223 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan terhadap hasil-hasil penelitian sebagaimana penulis sampaikan pada bab sebelumnya, kesimpulan tentang makna-makna reflective teaching yang terkandung dalam pengalaman mengajar guru-guru berprestasi dapat penulis ungkapkan sebagaimana berikut ini. Pertama, perhatian-perhatian yang luas dan besar sekali terhadap persoalan nilai-nilai dalam kegiatan belajar-mengajar. Perhatian-perhatian tersebut mengandung komitmen yang kuat terhadap semangat pendidikan yang tidak hanya memandang penting proses transfer of knowledge tapi juga proses transfer of values. Hal ini mencerminkan praktik-praktik reflektif dalam mengajar. Kedua, pengetahuan-pengetahuan berbasis-pengalaman atau pengetahuanpengetahuan personal yang mendasari praktik mengajar guru-guru berprestasi. Pengetahuan-pengetahuan tersebut memperkaya khasanah pengetahuan profesional dan mendukung profesionalisme mengajar. Guru-guru berprestasi tidak hanya semata-mata membutuhkan pengetahuan teoretik umum tentang mengajar, dan tidak pula menggantungkan efektifitas mengajar pada penerapan pengetahuanpengetahuan seperti ini. Terkait dengan ini, pentingnya komitmen yang kuat untuk mengembangkan pengetahuan dalam rangka meningkatkan kualitas kegiatan belajar-mengajar, yang didukung oleh kemandirian dan motivasi yang tinggi. Komitmen tersebut terwujud dalam upaya-upaya kreatif guru-guru berprestasi untuk mengembangkan pengetahuan-pengetahuan. Upaya-upaya kreatif ini didasari
224 tujuan dan minat tertentu, serta menunjukkan karakter kemandirian belajar dan motivasi belajar yang kuat. Ketiga, pengalaman-pengalaman mengajar yang lampau mendukung upaya guru-guru berprestasi dalam merefleksikan kembali pengalaman mengajar, sehingga mereka menemukan banyak pengetahuan atau wawasan berharga. Pengetahuan atau wawasan ini berharga bagi perkembangan guru-guru berprestasi itu sendiri dan bagi perkembangan belajar siswa-siswa. Keempat, sikap-sikap yang ditunjukkan guru-guru berprestasi menunjukkan komitmen profesional terhadap pekerjaan, terutama mengajar. Hal tersebut mencerminkan sifat-sifat individu reflektif. Guru-guru berprestasi memiliki sikapsikap profesional reflektif terhadap tugas-tugas/pekerjaan, yakni berpikiran terbuka, tanggungjawab, dan kesungguhan hati dalam menyelesaikan tugas/pekerjaan. Kelima, tindakan-tindakan yang diambil guru-guru berprestasi untuk menghadapi masalah-masalah, baik pada saat membingkai masalah, memecahkan masalah, maupun mencegah masalah, bersifat reflektif atau merupakan praktik reflektif, berkaitan dengan: pembingkaian masalah yang mengandung elemenelemen praktik reflektif, yaitu mengetahui karakteristik masalah dan klarifikasi masalah; pemecahan masalah yang mengandung refleksi-refleksi dan proses reflection-in-action, yaitu proses uji coba solusi dan pengujian kritis tindakantindakan; keputusan-keputusan etis yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu keputusan yang rasional-objektif, tidak emosional atau tendensius, dan mendorong proses perubahan kondisi yang sesuai dengan norma; dan perhatian penuh atau fokus, sebagai wujud tanggungjawab moral pendidikan, kepada tujuan-tujuan kegiatan belajar-mengajar yang harus dicapai, disertai pertimbangan yang matang tentang konsekuensi-konsekuensi apa saja dari tindakan-tindakan yang diambil saat
225 menyikapi keadaan, baik konsekuensi yang menguntungkan maupun konsekuensi yang merugikan. Keenam, upaya-upaya guru-guru partisipan yang aktif dan kreatif dalam mendayagunakan informasi atau wawasan yang banyak bersumber dari lingkungan yang luas. Guru-guru berprestasi bertindak reflektif-kreatif dalam pengertian tidak hanya sekedar mempertimbangkan lingkungan kelas dan sekolah serta lingkungan luar sekolah, tapi tergerak secara aktif dan kreatif memanfaatkan sebanyakbanyaknya informasi atau wawasan dari banyak sumber lingkungan, dan mengelola lingkungan sekolah secara kolektif-kolegial bersama-sama dengan semua warga sekolah. Hal ini menegaskan karakter praktik reflektif guru-guru berprestasi, dan menegaskan bahwa mereka berperan sebagai agen perubahan. Ketujuh, pengalaman kolegialitas guru-guru berprestasi mengandung nilai keterlibatan aktivitas reflektif, yang didorong oleh nilai-nilai budaya kolaboratif maupun otoritas, kooptasi atau regulasi administratif. Kolaborasi kolegialitas yang reflektif ini juga melibatkan lebih banyak kolega, tidak hanya dari kalangan guruguru sendiri tapi juga dari kalangan luar sekolah. Sebagian besar hubunganhubungan kolegial yang terjalin diantara guru-guru berprestasi dengan kolegakolega merupakan bentuk kerja bersama-sama (joint work) yang bervariasi dan kreatif, tidak hanya dalam konteks agenda pengembangan sekolah tapi juga pengembangan profesionalisme guru. Kolegialitas tersebut didukung oleh faktorfaktor intrinsik motivasional yang kuat, dan sikap-sikap reflektif seperti keterbukaan pikiran dan kerendahan hati. Kedelapan, terdapat upaya-upaya pengujian gagasan atau keyakinan yang merefleksikan praktik reflektif yang sebenarnya, dan yang menunjukkan semangat atau kesungguhan dalam penyelidikan atas dasar prinsip keterbukaan (sikap
226 reflektif). Representasi praktik reflektif guru-guru berprestasi merupakan bagian pokok reflective teaching yang bertujuan untuk dan memberi manfaat meningkatkan kompetensi guru, menambah wawasan atau pengetahuan, dan memperbaiki ide atau gagasan. Dengan tujuan-tujuan dan manfaat-manfaat seperti itu, perubahan ke arah yang lebih baik bisa diwujudkan. Kesembilan, praktik-praktik refleksi esensial yang guru-guru berprestasi lakukan menunjukkan bahwa mereka itu termasuk praktisi-praktisi reflektif yang kritis. Refleksi kritis yang guru-guru berprestasi lakukan mementingkan tindakan praktis berkenaan dengan rancangan instruksional (metode atau perencanaan mengajar); dan memperhatikan atau mempertimbangkan aspek-aspek normatif dari kegiatan belajar-mengajar di kelas dan asumsi-asumsi tentang potensi manusia dan belajar, berkaitan dengan performa belajar, pemahaman, permasalahan, dan bakat siswa. Guru-guru berprestasi mempraktikkan refleksi-refleksi kritis yang memiliki tujuan-tujuan (membenahi pembelajaran, mengembangkan pengalaman belajar siswa, dan membantu dan menjaga perkembangan belajar siswa). B. Saran Berdasarkan proses penelitian ini, hasil-hasil penelitian dan kesimpulankesimpulan yang penulis capai tentang makna reflective teaching yang terkandung dalam pengalaman mengajar guru-guru berprestasi, penulis disini menyampaikan saran-saran. Pertama, saran untuk penelitian-penelitian berikutnya. Penelitian ini mengungkap makna reflective teaching dari pengalaman mengajar guru-guru berprestasi yang dideskripsikan secara luas, berdasarkan kerangka perspektif yang mencakup sembilan aspek atau fokus utama, yaitu berkaitan dengan: nilai, pengetahuan, pengalaman, penyelesaian tugas/pekerjaan, masalah dan
227 keputusan/tindakan, lingkungan, kolegialitas, pengujian dan penyelidikan, dan refleksi. Penelitian berikutnya bisa memperdalam lebih lanjut aspek-aspek itu untuk memperoleh gambaran pengalaman mengajar yang lebih detail, serta mengungkap makna-makna reflective teaching yang lebih kaya. Dengan kata lain, peneliti-peneliti berikutnya bisa secara spesifik memfokuskan penelitian pada satu aspek pengalaman mengajar guru-guru berprestasi, untuk menangkap makna reflective teaching yang lebih spesifik dan mendalam. Saran yang lain berkaitan dengan partisipan dan hasil penelitian ini. Penulis melibatkan empat orang guru berprestasi dari empat satuan pendidikan yang berbeda (TK, SD, SMP, dan SMA). Pengalaman-pengalaman mengajar dari masing-masing guru berprestasi dalam penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan, atau menunjukkan keumuman dan kekhususan. Berdasarkan transferabilitas teoretik yang penulis tetapkan untuk penelitian ini, peneliti-peneliti lain bisa membandingkan konteks pengalaman mengajar guru-guru lain yang, kurang atau lebih, sama dengan pengalaman mengajar guru-guru berprestasi yang terlibat disini. Secara lebih lanjut, peneliti-peneliti yang akan datang bisa memfokuskan penelitian pada pengalaman mengajar guru-guru berprestasi yang berasal dari satu satuan pendidikan tertentu. Hal tersebut didasari suatu pemahaman bahwa satuan pendidikan yang berbeda-beda itu tentu berimplikasi pada karakteristik pengalaman mengajar yang berbeda-beda pula, ditambah dengan perbedaan-perbedaan karakter atau keunikan individual masing-masing guru; dan dengan demikian bisa diasumsikan adanya makna-makna reflective teaching yang lebih khusus lagi yang bisa diteliti lebih lanjut. Hal ini didukung penjelasan Duffy, dkk. (2009) bahwa tindakan metakognitif oleh guru itu bersifat situasional, berbeda sebagaimana fungsi dari setting, siswa dan
228 tingkatan karir. Ada sedikit perangkat metodologis untuk meneliti tindakan yang tampak secara esensial dari pemikiran guru. Berkaitan dengan penjelasan Duffy, dkk. (2009) tersebut dan berdasarkan keterbatasan metodologis penelitian ini, saran selanjutnya berkenaan dengan perlunya metode observasi untuk meneliti pengalaman mengajar guru-guru berprestasi. Metode observasi itu akan sangat berguna bagi peneliti-peneliti berikutnya untuk mendapatkan data-data yang lebih objektif. Metode tersebut bisa digunakan untuk mengamati refleksi-refleksi yang dilakukan guru-guru selama mengajar di dalam kelas. Penulis sendiri dalam penelitian ini mengumpulkan datadata yang bersifat self-reported melalui wawancara semi-terstruktur, meskipun penulis juga menggunakan metode dokumentasi untuk memperoleh data-data pendukung bagi data-data primer tersebut, yang relevan dengan fokus penelitian ini. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian ini, menurut penulis hal menarik dari temuan-temuan penelitian ini adalah nilai-nilai religiusitas yang mendasari praktik guru-guru berprestasi, yang terungkap secara menonjol dalam wawancara, baik dalam konteks mengajar maupun dalam konteks tugas/pekerjaan yang lain. Sebagaimana pernyataan Tremmel (1993), bahwa teori tentang reflective teaching yang ada selama ini lebih didasarkan pada pandangan teknis dunia Barat tentang pemecahan masalah. Batasan-batasan pandangan Barat tersebut memungkinkan bisa diperkaya dan diperluas dengan menggabungkan pengertian-pengertian non- Barat tentang refleksi, misalnya, pengertian mindfulness dalam tradisi Zen Buddha. Berangkat dari pernyataan ini, penulis memandang bahwa eksplorasi lebih lanjut tentang tradisi-tradisi spiritual/religius yang lain sangat memungkinkan, dan tentunya sangat menantang, untuk memperluas dan memperkaya teori reflective
229 teaching. Temuan tentang nilai-nilai religius dalam penelitian ini bisa menjadi titik awal untuk eksplorasi lebih kaya tentang dasar-dasar nilai bagi reflective teaching. Secara lebih luas lagi, faktor-faktor budaya yang mempengaruhi konsep dan praktik reflective teaching pada akhirnya juga menarik sekali untuk diteliti, termasuk dalam hal ini studi perbandingan tentang praktik reflective teaching berdasarkan perspektif budaya Timur dan budaya Barat. Misalnya, peneliti-peneliti selanjutnya bisa membandingkan praktik reflective teaching dari guru-guru berprestasi di Indonesia dengan guru-guru berprestasi di negara-negara lain. Studi seperti itu sendiri telah dilakukan Chen (2007), yang mengeksplorasi konsep-konsep pengajaran unggul (excellent in teaching) di China, sebagai pendahuluan penting untuk mengembangkan standar-standar mengajar; dan membandingkan hasil studi tersebut dengan hasil studi-studi di negara-negara Barat, untuk menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan tentang konsep pengajaran unggul. Makna-makna reflective teaching pun dengan demikian akan tampak lebih beragam karena berakar pada nilai-nilai tradisi budaya atau spiritualitas yang bermacammacam. Kedua, saran bagi guru-guru berprestasi. Penelitian ini menggambarkan pengalaman mengajar guru-guru berprestasi dan didasarkan pada perspektif reflective teaching. Pengalaman mengajar tersebut mengandung makna yang kaya tentang praktik-praktik profesional dalam bidang mengajar. Menurut penulis, pengalaman mengajar guru-guru berprestasi menjadi pengalaman best-practice yang pantas dicontoh guru-guru lain. Ditjen PMPTK (2010) menyatakan bahwa Guru Berprestasi merupakan guru model atau contoh bagi guru lainnya, karena yang bersangkutan mempunyai prestasi yang luar biasa atau melebihi yang dicapai
230 guru lain, sehingga berdampak positif bagi perkembangan pendidikan dan peningkatan mutu dan proses hasil pembelajaran. Bagi penulis, praktik-praktik reflektif yang bermakna dalam pengalaman mengajar itulah yang secara esensial menjadi prestasi yang luar biasa sehingga memberi pengaruh positif bagi kualitas mengajar dan belajar, dan mendorong perubahan-perubahan yang berarti. Manifestasi praktik-praktik reflektif dapat memperkuat predikat berprestasi sebagaimana predikat itu telah dipercayakan oleh siswa, rekan-rekan sesama guru, masyarakat dan negara. Berdasarkan temuan penulis tentang falsafah digugu dan ditiru yang mengandung nilai-nilai keteladanan, dan tentang praktik-praktik reflektif dalam pengalaman mengajar guruguru berprestasi yang membentuk konfigurasi makna reflective teching, penting artinya bagi guru-guru berprestasi untuk memelihara nilai-nilai keteladanan dalam hal praktik-praktik reflektif yang telah dilakukan. Apabila predikat berprestasi itu diperoleh guru-guru berprestasi diantaranya karena kinerja melampaui standar yang ditetapkan oleh satuan pendidikan, mencakup empat kompetensi dasar (pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional) (Ditjen PMPTK, 2010; Direktorat Pembinaan PTK-PAUDNI, 2011; Direktorat Pembinaan PTK-DIKDAS, 2011; Direktorat Pembinaan PTK-DIKMEN, 2011), menurut penulis praktik-praktik reflektif itu bisa meneguhkan keunggulan guru-guru berprestasi dalam kompetensi-kompetensi tersebut. Demikian pula, keteladanan guru-guru berprestasi bagi guru-guru lain bisa dimanifestasikan ke dalam keteladanan praktik reflektif yang dilakukan. Berangkat dari hal tersebut, penting juga bagi guru-guru berprestasi untuk terus meningkatkan dan mengembangkan praktik-praktik reflektif, sebagaimana telah penulis ungkapkan melalui penelitian ini.
231 Ketiga, saran bagi guru-guru secara umum. Makna reflective teaching yang diungkapkan penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman mengajar guru-guru berprestasi itu mengandung best-practices, khususnya praktik-praktik reflektif. Guruguru bisa mengimplementasi makna-makna reflective teaching dan mengembangkan praktik-praktif reflektif, dengan belajar dari pengalaman mengajar guru-guru berprestasi tersebut. Semangat belajar dari pengalaman sesama rekan guru perlu dikembangkan melalui sikap reflektif keterbukaan (Yost, et al., 2000; Pollard, 2002), yakni terbuka terhadap hal-hal terbaik yang bisa diambil dari pengalaman orang lain, dalam hal ini, terutama pengalaman mengajar guru-guru berprestasi. Saran yang sifatnya umum bagi semua guru berkaitan dengan temuan penelitian tentang nilai-nilai religius yang mendasari praktik mengajar guru-guru berprestasi. Nilai-nilai ini mengandung implikasi-implikasi moral atau spiritual dalam penyelesaikan tugas atau pekerjaan guru, terutama mengajar. Nilai-nilai religius tersebut juga berkontribusi memperkuat integritas guru-guru berprestasi disamping nilai-nilai yang lain, seperti nilai-nilai yang terkandung dalam kompetensi guru dan falsafah profesi guru. Saran penulis kepada guru-guru secara umum adalah memelihara dan mengembangkan nilai-nilai religius sebagai bagian dari sistem nilai yang mendasari dan mendorong aktivitas tugas dan pekerjaan sehari-hari sebagai guru. Apabila nilai-nilai religius disini banyak bersumber dan didorong oleh internalisasi nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan guru-guru berprestasi, maka saran tersebut juga berkaitan dengan saran untuk meningkatkan pemahaman tentang ajaran-ajaran agama dan keimanan. Palmer (1999) mengungkapkan bahwa mengajar yang baik itu didasarkan pada eksplorasi tentang sisi terdalam dari kehidupan guru, melalui tiga cara penting:
232 intelektual, emosional, dan spiritual. Cara intelektual, yaitu cara dimana guru berpikir tentang mengajar dan belajar, bentuk dan isi dari konsep guru tentang bagaimana orang mengetahui dan belajar, dan tentang sifat dasar dari siswa-siswa dan pelajaran. Cara emosional, yaitu cara dimana guru dan siswa merasakan sebagaimana guru mengajar dan siswa belajar, perasaan yang bisa memperluas atau mempersempit hubungan saling memberi diantara guru dan siswa. Cara spiritual, yaitu cara bermacam-macam dimana guru menjawab keinginan hati untuk terhubung dengan kehidupan luas, keinginan yang menggerakkan cinta dan pekerjaan, khususnya pekerjaan mengajar. Cara-cara ini saling berjalinan, tidak terpisah-pisah dan sifatnya menyeluruh dalam diri manusia dan dalam pendidikan yang terbaik. Menempatkan mengajar hanya pada intelek akan menghasilkan abstraksi yang dingin; menempatkan mengajar hanya pada emosi akan menimbulkan sikap narsisistik; menempatkan mengajar hanya pada spiritual akan menyebabkan hilangnya dasar kontekstual yang kuat dalam berbagai sisi kehidupan. Keempat, saran bagi pendidik calon guru dan lembaga atau institusi pendidikan calon guru. Pengalaman mengajar guru-guru berprestasi, sebagaimana ditunjukkan penelitian ini, memberikan banyak contoh tentang praktik-praktik reflektif yang bersifat esensial. Contoh-contoh tersebut bisa menjadi petunjuk bagi lembaga pendidikan calon guru dalam mengembangkan program-program yang bertujuan meningkatkan kemampuan refleksi calon-calon guru, sebagai upaya mendidik praktisi-praktisi reflektif (reflective practitioners). Menurut Yost, dkk. (2000) pengembangan refleksi kritis dalam program-program persiapan guru sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan-tantangan abad 21 bagi sekolah-sekolah. Kelima, saran bagi para stakeholder pendidikan. Guru-guru berprestasi dinyatakan sebagai guru model atau contoh bagi guru-guru lain karena prestasi luar
233 biasa atau melebihi prestasi guru-guru lain, dan berdampak positif bagi perkembangan pendidikan dan peningkatan mutu dan proses hasil pembelajaran (Ditjen PMPTK, 2010). Adapun penelitian ini mengungkap sisi-sisi terbaik dari pengalaman mengajar guru-guru berprestasi itu dari perspektif reflective teaching. Menurut penulis, agar sisi-sisi keteladanan dari praktik reflektif yang dilakukan guruguru berprestasi bisa dibelajari secara lebih dekat oleh guru-guru lain, kesempatankesempatan sharing pengetahuan dan pengalaman bersama dengan guru-guru model itu alangkah baiknya dikembangkan secara lebih luas. Apabila prestasiprestasi yang telah diraih guru-guru berprestasi itu berdampak positif bagi perkembangan pendidikan dan peningkatan mutu dan proses hasil pembelajaran, kesempatan sharing seperti itu tentunya akan menimbulkan dampak positif serupa yang lebih luas lagi. Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah kolegialitas yang menonjol dalam pengalaman mengajar guru-guru berprestasi, dimana kolegialitas itu sendiri menjadi salah satu karakteristik kunci reflective teaching (Pollard, 2002). Terkait dengan saran bagi para pemangku kebijakan pendidikan, memfasilitasi kesempatan kesempatan sharing antara guru-guru berprestasi dan guru-guru lain secara umum merupakan bentuk upaya membangun kolegialitas, yang dengan demikian secara esensial juga termasuk upaya membudayakan reflective teaching di kalangan guru-guru. Dengan membangun kolegialitas yang kuat dan luas antara guru-guru berprestasi dan guru-guru lain yang dilandasi oleh nilai-nilai dan semangat reflective teaching, serta memfasilitasi kolaborasi-kolaborasi kolegial sebagai implikasinya, kemajuan-kemajuan di bidang pendidikan akan lebih banyak dicapai dan dirasakan manfaatnya. Banyak sekali bukti dari penelitian-penelitian yang menunjukkan bahwa
234 kolegialitas itu sendiri memberikan pengaruh positif bagi guru-guru, diantaranya: meningkatkan self-efficacy guru dan bisa menjadi sarana yang sangat baik untuk perubahan (Sparks, 1988), dimana self-efficacy dipengaruhi collective efficacy yang sama-sama mempengaruhi kepuasan kerja guru (Caprara, et. al., 2003; Skaalvik & Skaalvik, 2007); berhubungan secara positif dengan pembelajaran informal guru di sekolah (Hoekstra, 2007); meningkatkan pemahaman guru tentang mengajar dan refleksi, serta kerjasama dan kebersamaan (Julaeha, 2010); dan meningkatkan mutu kompetensi, mutu profesional, dan mutu kinerja guru-guru (Salmah, 2011).