Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

Putri E G Damanik 1, Mhd Arifin Siregar 2, Evawany Y Aritonang 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

Eva Silviana Rahmawati STIKES NU TUBAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

ABSTRAK TINGKAT KEPATUHAN ORANG TUA DALAM PEMBERIAN KOTRIMOKSAZOL SUSPENSI KEPADA BALITA YANG MENGALAMI ISPA DI PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN

Kata Kunci: anak, ISPA, status gizi, merokok, ASI, kepadatan hunian

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

DEA YANDOFA BP

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

Castanea Cintya Dewi. Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT ( ISPA) PADA BALITADI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK (RSIA) HARAPAN BUNDATAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI DPT DAN CAMPAK TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK USIA 10 BULAN - 5 TAHUN DI PUSKESMAS SANGURARA KOTA PALU TAHUN 2015

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

Jurnal Husada Mahakam Volume IV No.4, November 2017, hal

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

Purnama Sinaga 1, Zulhaida Lubis 2, Mhd Arifin Siregar 3

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

Faktor-Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

Sugiarti, et al, Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun...

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG ISPA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MIROTO SEMARANG TAHUN 2013

RELATIONS OF NUTRITIONAL AND IMMUNIZATION STATUS WITH ACUTE RESPIRATORY INFECTION (ARI) ON UNDER-FIVE IN PUBLIC HEALTH CENTER CEMPAKA BANJARBARU 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

Puskesmas Guntung Payung Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

Transkripsi:

ANALISIS FAKTOR RESIKO TERJADINYA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI LINGKUNGAN PABRIK KERAMIK WILAYAH PUSKESMAS DINOYO, KOTA MALANG Ijana 1), Ni Luh Putu Eka 2), Lasri 3) 1) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi 2) Dosen Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes 3) Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi Email: Ijana3312@gmail.com ABSTRAK Prevalensi penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di kota tahun 2013 sebanyak 1.624 balita (42%). Wilayah Dinoyo khususnya sekitar pabrik keramik merupakan wilayah dengan tingkat polusi tinggi sehingga memungkinkan menjadi faktor resiko ISPA. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui berbagai faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di lingkungan pabrik keramik wilayah Puskesmas Dinoyo Kota. Desain penelitian yaitu penelitian deskriptif. Sampel sebanyak 20 orang ditentukan dengan teknik purposive sampling. Data berupa frekuensi seluruh faktor resiko dipersentase kemudian dianalisis nilai odds rationya. Hasil penelitian membuktikan bahwa faktor resiko terjadinya ISPA pada balita meliputi faktor lingkungan yang tidak sehat (83,3%), faktor resiko pemberian ASI non eksklusif 73,3%, faktor resiko status ekonomi 66,7%, faktor resiko pendidikan orang tua 65%, faktor resiko umur anak 26,7%, faktor resiko status gizi 3,3%, faktor resiko status imunisasi 3,3%. Faktor resiko yang paling dominan sebagai resiko ISPA pada balita di Puskesmas Dinoyo Kota adalah faktor lingkungan yang tidak sehat dengan nilai OR sebesar 11,35. Hal ini berarti faktor lingkungan khususnya keadaan tempat tinggal yang tidak sehat lebih beresiko 11,35 kali lipat terhadap kejadian ISPA. Diharapkan orang tua balita selalu menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal agar tetap bersih, memperbanyak tumbuhan hijau disekitar rumah, ventilasi rumah yang cukup dan memperoleh cukup cahaya matahari, menghindari merokok dekat balita, dan memperhatikan kebutuhan asupan ASI Eksklusif serta mengikuti imunisasi lengkap. Kata Kunci : Balita, faktor resiko ISPA, pabrik keramik Dinoyo, pencemaran lingkungan. 352

RISK FACTOR ANALYSIS OF ACUTE RESPIRATORYINFECTION ON UNDER-FIVE CHILDREN IN THE CERAMICS FACTORY ENVIRONMENT OF DINOYO PUBLIC HEALTH CENTER, MALANG ABSTRACT The prevalence of acute respiratory infection disease in in 2013 was 1,624 under-five children (42%). Dinoyo region especially around the ceramics factory is a region with high pollution levels so it is possible to be a risk factor of acute respiratory infection. This study aimed to determine various risk factors of acute respiratory infectionin under-fivechildrenin the ceramics factory environment of Dinoyo Public Health Center,. The research design was descriptive research. The sample of 20 children was determined by purposive sampling technique. The data of the frequency of all risk factors was calculated in percentage then analyzed its odds ratio. The results showed that risk factors for acute respiratory infection in under-five children include unhealthy environmental factors (83.3%), 73.3% non-exclusive breastfeeding risk, 66.7% economic status risk factor, parents education risk (65%), age risk factor (26,7%), risk factor of nutritional status (3,3%), and immunization status risk factor (3,3%). The most dominant risk factor was unhealthy environmental factor with an odds ratio (OR) of 11.35. This means environmental factors, especially unhealthy living conditions more at risk 11.35 times the incidence of acute respiratory infection. It is suggested that parents always keep the environment to stay clean, reproduce green plants around the house, enough home ventilation and get enough sunlight, avoid smoking near children, and pay attention to the needs of exclusive breast milk intake and follow complete immunization. Keywords : Under-five children, risk factor of acute respiratory infection, Dinoyo ceramics factory, environment pollution. PENDAHULUAN Penyakit ISPA atau penyakit infeksi yang dapat menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bawah. ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru (Utami, 2013). Penyakit ISPA dapat dialami semua golongan umur. Namun, bayi dan baita paling rentan terserang ISPA. 353

Infeksi akut pada balita akan mengakibatkan berhentinya pernafasan sementara atau apneu. ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh (imunitas) menurun. Bayi di bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi negara berkembang dan negara maju.hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya peneumonia, terutama pada balita. Menurut Valentina (2011), ISPA adalah proses infeksi akut yang berlangsung selama 14 hari. Bagian yang diserang bisa satu atau lebih dari satu saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.gejala awal yang timbul biasanya berupa batuk pilek, kemudian diikuti dengan napas cepat dan napas sesak.pada tingkat yang lebih berat terjadi kesukaran bernapas, tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun dan meninggal bila tidak segera diobati. Di Indonesia, ISPA menempati urutan pertama penyebab kematian pada bayi dan balita (Depkes RI, 2013). Berdasarkan data Depkes RI tahun 2010, diketahui bahwa selama tahun 2001 2010, persentase kematian balita usia 1-4 tahun disebabkan oleh ISPA berkisar antara 24,6%- 35,9%. Hasil survei demografi kesehatan Indonesia tahun 2013 menunjukkan persentase atas kematian balita yang disebabkan oleh ISPA sebanyak 26,7 38,5% (Depkes RI, 2013). Indonesia menempati peringkat keenam dunia dengan jumlah kasus ISPA sebanyak 6 juta kasus per tahun (DepKes RI, 2010). Penderita ISPA di kota selalu meningkat tahun 2006 sebanyak 1.471 kasus (20,29%) pada balita dan sebanyak 415 kasus peneumonia (28,2%). Tahun 2007 sebanyak 1.059 kasus (24,62%) dengan 258 kasus pneumonia (24,4%) dan pada tahun 2008 ditemukan sebanyak 1.149 dengan 383 kasus pneumonia (33,3%) (Adtya, 2010). Pada tahun 2013 di Kota jumlah balita penderita ISPA sebanyak 1.624 balita (42%) (Depkes RI, 2013). Penanganan penyakit ISPA memerlukan kesadaran yang tinggi baik dari masyarakat maupun petugas, terutama tentang beberapa faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2010), faktorfaktor yang mempengaruhi derajat kesehatan antara lain faktor lingkungan seperti pencemaran udara dan keadaan tempat tinggal yang kumuh, gizi buruk, faktor dukungan pelayanan kesehatan seperti status imunisasi dan kurangnya pemberian ASI eksklusif, faktor penyakit bawaan anak sejak lahir, faktor pendidikan orang tua dan faktor 354

status sosial ekonomi. Prabowo (2012) menjelaskan bahwa faktor lingkungan berperan sebesar 35 dari 50 balita (70%) sebagai penyabab terjadinya ISPA pada balita di sekitar pabrik Kota Surabaya. Data bulan Januari tahun 2015 di puskesmas Dinoyo Kota menunjukkan bahwa penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) menduduki peringkat ketiga setelah penyakit diare dan deman, sedangkan didapatkan dari 100 pasien balita yang mengalami ISPA dinyatakan sebanyak 36 pasien (30,2%) balita mengalami peneumonia dan sebanyak 64 pasien balita (69,8%) mengalami batuk biasa. Selain itu, wilayah Dinoyo khususnya sekitar pabrik keramik merupakan wilayah dengan tingkat polusi tinggi sehingga memungkinkan menjadi faktor resiko ISPA.Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di lingkungan pabrik keramik wilayah Puskesmas Dinoyo, Kota. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu desain deskriptif.penelitian dilakukan selama bulan Juni 2015 di wilayah Pabrik Keramik, Puskesmas Dinoyo Kota. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 100 balita berdasarkan data pasien balita yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada bulan Mei 2015 di Puskesmas Dinoyo Kota.Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling yaitu sebanyak 30 balita. Sampel tersebut harus memenuhi kriteria antara lain a)balita berusia 1-4 tahun yang mengalami ISPA dan berkunjung ke Puskesmas Dinoyo Kota (200 m); b) balita yang tempat tinggalnya di lingkungan pabrik keramik; dan c) bersedia untuk menjadi responden. Lembar kuesioner digunakan untuk mengetahui faktor resiko meliputi faktor lingkungan, faktor dukungan pelayanan kesehatan, faktor umur anak, faktor status gizi anak, faktor pendidikan orang tua, faktor status sosial ekonomi dan pemberian air susu ibu (ASI). Seluruh faktor tersebut diberi skor dan untuk menentukan faktor yang paling dominan maka menggunakan analisis Odds Ratio (OR). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 1 diketahui sebagian besar umur ayah dari pasien balita yang mengalami ISPA di Puskesmas Dinoyo Kota berkisar 31-35 tahun sedangkan umur ibu berkisar 26-30 tahun. Balita yang lebih banyak mengalami ISPA berjenis kelamin perempuan. 355

Tabel 1. Karaktersitik Umum Responden Karakteristik f (%) Jenis Laki-laki 14 47 Kelamin Perempuan 16 53 Umur ayah Umur ibu Total 30 100 25-30 tahun 10 33 31-35 tahun 17 57 36-40 tahun 1 3 41-45 tahun 2 7 Total 30 100 21-25 tahun 3 10 26-30 tahun 24 80 31-35 tahun 3 10 Total 30 100 Berdasarkan tabel 2 diketahui faktor resiko ISPA paling dominan yaitu faktor pencemaran udara dan keadaan tempat tinggal balita tidak sehat dengan persentase 83,3% dengan nilai odds ratio(or) sebesar 11,35. Artinya faktor lingkungan berdasarkan pencemaran udara dan keadaan tempat tinggal yang tidak sehat lebih beresiko 11,35 kali lipat bisa terinfeksi saluran pernapasan akut (ISPA).Sebanyak 25 balita tinggal di rumah yang belum standar untuk dihuni. Hasil observasi lingkungan berdasarkan kriteria meliputi 28 balita tinggal dilingkungan yang tidak ada tumbuhan hijau disekitar rumah, 25 balita tinggal dirumah yang tidak ada ventilasinya, 25 balita tinggal dirumah yang tidak terpapar cahaya matahari, 27 balita yang tinggal dirumah yang kotor dan banyak sampah yang berserakan, 26 balita tinggal dirumah yang lembab, 30 balita tinggal serumah dengan anggota keluarga yang merokok, 29 balita tinggal dilingkungan yang padat, 29 balita dan tempat tinggalnya dekat dengan pabrik. Pada penelitian ini, didapatkan sebanyak 5 balita (16,7%) tinggal di lingkungan yang cukup sehat tetapi mengalami ISPAyang disebabkan oleh ada anggota keluarga yang merokok sehingga pencemaran udara didapatkan dari asap rokok. Faktor dukungan pelayanan kesehatan berdasarkan status imunisasi beresiko 4,88 kali lipat terhadap terjadinya ISPA. Imunisasi bisa meningkatkan imunitas tubuh dan menciptakan kekebalan terhadap penyakit tertentu dengan menggunakan sejumlah kecil mikroorganisme yang dimatikan atau dilemahkan. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidakakan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah (Kholisah, 2009). 356

Tabel 2. Analisis faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di Wilayah Puskesmas Dinoyo, Kota f Odds Faktor resiko ISPA (%) Ratio Faktor lingkungan (faktor pencemaran udara dan 25 balita Tidak Sehat 11,35 keadaan tempat tinggal) (83%) Imunisasi 1 balita Faktor dukungan pelayanan kesehatan (status Tidak (3,3%) 4,88 imunisasi) Lengkap 1 balita Faktor status gizi anak Gizi Kurang 4,34 (3,3%) 8 balita Faktor Umur Anak 3 Tahun 6,88 (26,7%) Faktor Pendidikan Orang Tua 7,04 Pendidikan Ayah SD 17orang (56,7%) Pendidikan Ibu SD 22 orang Faktor Status Sosial Ekonomi Faktor pemberian ASI Tidak Mampu Non Eklusif (73,3%) 22 orang (66,7%) 22 balita (73,3%) 7,98 8,54 Faktor status gizi anak beresiko 4,34 kali lipat terjangkit ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Di samping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi. Faktor umur anak beresiko 6,87 kali lipat terhadap kejadian ISPA. Hasil penelitian ini sesuai dengan sejumlah studi yang menunjukkan bahwa insiden penyakit pernafasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12 bulan dan pada balita usia 1-4 tahun (Kholisah, 2009). Faktor pendidikan orang tua juga menjadi faktor resiko terjadinya ISPA yaitu sebesar 7,04. Hasil penelitian menunjukkan pendidikan ayah dari balita yang terinfeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Puskesmas Dinoyo Kota sebagian besar berpendidikan SD dengan persentase 56,7% atau sebanyak 17 orang dan didapatkan pendidikan ibu dari balita yang terinfeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di puskesmas Dinoyo Kota sebagian besar berpendidikan SD dengan persentase 73,3% atau sebanyak 22 orang. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan orang tua yang rendah beresiko meningkatkan kejadian ISPA yang diderita balita karena pengetahuan orang tua balita yang kurang mempengaruhi tingkat pengetahuan 357

tentang berbagai penyakit yang menyerang balita sehingga orang tua balita kurang berhati-hati terhadap kesehatan balita. Tingkat pendidikan ini berhubungan erat dengan pengetahuan orang tua. Kurangnya pengetahuan menyebabkan sebagian kasus ISPA tidak diketahui oleh orang tua dan tidak diobati (Kholisah, 2009). Faktor sosial ekonomi beresiko 7,98 kali lipat terhadap kejadian ISPA. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kholisah (2009) yang menyatakan bahwa balita mengalami ISPA kemungkinan 3,3 kali lebih tinggi pada anak dengan status sosial ekonomi rendah. Anak yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah mempunyai resiko lebih besar mengalami episode anak. Kondisi ekonomi yang kurang berhubungan erat dengan faktor kondisi tempat tinggal yang tidak layak dihuni balita yang meliputi kurangnya ventilasi, tinggal dilingkungan yang padat, serta kesibukan orang tua sehingga tidak memperhatikan kesehatan balita. Pemberian ASI eksklusif juga menjadi faktor resiko terjadinya ISPA sebesar 8,54. Hal ini disebabkan selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status gizi balita.selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap.pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberi ASI sampai bayi berumur dua tahun (Ribka, 2012). Bagi orang tua harus diketahui bahwa ISPA dapat dicegah melalui beberpa cara baik dengan menghindarkan atau mengurangi faktor resiko maupun melalui beberapa pendekatan. Pendidikan kesehatan komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan ISPA, penggunan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus ISPA terutama pneumonia berat, peningkatan gizi termasuk pemberian ASI ekslusif dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunsasi, dan pengurangan polusi udara di dalam ruangan merupakan pendekatan yang dapat dilakukan. Menurut Valentina (2011), mencegah ISPA dilakukan dengan cara menjaga keaadan gizi agar tetap baik, imunisasi, menjaga kebersihan lingkungan, menjauhkan anak dari penderita batuk, mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA, tidak merokok di dekat anak dan pengobatan segera. 358

KESIMPULAN 1) Faktor resiko terjadinya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita meliputi faktor lingkungan, pemberian ASI, status ekonomi, pendidikan orang tua, umur anak, status gizi, dan status imunisasi. 2) Faktor lingkungan berkontribusi 11,35 kali lipat lebih tinggi terhadap kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Dinoyo Kota. DAFTAR PUSTAKA Adtya. 2010. Limbah Industri Penyebab Resiko Terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita. Skripsi Tidak Diterbitkan. Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia Menuju Indonesia Sehat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Depkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia Menuju Indonesia Sehat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Probowo, 2012.Faktor Lingkungan Penyebab terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di sekitar Pabrik Kota Surabaya. Skripsi Tidak Diterbitkan. Ribka.2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Lembang Batu Sura.Jurnal Universitas Hasanuddin Makassar. Utami, Sari. 2013. Studi Deskriptif Pemetaan Faktor Risiko ISPA Pada Balita Usia 0-5 Tahun Yang Tinggal Di Rumah Hunian Akibat Bencana Lahar Dingin Merapi Di Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Skripsi Tidak Diterbitkan. Valentina. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Batita Di Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur. Skripsi Tidak Diterbitkan. Kholisah. 2009. Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah Urban. Jurnal Universitas Indonesia. Notoatmodjo. 2010. Gejala-gejala Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. 359