahayaannya tidak memenuhi syarat sebanyak 29 orang (74,4%) mengalami kejadian ISPA dan 10 orang (25,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,014, jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pencahayaan dengan kejadian ISPA.

46 4.3.4. Hubungan Langit-Langit Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Hubungan langit-langit rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.9. berikut ini. Tabel 4.9. Hasil Analisis Langit-Langit Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. No Langit-langit Kejadian ISPA Ya Tidak Total P- Value For Cohort ISPA= Ya n % n % N % 1 2 Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 33 8 64,7 53,3 18 7 35,3 46,7 51 15 Total 41 62,1 25 37,9 66 100 100 100 0,425 1,213 Berdasarkan tabel 4.9. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang didapatkan dari variabel langit-langit dari 51 rumah yang memiliki langit-langit memenuhi syarat sebanyak 33 orang (64,7%) yang mengalami kejadian ISPA dan 18 orang (35,3%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 15 rumah yang langit-langitnya tidak memenuhi syarat sebanyak 8 orang (53,3%) mengalami kejadian ISPA dan 7 orang (46,7%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,425, jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara langit-langit dengan kejadian ISPA.

47 4.3.5. Hubungan Kelembaban Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Hubungan Kelembaban rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.10. berikut ini. Tabel 4.10. No Hasil Analisis Kelembaban Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Kelembaban Kejadian ISPA Ya Tidak Total n % n % N % P- Value For Cohort ISPA= Ya 1 2 Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 14 27 48,3 73 15 10 51,7 27 29 37 Total 41 62,1 25 37,9 66 100 100 100 0,04 0,662 Berdasarkan tabel 4.10. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang didapatkan dari variabel kelembaban dari 29 rumah yang memiliki kelembaban memenuhi syarat sebanyak 14 orang (48,3%) yang mengalami kejadian ISPA dan 15 orang (51,7%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 37 rumah yang kelembabannya tidak memenuhi syarat sebanyak 27 orang (73%) mengalami kejadian ISPA dan 10 orang (27%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,04, jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara kelembaban dengan kejadian ISPA.

48 4.3.6. Hubungan Dinding Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Hubungan dinding rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.11. berikut ini. Tabel 4.11. No Hasil Analisis Dinding Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Dinding Kejadian ISPA Ya Tidak Total n % n % N % P- Value For Cohort ISPA= Ya 1 2 Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 28 13 57,1 76,5 21 4 42,9 23,5 49 17 Total 41 62,1 25 37,9 66 100 100 100 0,157 0,747 Berdasarkan tabel 4.11. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang didapatkan dari variabel dinding dari 49 rumah yang memiliki dinding memenuhi syarat sebanyak 28 orang (57,1%) yang mengalami kejadian ISPA dan 21 orang (42,9%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 17 rumah yang dindingnya tidak memenuhi syarat sebanyak 13 orang (76,5%) mengalami kejadian ISPA dan 8 orang (23,5%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,157, jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara dinding dengan kejadian ISPA.

49 4.3.7. Hubungan Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Hubungan kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.12. berikut ini Tabel 4.12. No Hasil Analisis Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Kepadatan Hunian Kejadian ISPA Ya Tidak Total n % n % N % P- Value For Cohort ISPA= Ya 1 2 Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 35 6 64,8 50 19 6 35,2 50 54 12 Total 41 62,1 25 37,9 66 100 100 100 0,348 1,296 Berdasarkan tabel 4.12. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang didapatkan dari variabel kepadatan hunian dari 54 rumah yang memiliki kepadatan hunian memenuhi syarat sebanyak 35 orang (64,8%) yang mengalami kejadian ISPA dan 19 orang (35,2%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 12 rumah yang kepadatan huniannya tidak memenuhi syarat sebanyak 6 orang (50%) mengalami kejadian ISPA dan 6 orang (50%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik Fisher s Exact Test diperoleh nilai p = 0,348, jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara dinding dengan kejadian ISPA.

50 4.3.8. Hubungan Keluarga Perokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Hubungan keluarga perokok dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.13. berikut ini. Tabel 4.13. No Hasil Analisis Keluarga Perokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Keluarga Perokok Kejadian ISPA Ya Tidak Total n % n % N % P- Value For Cohort ISPA= Ya 1 2 Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 33 8 70,2 42,1 14 11 29,8 57,9 47 19 Total 41 62,1 25 37,9 66 100 100 100 0,033 1,668 Berdasarkan tabel 4.13. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang didapatkan dari variabel keluarga perokok dari 47 yang merupakan keluarga perokok sebanyak 33 orang (70,2%) yang mengalami kejadian ISPA dan 14 orang (29,8%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 19 yang tidak keluarga perokok sebanyak 8 orang (42,1%) mengalami kejadian ISPA dan 11 orang (57,9%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,033, jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara keluarga perokok dengan kejadian ISPA. 4.3.8.1. Hubungan Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

51 Hubungan merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.14. berikut ini. Tabel 4.14. Hasil Analisis Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. No Merokok dalam Rumah Kejadian ISPA Ya Tidak Total n % n % N % P- Value For Cohort ISPA= Ya 1 2 Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 25 8 83,3 47,1 5 9 19,7 52,9 30 17 Total 33 70,2 14 29,8 47 100 100 100 0,009 1,771 Berdasarkan tabel 4.14. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang didapatkan dari variabel merokok di dalam rumah dari 30 yang merokok di dalam rumah sebanyak 25 orang (83,3%) yang mengalami kejadian ISPA dan 5 orang (19,7%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 17 yang tidak merokok di dalam rumah sebanyak 8 orang (47,1%) mengalami kejadian ISPA dan 9 orang (52,9%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,009, jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA. 4.3.8.2. Hubungan Frekuensi Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Hubungan frekuensi merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.15. berikut ini.

52 Tabel 4.15. No Hasil Analisis Frekuensi Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Frekuensi Merokok dalam Rumah Kejadian ISPA Ya Tidak Total n % n % N % P- Value For Cohort ISPA= Ya 1 2 Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 25 8 83,3 47,1 5 9 19,7 52,9 30 17 Total 33 70,2 14 29,8 47 100 100 100 0,009 1,771 Berdasarkan tabel 4.15. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang didapatkan dari variabel frekuensi merokok di dalam rumah dari 30 yang sering merokok di dalam rumah sebanyak 25 orang (83,3%) yang mengalami kejadian ISPA dan 5 orang (19,7%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 17 yang jarang merokok di dalam rumah sebanyak 8 orang (47,1%) mengalami kejadian ISPA dan 9 orang (52,9%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,009, jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara sering merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA. 4.3.8.3. Hubungan Jenis Rokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Hubungan jenis rokok dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.16. berikut ini.

53 Tabel 4.16. No Hasil Analisis Jenis Rokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016. Jenis Rokok Kejadian ISPA Ya Tidak Total n % n % N % P- Value For Cohort ISPA= Ya 1 2 Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 20 13 71,4 68,4 8 6 28,6 31,6 28 19 Total 33 70,2 14 29,8 47 100 100 100 0,825 1,044 Berdasarkan tabel 4.16. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang didapatkan dari variabel jenis rokok dari 28 yang mengkonsumsi rokok jenis kretek sebanyak 20 orang (71,4%) yang mengalami kejadian ISPA dan 8 orang (28,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 19 yang mengkonsumsi rokok jenis filter sebanyak 13 orang (68,4%) mengalami kejadian ISPA dan 6 orang (31,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,825, jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jenis rokok dengan kejadian ISPA.

54 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita Berdasarkan hasil analisis penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai p = 0,039 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat diketahui bahwa ada hubungan bermakna antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Responden dalam penelitian ini sebagian besar memiliki ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat. Hal Ini terlihat dari data hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 63,6% rumah di Desa Pintubatu tidak memenuhi syarat. Iklim yang cukup dingin di daerah ini membuat masyarakat memilih membuat ventilasi rumah yang tidak lebar. selain ventilasi yang tidak memenuhi syarat, warga di desa ini jarang membuka jendela rumah karena cuaca yang dingin, akibatnya pertukaran udara di dalam rumah tidak lancar. Hal ini tentu dapat mengakibatkan ISPA pada penghuni rumah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Putri (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA di Desa Tanjung mulia. Ventilasi mempunyai fungsi, yaitu menjaga aliran udara di dalam rumah tetap segar dan membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri. Ventilasi yang tidak memenuhi syarat akan menyebabkan kelembaban udara dalam ruangan naik, akibatnya bakteri akan cepat berkembang (Chandra,2007).

55 5.2. Hubungan Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita Berdasarkan hasil penelitian dengan Chi Square didapat nilai p=0,59 lebih besar dari nilai(α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi karena hasil penelitian yang menunjukkan 90,1% lantai rumah di desa ini memenuhi syarat. Sebagian besar responden dalam penelitian ini memilik lantai yang memenuhi syarat yaitu terbuat dari keramik dan semen yang diplester. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan 90,1% lantai rumah di desa ini memenuhi syarat. Pada penelitian di lapangan peneliti menemukan beberapa rumah yang lantainya pecah-pecah, lembab dan berdebu, akan tetapi tidak memberikan perbedaan berarti pada analisis data yang dilakukan. Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Pintubatu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suryatno (2003), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Penelitian yang dilakukan Putri (2013) menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita bukanlah pada jenis lantainya, namun dari kebersihan lantai rumah dan tergantung pada debu yang menempel pada lantai rumah.

56 5.3. Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian ISPA pada Balita. Berdasarkan hasil analisi penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai p=0,014 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi karena dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat yaitu <60 Lux. Sementara pencahayaan yang memenuhi syarat adalah 60-120 Lux. Pencahayaan dalam rumah tentu berhubungan dengan ventilasi rumah. Ventilasi yang terlalu kecil akan menghambat masuknya cahaya ke dalam rumah, sebaliknya jika terlalu lebar akan mengakibatkan cahaya masuk berlebihan ke dalam rumah. Di desa Pintubatu banyak ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat yaitu terlalu kecil dibandingkan luas lantai rumah, sehingga pencahayaan didalam rumah terhambat. Selain ventilasi yang sebagian besar tidak memenuhi syarat, rumah rumah warga banyak dikelilingi pohon-pohon rindang dan jaraknya terlalu dekat dengan rumah sehingga menghambat masuknya cahaya matahari kedalam rumah. Kesimpulan pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Oktaviani (2009), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian ISPA. Cahaya berperan sebagai pembunuh kuman dan bakteri. Cahaya juga bermanfaat untuk kesehatan seperti mematikan kuman dan sinar ultraviolet untuk pertumbuhan tulang manusia. Salah satu faktor yang mempengaruhi cahaya di

57 dalam rumah adalah terhalang atau tidaknya cahaya matahari ke dalam ruangan (Azwar 2007). 5.4. Hubungan Langit-langit dengan Kejadian ISPA pada Balita. Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai p=0,547 lebih besar dari nilai (α=0.05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara langit-langit dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi karena hasil penelitian menunjukkan 77,3% rumah di Desa ini memiliki langitlangit rumah yang memenuhi syarat. Sebagian besar responden dalam penelitian ini memilki langit-langit rumah yang memenuhi syarat dan terbuat dari triplek. Namun, ada juga beberapa rumah yang langit-langitnya terlihat lembab karena rembesan hujan dan ada yang sudah rusak. Akan tetapi, beberapa rumah yang langit-langitnya lembab dan rusak ini tidak memberikan perbedaan bermakna terhadap kejadian ISPA pada balita di Desa ini. Hal ini sejalan dengan penelitian Putri (2013) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara langit-langit rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Namun pada penelitian tersebut ditemukan bahwa rumah yang tidak memiliki langit-langit dapat mempermudah debu masuk melalui atap rumah. Langit-langit dapat mempengaruhi kenyamanan penghuni rumah. Selain menahan rembesan air hujan, langit-langit dapat menahan panas matahari yang masuk ke dalam rumah dan menahan dingin dari luar rumah ketika malam.

58 5.5. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA pada Balita. Berdasarkan hasil penelitian dengan Uji Chi Square didapatkan nilai p=0,04 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi karena hasil penelitian menunjukkan 56,1% rumah di Desa ini memiliki kelembaban yang tidak memenuhi syarat. Sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki kelembaban yang tidak memenuhi syarat yaitu, <40% atau >70. Cuaca yang dingin di Desa Pintubatu merupakan salah satu faktor penyebab kelembaban di Desa ini cukup tinggi. kelembaban bertimbal balik dengan suhu, semakin rendah suhu maka semakin tinggi kelembaban dan sebaliknya. Selain itu, mayoritas rumah yang memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat serta pohon-pohon yang mengelilingi rumah menjadi penghalang masuk cahaya matahari, sehingga kelembaban ruangan pun semakin tinggi dikarenakan cahaya matahari yang sangat minim masuk ke dalam rumah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Farid, M (2001), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita. Rumah yang lembab merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme antara lain bakteri, spiroket, ricketsia, dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk kedalam tubuh melalui udara (Achmadi,2008).

59 5.6. Hubungan Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA pada Balita. Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai p=0,157 lebih besar dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi karena mayoritas rumah di Desa ini memiliki dinding rumah yang sudah memenuhi syarat. 74,2% rumah di Desa Pintubatu memiliki dinding rumah yang memenuhi syarat. Rumah-rumah ini memiliki dinding yang terbuat dari tembok. Akan tetapi, ada juga beberapa rumah warga yang memilikik dinding rumah yang tidak memenuhi syarat yaitu dinding rumah yang terbuat dari papan/ anyaman bambu. Namun beberapa rumah yang memiliki dinding yang tidak memenuhi syarat ini tidak memberikan perbedaan bermakna trehadap kejadian ISPA pada balita di Desa Pintubatu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Desi (2015), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA. Hal yang sama disampaikan oleh raja (2014) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita. 5.7. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada Balita. Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai p=0,339 lebih besar dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara Kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita di Desa

60 Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi karena 81,8% rumah di Desa Pintubatu memiliki kepadatan hunian yang memenuhi syarat. Sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki kepadatan hunian yang memenuhi syarat ( 8m 2 untuk 2 orang). Kepadatan hunian yang memenuhi syarat menurut Kemenkes RI No 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah luas kamar minimal 8 m 2 dan tidak dianjurkan untuk dihuni lebih dari 2 orang dewasa, kecuali anak dibawah usia 5 tahun). Kepadatan hunian yang memenuhi syarat ini tentu membuat sirkulasi udara dalam rumah tidak terganggu. Penularan penyakit berbanding lurus dengan kepadatan hunian suatu rumah. Dengan kata lain semaikin tinggi tingkat kepadatan hunian suatu rumah maka penularan penyakit melalui udara akan semakin cepat. Hal ini akan menyebabkan penyakit saluran pernapasan khususnya yang disebabkan oleh virus (Achmadi,2008). Hasil penelelitian ini sejalan dengan penelitian Desi (2015) yang menyakan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita. Hal berbeda disampaikan oleh Maryani (2012), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA. 5.8. Hubungan Keluarga Perokok dengan Kejadian ISPA pada Balita Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai p=0,033 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara keluarga perokok dengan kejadian ISPA pada balita di

61 Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, kabupaten toba Samosir. Hal ini dapat terjadi karena mayoritas balita yang terkena ISPA adalah berasal dari keluarga perokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah keluarga perokok. Hal ini terlihat dari data hasil penelitian yang menunjukkan 71,2% responden adalah keluarga perokok. Hasil analisis hubungan antara merokok dalam rumah dengan kejadian ISPA menggunakan Chi Square didapat nilai p=0,009 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Kebiasaan merokok di dalam rumah sangat berpengaruh terhadap kesehatan pernapasan, terutama balita yang menjadi perokok pasif. Perokok pasif akan menghirup asap rokok yang dapat menyebabkan kanker paru dan penyakit lainnya karena asap rokok mengandung bahan bahan kimia berbahaya. Hasil analisis hubungan frekuensi merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita didapat nilai p=0,009 lebih kecil dari nilai α=0,05, maka dapat disimpulkan bahwa frekueensi merokok dalam rumah berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita. Seorang perokok akan sulit untuk menghentikan kebiasaan merokok di setiap tempat, termasuk di dalam rumah. Seringnya kepala keluarga merokok di dalam rumah akan meningkatkan jumlah racun dari asap rokok di dalam rumah. Akibatnya, anggota keluarga lainnya yang menjadi perokok pasif akan semakin banyak menghirup asap beracun yang ditimbulkan oleh perokok.

62 Hasil analisis hubungan jenis rokok dengan kejadian ISPA pada balita didapat nilai p=0,825 lebih besar dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa jenis rokok tidak berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita. Jenis rokok terbagi 2 yaitu kretek dan filter. Setiap rokok baik filter maupun kretek mengandung zat-zat beracun berbahaya terrhadap kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis rokok tidak memiliki pengaruh bermakna dengan kejadian ISPA. Ini berarti bahwa apapun jenis rokok yang dikonsumsi akan tetap mengakibatkan ISPA pada balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Raja (2014), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara rokok dengan kejadian ISPA pada balita. Hal yang sama disampaikan oleh Desi (2015) yang menyatakan ada hubungan antara merokok dengan kejadian ISPA pada balita di Kecamatan Tiganderket.

63 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Kondisi fisik rumah di Desa Pintubatu yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu, ventilasi 63,6%, lantai 9,1%, pencahayaan 59,1%, langit-langit 22,7%, kelembaban 56,1%, dinding 25,8%), dan kepadatan hunian18,2%. Balita yang terkena ISPA adalah sebanyak 62,1%. 2. Ada hubungan antara ventilasi, pencahayaan dan kelembaban dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2016. 3. Tidak ada hubungan antara lantai, langit-langit, dinding, dan kepadatan hunian dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2016. 4. Ada hubungan antara keluarga perokok, merokok di dalam rumah, dan frekuensi merokok di dalam rumah dengan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2016. 5. Tidak ada hubungan antara jenis rokok dengan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2016.

64 6.2. Saran 1. Bagi masyarakat a. Masyarakat sebaiknya memperhatikan kondisi ventilasi rumah, agar sirkulasi udara lancar, cahaya matahari masuk ke dalam rumah dan suhu ruangan terjaga. b. Masyarakat sebaiknya menjaga kebersihan rumah, seperti menyapu rumah, membersihkan dinding dan langit-langit rumah dari debu agar tidak menjadi tempat berkembangbiakan kuman dan bakteri. c. Masyarakat menghentikan kebiasaan merokok, dan merokok di dalam rumah agar anggota keluarga lainnya tidak menjadi perokok pasif. 2. Bagi Puskesmas Silaen Puskesmas berperan aktif memberikan penyuluhan tentang syarat rumah sehat dan bahaya asap rokok kepada seluruh masyarata, agar terhindar dari penyakit ISPA pada balita. 3. Bagi peneliti lain Untuk peneliti lain agar dapat melakukan penelitian dengan menambahkan variabel pengukuran debu dan status gizi dan pengaruhnya terhadap kejadian ISPA.