BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa ini memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode perkembangan yang lain. Hurlock (2002:207) mengatakan bahwa pada masa remaja ini ada beberapa perubahan yang bersifat universal, yaitu meningkatnya emosi, perubahan fisik, perubahan terhadap minat dan peran, perubahan pola perilaku, nilai-nilai dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri fisik, emosi dan sosial remaja pada masa ini berkembang sangat pesat. Perubahanperubahan yang terjadi di masa remaja akan mempengaruhi segala tindakan dan sikap remaja, termasuk juga perkembangan psikososial mereka. Menurut Desmita (2012:210) bahwa perubahan fisik dan kognitif berpengaruh terhadap perkembangan psikososial remaja. Salah satu aspek perkembangan psikososial yang penting pada masa remaja adalah yaitu perkembangan individuasi dan identitas. Remaja berada dalam proses pembentukan identitas sering kali menemukan permasalahan mengenai pemenuhan kebutuhan akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja. Permasalahan yang dihadapi dikarenakan dari sifat dasar remaja yang cenderung berubah-ubah dan belum matang. Mengenai kebutuhan remaja yang tidak terpenuhi, Ali dan Asrori (2008:161) menyatakan sebagai berikut: Pada dasarnya setiap remaja menghendaki semua kebutuhannya dapat terpenuhi secara wajar. Remaja yang kebutuhannya terpenuhi akan menimbulkan keseimbangan dan keutuhan pribadi sehingga remaja akan merasa gembira, harmonis dan produktif. Sebaliknya, remaja akan mengalami kekecewaan, ketidakpuasan, atau bahkan frustasi, dan pada akhirnya akan menganggu pertumbuhan dan perkembangannya. Makna dari penjelasan di atas bahwa jika kebutuhan remaja tidak terpenuhi akan menyebabkan rasa kecewa, frustasi, marah, menyerang orang 1
2 lain dan tingkah laku negatif lainnya dan merugikan orang lain. Tingkah laku negatif yang dilakukan remaja akan menimbulkan permasalahan mengenai lingkungan sosial remaja. Hal ini sesuai dengan pendapat Musbikin (2013:6) bahwa remaja yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungannya akan terjadi tindakan-tindakan amoral dan anti susila. Pendapat tersebut menegaskan bahwa remaja yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya akan menimbulkan permasalahan yaitu melakukan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan oleh orang tua, guru dan masyarakat, dan mengakibatkan terjadinya kenakalan remaja. Ditambahkan menurut Imam Musbikin (2013:12) Remaja yang melakukan tindakan asusila disebut juvenile delinquency (kenakalan remaja). Berkaitan mengenai kenakalan remaja, Sudarsono (2004:16) mengemukakan Pada prinsipnya juvenile delinquency adalah kejahatan pelanggaran pada orang dewasa, akan tetapi menjadi juvenile delinquency oleh karena pelakunya adalah anak/kaum remaja, yaitu mereka yang belum mencapai umur dewasa secara yuridis formal. Pendapat tersebut menegaskan bahwa istilah juvenile delinquency diartikan kenakalan yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa bukan diartikan lagi sebagai kejahatan pada orang dewasa. Kenakalan remaja merupakan fenomena yang tidak asing lagi di kalangan masyarakat dan di dunia pendidikan. Sering media massa memberitakan mengenai kasus kenakalan remaja seperti tawuran, seks bebas, merokok dan membolos. Imam Musbikin (2013:14) mengemukakan bahwa bentuk kenakalan peserta didik (remaja) yaitu membolos, ramai saat pelajaran berlangsung, pacaran, merokok dan melanggar peraturan sekolah. Perilaku amoral dan anti sosial yang dilakukan remaja ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Bambang Y. Mulyono (2001:15) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan kenakalan remaja adalah faktor lingkungan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan terpenting bagi anak, sebelum anak mengenal lingkungan masyarakat secara luas. Lingkungan keluarga merupakan tempat anak berinteraksi sosial dengan orang tua maupun anggota keluarga
3 yang lain. Anak akan merasa aman jika hubungan diantara anggota keluarga rukun. Namun, anak akan terganggu keseimbangannya ketika terjadi perselisihan dalam keluarga. Sehingga ketika anak merasa keluarga bukan tempat nyaman untuknya maka ia akan mencari tempat lain dan rawan salah pergaulan. Peran sebuah keluarga untuk membentuk kepribadian anak serta identitas diri sangatlah penting. Hal ini dapat dikaitkan dengan pendapat Imam Musbikin (2013:24) menyatakan, Keluarga adalah sebuah wadah dari permulaan pembentukan pribadi serta tumpuan dasar fundamental bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Dari pendapat tersebut menegaskan bahwa peran orang tua dalam hal ini sangat penting sebagai lingkungan pertama bagi anak untuk mendapatkan pendidikan. Keluarga merupakan kehidupan terkecil untuk mendewasakan anak. Jika anak berada di lingkungan keluarga yang baik maka akan membawa pengaruh positif bagi anak, begitupun sebaliknya jika anak berada di lingkungan keluarga yang kurang baik akan memberikan pengaruh yang negatif bagi anak. Sumardjono Padmomartono (2014:45) menjelaskan bahwa suasana dan iklim kehidupan keluarga sangat penting bagi perkembangan identitas diri. Hal tersebut bermakna bahwa suasana lingkungan keluarga mempengaruhi perkembangan identitas diri anak, oleh karena itu suasana hubungan dalam keluarga perlu dijaga agar membantu perkembangan identitas diri anak. Orang tua sebagai sistem pendukung bagi anak untuk mengeksplorasi dunia yang lebih luas perlu menunjukkan sikap yang positif agar anak terhindar dari perilaku bermasalah. Orang tua perlu memantau lingkungan pergaulan atau sosial anak. Sumardjono Padmomartono (2014:55), Orang tua yang tidak memberikan ruang bagi terbentuknya kemandirian anak akan menemukan bahwa anaknya terlibat dalam pergaulan yang salah yaitu bergaul dengan remaja yang negatif. Remaja akan memulai menjalin hubungan dengan kelompok teman sebaya secara intim. Pengaruh teman sebaya ini sangat kuat, bahkan melebihi pengaruh keluarga. Apabila orang tua tidak mampu menjadi contoh bagi anak tentang cara bergaul, anak akan mengalami hambatan dalam
pergaulan dan anak lebih mudah mengikuti pergaulan yang salah, akibatnya anak akan melakukan tindakan kenakalan remaja. Maka dari itu orang tua memiliki peran penting dalam membentuk sikap remaja. Menurut Kartini Kartono (2013:59), Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga jelas memainkan peranan paling besar dalam membentuk kepribadian remaja delinkuen Pendapat tersebut menegaskan bahwa keluarga memiliki peran yang penting terhadap kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Keluarga yang memiliki kualitas rumah tangga yang bagus memberikan pengaruh yang baik pada perilaku anak, sedangkan keluarga kurang memiliki kualitas rumah tangga yang baik akan membentuk anak bertindak yang kurang diinginkan atau melakukan kenakalan. Ditambahkan Sri Lestari (2012:178) mengenai kenakalan remaja akibat pengaruh keluarga sebagai berikut : Remaja yang bermasalah di sekolah pada umumnya adalah remaja yang berasal dari keluarga yang bermasalah. Masalah di dalam keluarga tersebut dapat berupa relasi ayah ibu yang bermasalah dan sering mengalami konflik, perilaku orang tua yang bermasalah seperti sering mabuk akibat minum-minuman keras dan berjudi, dan relasi orang tua anak yang bermasalah. Kenakalan remaja semakin hari semakin meningkat yang merugikan remaja itu sendiri, bagi orang tua, kalangan pendidikan serta orang lain di sekitarnya. Permasalahan kenakalan remaja juga menimpa di lembaga pendidikan, sebagai contoh banyak peserta didik yang membolos saat jam mata pelajaran berlangsung, merokok di sekolah, pacaran di sekolah. Hal semacam itu termasuk pelanggaran tata tertib sekolah dan melanggar nilai kesopanan serta kesusilaan. Lembaga pendidikan sebagai tempat peserta didik belajar mencari ilmu tidak seharusnya di warnai dengan tindakan seperti itu. Keberadaan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah yang dikhususkan untuk menangani berbagai masalah peserta didik dan telah berlangsung sejak lama seharusnya dapat mencegah fenomena kenakalan remaja di kalangan peserta didik. Akan tetapi dari observasi yang dilaksanakan di SMK Batik 2 Surakarta terhadap peserta didik masih ditemukan peserta didik yang menunjukkan kenakalan peserta didik di lingkungan sekolah. Banyak 4
5 peserta didik yang melakukan pelanggaran tata tertib seperti tidak memakai kaos kaki, tidak memakai ikat pinggang, keluar tanpa izin saat pelajaran berlangsung, tidak masuk sekolah tanpa keterangan, tidak mengerjakan PR serta pacaran di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, maka perlu diadakan penelitian deskriptif dengan judul Kontribusi Keharmonisan Hubungan Dalam Keluarga Terhadap Kenakalan Peserta Didik Kelas XI SMK Batik 2 Surakarta. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dapat dirumuskan identifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Adanya beberapa peserta didik kelas XI SMK Batik 2 Surakarta yang melakukan kenakalan di lingkungan sekolah seperti berkata kurang sopan dengan guru, terlambat masuk sekolah dan tidak masuk sekolah tanpa izin. 2. Keadaan keluarga peserta didik kelas XI SMK Batik 2 Surakarta kurang baik atau kurang hangat. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti memberikan pembatasan masalah, yaitu: 1. Dari segi obyek : kenakalan peserta didik, adapun yang diteliti dalam penelitian ini adalah hanya sebatas kenakalan yang berada di lingkungan sekolah dan hubungan keharmonisan dalam keluarga 2. Dari segi subyek : subyek penelitian adalah peserta didik kelas XI SMK Batik 2 Surakarta D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kenakalan peserta didik kelas XI SMK Batik 2 Surakarta? 2. Bagaimana keharmonisan hubungan dalam keluarga peserta didik tersebut?
6 3. Bagaimana kontribusi keharmonisan hubungan dalam keluarga peserta didik tersebut terhadap kenakalannya? E. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Tingkat kenakalan pada peserta didik kelas XI SMK Batik 2 Surakarta 2. Keharmonisan hubungan dalam keluarga pada peserta didik tersebut 3. Kontribusi keharmonisan hubungan dalam keluarga peserta didik tersebut terhadap kenakalannya F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data-data yang sudah ada mengenai kontribusi keharmonisan hubungan dalam keluarga terhadap kenakalan peserta didik di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). 2. Manfaat Praktis a. Bagi Orang Tua Penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada orang tua pentingnya menciptakan keharmonisan hubungan dalam keluarga. b. Bagi Peserta Didik Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada peserta didik mengenai kenakalan peserta didik dan pentingnya keharmonisan hubungan dalam keluarga. c. Bagi Guru BK Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru Bimbingan dan Konseling bahwa keharmonisan hubungan dalam keluarga terhadap peserta didik memberikan kontribusi terhadap kenakalan sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan layanan secara tepat.