TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Eucalyptus spp Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman Eucalyptus spp. antara lain: 1. Penyakit pada akar a. Busuk akar Phytophthora Penyakit ini disebabkan oleh Phytophthora cinnamomi dan Phytophthora nicotianea di Afrika Selatan. Gejala dari phon yang terinfeksi pada umumnya daun yang layu. Hal ini diikuti dengan busuknya kambium akar dan pangkal akar. Kulit dari akar biasanya terkelupas. Jika pangkal akar terinfeksi, pohon akan mati (SAPPI, 2014). 2. Penyakit pada batang a. Busuk Botryosphaeria Penyakit ini disebabkan oleh Botryosphaeria eucalyptorum dan Botryosphaeria ribis. Banyak gejala yang diasosiasikan dengan infeksi Botryosphaeria pada Eucalyptus. Gejala yang umum adalah kematian pada pucuk pohon dan ini menyebabkan infeksi pada hati kayu dan perubahan warna kayu yang dilapisi oleh bagian luar kayu yang sehat (SAPPI, 2014). b. Busuk Cryphonectria Ada dua spesies yang menyebabkan penyakit ini di Afrika Selatan. Cryphonectria eucalypti yang merupakan patogen minor dan Cryphonectria cubensis yang merupakan patogen major.
Cryphonectria yang disebabkan Cryphonectria cubensis pada umumnya membunuh pohon muda pada dua tahun pertama pertumbuhan dengan terkelupasnya pangkal batang. Pohon yang berpenyakit ini biasanya tiba-tiba mati pada musim panas (SAPPI, 2014). c. Busuk Coniothyrium Coniothyrium zuluensi adalah agen penyebab penyakit ini. Infeksi yang dapat dikenali adalah adanya spot-spot kecil pada jaringan muda dan hijau batang. Luka ini akan bersatu dan menimbulkan tonjolan yang besar berwarna hitam pada kulit kayu (SAPPI, 2014). 3. Penyakit pada daun a. Foliar spot dan foliar blight Penyakit ini disebabkan oleh Cylindrocladium sp., merupakan patogen yang menyerang tanaman Eucalyptus sp. Cylindrocladium sp. merupakan salah satu jenis dari marga Calonectria de Not. yang menyebabkan penyakit pada pembibitan dan pada tanaman termasuk akar dan leher akar, hawar tunas, hawar daun dan bercak daun (Old, 2003). b. Hawar pucuk Penyakit ini disebabkan oleh Cryptosporiopsis eucalypti. Gejala penyakit ini berkembang di sekitar daun dan batang Eucalyptus spp., biasanya tersebar secara menyeluruh, lembut dan berwarna coklat, luka nekrotik yang menjalar, bentuknya bundar dengan diameter 1-2 cm.
Luka yang berat ditunjukkan dengan warna coklat tua atau abu- abu di seluruh permukaan daun (Old, 2003). c. Penyakit Mycosphaerella Penyakit yang ditimbulkan berupa bintik daun, bisul dan kerut daun yang disebabkan oleh Mycosphaerella. Tetapi marga ini belumlah pasti ditemukan pada tanaman Eucalyptus sp., karena banyak variasi gejala yang ditunjukkan oleh infeksi Mycosphaerella dengan hasil yang berbeda dalam hal ukuran luka, warna dan morfologi. Daun yang terinfeksi akan berkembang menjadi bintik dan bisul (Old, 2003). d. Penyakit Phaeophleospora Penyakit ini disebabkan oleh Phaeophleospora yang biasanya terdapat pada pembibitan dan menjangkit penanaman jenis tertentu. Gejala yang ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada bagian permukaan bawah daun. e. Penyakit Pestalotia Penyakit ini disebabkan oleh Pestalotia sp. Serangan Pestalotia pada daun menimbulkan gejala bercak yang dimulai dari tepi daun ujung, yang kemudian meluas ke tengah daun. Serangan fase awal hampir selalu terjadi di ujung daun. Diduga bahwa stoma di daerah ujung memberikan kondisi yang kondusif bagi perkembangan konidiaspora.
Penyakit daun Phaeophleospora Penyakit ini disebabkan oleh Phaeophleospora yang biasanya terdapat pada pembibitan dan menjangkit penanaman jenis tertentu. Gejala yang ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada bagian permukaan bawah daun. Apabila satu daun tanaman telah terinfeksi patogen ini maka akan terjadi penularan penyakit pada daun yang berdekatan hingga dapat mengakibatkan kematian bibit tanaman. Penularan sering kali terlihat dimulai dari bagian pangkal bibit tanaman hingga mencapai daun bagian ujung tanaman. Patogen ini biasanya berada di bawah tajuk pohon dan dapat menyebabkan penghancuran secara signifikan pada semai di pembibitan (Old, 2003). Penyakit ini umumnya ditemukan pada tanaman Eucalyptus di Sumatera Utara. Plot percobaan dari E. globulus di Habinsaran terinfeksi dalam jumlah besar. Penyakit ini biasanya ditemukan pada daun dewasa, terutama pada bibitbibit yang persediaannya berlebih. Penyakit ini dikenali dengan bercak warna ungu hingga ungu kecoklatan. Jika level infeksi sudah tinggi, penyakit ini dapat menyebabkan gugurnya daun pada usia muda (Alfenas, 1993). Menurut Simpson (2005) ada lima spesies Phaeophleospora yang diketahui menyerang tanaman Eucalyptus, antara lain: a. P. delegatensis b. P. destructans c. P. epicoccoides d. P. eucalypti e. P. lilianiae
Phaeophleospora destructans juga dikenal sebagai Kirramyces destructans terkait dengan penyakit hawar daun pada Eucalyptus grandis berusia satu tahun hingga tiga tahun di Sumatera Utara, Indonesia. Spesies ini adalah patogen agresif yang dapat menyebabkan hawar daun yang luas pada daun muda dan gugurnya daun pada usia muda sebagai akibat dari nekrosis daun dan tangkai daun. Patogen ini ditemukan pada tahun 2000, menyerang perkebunan klonal E. camaldulensis di timur Thailand dan pada tahun 2002 ditemukan untuk pertama kalinya di beberapa lokasi, meliputi selatan, tengah dan utara Vietnam, pada spesies E. camaldulensis, E. urophylla dan klon hibrid. Penyebaran yang cepat menunjukkan adanya serangan patogen ke tanaman hingga bahkan menyerang benih, dan hal ini berpotensi sebagai ancaman serius bagi Eucalyptus di Asia Tenggara dan, mungkin, vegetasi asli dan perkebunan di utara Australia yang berdaerah tropis. Dalam rangka untuk membantu mengatasi penyakit ini, klon toleran dipilih dan ditempatkan di Sumatera (Barber, 2004). Phaeophleospora epicoccoides merupakan salah satu patogen daun yang paling banyak dilaporkan dan diteliti di dunia, terjadi pada berbagai spesies di banyak negara termasuk dari daerah subtropis. Dianggap sebagai patogen yang menyerang pembibitan di Australia dan India, menyebabkan kematian tanaman di Malawi dan Afrika Selatan, defoliasi perkebunan di Australia dan kerusakan yang signifikan di pembibitan dan perkebunan di Indonesia. Gejala yang ditimbulkan bervariasi, spora dapat tersebar, dan menginfeksi bibit dan kebun klonal di pembibitan dengan sanitasi yang buruk (Barber, 2004). P. epicoccoides dan P. destructans memiliki perbedaan pada warna dan tekstur. P. epicoccoides padat, pertumbuhannya lambat, dan berwarna gelap,
sedangkan P. destructans berwarna kemerahmudaan, pertumbuhannya lambat, dan agak lembut. Dibandingkan dengan spesies lain, spora P. Epicoccoides pendek, lebar, multisepta, dan berwarna hijau, sedangkan spora P. Destructans lebih panjang dan lebih tipis (Burgess, 2004). P. epicoccoides dominan ditemukan pada daun yang mulai menua dan menyebabkan daun gugur lebih cepat. Fungi ini tidak digolongkan sebagai patogen mayor. P. destructans adalah patogen mayor yang menyerang daun muda pada pembibitan, pada tanaman induk, dan pada areal penanaman. Bibit yang terinfeksi, tanaman induk, dan stek pada pembibitan dapat rusak total pada kondisi lembab. Material terinfeksi yang dapat bertahan di lapangan, pada akhirnya kondisi pertumbuhan terganggu dan tidak stabil (Burgess, 2004). Tampilan dan tingkat keparahan luka pada daun Eucalyptus umumnya digunakan untuk mengenali spesies Phaeophleospora yang menyebabkan penyakit. Namun, gejala infeksi yang disebabkan oleh P. epicoccoides, P. eucalypti dan P. destructans hampir identik dan sering terjadi kesalahan analisis, tergantung pada inang dan iklim. Selain itu, identifikasi P. eucalypti dan P. destructans berdasarkan morfologi konidia agak sulit karena ukuran spora bervariasi tergantung pada spesies inang. Sebuah teknik diagnostik molekuler yang sederhana dan akurat akan sangat membantu dalam membedakan antara spesies ini dibandingkan dengan teknik konvensional melalui pangamatan morfologi (Andjic, 2007). Daun berpenyakit Destructans dan hawar pucuk yang disebabkan P.destructans adalah penyakit utama yang menyerang Eucalyptus di area Danau Toba. Penyakit ini sudah diteliti di Aek Nauli, kira-kira sepuluh tahun yang lalu.
Salah satu pertanyaan penting yang telah dikemukakan dalam beberapa tahun terakhir adalah apakah kerentanan setiap klon berbeda di tempat yang berbeda. Ini dikarenakan genotipe yang terbentuk karena interaksi lingkungan menentukan apakah klon yang resisten terhadap penyakit destructans dan hawar pucuk dapat efektif di satu area namun tidak di area lain (Wingfield, 2006). Ketika banyak yang sudah dipelajari tentang penyakit destructans dan hawar pucuk selama lima belas tahun terakhir, masih banyak pertanyaan yang memerlukan jawaban. Mungkin hal terpenting dari hal tersebut adalah untuk mengetahui hubungan antara stress dan gejala penyakit yang tampak. Dalam hal ini, sekarang dapat dikenali tentang ada klon-klon yang memiliki kerentanan tinggi terhadap infeksi dan hal ini menyebabkan tanaman berpenyakit, terlepas dari kondisi pertumbuhannya. Juga diketahui bahwa klon-klon yang terbebas dari kondisi stress pada saat percobaan mengalami pertumbuhan yang buruk pada saat ditanam di area dengan kondisi stress (Wingfield, 2010)