BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Barat antara Bujur Timur, Sebelah Timur

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat serta pengaruh perekonomian global. pemerintah yaitu Indonesia Desain Power yang bertujuan menggali

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

Perkembangan Industri Kreatif

Industri Kreatif Jawa Barat

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas.industri kreatif tidak hanya menciptakan transaksi ekonomi, tetapi juga transaksi sosial budaya antar negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR D.I. YOGYAKARTA BULAN MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur yang bertumpu pada sektor industri. Salah satunya industri kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR D.I. YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2017

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

I. PENDAHULUAN. agribisnis, agroindustri adalah salah satu subsistem yang bersama-sama dengan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia menyadari bahwa ekonomi kreatif memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Profil PT.Bonli Cipta Sejahtera

1. Yulianty Widjaja (Direktur DAVINCI); dan 2. Para Hadirin Sekalian Yang Berbahagia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN PMA TRIWULAN I TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN. menyempit membuat petani berpikir bekerja dibidang lain yaitu industri dan

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

Latar Belakang. Furnitur kayu Furnitur rotan dan bambu 220 Furnitur plastik 17 Furnitur logam 122 Furnitur lainnya 82 Sumber: Kemenperin 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR D.I. YOGYAKARTA BULAN MEI 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

BAB I PENDAHULUAN. dari perdagangan internasional yakni ekspor. Zakaria (2012) menyatakan bahwa

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

PEREKONOMIAN INDONESIA

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR D.I. YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

INDUSTRI KREATIF: MOTOR PENGGERAK UMKM MENGHADAPI MASAYARAKAT EKONOMI ASEAN. Vita Kartika Sari 1 ABSTRAK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan persaingan pada dunia bisnis di era globalisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

Ekonomi Pertanian di Indonesia

Menuju Revolusi Ketiga Sains Teknologi:

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR D.I. YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2017

PERNYATAAN ORISINALITAS...

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia dapat ditunjang oleh beberapa faktor salah satunya peningkatan tenaga kerja melalui sektor ketenagakerjaan yang meliputi Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor yang berperan secara andil di ranah perekonomian. Bedasarkan salah satu teori Perroux yang dikenal dengan istilah teori pembangunan (pale of growth) yaitu: Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan (L idustrie matrice) yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena keterlibatan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan di suatu daerah akan mempengaruhi perkembangan indusri lain yang berkaitan erat dengan industri unggulan tersebut (Arsyad, 1999). IKM yang terdiri dari berbagai kelompok memiliki potensi sebagai penggerak roda perekonomian, karena berdampak begitu besar terhadap ekonomi, diantaranya menambah nilai guna barang. Peranan IKM yang sangat besar, memberikan penjabaran bahwa IKM yang terdiri berbagai sektor harus dapat dikembangkan secara signifikan dikarenakan memberikan kontribusi yang positif di ranah perekonomian. IKM memiliki fungsi yang sangat penting bagi negara berkembang, dikarenakan terdapatnya peran teknologi padat karya yang membuat peluang penyerapan tenaga kerja kerja lebih tinggi (Yenida, 2012). 1

2 Sementara itu, industri kreatif saat ini telah ramai diperbincangkan. Munculnya istilah industri kreatif telah menjadikan negara-negara di setiap benua berkontribusi mengembangkan potensi kreatifitasnya. Industri kreatif telah dijadikan sebagai gelombang ekonomi keempat setelah era ekonomi reformasi (Putra dkk, 2013). Indonesia merupakan salah satu negara yang dapat mengembangkan industri kreatif. Dilihat dari pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 5,76% atau lebih tinggi dari dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,74 % (www. Kemenperin.go.id). Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam, budaya serta kearifan lokal yang melimpah. Hal itu dapat dijadikan sebagai modal utama pengembangan industri kreatif, karena pada dasarnya industri kreatif tidak saja diawali dengan penciptaan nilai tambah secara ekonomi namun juga melibatkan sosial, budaya dan lingkungan (Romarina, 2016). Kementrian Perdagangan Indonesia, telah mengklasifikasikan 14 sektor industri kreatif yaitu, periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, fesyen, video film dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, riset dan pengembangan. Studi pemetaan industri kreatif menyebutkan bahwa industri kreatif mampu memberikan kontribusi strategis dalam perekonomian skala nasional (Agustina dkk, 2013). Pasar global Asean China Free Trade Area Agrement (ACFTA) telah diberlakukan sejak bulan Januari tahun 2010 dan Masyarakat Ekonomi Asean

3 (MEA) telah diberlakukan sejak Januari 2016. Adanya MEA dan ACFTA menimbulkan tantangan persaingan produk domestik dengan produk luar Indonesia. Meskipun demikian, pasar global dapat dijadikan sebagai peluang bagi perindustrian Indonesia untuk memperkenalkan produk domestik terhadap pihak luar. Terlebih lagi dengan mulai mencuatnya industri kreatif salah satunya subsektor kerajinan yang dapat memanfaatkan kekayaan sumber daya alam di Indonesia yang tidak dimiliki oleh negara lain, menjadikan produk-produk kreatif buatan Indonesia mampu berdaya saing dan dapat menarik minat masyarakat asing. Indonesia memiliki beraneka ragam kekayaan alam yang dapat dijadikan sebagai kreatifitas dintaranya adalah bahan baku rotan dan bambu. Kedua bahan tersebut merupakan bahan natural bernilai ekonomis yang dapat di desain menjadi beberapa produk baik kerajinan maupun funiture. Industri rotan merupakan salah satu inustri yang berdaya saing. Selain industri rotan memanfaatkan sumber daya alam Indonesia, industri rotan memanfaatkan talenta budaya setempat (Konitat, 2015). Indonesia merupakan negara pertama pengeskpor rotan paling besar di dunia dengan nilai ekspor mencapai 104,992 US Dollar atau senilai dengan 1.393.456,87 rupiah yang terdiri 37, 259 ton berbagai produk berbahan rotan pada tahun 2015 mengalahkan negara China, Italia, Viet Nam, Spanyol, dan Belgia. Sementara negara pengimpor rotan Indonesia terbesar tahun 2016 diantaranya, Amerika Serikat sebesar 5.935 ton, Jepang 2.668 ton, Jerman 3.226 ton, Belanda 3.772 ton, Inggris 2.187 ton, Australia 995 ton, Korea 1.336 ton, Belgia 991 ton, China 282 ton dan Malaysia 175 ton (www.kemendag.go.id). Hal ini membuktikan bahwa Indonesia adalah

4 negara yang memumpuni dari segi bahan baku rotan. Sementara itu, industri rotan baik pengusaha tingkat atas atau eksportir dan skala menengah kebawah tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat bedasarkan tabel dibawah sebagai berikut: Tabel 1.1 Persebaran Industri Kerajinan Anyaman Rotan di Indonesia No Provinsi Jumlah Industri Presentase 1 Aceh 3 0,5% 2 Sumatra Utara 14 2,4% 3 Sumatra Barat 16 2,7% 4 Sumatra Selatan 2 0,3% 5 Riau 8 1,4% 6 Jambi 2 0,3% 7 Bengkulu 1 1,2% 8 Lampung 4 0,7% 9 DKI Jakarta 28 4,8% 10 Jawa Barat 169 28,9% 11 Jawa Tengah 7 1,2% 12 D.I Yogyakarta 2 0,3% 13 Jawa Timur 96 16,4% 14 Bali 1 0,2% 15 Kalimantan Barat 7 1,2% 16 Kalimantan Tengah 17 2,9% 17 Kalimantan Selatan 55 9,4% 18. Kalimantan Timur 8 1.4% 19. Sulawesi Utara 24 4,1% 20. Sulawesi Tengah 54 9,2% 21 Sulawesi Selatan 30 5,1% 22. Sulawesi Tenggara 27 4,6% 23. NTT 8 1,4% 24. Maluku 1 0,2% Jumlah Industri 584 100% Sumber: Kemendag RI, 2010 Bedasarkan tabel 1.1 diatas jumlah industri rotan di Indonesia sebanyak 584 industri, Jawa Barat menempati posisi pertama wilayah yang memiliki industri rotan terbanyak dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Jumlah

5 industri kerajinan anyaman rotan di Jawa Barat sebanyak 169 industri dengan total nilai presentase 28,9%. Data diatas membuktikan bahwa wilayah Jawa Barat berpontensial dalam bidang industri kreatif kelompok kerajinan yang terbuat dari sumber daya alam berupa rotan. Kabupaten Majalengka merupakan salah satu wilayah dengan jumlah IKM yang mengalami rata-rata perkembangan setiap tahunnya. Berikut ini adalah data rekapitulasi perkembangan IKM di Kabupaten Majalengka dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 Tabel 1. 2 Perkembangan IKM Kabupaten Majalengka Tahun 2011-2014 No Tahun Jumlah Unit Usaha Pertumbuhan (%) 1 2011 9.462 1,05% 2 2012 9.463 5,8% 3 2013 9.699-3,6% 4 2014 9.348 0.05% Sumber: Data Primer, Diolah Tabel diatas menggambarkan IKM di Kabupaten Majalengka periode 2011 sampai dengan 2014 dengan mengalami peningkatan dan penurunan jumlah unit usaha. Menjelang tahun 2012, jumlah industri yang terdiri dari 5 kategori IKM di Kabupaten Majalengka, mengalami perkembangan sebesar 1,05% dari tahun 2011. Sama halnya menjelang tahun 2013 terdapatnya kenaikan jumlah unit usaha dengan total perkembangan 5,8%. Menjelang tahun 2014 jumlah unit usaha yang berada di kawasan Kabupaten Majalengka mengalami penurunan yang ditandai dengan menurunnya jumlah unit usaha sebesar 9.699 pada tahun 2013 menjadi 9.348 dengan perkembangan -3,6% menjelang tahun 2014.

6 Terdapat lima kategori industri berada di kawasan Kabupaten Majalengka diantaranya industri pengolahan pangan, industri sandang dan kulit, industri kimia dan bahan bangunan, industri logam dan elektronika. Dan terakhir terdapat industri kerajinan. Perkembangan industri di Majalengka mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang nantinya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka. Pengembangan industri di wilayah ini sudah tidak dapat dielakkan lagi, mengingat dikarenakan pada dasarnya pengembangan industri salah satunya industri kreatif di Majalengka akan berdampak pada penanggulangan kemiskinan yang dimulai dari peningkatan kesempatan kerja bagi masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya terjadi peningkatan pendapatan daerah di wilayah Majalengka itu sendiri. Kabupaten Majalengka adalah wilayah yang memiliki sumber daya yang berlimpah, baik dari sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sumberdaya keterampilan dan teknologi. Wilayah ini berpotensial untuk mengembangkan sarana industri kreatif karena terdiri dari sub sektor industri kreatif salah satunya industri kecil menengah kerajinan. Sentra industri anyaman, merupakan salah satu industri kreatif yang ada di wilayah Kabupaten Majalengka. Bedasarkan data disperindag tahun 2015, Kabupaten Majalengka memiliki jumlah unit usaha kerajinan sebesar 2.186 unit usaha dengan 5.360 tenaga kerja. Hal ini membuktikan bahwa industri kerajinan mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat mengurangi penggangguran. Menjadikan sumber daya alam yang tidak bernilai menjadi bernilai adalah salah satu hal

7 positif dikembangkannya potensi budaya kreatif anyaman rotan ditengah telah berlakunya pasar global MEA dan ACFTA. Desa Leuwilaja Kecamatan Sindangwangi dan Desa Mindi Kecamatan Leuwimunding merupakan dua desa di Kabupaten Majalengka dengan potensi industri kreatif kerajinan salah satunya anyaman rotan. Bahan baku rotan yang dapat dijadikan berbagai macam bentuk kreatifitas seperti furniture, dan hiasan seperti pot rotan, tempat buah, cemin, dan lain-lain. Anyaman yang rapih serta sumber daya manusia yang banyak dan terampil membuat kerajinan anyaman rotan menjadi daya tarik bagi masyarakat baik di dalam skala nasional maupun masyarakat asing. Perlunya pengembangan industri kreatif di kedua kawasan ini, dikarenakan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka dilihat telah diminatinya industri kreatif yang terdiri dari 14 subsektor, salah satunya kerajinan yang terbuat dari bahan alami. Pengembangan serta peningkatan daya saing industri kreatif kerajinan anyaman rotan memerlukan beberapa kajian perumusan strategi yang nantinya dapat meningkatkan daya saing dalam menghadapi pasar global yang tengah berlangsung. Oleh karena itu, didalam penelitian ini, penulis mengambil judul Strategi Bersaing Industri Kerajinan Anyaman Rotan Di Kabupaten Majalengka Jawa Barat

8 B. Batasan Masalah Dalam penelitian ini permasalahan yang akan diteliti hanya dilakukan di Sentra Industri Kerajinan Anyaman Rotan Desa Leuwilaja Kecamatan Sindangwangi dan Desa Mindi Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka Jawa Barat dengan subjek penelitian pengusaha kerajinan anyaman rotan. C. Rumusan Masalah Penelitian 1. Bagaimana profil industri kerajinan anyaman rotan di Kabupaten Majalengka? 2. Apa strategi yang dilakukan oleh para produsen kerajinan anyaman rotan Kabupaten Majalengka, agar dapat bersaing di tengah pasar gobal MEA dan ACFTA? D. Tujuan Penelitian 1.Untuk mengetahui profil industri kreatif kerajinan anyaman rotan di Kabupaten Majalengka 2.Untuk merumuskan strategi yang tepat bagi para pengusaha industri kreatif anyaman rotan di Kabupaten Majalengka. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. 1.Manfaat Teoritis a. Bagi Penulis

9 Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai strategi industri. b.bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber referensi, apabila tertarik ingin meneliti industri kreatif kerajinan di wilayah lainnya. 2.Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah Daerah Sebagai bahan pertimbangan pemerintah Kabupaten Majalengka, untuk dapat memperhatikan subsektor kerajinan anyaman rotan dilihat dari segi permodalan, bahan baku dan sumber daya manusia. b.bagi Pengusaha Kerajinan Anyaman Rotan Dengan penelitian ini, pengusaha kerajinan anyaman rotan di Sentra Industri Kabupaten Majalengka dapat mengetahui strategi bersaing kerajinan anyaman rotan ditengah menghadadapi MEA dan ACFTA