BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melunakkan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam dosis tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai. Gambar 2.1 Struktur Teofilin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hukum Dasar dalam Spektrofotometri UV-Vis Instrumen Spektrofotometri Uv Vis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometer UV /VIS

BAB II. pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah.

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

JURNAL PRAKTIKUM ANALITIK III SPEKTROSKOPI UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau diagnosis suatu penyakit, kelainan fisik, atau gejala-gejalanya pada manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA H N. :-asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]- monosodium. -sodium [o-(dikloroanilino)fenil]asetat

BAB IV HASIL PENGAMATAN

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA OCH2CHCH2 OCH3. 3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [ ] : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform dan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dirjen POM (2012) Obat adalah semua sediaan untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Laporan Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Penentuan kadar Asam salisilat dalam sediaan Bedak salicyl

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet

Spektrofotometri uv & vis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat adalah unsur aktif secara fisiologi dipakai dalam diagnosis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMENT INDUSTRI PERALATAN ANALISIS (SPEKTROFOTOMETER)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGENALAN SPEKTROFOTOMETRI PADA MAHASISWA YANG MELAKUKAN PENELITIAN DI LABORATORIUM TERPADU FAKULTAS KEDOKTERAN USU KARYA TULIS ILMIAH.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. HCl. Tablet piridoksin mengandung piridoksin hidroklorida, C 8 H 11 NO 3.HCl tidak

INTERAKSI RADIASI DENGAN BAHAN

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

Prof.Dr.Ir.Krishna Purnawan Candra, M.S. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FAPERTA UNMUL

PENENTUAN STRUKTUR MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV- VIS

Berdasarkan interaksi yang terjadi, dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat dari interaksi.

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sedangkan ibuprofen berkhasiat

MAKALAH Spektrofotometer

ANALISIS SPEKTROSKOPI UV-VIS. PENENTUAN KONSENTRASI PERMANGANAT (KMnO 4 )

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

Penentuan Kadar Teofilin dalam Sediaan Tablet Bronsolvan dengan Metode Standar Adisi menggunakan Spektrofotometer UV-Visible

atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur kimia secara terus menerus terhadap lingkungan di sekelilingnya di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahan asam (BTA, Mikobakterium tuberkulosa) yang ditularkan melalui udara.

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kortikosteroid dan antihistamin. Deksametason memiliki kemampuan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA PROSES PEMBUATAN KURVA STANDAR DARI LARUTAN - KAROTEN HAIRUNNISA E1F109041

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

Spektrofotometer UV-Vis

BATUK. Ebta Narasukma Anggraeny. etha's doc 1

Beberapa definisi berkaitan dengan spektrofotometri. Spektroskopi (spectroscopy) : ilmu yang mempelajari interaksi antara bahan dengan

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. basah dan mi kering. Mi kering merupakan mi yang berbentuk kering dengan

ANALISIS INSTRUMEN SPEKTROSKOPI UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI

abc A abc a = koefisien ekstingsi (absorpsivitas molar) yakni tetap b = lebar kuvet (jarak tempuh optik)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berikut gejalanya. Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Struktur Pseudoefedrin HCl

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Dapat mengerti prinsip-prinsip dasar mengenai teknik spektrofotometri (yaitu prinsip dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. 1 (5 September 2006)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosa, pengobatan, melunakkan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada hewan. Zat tersebut dapat berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun sintetis. Sebelum dipergunakan menjadi obat, zat tersebut terlebih dahulu dibentuk menjadi sediaan farmasi seperti kapsul, pil, tablet, sirup, serbuk, suspensi, salep, supositoria dan lain-lain (Anief, 1991). Batas antara obat dan racun sangat sangat pendek, hal ini tergantung pada dosis dan cara pemakaian. Oleh karena itu, obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat bersifat sebagai racun. Obat akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila digunakan tidak tepat dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebihan akan menimbulkan keracunan, sedangkan apabila dosisnya lebih kecil, maka pasien tidak akan memperoleh kesembuhan (Widjajanti, 1988). Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapai tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon. Tercapainya konsentrasi obat tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorpsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke bagian yang lain dari badan (Anif, 1990).

2.2 Bahan Baku Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun tidak berkhasiat (zat nonaktif / eksipien), yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak tidak semua bahan tersebut masih terdapat didalam produk ruahan (Siregar, 2010). Menurut Dirjen POM (2006), bahan (zat) aktif adalah tiap bahan atau campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam arti lain, bahan (zat) aktif adalah bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk memengaruhi struktur dan fungsi tubuh. Zat aktif senyawa kimia murni tunggal jarang diberikan langsung sebagai sediaan obat. Akan tetapi, sediaan obat yang diformulasikan hampir selalu diberikan. Sediaan obat ini dapat beragam dari larutan yang relatif sederhana sampai ke sistem penghantaran sediaan obat yang rumit, dengan menggunakan zat tambahan atau eksipien dalam formulasi untuk memberikan fungsi farmasetik yang berbeda beda sesuai dengan tujuan yang dimaksud (Siregar, 2010). Desain dan formulasi suatu bentuk sediaan yang tepat mensyaratkan pertimbangan karakteristik fisika, kimia, dan biologi semua zat aktif dan eksipien yang digunakan dalam pembuatan suatu produk (Siregar, 2010).

2.3 Syarat-Syarat Bahan Baku Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan resmi farmakope atau persyaratan lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri farmasi yang bersangkutan. Selain itu, bahan bahan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat yang konsisten dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas, dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010). Beberapa rangkuman tentang ketentuan persyaratan bahan baku menurut Dirjen POM (2006), adalah sebagai berikut: 1. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan. 2. Tiap spesifikasi hendaklah disetujui dan disimpan oleh bagian Pengawasan Mutu kecuali untuk produk jadi yang harus disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). 3. Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup dimana diperlukan. 4. Revisi berkala dari tiap spesifikasi perlu dilakukan agar memenuhi Farmakope edisi terakhir atau kompendia resmi lain. a. Deskripsi bahan, termasuk: i. Nama yang ditentukan dan kode refren (kode produk) internal. ii. iii. iv. Rujukan monografi farmakope, bila ada. Pemasok yang disetujui dan bila mengkin produsen bahan. Standar mikrobiologis, bila ada. b. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan.

c. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan. d. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan. e. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali. 5. Identitas suatu bets bahan awal biasanya hanya dapat dipastikan apabila sampel diambil dari tiap wadah dan dilakukan uji identitas terhadap tiap sampel. 6. Pengambilan sampel boleh dilakukan dari sebagian wadah bila telah dibuat prosedur tervalidasi untuk memastikan bahwa tidak satupun wadah bahan awal yang salah label identitasnya. 7. Mutu suatu bets bahan awal dapat dinilai dengan mengambil dan menguji sampel representatif. Sampel yang diambil untuk uji identitas dapat digunakan untuk tujuan tersebut. 8. Jumlah yang diambil untuk menyiapkan sampel representatif hendaklah ditentukan secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan sampel. 9. Jumlah sampel yang dapat dicampur menjadi satu sampel komposit hendaklah ditetapkan dengan petimbangan sifat bahan, informasi tentang pemasok dan homogenitas sampel komposit itu. 2.4 Batuk Batuk merupakan respon refleks terhadap benda-benda asing yang menghalangi saluran sistem pernapasan. Salah satu benda asing tersebut berupa lendir yang keluar oleh membran-membran yang terdapat di sepanjang saluran

napas. Lendir tersebut membantu melindungi saluran pernapasan dari setiap jenis iritan seperti partikel asap, bakteri, dan virus (Hoffmann, 2002). Pada umumnya refleks batuk timbul karena adanya rangsangan dari selaput lendir saluran pernapasan. Selaput lendir tersebut memiliki reseptor yang peka terhadap zat-zat perangsang yang dapat mencetus batuk. Sebenarnya batuk merupakan mekanisme perlindungan pada sistem pernapasan karena bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernapasan dari dahak, debu, unsur infeksi dan zat-zat asing lain (Tjay, 2007) Reflek batuk dapat timbul karena radang, infeksi saluran pernapasan, alergi, perubahan suhu yang mendadak, rangsangan kimia seperti gas, dan rangsangan mekanis seperti debu dan asap. Beberapa virus dapat merusak jaringan mukosa saluran pernapasan, rusaknya jaringan mukosa tersebut akan mempermudah terjadinya infeksi oleh bakteri dan virus lain. Selain itu, batuk dapat disebabkan oleh peradangan paru-paru, tumor atau efek samping beberapa obat (Munaf, 1994). Dalam keadaan normal, saluran pernapasan menghasilkan sekitar 100 ml sekret per harinya, dan sebagian besar ditelan. Namun, apabila mengalami gangguan pernapasan seperti asma dan bronkitis, produksi dahak akan bertambah dan kekentalannya juga ikut bertambah sehingga sulit untuk dikeluarkan (Tjay, 2007). Dahak bronchi terdiri dari larutan dalam air dari suatu persenyawaan kompleks mucopolysaccharida dan glycoprotein, yang saling terikat melalui jembatan sulfur. Kekentalan dan keliatan dahak tergantung pada jumlah air dan

jembatan sulfur tersebut. Pengeluaran dahak dapat dipersulit oleh terganggunya fungsi bulu getar atau pengeringan dan peningkatan viskositasnya (Tjay, 2007). Batuk dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu batuk nonproduktif dan batuk produktif. Batuk nonproduktif umumnya disebut batuk kering karena tidak menghasilkan dahak. Batuk nonproduktif adalah batuk yang tidak bermanfaat, sehingga harus dihentikan dengan obat-obat yang menekan batuk seperti antitusif, antihistamin, dan anestetika tertentu. Sebaliknya, batuk produktif adalah suatu mekanisme perlindungan. Jenis batuk ini berfungsi untuk mengeluarkan dahak dan zat-zat asing dari batang tenggorokan. Pada dasarnya jenis batuk seperti ini tidak boleh ditekan tetapi justru diringankan dengan emolliensia, ekspektoransia, atau mukolitika (Munaf, 1994). 2.5 Ekspektoran Ekspektoran adalah obat-obat yang memperbanyak batuk yang produktif dengan meningkatkan volume sekret bronkial. Ekspektoran dipakai tidak hanya untuk meningkatkan sekresi pernapasan tapi juga membantu menghilangkan cairan mukosa memalui batuk atau kerja ekspektoran (Foye, 1992). Ekspektoran diperkirakan mengiritasi mukosa lambung, kemudian efek iritasi mukosa lambung tersebut bekerja secara reflek merangsang kelenjarkelenjar sekretori saluran nafas bagian bawah (Munaf, 1994). Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris. Belum ada data yang membuktikan efektivitas ekspektoran dengan dosis yang umum digunakan. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan

selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak (Schunack, 1990). Ekspektoran dibagi atas beberapa jenis, yaitu sekretolitika, mukolitika, dan sekretomotorika. Sekretolitika meninggikan sekresi bronkus, dan dengan demikian mengencerkan lendir. Ini terjadi reflektorik dengan stimulasi serabut aferen pasasimpatikus atau bekerja langsung pada sel pembentuk lendir. Mukolitika mengubah sifat fisikokimia sekret, terutama viskositasnya diturunkan, sedangkan sektertomotorika menyebabkan gerakan sekret dan batuk untuk mengeluarkan sekret tersebut (Mutschler, 1991). 2.6 Gliseril Guaiakolat Rumus Bangun : OH O - CH2 CH - CH2 OH O-CH3 3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [93-14-1] Rumus Molekul : C10H14O Berat Molekul : 198,22 Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai agak ke abu abu khas lemah, rasa pahit. Kelarutan : Larut dalam air, etanol, kloroform, dan propilen glikol, agak sukar larut dalam gliserin.

Baku Pembanding : Guaifenesin BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada tekanan tidak kurang dari 10 mmhg, pada suhu hingga bobot tetap, sebelum digunakan. Setelah ampul dibuka, simpan dalam wadah tertutup rapat. Susut Pengeringan: Tidak lebih dari 0,5%; lakukan pengeringan dalam hampa udara, pada tekanan tidak kurang dari 10 mmhg, pada suhu 60 C hingga bobot tetap, sebelum digunakan. Setelah ampul dibuka, simpan dalam wadah tertutup rapat. Perhitungan penetapan kadar dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Cs = x C BPFI Keterangan: C s A s A b C BPFI : Kadar Sampel : Serapan Larutan Sampel : Serapan Larutan Baku : Kadar Baku Pembanding Farmakope Indonesia 2.6.1 Indikasi Gliseril guaiakolat adalah suatu derivat guaiakol yang bekerja sebagai gluaiakolgliseroleter sekaligus bekerja dalam merelaksasi otot. Namun, obat ini lebih banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis sediaan batuk (Schunack, 1983).

Penggunaan obat ini hanya didasarkan tradisi dan kesan subjektif pasien dan dokter. Belum ada bukti bahwa obat bermanfaat pada dosis yang diberikan. Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual, dan muntah (Setiabudy, 2007). 2.6.2 Farmakologi Beberapa senyawa ekspektoran, termasuk gliseril guaiakolat, mekanisme kerjanya belum diketahui dengan jelas. Namun, diperkirakan obat ini bekerja merangsang mukosa lambung sehingga sekresi kelenjar saluran napas ditingkatkan melalui stimulasi vagus. Hal ini mengakibatkan pembentukan sekret yang lebih banyak sehingga lebih mudah dahak lebih mudah dikeluarkan melalui batuk (Schunack, 1990). 2.7 Metode Penetapan Kadar Secara Spektroforometri Ultraviolet (UV) Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitans atau absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang serta pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal (Day, 2002). Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan cahaya tampak terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dalam jangkauan 200 nm hingga 800 nm dan suatu alat yang sesuai untuk menetapkan serapan (Dirjen POM, 1995). Metode spektroforometri UV-Vis adalah pengukuran intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan

cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroforometri UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul organik di dalam larutan. Spektrumnya mempunyai daerah yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan visible berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004). 2.7.1 Asas Kerja Radiasi ultraviolet dan visible diabsorbsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonyugasi dan atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbit terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya absorbansi radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorbsi dan ini dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004). 2.7.2 Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Data spektrum ultraviolet dan sinar tampak tidak dikhususkan untuk identifikasi kualitatif suatu senyawa. Namun data-data spektroskopi UV-Vis

seperti panjang gelombang maksimum, intensitas, efek ph, dan pelarut dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif, yaitu dengan cara membandingkan datadata yang diperoleh tersebut dengan baku pembanding maupun data yang sudah dipublikasikan/published data (Gholib, 2007). Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas radiasi cahaya sebanding dengan sejumlah foton yang melalui suatu satuan luas penampang per detik. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga pengalami penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Gholib, 2007). Spektrofotometer ultraviolet memiliki jenis-jenis yang beragam, tergantung dari tingkat kecanggihan perangkatnya, tetapi pada umumnya memiliki asas kerja yang sama (Munson, 1991). 2.7.3 Instrumen Spektrofotometer Ultraviolet Pada dasarnya spektrofotometer ultraviolet terdiri atas lima komponen pokok, yaitu: 1. Sumber Radiasi

Sumber energi radiasi yang biasa digunakan adalah sebuah lampu pijar dengan kawat terbuat dari wolfram (Day, 2002). Lampu deuterium, lampu pijar tugsten dan lampu halogen yang biasa dipakai sebagai sumber radiasi untuk daerah ultraviolet (Satiadarma, 2004). 2. Monokromator Monokromator adalah alat optis yang mengisolasi suatu berkas radiasi dari sumber radiasi, berkas radiasi yang mempunyai kemurnian spektrum yang tinggi dengan panjang gelombang yang dapat disesuaikan dengan tujuan analisis (Day, 2002). Monokromator digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromator dengan menggunakan prisma. Kemudian cahaya yang keluar dari prisma kemudian dilewatkan melalui celah untuk mengarahkan cahaya ke sel (Khopkar, 1990). 3. Sel Sel atau biasa disebut dengan kuvet, merupakan wadah sampel sekaligus menjadi lintasan optis dalam spektrofotometer. Sel tersebut diisi dan diletakkan sedemikian rupa sehingga berkas cahaya menembus larutan. Berkas cahaya yang datang dari monokromator akan menembus sel yang berisi sampel, sebagian berkas akan diserap oleh sampel dan kemudian akan diteruskan ke detektor (Day, 2002). 4. Detektor Detektor adalah alat yang menerima sinyal dalam bentuk radiasi elektromagnetik, mengubah dan meneruskannya dalam bentuk sinyal listrik

kerangkaian sistem penguat elektronika. Dengan demikian sinyal radiasi yang terdeteksi itu dapat diukur kekuatannya (Satiadarma, 2004). 5. Penguat dan Pembacaan Menggunakan sebuah penguat dengan resistansi masukan yang tinggi sehingga rangkaian tabung foto itu tidak tersadap habis. Malah voltase yang melintas resistor beban itu digunakan untuk mengendalikan suatu rangkaian yang menarik dayanya dari dalam suatu sumber yang tak bergantung dan yang mempunyai suatu keluaran yang cukup besar untuk menjalankan suatu alat pengukur atau piranti baca lain (Day, 2002). 2.7.4 Hukum Lambert-Beer Menurut Dachriyanus (2004), Hukum Lambert-Beer adalah hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit, biasanya ditulis dengan: A = a. b. C Keterangan: A a b C : absorban (serapan) : absorptivitas : tebal kuvert (cm) : konsentrasi (M) Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang

gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan c, jika satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar disimbolkan dengan ε yang satuannya M -1 cm -1. Jika c dinyatakan dengan persen berat/volume (g/100ml) maka absorptivitas dapat ditulis dengan E 1% 1cm dan juga seringkali ditulis dengan A (Rohman, 2007). 1 1 Menurut Dachriyanus (2004), Transmitan (T) yang didefenisikan sebagai berikut: T= I / Io Keterangan: I Io : intensitas cahaya yang ditransmisikan setelah melewati sampel : intensitas cahaya awal Dan hubungan A dan T adalah: A = -log T = -log (I / Io)