PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM PADA PERSALINAN PRETERM DAN PERSALINAN ATERM. dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG (K)

dokumen-dokumen yang mirip
PEMATANGAN CERVIX (CERVICAL RIPENING) PADA PERSALINAN PRETERM: PERAN INTERLEUKIN-8. Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, SpOG, MARS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

Tugas Biologi Reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan

MEKANISME INFLAMASI DAN INFEKSI PADA PERSALINAN PRETERM

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal

Dr. dr. Mintareja Teguh, Sp.OG(K)

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB II STUDI PUSTAKA

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

PERAN MATRIX METALLOPROTEINASE (MMPs) PADA PEMATANGAN SERVIKS DALAM KASUS PERSALINAN PRETERM

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

BAB IV METODELOGI PENELITIAN Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Patofisiologi. ascending infection. Infeksi FAKTOR LAIN. infeksi intraamnion. Pembesaran uterus kontraksi uterus dan peregangan berulang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan prematur, sedangkan kematian perinatal sendiri

Persalinan Preterm. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

MASALAH. Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. sebelum proses persalinan berlangsung.

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. mmhg dan Tekanan darah diastolik mmhg), sedang (Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB I PENDAHULUAN. berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM

KADAR PHOSPHORYLATED INSULIN GROWTH FACTOR BINDING PROTEIN-1 YANG TINGGI PADA SEKRET SERVIKS MENINGKATKAN RISIKO PERSALINAN PRETERM

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

Mekanisme Persalinan Normal. Dr. Iskandar Syahrizal SpOG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak

JST Kesehatan, Juli 2017, Vol. 7 No. 3 : ISSN

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Obstetri dan Ginekologi dan Patologi

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan suatu. negara. AKI di dunia secara global sebesar 216/ kelahiran hidup.

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Plasenta Previa 2

BAB ΙΙ TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bangsa salah satunya diukur dari besarnya angka kematian (morbiditas). Makin

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit

PERSALINAN PRETERM. Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat. menghasilkan gerakan pada sendi. Tendon memiliki kekuatan yang lebih besar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Hormon tiroid disintesis dan disekresi oleh kelenjar tiroid, sintesis dan sekresi

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan

BAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal.

HUBUNGAN ANTARA POST KURETASE DENGAN PLASENTA PREVIA DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

Hubungan Usia Kehamilan dan Preeklampsia dengan Asfiksia Neonatorum Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LUARAN MATERNAL DAN PERINATAL PADA WANITA USIA LEBIH DARI 35 TAHUN di RSUP Dr. KARIADI, SEMARANG, TAHUN 2008

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

Transkripsi:

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM PADA PERSALINAN PRETERM DAN PERSALINAN ATERM dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG (K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH 2013 1

ABSTRAK Latar Belakang : Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 sampai 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Interleukin-8 (IL-8) mengambil peran dalam terjadinya persalinan preterm melalui proses pematangan servik. Pada persalinan aterm, terjadi proses serupa tetapi sekresi interleukin-8 lebih tinggi pada persalinan preterm. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui perbedaan kadar interleukin-8 pada persalinan preterm dan persalinan aterm. Metode penelitian :Penelitian ini merupakan desain cross sectional analitik dengan 68 sampel, dimana 29sampel dengan persalinan preterm dan 39sampel dengan persalinan aterm.kadar interleukin-8 diperiksa di Laboratorium Prodia Denpasar. Uji analisis yang digunakan adalah dengan t-independent sample test dengan tingkat kemaknaan α= 0,05. Hasil :Rerata kadar interleukin-8 pada kelompok persalinan pretermadalah 23,56 ± 10,69 pg/ml, sedangkan pada kelompok persalinan aterm sebesar 12,19 ± 5,79 pg/ml.analisis kemaknaan dengan t-independent sample test didapatkan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar interleukin-8 pada kedua kelompok berbeda bermakna. Simpulan :Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kadar interleukin-8 serum pada persalinan preterm lebih tinggi daripada persalinan aterm dan perbedaan tersebut secara statistik bermakna. Kata kunci : interleukin-8, persalinan preterm, persalinan aterm.

ABSTRACT Background :Preterm labor is a term used to denote that the labor happens between 20 until 37 weeks acording to the last menstrual periode. Interleukin-8 (IL-8) take a role in preterm labor which is induce the cervical ripening. In term labor, the same process was happen but secretion of interleukin-8 was higher in preterm labor. Objective :To determine the difference of interleukin-8 in preterm labor and term labor. Method : This is an analytic cross sectional with 68 samples, 29 samples of preterm labor and 39 samples of term labor. IL 8 quantities were examined at Prodia Laboratory Denpasar. Data were analysed using t-independent sample test with alfa 0.05. Result : The meaninterleukin-8 level for preterm labor was23,56 ± 10,69 pg/ml and12,19 ± 5,79 pg/mlfor term labor. The p = 0,001, means that the average of interleukin-8 level on both groups are significantly different. Conclusion : We concluded from this study that interleukin-8 serum in preterm labor higher compared to term labor and the difference is significant. Keywords :interleukin-8, preterm labor, term labor.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persalinan preterm sampai saat ini masih merupakan masalah yang utama khususnya pada bagian obstetri dan perinatologi. Baik di negara berkembang maupun negara maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus tertinggi adalah akibat adanya bayi yang lahir preterm, dimana kurang lebih 75% dari kematian neonatus disebabkan oleh karena bayi yang lahir preterm (Goldenberg, 2000). Di seluruh dunia ditemukan sekitar 70% persalinan preterm merupakan penyebab kematian perinatal dan hampir separuhnya mengalami kelainan neurologis jangka panjang (Suryana, 2006). Penyebab dari persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti. Beberapa konsep yang menjelaskan penyebab terjadinya persalinan preterm pada dasarnya selalu dihubungkan dengan kejadian-kejadian infeksi didalam cairan amnion, utero-placental ischemia, regangan uterus yang berlebihan, kelainankelainan endokrin dan suatu respon imun yang tidak normal dari ibu maupun janin. Lockwood mengemukakan tentang hubungan antara kejadian persalinan preterm tersebut dengan proses keradangan yang terjadi pada jaringan desidua, korion dan amnion (Lockwood, 2001). Pada pasien-pasien dengan gejala klinis persalinan preterm menunjukan peningkatan berbagai sitokin di dalam serum maternal sehingga diperkirakan sitokin memainkan peranan penting dalam inisiasi persalinan preterm. Salah satu

sitokin peradangan pada serum adalah interleukin-8 (IL-8). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan kadar serum maternal interleukin-8 berkaitan dengan inisiasi persalinan preterm meskipun hasilnya masih bervariasi (Turhan, 2000 dan Sozmen, 2005). Interleukin-8 merupakan faktor kemotaktik yang terlibat dalam proses pematangan servik dimana proses ini terjadi pada saat onset persalinan. Fungsi utama dari interelukin-8 adalah untuk induksi proses kemotaksis pada target sel yaitu neutrofil (Wikipedia, 2011). Konsentrasi interleukin-8 meningkat pada servik saat onset dari persalinan dan terlibat dalam proses perubahan jaringan yaitu proses pematangan servik (Dubicke, 2009). Pada persalinan aterm, terjadi pula proses pematangan servik yaitu pada fase kedua persalinan (fase aktivasi). Hal ini ditandai dengan perubahan struktur servik dan invasi stroma oleh sel inflamasi. Proses ini mencetuskan hipotesa bahwa proses pematangan servik ini merupakan suatu proses inflamasi dimana terdapat kemoatraktan yang memasukkan sel inflamasi ke dalam servik yaitu interleukin-8 (Cunningham, 2010). Penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa terdapat peningkatan kadar interleukin-8 setelah onset persalinan pada persalinan aterm (Tornblom, 2005). Bila dibandingkan dengan persalinan aterm, didapatkan sekresi interleukin-8 lebih tinggi pada persalinan preterm (Dubicke, 2008). Di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RS Sanglah Denpasar, penelitian tentang perbedaan kadar serum interleukin-8 pada persalinan preterm dan aterm belum pernah diteliti sebelumnya. Atas dasar hal tersebut di atas, maka perlu diteliti perbedaan kadar serum interleukin-8 antara wanita hamil dengan persalinan preterm dan persalinan aterm.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan kadar IL-8serum pada persalinan preterm dan persalinan aterm? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.2 Tujuan umum Untuk mengetahuikadar IL-8 serum pada persalinan preterm dengan persalinan aterm. 1.3.2Tujuan khusus Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kadar serum IL-8 pada persalinan preterm. 2. Untuk mengetahui kadar serum IL-8 pada persalinan aterm. 3. Untuk mengetahui perbedaan kadar serum IL-8 pada persalinan preterm dengan persalinan aterm. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Apabila kadar IL-8 lebih tinggi pada persalinan preterm dibandingkan dengan persalinan aterm, maka dapat dibuktikan bahwa proses inflamasi berperan pada inisiasi persalinan preterm oleh karena IL-8 adalah interleukin pro inflamasi. Selain itu dapat digunakan untuk penelitian lanjutan dimana kadar IL-8 serum dibandingkan dengan panjang servik pada persalinan preterm.

1.4.2 Manfaat Klinis Manfaat pada pelayanan, yaitu apabila terbukti kadar IL-8 serum maternal lebih tinggi pada persalinan preterm maka dapat digunakan sebagai faktor prediksi bahwa telah terjadi proses infeksi sehingga terapi antibiotika perlu diberikan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Batasan Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, 1995, persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 sampai 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (Cunningham, 2010). Indikator yang sering dipakai untuk terjadinya persalinan adalah kontraksi uterus dengan frekuensi minimal 2 kali setiap 10 menit dan lamanya kontraksi 30 detik atau lebih, disertai perubahan pada servik yang progresif, seperti: dilatasi servik 2 cm dan penipisan 80% (Sozmen, 2005). Pada penelitian ini dignosis persalinan preterm ditegakkan berdasarkan prosedur tetap (protap) tahun 2003 yang berlaku di Bag/SMF Obstetri Ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 2.2 Insiden Persalinan Preterm Di setiap negara kejadian persalinan preterm sangat bervariasi. Di Spanyol tahun 1997 terjadi partus preterm 7 % dari seluruh kelahiran (Alvarez, 2000).Hal yang sama terjadi terjadi juga di Inggris dan Wales dimana pada tahun 1997, 50,3% dari seluruh kematian neonatus berhubungan dengan imaturitas (Vause, 2000). Di Indonesia insiden persalinan preterm belum diketahui secara pasti, tapi dibeberapa rumah sakit pemerintah pada tahun-tahun terakhir menunjukan persentase yang bervariasi. Di RSU DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode

1 Juli 2000-31 Juli 2003 dari 1171 persalinan didapatkan sebanyak 86 kasus persalinan preterm 7,3% (Suhartini, 2004). Di RS Sanglah Denpasar tahun 2001-2003, persalinan preterm sekitar 8,3% dari seluruh persalinan (Udiarta, 2004). Di RSU dr.saiful Anwar Malang pada tahun 2001 tercatat insiden persalinan preterm sebesar 6,7 % (Santoso, 2002). 2.3 Etiologi Persalinan Preterm Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti dari persalinan preterm tidak diketahui. Secara garis besar terdapat tiga kelompok yang mungkin menjadi penyebab persalinan preterm (Goldenberg, 2005), yaitu : 1. Persalinan preterm atas indikasi ibu atau janin (iatrogenik). Persalinan dibuat atas indikasi medis dimana kehamilannya dapat membahayakan ibu atau janinnya. Pada kasus ini janin dilahirkan untuk mencegah morbiditas atau mortalitas pada ibu dan atau janin tanpa memperhatikan usia kehamilan. Kondisi ini termasuk preeklamsia, hipertensi kronis, diabetes melitus, plasenta previa atau solusio plasenta. Persalinan seperti ini terjadi sekitar 20 % dari seluruh persalinan preterm. 2. Sekitar 30-40% persalinan preterm disebabkan oleh pecahnya membran koriamnion pada usia kehamilan preterm dengan atau tanpa adanya infeksi. Kondisi ini sering didahului oleh adanya tanda-tanda persalinan preterm spontan. 3. Sisanya 40-50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui(idiopatik).

2.4 FaktorRisiko Persalinan Preterm Sangat disayangkan jika hingga kini, sulit untuk menentukan secara dini dan akurat seorang wanita hamil akan mengalami persalinan preterm. Bahkan sistem skoring yang meliputi: jumlah kehamilan, status sosial ekonomi, umur wanita saat hamil dan riwayat persalinan preterm/abortus, pernah dikembangkan untuk menentukan wanita-wanita mana saja yang perlu mendapat pemantauan lebihintensif. Tapi kenyataanya sistem ini belum dapat menurunkan insiden persalinan preterm (Arias, 1993). Meskipun demikian ada beberapa faktor risiko yang diketahui meningkatkanpersalinan preterm yang dibagi dalam dua kriteria (Hole, 2001), yaitu: Mayor: 1. Kehamilan kembar 2. Polihidramnion 3. Kelainan uterus 4. Pembukaan serviks 2 cm pada usia kehamilan > 32 minggu 5. Panjang serviks < 2,5 cm pada usia kehamilan > 32 minggu (dengan TVS) 6. Riwayat abortus pada trimester II > 1x 7. Riwayat persalinan preterm sebelumnya 8. Operasi abdominal pada kehamilan preterm 9. Riwayat konisasi 10. Iritabilitas uterus 11. Penggunaan cocaine atau amfetamin.

Minor : 1. Penyakit-penyakit yang disertai demam 2. Riwayat perdarahan pervaginam setelelah usia kehamilan 12 minggu 3. Riwayat pielonefritis 4. Merokok lebih dari 10 batang perhari 5. Riwayat abortus pada trimester II 6. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali. Wanita hamil tergolong mempunyai risiko tinggi untuk terjadi persalinan preterm jika dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor atau dua atau lebih faktor risiko minor, atau ditemukan kedua faktor risiko (mayor dan minor). 2.5 Patogenesis Persalinan Preterm Persalinan adalah proses keluarnya janin dari uterus ke lingkungan diluar uterus. Onset dan kemajuan dari proses ini ditandai oleh suatu peristiwa yang kompleks dan saling mempengaruhi serta melibatkan faktor maternal, janin dan plasenta, seperti: prostaglandin, kortisol, progesteron dan oksitosin dimana produk-produk yang dihasilkan ini akan berinteraksi dengan sitokin dalam memberi isyarat untuk dimulai atau dihentikannya suatu proses persalinan (Farina, 2005). Hal ini perlu dipahami dimana uterusyang telah dijaga ketenangannya selama kehamilan, akan mengalami perubahan yaitu terjadinya kontraksi uterus yang terkoordinir dan dilatasi servik yang selanjutnya akan diikuti dengan keluarnya janin melalui jalan lahir. Agar proses persalinan ini berhasil maka memerlukan

adanya kematangan dari sistem organ janin supaya dapat bertahan hidup diluar uterus, begitu juga pada ibu terjadi perubahan pada organ-organ khususnya untuk persiapan laktasi pada masa postpartum. Oleh karena itu, sinkronisasi waktu janin menjadi matur dan stimulus untuk terjadinya peningkatan aktivitas uterus harus sesuai seperti yang diinginkan. Telah banyak bukti menyatakan bahwa janin sendiri yang menjadi pencetus semua kejadian ini (John, 2000). Persalinan preterm mungkin lebih ditunjukkan sebagai suatu sindrom dibandingkan suatu diagnosa yang spesifik karena penyebabnya yang bervariasi. Persalinan preterm ini juga menunjukan adanya ketidaksinkronan pada mekanisme yang bertanggung jawab untuk mempertahankan ketenangan uterus, seperti: peran dari enzim 15 prostaglandin dehidrogenase (PGDH) yang dihasilkan oleh jaringan korionik dan trofoblas yang dapat mendegradasi prostaglandin-e 2 yang diproduksi oleh amnion, sehingga mencegah prostaglandin mencapai miometrium dan meniadakan kontraksi. Infeksi kronis menyebabkan penurunan aktivitas dari enzim ini yang diikuti dengan peningkatan secara kuantitatif dari prostaglandin sehingga dapat mencapai miometrium dan terjadilah kontraksi uterus. Alternatif lain adalah terjadinya suatu hubungan singkat atau karena peningkatan yang luar biasa (overwhelming) dari kaskade yang biasa terjadi pada persalinan normal. Tentu saja pada kaskade ini, unit fetoplasenta dapat menjadi pencetus terjadinya persalinan preterm, seperti: jika kondisi (lingkungan) intrauteri menjadi tidak nyaman dan mengancam kesejahteraan janin. Pada kebanyakan kasus wanita hamil dengan infeksi, kadar produk-produk dari

lipooksigenase dan siklooksigenase meningkat demikian juga kadar sitokin meningkat, seperti: IL-6 dan IL-8 (Norwitz, 1999; Peltier, 2003). Ternyata makin banyak bukti yang menunjukan bahwa mungkin sepertiga kejadian persalian preterm pada populasi (wanita hamil) berkaitan dengan infeksi intra uterin. Dari penelitian yang dilakukan oleh Bobbit et al membuktikan infeksi intra amnion subklinis sebagai penyebab persalinan preterm dimana dengan amniosintesis didapatkan mikroorganisme patogen sekitar 20% dari wanita-wanita yang mengalami persalinan preterm dengan membran korioamnion yang intak dan tanpa gejala klinis infeksi (Rompas, 2004). Tempat-tempat potensial infeksi bakteri intra uteri dapat dilihat pada Gambar 2.1. Bakteri yang sering dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm adalah: Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella ureaplasma dan Escherchia coli, tapi kebanyakan bakteri-bakteri vagina ini virulensinya rendah. Bakteri lain yang juga sering berhubungan dengan infeksi saluran genitalia,seperti: N. Gonorrhoeae, C. Trachomatis, Streptococcus group B dan E.Coli. Cara masuknya mikroorganisme penyebab infeksi intra amnion dapat melalui (Romero, 2002): 1. Jalur ascenden dari vagina dan servik 2. Secara hematogen melalui plasenta (transplacental infection) 3. Penetrasi langsung dari rongga peritoneum melalui tuba fallopi 4. Akibat trauma saat melakukan suatu pemeriksaan yang invasif, seperti: amniosintesis, percutaneous fetal blood sampling, chorionic villous sampling/shunting.

Cara yang paling sering untuk menyebabkan infeksi intra uteri adalah melalui jalur ascenden. Jalur ini diperkirakan mempunyai empat tahapan, yaitu: Tahap I : Adanya perubahan flora bakteri di vagina/servikatauadanya organismepatologis (seperti: N.gonorrhea) pada servik. Adanya vaginosis bakterialis dapat menunjukan awal dari tahap I. Tahap II: Saat bakteri mampu mendapatkan akses ke intrauterin, mereka dapat menyebakan desiduitis, korioamnionitis, koriovaskulitis. Tahap III: Jika invasi dari infeksi dapat mencapai rongga amnion. Pecahnya membran korioamnion bukan prasyarat terjadinya infeksi intra amnion karena bakteri mampu melintasi membran yang intak. Tahap IV: Saat berada di rongga amnion bakteri bisa mendapatkan akses kejanin melalui port de entre yang beragam. Aspirasi cairan amnion yang terinfeksi dapat menyebabkan kongenital pneumonia dan bila memasuki aliran darah janin dapat mengakibatkan bakterimia pada janin dan sepsis. Invasi bakteri ke dalam koriodesidua (kolonisasi bakteri koriodesidual) akan melepaskan produk-produknya, seperti: endotoksin dan eksotoksin serta mengaktifkansistem monosit-makrofag pada host (janin/ibu) yang kemudian melepaskan sejumlah sitokin seperti TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8. Selanjutnya sitokin, endotoksin dan eksotoksin menstimulasi biosintesis protaglandin F2- dan E2 di desidua atau amnion dan melepaskannya. Puncak dari sintesis ini adalah pelepasan metaloprotease dan unsur-unsur bioaktif lainnya.

Gambar 2.1.Tempat Potensial Infeksi Bakteri Intra Uteri (Diambil dari Goldenberg, 2000) Prostaglandin menstimulasi kontraksi uterus dan peningkatan metaloprotease pada selaput korioamnion dapat menimbulkan pecahnya selaput korioamnion dan pada servik dapat merubah jaringan kolagen pada servik menjadi lebih lunak. Lebih jelasnya mekanisme persalinan preterm karena infeksi dapat dilihat pada Gambar 2.2. Hasil-hasil penelitian pada binatang, in vitro dan manusia menunjukan hasil yang sama tentang bagaimana infeksi dapat menyebabkan persalinan preterm.

Koloni Bakteri Khoriodesidua (Endotoksin dan Eksotoksin) Respon Tubuh Janin Respon Ibu Janin CRH Produksi Kortisol Adrenal Khorioamnion dan Plasenta PG Dehidrogenasi (Kronis) PG Desidua Sitokin (IL-6) & Kemokin Neutrofil infiltrasi Metalloprotease Kontraksi Miometrium Khorioamnion menipis dan ruptur Pematangan Servik Gambar 2.2. Jalur Potensial Koloni Bakteri Koriodesidua (Diambil dari Goldenberg, 2000) Selanjutnya persalinan preterm karena infeksi juga melibatkan janin itu sendiri dimana akibat infeksi terjadi peningkatan aktifitas dari poros Hypothalamic- Pituitary-Adrenal (HPA) janin dan plasenta dalam memproduksi corticotropin releasing hormone (CRH)yang mengakibatkan sekresi kortikotropin janin meningkat, sehingga aktifitas adrenal janin juga meningkat dalam mensekresi

kortisol. Peningkatan kortisol akan meningkatkan produksi prostaglandin.tidak hanya kortisol, tapi juga meningkatkan sitokin dan jika ini terjadi maka janin perlu segera dilahirkan. Peningkatan CRH secara dini pada plasenta, desidua dan korioamnion juga terjadi karena stres yang dialami oleh ibu hamil karena faktor lingkungan maternal dan sosiodemografi seperti, kemiskinan, status perkawinan, kehilangan pekerjaan, kehilangan orang terdekat, tidak punya tempat tinggal, sering dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm (Iams, 2000). Inisiator potensial lainnya yang ikut berperan dalam proses terjadinya persalinan preterm dapat dilihat pada Gambar 2.3. Aktivasi dari Poros Hipotalamus Ibu Janin Janin Ibu stress Onset persalinan yang dini/prematur Imflamasi Infeksi : - Khoriodesidua - Sistemik Perdarahan Desidua Abruption Distensi Uterus yang Patologis Kehamilan multifetal Polihidramnion Abnormalitas Mediator Biokemia CRH TNF IL-1 Thrombin Mechanical stretch Gap junction Korion Reseptor oksitoksin + + Jalur umum Protease Uterotonin Perubahan Servik Ruptur selaput Khorioamnion Persalinan Preterm Kontraksi Uterus Gambar 2.3.Jalur PatogenesisUtama dari Persalinan Preterm (Diambil dari Lokwood, 1999)

2.6 Mekanisme Persalinan Aterm Onset persalinan merupakan determinan yang penting dalam keluaran perinatal. Dalam proses persalinan ini, berbagai faktor turut berperan di dalamnya diantaranya adalah peran hormonal. Pada kehamilan aterm, beberapa jam sebelum melahirkan ditandai dengan kontraksi uterus yang mengakibatkan dilatasi servik sehingga bayi dapat dilahirkan. Pada umur kehamilan 36 sampai 38 minggu, miometrium sudah mulai tahap persiapan untuk proses persalinan dan servik mulai tahap awal proses perubahan strukturnya (remodeling). Sehingga onset dari persalinan merupakan kulminasi dari perubahan biokimia pada uterus dan servik (Cunningham, 2010 dan Creasy, 2009). Gambar 2.4. Fase Persalinan (Diambil dari Williams Obstetrics, 2010) Fase persalinan dibagi ke dalam empat tahapan yaitu fase satu (quiescence), fase dua yaitu aktivasi, fase tiga yaitu stimulasi, dan fase empat yaitu fase involusi. Pada fase satu (quiescence), ditandai dengan proses pemeliharaan

integritas dari struktur servik dimana otot polos uterus menjadi tidak responsif terhadap stimulus. Fase ini berlanjut sampai dengan mendekati akhir kehamilan. Pada fase satu ini juga terjadi proses perlunakan servik (cervical softening). Pada akhir kehamilan servik menjadi mudah mengalami distensi dan konsistensinya sama seperti bibir. Tahap pertama dari proses ini ditandai dengan peningkatan daya regang jaringan sehingga servik menjadi lebih lunak. Proses ini dihasilkan dari peningkatan vaskular, hipertrofi stroma, hipertrofi dan hiperplasia glandular serta perubahan pada matriks ekstraseluler. Selama fase satu ini, semua prosesnya berlangsung lambat (Cunningham, 2010). Fase kedua kerupakan fase persiapan persalinan atau fase aktivasi.untuk tahap ini, kondisi miometrium pada tahap satu harus mengalami aktivasi. Proses ini terjadi pada enam sampai delapan minggu dari akhir kehamilan. Kemungkinan penyebab dari perubahan miometrium pada fase ini adalah adanya protein yang mengontrol kontraktilitas (Contraction-assosiated proteins/caps).caps meliputi reseptor oksitosin, reseptor prostaglandin F dan connexin 43.Reseptor oksitosin miometrium meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah dan area gap junction. Pada saat inisiasi kontraksi maka servik akan mengadakan perubahan yang lebih ekstensif. Adanya modifikasi dari servik selama fase kedua persalinan yang melibatkan perubahan pada jaringan ikatnya dikenal dengan istilah pematangan servik (cervical ripening). Perubahan dari proses perlunakan (softening) menjadi proses pematangan servik berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum onset dari kontraksi uterus. Selama perubahan ini, sejumlah proteoglikan dan glikosaminoglikan dalam matriks mengalami perubahan (Cunningham, 2010).

Selama kehamilan, pertumbuhan dari fetus makin lama makin membesar sampai tiba di akhir kehamilan sehingga mengakibatkan peningkatan regangan dari dinding uterus. Hal inilah yang memberikan sinyal untuk onset persalinan. Adanya progesterone withdrawl akan meningkatkan perlekatan antara miosit dan matiks interseluler termasuk integrin dimana proses ini akan merangsang aktivasi dari mitogen terkait protein kinase serta meningkatkan kontraktilias (Smith, 2007). Gambar 2.5. Peran Maternal, Fetal dan Plasenta dalam Proses Persalinan pada Kehamilan Aterm (Diambil dari Parturition, 2007) Produksi surfaktan, fosfolipid dan sitokin proinflamasi dalam cairan ketuban akan meningkatkan aktivitas enzim siklooksigenase-2 (COX-2) dan produksi

prostaglandin E2. Selain itu terdapat pula peningkatan kortisol dan CRH yang keduanya akan menstimulasi COX-2. Pada kehamilan aterm terdapat penurunan aktivitas enzim prostaglandin dehidrogenase sehingga terjadi peningkatan kadar prostaglandin. Prostaglandin inilah yang merangsang pelepasan enzim metaloprotease yang melemahkan membran plasenta sehingga dapat terjadi pecahnya selaput ketuban (Smith, 2007). Komponen penting dari persalinan adalah terjadinya proses pematangan servik. Perubahan yang terjadi selama proses pematangan servik pada fase kedua persalinan ini disertai pula dengan invasi stroma oleh sel inflamasi. Hal ini mencetuskan hipotesa bahwa proses pematangan servik ini merupakan suatu proses inflamasi dimana terdapat kemoatraktan yang memasukkan sel inflamasi ke dalam servik. Penelitian terakhir menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pematangan servik dengan kadar interleukin-8 jaringan (Cunningham, 2010). Sedangkan penelitian lain menemukan bahwa interleukin-8 meningkat pada ibu hamil inpartu dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak inpartu. Pada penelitian tersebut didapatkan bahwa kadar proses pematangan servik merupakan proses inflamasi yang sama seperti pematangan servik pada persalinan preterm (Tornblom, 2005). Konsentrasi interleukin-8 meningkat di dalam servik pada kehamilan aterm dan berperan dalam proses perubahan (remodeling) servik (Dubicke, 2009). Pada ibu hamil aterm didapatkan konsentrasi interleukin-8 meningkat sampai enam kali lipat dari median 330 pg/ml menjadi 2.190 pg/ml(senntrom, 1996).

Fase ketiga adalah tahap stimulasi yang ditandai dengan kontraksi uterus yang mengakibatkan dilatasi servik dan akhirnya terjadi proses persalinan. Sedangkan fase keempat adalah masa involusi atau puerperium (Cunningham, 2010). 2.7 Proses Pematangan Serviks Proses persalinan melibatkan tiga proses fisiologis yang terpisah yaitu proses perubahan (remodelling) dari servik yang disertai dengan proses pematangan dan dilatasi servik sehingga bayi dapat lahir melalui jalan lahir, melemahnya dan pecahnya selaput ketuban, dan inisiasi dari kontraksi yang ritmis disertai peningkatan amplitudo dan frekuensinya (Holst, 2009). Proses perubahan dari servik dibagi dalam empat fase yang saling tumpang tindih yaitu: perlunakan, pematangan, dilatasi dan pemulihan servik pospartum (Timmons, 2010). Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi, pendataran dan dilatasi servik. Proses ini dievaluasi dengan skor Bishop. Proses ini dibagi ke dalam dua fase. Adapun fase pertama adalah fase lambat (slow ripening) atau tahap persiapan. Pada fase ini terjadi perubahan gradual dari kadar kolagen. Fase ini berlangsung kurang lebih mulai 32 minggu, atau paling awal pada usia 16-24 minggu. Fase kedua adalah fase cepat (rapid ripening) yang terjadi sesaat sebelum onset persalinan (Holst, 2009).Proses pematangan servik melibatkan perubahan besar pada jaringan ikat di servik. Selama fase lambat terjadi penurunan jumlah kolagen sampai 30% dan proteoglikan sampai 50% dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil. Proses akhir dari pematangan servik ini adalah melembutnya dan

dilatasi dari servik. Mekanisme yang terlibat dalam proses pematangan servik ini belum sepenuhnya diketahui (Senntrom, 1997). Pematangan servik behubungan dengan berkurangnya kadar kolagen serta penurunan jumlah serat kolagen. Selain itu juga terjadi proses penurunan daya regang dari matriks ekstraseluler dari servik. Terdapat perubahan pada proses ini yaitu terjadi penurunan kadar decorin (dermatan sulfat proteoglikan 2) yang menyebabkan separasi dari serat kolagen. Kedua hal inilah yang mengakibatkan proses perlunakan servik(goldberg, 2011). Matriks ekstraseluler pada servik berjumlah sekitar 85% dan serat otot hanya 6-10%.Matriks ekstraseluler servik mengandung komponen fibriler, proteoglikan, hyaluronan, dan glikoprotein.komponen fibriler terdiri dari kolagen dan elastin.pada servik, kolagen menempati jumlah terbnyak yaitu 80% dimana didominasi oleh kolagen tipe I dan tipe III (Dubicke, 2009).Ikatan kolagen akan membentuk kekakuan dari servik dan dengan cepat mengalami perubahan oleh pengaruh enzim kolagenase. Kolagen yang terdapat dalam servik terutama kolagen tipe I, III dan IV.Kolagen tipe I dan III merupakan komponen jaringan ikat utama, sedangkan yang tipe IV ditemukan berhubungan dengan otot polos dan vaskuler. Dengan bertambahnya umur kehamilan maka serat kolagen, otot polos dan fibroblas tersusun dengan rapat yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan atau daya regang jaringan sehubungan dengan bertambahnya berat janin (Goldberg, 2011). Proses perlunakan servik merupakan akibat dari proses pencernaan kolagen dalam servik serta peningkatan kandungan air. Dengan adanya pematangan servik

maka bagian atas dari servik yaitu ostium uteri internum bergerak ke lateral sehingga menjadi sulit dibedakan dengan segmen bawah rahim. Hal ini menandakan bahwa ostium uteri internum merupakan tempat dimana proses pematangan servik menjadi maksimal (Kelly, 2002). Gambar 2.6. Ostium Uteri Internum Sebagai Tempat Dimulainya Pematangan Serviks (Diambil dari Inflammatory Mediators and Cervical Ripening, 2002) Dengan proses pematangan servik, terjadi penurunan jumlah kolagen. Selain itu terjadi pula perubahan pada konsentrasi proteoglikan. Yang utama adalah penurunan konsentrasi decorin dan peningkatan kadar kondroitin sulfat proteoglikan vercican, sedikit sulfat proteoglikan biglikan dan sulfat proteoglikan heparan. Versican dapat menarik air dan berikan dengan hyaluronan serta

menghasilkan disintegrasi dari ikatan kolagen dan perubahan pada struktur fisiknya sehingga menghasilkan jaringan yang lunak dan elastis yang nantinya akan diikuti dengan proses dilatasi servik (Dubicke, 2009). Gambar 2.7. Matriks Ekstraseluler Pada Serviks (diambil dari Preterm and Term Cervical Ripening, 2009) Terdapat interaksi hormonal pada proses ini yaitu terjadi peningkatan kadar enzim siklooksigenase-2 yang mengakibatkan peningkatan kadar prostaglandin E2 (PGE2) lokal di servik. Hal ini akan mengakibatkan: - Dilatasi dari pembuluh darah kecil di servik - Peningkatan degradasi kolagen - Peningkatan asam hyaluronidase - Peningkatan kemotaksis leukosit yang mengakibatkan degradasi kolagen - Peningkatan pelepasan interleukin-8 (Goldberg, 2011dan Holst, 2009).

Pada persalinan preterm terjadi pula penurunan progesteron tetapi mekanismenya belum jelas diketahui dan hal ini bukanlah merupakan satusatunya pencetus inisiasi.progesteron yang menurun menyebabkan terjadi aktivasi Macrophage-like decidua cell dan sumsum tulang mengeluarkan makrofag. Makrofag ini akan memproduksi interleukin-1 (IL-1 ), asam arakidonat, prostaglandin E2 (PGE2) dan prostaglandin F2 serta platelet activating factor (PAF). Sedangkan sel desidua yang telah diaktifkan juga akan memproduksi makrofag dan macrophage-like decidua cells yang kemudian melepaskan PAF, IL-1, macrofag colony stimulating factor (mcsf) dan tumor necrosis factor (TNF). IL-1 dan TNF mempengaruhi desidua untuk memproduksi prostaglandin, terutama PGE2 dan PGF2.PGF2 terutama bekerja pada miometrium dalam pembentukan cell-to-cell gap junction dan reseptor oksitosin.pembentukan ini makin meningkat dengan adanya hormon estrogen, tetapi dihambat oleh progesteron dan prostasiklin. Sekali cell-to-cell gap junction ini terbentuk maka depolarisasi akan menjalar pada sel miometrium, yang mengakibatkan meningkatnya ion kalsium intra selular. Kalsium ini akan berikatan dengan kalmodulin untuk mengaktifkan myosin like chain kinase yang bekerja pada aktin dan miosin sehingga akan menimbulkan pemendekan serabut miometrium dan terjadilah kontraksi. Sedangkan PGE2 bersama-sama dengan mcsf mempengaruhi sel darah putih dan fibroblas di servik menyebabkan terjadinya sintesis dan pelepasan kolagenase. Kolagenase ini akan memecah jaringan kolagen servik sehingga jumlah kolagen menurun, maka terjadilah proses

perlunakan atau pematangan servik. Servik yang melunak ini akan menyebabkan mudahnya terjadi penipisan dan pembukaan(gomez,1997). Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah kemokin yaitu interleukin-8. Interleukin-8 mempunyai efek yang selektif dalam menstimulasi pelepasan kolagenase dari granula spesifik tanpa pelepasan protease desktruktif yang lainnya.kecepatan produksi neutrofil sekitar 10 11 perhari sehingga neutrofil merupakan sumber yang tak terbatas dari kolagenase (Kelly, 2002). Gambar 2.8.Proses Pematangan Serviks (Diambil dari Inflammatory Mediators and Cervical Ripening, 2002).

2.8 Peran Interleukin-8 Dalam Pematangan Servik Perubahan struktur servik saat persalinan yang ditandai dengan penurunan konsentrasi kolagen, berkurangnya matriks dan peningkatan kandungan air menandakan bahwa jaringan servik memberikan tahanan yang rendah. Selama kontraksi uterus jaringan servik mengalami proses penipisan dan dilatasi. Pada saat pematangan servik terjadi proses disosiasi dan degradasi kolagen yang mengakibatkan perubahan struktur kolagen selama peride ini. Perubahan katalitik dari kolagen ini dimediasi oleh enzim kolagenase (matriks metaloproteinase) yang telah dibuktikan pada beberapa penelitian bahwa kadarnya meningkat pada serviks saat persalinan (Norman, 2005). Kolagenase yang terpenting adalah matriks metaloproteinase-8 yang dilepaskan lebih besar dari granula neutrofil yang spesifik dibandingkan dengan yang disintesa oleh stroma fibroblas servik. Terjadi infiltrasi neutrofil ke dalam stroma servik saat inpartu dan mengakibatkan proses degranulasi. Interleukin-8 merupakan suatu kemokin yang berfungsi untuk mengikat dan mengaktifkan neutrofil. Proses ekstravasasi neutrofil terjadi dengan cara proses adesi dan diapedesis melalui endotel pembuluh darah. Hal ini akan diikuti dengan proses aktivasi neutrofil oleh interleukin-8. Pada beberapa penelitian terhadap kelinci dan manusia, pemberian injeksi interleukin-8 akan menginduksi eksudasi plasma dan infiltrasi neutrofil yang masif, tetapi tidak komponen leukosit yang lainnya. Akumulasi neutrofil ini biasanya paling banyak ditemukan di sekitar vena.penelitian yang dilakukan pada babi dan kelinci mendapatkan bahwa

pemberian interleukin-8 pada servik ternyata dapat merangsang pematangan servik (Norman, 2005). Interleukin-8 merupakan kemokin yang dihasilkan oleh makrofag dan tipe sel lainnya seperti sel epitel dan sel endotel. Fungsi utama dari interleukin-8 adalah untuk induksi proses kemotaksis pada target sel yaitu neutrofil (Wikipedia, 2011).Interleukin-8 diproduksi oleh endometrium, koriodesidua, desidua plasenta dan miometrium, pada servik wanita hamil dan tidak hamil. Ekspresi interleukin-8 meningkat sesuai dengan pertambahan usia kehamilan dan pada saat inpartu. Interleukin-8 juga berperan dalam pematangan servik, berperan dalam pembentukan segmen bawah rahim pada kehamilan lewat waktu dan sebagai mediasi dalam infiltrasi sitokin inflamasi ke dalam miometrium selama inpartu. Kadar interleukin-8 meningkat enam kali lipat bila dibandingkan dengan keadaan servik ibu yang tidak hamil. Selain itu kadarnya meningkat sampai 11 kali lipat pada ibu hamil yang menjalani proses persalinan pervaginam (Velasco,1999). Interleukin-8 merupakan kemokin yaitu protein proinflamasi dengan massa molekul rendah yang homolog dengan kadar asam aminonya dan dengan kemampuan kemotaktik yang poten baik in vivo maupun in vitro (Lindley, 1998). Interleukin-8 ini terdiri dari protein dengan 77 asam amino dimana letak gen pada kromosom 4q 12-21, terdiri dari empat ekson dan tiga intron. Proses transkripsinya berlangsung cepat dalam waktu tiga sampai empat jam setelah strimulasi sitokin interleukin 1β. Ekspresi interleukin-8 dipengaruhi oleh kadar interleukin-1β, TNF-α, LPS dan ester forbol (Norman, 2005).

Gambar 2.9.Interleukin-8 (Diambil dari Wikipedia, 2011). Interleukin-8 adalah kemotaktik ampuh dan merupakan faktor pengaktif neutrofil, pertama kali dijelaskan pada 1980-an (Larsen, 1989 dan Dubicke, 2009). Kemokin ini merupakan bagian dari respon ditimbulkan dalam host terhadap invasi mikroba, itulah sebabnya mengapa diperkirakan bahwa IL-8 bertanggung jawab atas pelepasan neutrofil pada selaput ketuban dan plasentaselama terjadi infeksi intrauterin (Hebisch, 2004).Konsentrasi interleukin- 8 meningkat pada servik saat onset dari persalinan dan terlibat dalam proses perubahan jaringan (Dubicke, 2009).

Gambar 2.10. Peranan Sitokin Proinflamasi (diambil dari Cervical and Intraamniotic Markers of Preterm Birth and Infection, 2009) Kadar interleukin-8 pada servik ibu hamil yang mengalami persalinan preterm adalah 6,7 ng/ml (Holst, 2009).Masuknya neutrofil ke dalam servik telah dipostulasikan sebagai bagian integral dari onset persalinan, dimana kolagenase berperan dalam proses pematangan servik yang dihasilkan dari neutrofil perifer dan jumlahnya meningkat selama proses ini. Peningkatan kadar interleukin-8 sebelum onset persalinan dapat membantu proses masuknya neutrofil (recruitment) ke servik. Interleukin-8 dan PGE2 bekerja secara sinergis dalam proses ini. Neutrofil diaktivasi oleh interleukin-8 dan mengakibatkan pelepasan enzim litik yaitu kolagenase dan elastase (Elliot, 1997). Neutrofil merupakan sumber dari enzim kolagenase yang terdapat dalam granula spesifik yang dapat diproduksi melalui proses degranulasi yang diperantarai oleh sitokin yaitu interleukin-8. Dua fungsi utama dari interleukin-8 inilah yaitu proses masuknya neutrofil (recruitment) dan menstimulasi neutrofil

untuk memproduksi kolagenase menjadikan interleukin-8 ini merupakan agen yang kuat untuk proses inisiasi pengaturan matriks ekstraseluler pada proses pematangan servik. Kadar neutrofil dalam darah cukup tinggi yaitu 6x10 6 ml dengan produksi harian rata-rata 10 11 perhari (Kelly, 1996). Interleukin-8 merupakan faktor kemotaktik yang terlibat dalam proses pematangan servik dan pecahnya selaput ketuban. Berdasarkan penelitian terakhir, didapatkan bahwa tingginya kadar interleukin-8menggambarkan tingginya risiko persalinan preterm (RR 3,7 (1,1-12,1)) dan kadarnya lebih tinggi pada ibu hamil yang mengalami persalinan preterm dibandingkan dengan ibu hamil aterm yang belum mengalami proses persalinan (Vogel, 2007). Penelitian yang dikerjakan oleh Senntrom dkk dengan cara melakukan biopsi pada servik sebanyak > 300 mg yang diambil dari servik anterior yang dikerjakan 10-15 menit pasca persalinan pervaginam dan dari wanita yang tidak hamil. Dari biopsi tersebut didapatkan kadar rata-rata interleukin-8 pada wanita yang tidak hamil sebesar 330 pg/ml (110-1250). Pada wanita pasca melahirkan didapatkan kadar rata-rata 26.100 pg/ml (6.800-128.000) (Sennstrom, 1997). Bila dibandingkan dengan persalinan aterm, maka pada persalinan preterm ditemukan kadar interleukin-8 yang lebih tinggi. Terdapat perbedaan sekresi interleukin-8 dari fibroblas servik oleh karena terdapat perbedan fenotip dari fibroblas. Tetapi hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut (Dubicke, 2009).

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 KerangkaPikir Pada persalinan preterm, terjadi proses inflamasi pada koriodesidua yang akan mengaktifkan berbagai sitokin diantaranya interleukin-8. Interleukin-8 ini selanjutnya akan menimbulkan inisiasi pematangan servik yang menimbulkan kontraksi uterus serta perubahan pada servik. Berbeda halnya dengan persalinan aterm dimana onset persalinan terjadi karena proses pertumbuhan dari fetus yang mengakibatkan peregangan dinding uterus sehingga mengakibatkan aktivasi dari miometrium. Selain itu pula terjadi aktivasi dari fetal membran yang dapat merangsang pembentukan prostaglandin yang dapat merangsang kontraksi uterus dan enzim metaloprotease yang dapat melemahkan selaput ketuban. Adanya progesterone withdrawl akan meningkatkan perlekatan antara miosit dan matriks interseluler termasuk integrin dimana proses ini akan merangsang aktivasi dari mitogen terkait protein kinase serta meningkatkan kontraktilias. Hal inilah yang berperan dalam proses remodelling dari servik pada kehamilan aterm sehingga merangsang proses persalinan. Terdapat hipotesa bahwa proses pematangan servik merupakan suatu proses inflamasi dimana terdapat kemoatraktan yang memasukkan sel inflamasi ke dalam servik yaitu interleukin-8. Peningkatan kadar interleukin-8 pada persalinan aterm berbeda dengan persalinan preterm. Beberapa penelitian menemukan bahwa

peningkatan kadar interleukin-8 pada persalinan preterm lebih tinggi daripada persalinan aterm karena proses infeksi pada koriodesidua pada persalinan preterm merangsang produksi sitokin yaitu salah satunya interleukin-8. Sedangkan pada kehamilan atermproduksi interleukin-8 terjadi bukan karena proses infeksi tetapi karena aktivasi miometrium pada saat persalinan. AktivasidariPorosHi potalamusibu-janin Janin Ibu stress Onset persalinan yang dini/prematur Imflamasi Infeksi : - Khoriodesidua - Sistemik CRH E 1 E 2 TNF IL-1 IL-6 IL-8 Korion Amnion PerdarahanDes idua Distensi Uterus yang Patologis Kehamilanmultifet al Polihidramnion Abnormalitas uterus Thrombin Mechanical stretch Gap junction Reseptor oksitoksin Sintesis PG IL-8 Abruption + Protease + Uterotonin Perubahan Serviks (Cervical Ripening) Persalinan Preterm Kontraksi Uterus Gambar 3.1. Kerangka Pikir

3.2 Konsep Penelitian Infeksi Koriodesidua Faktor Perancu : - Polihidramnion - Kehamilan kembar Interleukin-8 - Solusio plasenta - Riwayat abortus / persalinan preterm Pematangan Serviks - Penyakit sistemik ibu - Kelainan kongenital Persalinan Preterm Gambar3.2. KerangkaKonsepPenelitian 3.3Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah kadar interleukin-8 (IL-8) serum maternal pada persalinan preterm lebih tinggi daripada persalinan aterm.

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional analitik yaitu sampel penelitian diambil dari populasi terjangkau secara consecutive sampling/ berurutan pada satu waktu sehingga diperoleh kasus persalinan preterm dan persalinan aterm, kemudian masing-masing sampel diperiksa kadar IL-8 dengan cara diambil darah dari vena kubiti sebanyak 5 cc. Consecutive Sampling Populasi Terjangkau Persalinan Preterm Persalinan Aterm Interleukin-8 Interleukin-8 Gambar 4.1. Rancangan Penelitian 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik (unit rawat jalan) dan Ruang Bersalin RSUP Sanglah Denpasar. Sedangkan serum sampel akan diperiksa di Laboratorium Klinik Prodia Denpasar.

4.2.2 Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 sampaidengan bulan Mei 2012. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi penelitian Semua ibu hamil yang datang ke poliklinik dan kamar bersalin Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis hamil preterm dan aterm dengan tanda-tanda persalinan. 4.3.2 Sampel penelitian Semua ibu hamil yang datang ke poliklinik dan kamar bersalin Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis hamil preterm dan aterm dengan tanda-tanda persalinan yang memenuhi kriteria inklusi. 4.4 Kriteria Subyek Penelitian 4.4.1 Kriteria inklusi 1. Kehamilan tunggal hidup 2. Usia kehamilan 28 minggu sampai 37 minggu (preterm) dan usia kehamilan di atas 37 minggu (aterm) 3. Bersedia ikut serta dalam penelitian. 4.4.2 Kriteria eksklusi 1. Kelainan kongenital

2. Penyakit sistemik yang menyertai ibu hamil (kelainan jantung, diabetes melitus, hipertensi, preeklamsia/eklamsia, anemia, asma, HIV) 3. Riwayat persalinan preterm pada kehamilan sebelumnya atau pernah dirawat dengan partus prematurus iminens pada kehamilan ini 4. Polihidramnion 5. Hamil kembar 6. Riwayat mendapat pengobatan dengan antibiotika, tokolitik dan anti inflamasi dalam satu minggu terakhir. 4.5 Besar Sampel Penelitian Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : n = d 2 Z α/2 2 PQ n = besar sampel Z α/2 = 1,96 P = 44 % (0,44) Q = 1-P = 0,56 d = tingkat ketepatan, 0,13 Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus diatas diperoleh besar sampel minimal penelitian ini adalah 56,01 sampel. Untuk menghindari adanya data yang tidak terbaca, maka ditambahkan 20 % sehingga menjadi 67,2 yang dibulatkan menjadi 68 sampel.

4.6 Identifikasi Variabel Penelitian 4.6.1 Variabel bebas Kadar serum maternal Interleukin-8. 4.6.2 Variabel tergantung Persalinan Preterm dan Persalinan Aterm. 4.6.3 Variabel perancu Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm pada penelitian ini, antara lain: 1. Polihidramnion 2. Kehamilan kembar 3. Perdarahan ante partum (solusio plasenta) 4. Riwayat abortus atau persalinanpreterm sebelumnya 5. Penyakit sistemik pada ibu 6. Kelainan kongenital pada janin. 4.7 Definisi Operasional Variabel 1. Kadar serum interleukin-8 adalah kadar IL-8 dari hasil pemeriksaan sampel serum ibu hamil yang dikerjakan dengan metode Quantikine Human IL-8 Essay. 2. Persalinan preterm adalah adanya kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit dengan pembukaan serviks 2 cm, keluar lendir campur darah dan selaput ketuban utuh pada umur kehamilan dari 28 minggu sampai 37 minggu.

3. Persalinan aterm adalah adanya kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit dengan pembukaan serviks 2 cm, keluar lendir campur darah dan selaput ketuban utuh pada umur kehamilan di atas 37 minggu. 4. Umur ibu dihitung dari tanggal lahir atau yang tercantum dalam kartu tanda penduduk (KTP). 5. Usia kehamilan adalah usia kehamilan dalam satuan minggu dihitung mulai dari hari pertama haid terakhir sampai saat penelitian, atau apabila hari pertama haid terakhir lupa, usia kehamilan dihitung dari ultrasonografi yang dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 26 minggu ditambahkan selisih minggu hingga saat penelitian. 6. Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan viabel. 7. Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari implantasi yang normal dalam kavum uterus sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada usiakehamilan di atas 20 minggu atau berat janin 500 gram. 8. Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan lebih dari satu janin yang diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi oleh SpOG. 9. Riwayat persalinan preterm sebelumnya, ialah ibu hamil yang pada kehamilan sebelumnya pernah melahirkan pada umur kehamilan 28 sampai kurang dari 37 minggu dan berat badan lahir < 2500 gr. 10. Riwayat abortus adalah ibu hamil yang pada kehamilan sebelumnya pernah mengalami keguguran pada usia kehamilan kurang 28 minggu.

11. Kelainan kongenital pada janin adalah kelainan kongenital mayor yang ditemukan dari pemeriksaan ultrasonografi oleh dokter SpOG atau setelah persalinan. 12. Polihidramnion adalah didapatkannya diameter vertikal kantong amnion > 8 cm pada pemeriksaan satu kantong amnion dari pemeriksaan ultrasonografi atau ditegakkan berdasarkan indeks cairan amnion, dengan menggunakan diameter vertikal kantong amnion terbesar pada 4 kwadran uterus > 25 cm. 13. Kehamilan dengan Diabetes Mellitus adalah adanya intoleransi karbohidrat, baik ringan (Toleransi Glukosa Terganggu = TGT), maupun berat (Diabetes Mellitus) yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan berlangsung dan memenuhi kriteria WHO. 14. Kehamilan dengan Hipertensi adalah kehamilan dengan tekanandarah >140/90 mmhg diukurdua kali selang 4 jam setelah penderita beristirahat. 15. Kehamilan dengan Penyakit Jantung adalah kehamilan yang disertai dengan gangguan fungsi jantung berdasarkan criteria New York Heart Assocciation (NYHA). 16. Kehamilan dengan anemia adalah kehamilan yang ditandai dengan kadarhb < 10gr %. 17. Kehamilan dengan asma adalah kehamilan yang disertai suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil suatu pengobatan.

18. Kehamilan dengan HIV adalah kehamilan yang disertai pemeriksaan anti-hiv serum ibu didapatkan hasil positif. 19. Leukositosis maternal adalah jumlah sel leukosit > 15.000/mm 3 yang diambil dari darah tepi ibu dan dinilai dengan alat Cell-Dyn 3700 di Lab.RSUP. Sanglah. 4.8 Alur Penelitian Ibu-ibu hamil pada populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan bersedia ikut serta dalam penelitian (telah menandatangani formulir yang telah disediakan) diambil sampel darahnya, selanjutnya semua sampel penelitian dikelola sesuai dengan Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.Secara skematis alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Ibu hamil preterm dan aterm dengan tanda-tanda persalinan di Poliklinik dan Kamar Bersalin RS Sanglah Denpasar KriteriaInklusi& Eksklusi Populasi Terjangkau Anamnesa Pemeriksaan fisik Pemeriksaan obstetri Pemeriksaan lab Consecutive sampling Informed consent SAMPEL (persalinan preterm) SAMPEL (persalinan aterm) Kadar Interleukin-8 Kadar Interleukin-8 ANALISIS DATA Gambar 4.2.AlurPenelitian 4.9 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data Ibu hamil yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian diberikan penjelasan tentang penelitian.apabila setuju ikut serta dalam penelitian, mereka diminta menandatangani formulir persetujuan ikut serta dalam penelitian yang telah disediakan.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada sampel adalah, sebagai berikut: 1. Anamnesis yang meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, paritas, hari pertama haid terakhir, USG, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya dan riwayat penyakit yang pernah diderita. 2. Pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan dan pemeriksaan status generalis dilanjutkan dengan pemeriksaan status obstetri. 3. Sampel akan diambil oleh petugas laboratorium klinik Prodia untuk pemeriksaan kadar IL-8. 4. Pemeriksaan kadar Interlukin-8, dikerjakan dengan metode Quantikine Human IL-8 Essay.Dilakukan pengambilan darah vena cubiti sebanyak 5 cc dan dimasukkan ke dalam tabung SST (Serum Separator Tube) yang telah disediakan. Selanjutnya tabung dengan darah beku di sentrifus selama 10 menit dengan 1000 x. Serum yang terbentuk diambil dan dimasukkan ke dalam beberapa tabung polipropilen ditutup dan diberi label identitas sesuai dengan nomor urut penelitian, tanpa menulis diagnosis penderita dan selanjutnya dibekukan pada suhu 20 0 C s/d 70 0 C. Serum yang terkumpul selanjutnya ditentukan kadar IL-8 dengan cara quantitative sandwich enzyme immunoassay technique. Kadar ditentukan dengan dengan densitas optikal yang dinilai dalam 30 menit dengan menggunakan microplate reader 450 nm, 540 nm atau 570 nm.

5. Hasil pemeriksaan kadar IL-8 akan dikumpulkan dan dilakukan analisa statistik dengan menggunakan program SPSS for windows. Semua kehamilan preterm dikelola sesuai dengan pedoman diagnosis dan terapi (protap) yang sudah ada. Sampel darah diambil dengan menggunakan spuit sekali pakai 5 ml, kemudian diberi label nomor sampel dan selanjutnya dibawa ke laboratorium klinik Prodia untuk diperiksa kadar serum interleukin-8 nya. Ibu hamil preterm dengan tanda-tanda persalinan mendapat terapi deksamethason serta tokolitik, sampel darahnya terlebih dahulu diambil sebelum pemberian deksamethason.hasilnya kemudian dikumpulkan dalam lembar pengumpulan data.data yang telah terkumpul ditabulasi dan dianalisa. 4.10 Analisis Data Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan program komputer SPSS forwindowsversi 17,0. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis sebagai berikut : 1. Analisis deskriptif yang meliputi variabel umur ibu dan paritas 2. Uji normalitas dengan Shapiro-Wilk 3. Uji homogenitas dengan Levene s 4. Uji komparasi dengan t-independent sample test.