BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap kehidupan manusia pasti berhubungan dengan rasa bahagia dan rasa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Aisah, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menikah adalah penggabungan atau pencampuran antara pria dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keharmonisan serta menjadi dambaan bagi pasangan suami istri. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PASANGAN YANG BELUM MEMILIKI ANAK KANDUNG TETAPI MEMILIKI ANAK ANGKAT

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemahaman tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. dimana seseorang menilai keseluruhan kehidupannya secara positif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia seringkali terjadi konflik yang tidak dapat

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. suami-istri yang menjalani hubungan jarak jauh. Pengertian hubungan jarak jauh atau

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai

BAB II PROFIL INFORMAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang membangun sebuah bangsa. Keluarga mempunyai andil yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan.

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perempuan di beberapa negara maju lebih memilih melajang atau berpasangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap kehidupan manusia pasti berhubungan dengan rasa bahagia dan rasa sedih yang datang silih berganti. Erat kaitannya jika sedih dikaitkan dengan bahagia karena kedua perasaan tersebut berjalan beriringandi dalam hidup manusia yang memiliki akal dan perasaan normal. Hidup bahagia merupakan dambaan setiap orang, kebahagiaan seseorang berbeda antara orang satu dan yang lainnya. Kebahagiaan dapat diciptakan sendiri, namun juga bisa berasal dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Berhubungan baik dengan orang-orang yang memiliki sifat happy di lingkungan sekitar akan meningkatkan kecenderungan individu untuk menjadi bahagia. Individu yang bergaul dan bertemu dengan orang-orang yang bahagia di lingkungan kantor, sekolah ataupun lingkungan keluarga maka akan merasakan kebahagiaan pula (kompas.com, 2010) Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti dan Nurwiyanti (2010) diketahui bahwa mayoritas partisipan dengan kriteria Suku Jawa dengan usia 18-55 tahun, yaitu sebanyak 146 orang (83%) memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi. Selanjutnya 30 partisipan lainnya (17%) memiliki tingkat kebahagiaan sedang, sementara yang memiliki tingkat kebahagiaan rendah tidak ada sama sekali (0%). Dalam penelitian Wijayantidan Nurwiyanti (2010) menjelaskan bahwa hal tersebut sama dengan penelitian terdahulu yang menyatakan 1

2 kebahagiaan orang Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara Eropa, seperti Spanyol, Italia, dan Jerman. Indonesia menempati urutan ke-40 dari 97 negara dalam tingkat kebahagiaan penduduknya. Penelitian Universitas Leicester Inggrismenyatakan tingkat kebahagiaan Indonesia berada di urutan 64 dari 178 negara di dunia. Gambaran kebahagiaan orang Indonesia pada kedua survei ini dapat disejajarkan dengan kebahagiaan suku Jawa, karena mayoritas penduduk Indonesia (sekitar 70%) adalah suku Jawa (Wijayantidan Nurwiyanti, 2010) Kebahagiaan dan kesejahteraan sangat beragam bentuknya, baik itu kebahagiaan jasmani maupun rohani, kebahagiaan sosial dan spiritual. Maslow (dalam Feistdan Fiest, 2012) mengungkapkan lima tingkatan hierarki kebutuhan manusia, dimana setelah tercapainya kebutuhan fisiologis dan keamanan, seseorang menjadi termotivasi untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan keberadaan (love and belongingness needs), seperti keinginan untuk berteman serta keinginan untuk mempunyai pasangan dan memiliki anak. Sebagai individu yang normal, setiap individumembutuhkan sebuah hubungan baik dengan lawan jenis untuk membangun sebuah komitmen. Menurut Selcuk (dalam Anwar, 2016) hubungan yang dipenuhi rasa kasih sayang dapat memicu perasaan aman dan nyaman pada individu, kekhawatiran dan strespun jadi berkurang. Perasaan aman dan nyaman dapat diciptakan oleh dua pasangan yang telah hidup bersama secara intensif dan terikat oleh hubungan pernikahan (detik.com, 2016) Menikah merupakan suatu peritiwa penting dalam siklus kehidupan manusia, setiap manusia pasti berkeinginan untuk menikah dengan orang yang dipilih berdasarkan perasaan cinta dan hidup bahagia berdua selamanya. Menurut

3 Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974definisi perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Pernikahan merupakan salah satu kunci munculnya suatu kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup, tak dipungkiri lagi setiap manusia pasti mendambakan pernikahan yang bahagia, jauh dari masalah dan konflik. Erikson (Feist dan Fiest, 2012) menjelaskan bahwa seharusnya syarat pernikahan adalah memiliki keintiman yang matang, berarti kemauan untuk berbagi rasa percaya yang timbal balik. Hal ini melibatkan pengorbanan, kompromi dan komitmen dalam hubungan dua orang yang setara. Menurut Ryani (2016) tanda pernikahan bahagia adalah mampu berbagi kebahagiaan dan kesedihan bersama menandakan relasi yang sehat. Dapat tertawa dengan lepas atau sekedar bercanda di waktu luang bisa menjadi sumber energi positif dalam sebuah pernikahan. Studi Rutgers (Agustina, 2014) menjelaskan kebahagian istri dapat menentukan kelanggengan jalannya pernikahan. Semakin bahagia seorang istri, maka sang suamipun akan lebih bahagia (kompas.com). Diener, Suh dan Oishi (1997) menyebut istilahsubjective well-being dengan katahappiness (kebahagiaan). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being sebagai istilah dari kebahagiaan (happiness) itu sendiri (Haybron dalam Eid dan Larsen, 2008) Tujuan dari perkawinan selain menggabungkan dua keluarga menjadi satu yaitu juga menghasilkan keturunan. Menurut Anwar (2004) pada pasangan yang subur,kehamilan terjadi pada perkawinan di bulan pertama sebanyak 25%, 63%

4 setelah enam bulan, 75% setelah sembilan bulan, 80% setelah 12 bulan, dan 90% setelah 18 bulan. Menurut hasil wawancara yang dilakukan pada 28 September 2016 kepada 3pasang suami istri yang tingal di Karanganyar menyatakan bahwa memiliki keturunan merupakan harapannya, kehadiran anak dalam suatu pernikahan dianggap sebagai tali pengikat dan pelengkap kebahagiaan pasangan suami istri yang telah menikah. Namun, tidak semua pasangan mendapatkan kepercayaan dari Tuhan YME untuk segera memiliki anak setelah mengikat janji suci sebagai pasangan suami istri.banyak pasangan yang harus menunggu bertahun-tahun dan mengikuti program untuk mendapatkan buah hati yang didambakan.seperti pada pasangan suami istri IL dan PY, EN dan HK serta IR dan ST, ketiga pasangan suami istri tersebut belum dikaruniai anak pada usia pernikahannya yang kini berjalan lebih dari 3 tahun. Data Biro Pusat Statistik tahun 2008 mencatat dari keseluruhan data populasi di Indonesia, jumlah wanita usia produktif adalah sekitar 39,8 juta. Dari jumlah tersebut, 10-15 persen (sekitar 4 juta) di antaranya mengalami gangguan kesuburan (Deviyana, 2014). Menurut Indriyani (2011) Sekitar 40% kasus infertilitas diakibatkan oleh ketidaproduktifan wanita, 30% diakibatkan oleh ketidakproduktifan pria dan 30% oleh keduanya. Empat dari enam subjek yang diwawancaraimengatakan sering mendapatkan pertanyaan seputar kapan punya anak dari pihak keluarga maupun rekan kerjanya yang terkadang membuat risih. Menurut subjek IR hal tersebut muncul pada pertemuan keluarga maupun momen penting seperti lebaran.menurut Ariani (dalam Sukmasari, 2016) pertanyaan sudah punya anak

5 belum sebetulnya itu adalah pertanyaan budaya, di mana masyarakat memberi perhatian dengan bertanya seperti itu (detik.com, 2016) Banyak tekanan yang diterima oleh pasangan suami istri yang belum memiliki anak di dalam pernikahannya. Subjek IR merasakan tekanan ketika mendapatkan pertanyaan tersebut dari keluarga dan teman yang lama tidak berjumpa. Tekanan tersebut membuat suatu masalah sendiri dalam hubungan pernikahan yang telah dibangun. Seperti yang diungkapkan oleh subjek EN, banyak tekanan yang diterima dari pihak keluarga suaminya HK pada awal-awal tahun pernikahan yang pernah membuatnya berselisih faham dengan suami. Keluara suami menuntut untuk segera memiliki anak selagi masih muda. Observasi yang telah dilakukan dalam keseharian pasangan suami berinisial PY dan istri yang berinisial IL, menjalani hidup yang menyenangkan, jauh dari konflik dan tidak saling menyalahkan dalam hidup berumah tangga.bahkan subjek saling menjaga perasaan pasangan dengan tidak menyinggung mengenai anak sama sekali, walaupun subjek tetap berusaha untuk mendapatkan anak dengan cara pengobatan medis dan tradisional.disini walaupun ketiga pasangan suami istri memiliki tingkat kesuburan yang normal, namun ketiga pasang subjek tersebut mendapatkan dukungan dari keluarga yang luar bisa. Keenam subek menyatakan bahwa keluarga memberikan dukungan dan semangat melalui doa maupun memberikan informasi program kehamilan dari dokter maupun pengobatan tradisional. Seiring berkembangnya zaman berbagai cara dilakukan pasangan suamiistri yang belum memiliki anak untuk mendapatkan keturunan, salah satunya

6 adalah menangkat anak. Menurut Zaini (1999) pengertian pengangkatan anak adalah mengangkat anak untuk dijadikan anak kandungnya sendiri.pasal 12 ayat (1) Stb. 1917 No. 29 menyatakan, jika suami istrimengadopsi seorang anak lakilaki, maka anak itu dianggap telah dilahirkan dari perkawinannya. Seperti wawancara yang telah dilakukan kepada subjek berinisial ED yang telah mengangkat anak selama kurang lebih 9 tahun dalam pernikahan yang dijalani selama kurang lebih 11 tahun, menyatakan bahwa tujuan mengangkat anak agar kehidupan rumahtangganya menyenangkan dengan adanya suara tangisan dan tawa anak kecil. Subjek HE menyatakan dengan kehadiran anak dapat membuat dirinya semangat untuk bekerja karena khawatir terhadap masa depan anaknya. Dari pernyataan kedua subjek dapat diambil kesimpulan bahwa kehadiran anak tidak hanya meningkatkan perasaan senang, bahagia didalam kehidupan berkeluarga, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan kehidupan anaknya. Berdasarkan hasil wawancara terhadap subjek ED dan HK keduanya menyatakan bahwa keluarga intinya mendukung dengan keputusannya untuk mengangkat anak. Subjek ED menyayangi anaknya seperti rasa sayang seorang ibu terhadap anak kandung, sebab menurutnya anak adalah titipan terlepas dari statusnya baik anak angkat maupun anak kandung. Santoso(2014) mengungkapkan bahwa cara pandang pasangan dilatarbelakangi budaya keluarga, yang membuat pasangan suami istri dapat lebih berpikiran secara terbuka (open minded) sehingga pasangan tersebut sudah tidak terpengaruh dengan budaya yang dimiliki terhadap ketidakhadiran anak dalam sebuah pernikahan. Selain itu hubungan personal yang baik antara suami istri juga

7 dapat mempengaruhi kebahagiaan kehidupan berumah tangga. Srisusanti dan Zulkaida (2013) menyatakan berdasarkan usia subjek, faktor kepuasan pernikahan yang paling utama pada usia 26-30 tahun adalah hubungan interpersonal dengan pasangan, sedangkan pada subjek yang berusia antara 31-36 tahun faktor kepuasan pernikahan yang paling utama adalah hubungan baik terhadap mertua dan saudara ipar. Pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara makna kehidupan dan subjective well-being memiliki implikasi relatif agar dapat mengembangkan atau mencapai rasa kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup yang lebih besar(santos dkk, 2012) Berdasarkan gambaran di atas, muncul pertanyaan bagaimanakah gambaran subjective well-being pada pasangan suami istri yang belum memiliki anak kandung tetapi memiliki anak angkat? B. Tujuan Penelitian 1. Untuk memahami dan mendiskripsikansubjective well-being pada pasangan suami istri yang belum memiliki anak kandung tetapi memiliki anak angkat. 2. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi subjective well-being pada pasangan suami istri yang belum memiliki anak kandung tetapi memiliki anak angkat.

8 C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan khususnya bagi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan subjective well-being pada pasangan suami istri yang belum memiliki anak kandung tetapi memiliki anak angkat. 2. Manfaat Praktis a. Untuk pasangan suami istri yang belum memiliki anak diharapkan dapat memberikan masukan agar saling memberikan semangat dan suport antara satu dan yang lainnya untuk tidak menyerah dalam berusaha mendapatkan keturunan secara biologis. b. Untuk pasangan yang akan menikah supaya dapat memberikan masukan tentang ilmu untuk mengantisipasi serta mempermudah dalam mendapatkan keturunan secara biologis.