1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yang merupakan masalah kesehatan global baik di negara maju maupun berkembang (Soedarto, 2010). HIV menyerang sistem kekebalan tubuh dan akibat dari menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit-penyakit infeksi dan keganasan yang dapat meyebabkan kematian (Hermawan, 2004). Bagi orang yang telah didiagnosa positif mengidap HIV dan AIDS sering disebut sebagai ODHA. Menurut WHO, HIV telah menjadi masalah kesehatan global yang utama, hingga saat ini HIV telah menelan korban lebih dari 34 juta jiwa. Pada tahun 2014 ada 1,2 juta orang meninggal karena terjangkit HIV/AIDS. Hingga akhir 2014 ada sekitar 36,9 juta orang hidup dengan HIV, Sub Sahara-Afrika menjadi wilayah yang paling banyak terkena dampak, yaitu pada tahun 2014 terdapat 25,8 juta orang hidup dengan HIV dan Afrika menyumbang hampir 70% dari total global infeksi HIV (WHO, 2015). Di seluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 6 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15 tahun. Jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan 240.000 anak berusia < 15 tahun. Di Indonesia HIV/AIDS pertama kai ditemukan di provinsi Bali pada tahun 1987. Hingga saat ini HIV/AIDS sudah menyebar di 386 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Kasus HIV di Indonesia dari tahun ke tahun sejak pertama kali dilaporkan (tahun 1987) cenderung mengalami
2 peningkatan. Jumlah kumulatif penderita HIV dari tahun 1987 sampai september 2014 sebanyak 150.296 orang, sedangkan total kumulatif kasus AIDS sebanyak 55.799 orang. Berdasarkan laporan provinsi yang dilaporkan hingga september 2014 jumlah kumulatif kasus infeksi HIV yang terbanyak adalah provinsi DKI Jakarta yaitu sebanyak 32.782 kasus dan untuk kasus AIDS yang terbanyak ada 10.184 kasus di provinsi Papua. Di provinsi Sumatera Utara jumlah kumulatif kasus infeksi HIV hingga September 2014 ada sebanyak 9.219 kasus dan untuk kasus AIDS yang dilaporkan sejak 1987 sampai September 2014 adalah sebanyak 1573 kasus (Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014). Diagnosis HIV/AIDS yang dialami pasien tentunya dapat menimbulkan banyak stres, gangguan emosi saat kelebihan beban oleh tuntutan pemberian perawatan, mengalami keterasingan atau stigmatisasi (WHO, 2006). Setelah seseorang didiagnosis positif terkena HIV, maka hidupnya akan berjalan pada jalur yang berbeda dari rencana hidup sebelumnya. Beratnya permasalahan yang dialami pasien HIV/AIDS mempengaruhi aspek psikologis, sosial dan spiritual. Pasien bisa mengalami masalah finansial, berduka berkepanjangan, frustasi, merasa bersalah, depresi dan ketakutan menghadapi kematian. Orang yang terkena HIV mengalami berbagai macam kehilangan seperti kehilangan kesehatan, teman, status sosial, pendapatan dan ekspektasi hidup yang direncanakan (French, 2015). Permasalahan spiritual juga bisa dialami pasien HIV/AIDS antara lain menyalahkan Tuhan, menolak beribadah, beribadah tidak sesuai ketentuan, gangguan dalam beribadah maupun distress spiritual.
3 Spiritualitas berperan sebagai sumber dukungan dan kekuatan bagi individu. Pada saat mengalami stress dan menderita suatu penyakit maka spiritualitas merupakan sumber koping ataupun sumber dukungan bagi individu. Distress spiritual merupakan suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan, dan arti kehidupan (Hidayat, 2009). Menurut Herdman & Kamitsuru (2014) karakteristik distress spiritual dibagi atas empat aspek yaitu hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari diri sendiri, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan alam, seni, musik dan literatur. Dalam NANDA juga disebutkan salah satu faktor yang berhubungan dengan distress spiritual adalah sakit kronis seperti HIV/AIDS. Berdasarkan hasil penelitian Caldeira, Timmins, de Carvalho & Vieira (2015) terhadap 70 orang perempuan dengan kanker payudara didapatkan bahwa 27 orang diantaranya mengalami distress spiritual. Berdasarkan penelitian Armiyati, Rahayu, dan Aisah (2015) pada komunitas orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Semarang dengan jumlah responden 9 orang didapatkan bahwa pasien HIV/AIDS mengalami masalah psikologis, temuan dalam penelitian tersebut menunjukkan ketika didiagnosis HIV/AIDS pertama kali semuanya merasa kaget, takut, marah, jengkel, malu, sedih dan tidak percaya diri. Yi, Mrus, Wade, et al (2006) melakukan penelitian tentang agama, spiritualitas, symptom depresi terhadap 450 klien HIV/AIDS dan didapat hasil 53,6% responden mengalami depresi yang signifikan. Depresi yang dialami oleh klien HIV/AIDS dipengaruhi oleh rendahnya status kesehatan dan persepsi
4 tentang kesehatan, kurangnya dukungan sosial dan rendahnya kesejahteraan spiritual. Berdasarkan penelitian Cotton, Tsevat, Szaflarski, et al (2006) mengenai perubahan religiositas dan spiritualitas dikaitkan dengan HIV/AIDS didapatkan hasil bahwa 88 peserta (25%) melaporkan menjadi lebih religius dan 142 (41%) melaporkan menjadi lebih rohani sejak didiagnosa HIV/AIDS. Sekitar 1 dari 4 peserta juga melaporkan bahwa mereka merasa lebih terasing oleh kelompok agama. Berdasarkan penelitian Hardiansyah, Amiruddin, dan Asyad (2014) terhadap 21 responden ODHA mengenai kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di kota Makassar menunjukkan bahwa dari domain psikologis 52,4% responden sering merasakan feeling blue (kesepian, putus asa, cemas, dan depresi). Berdasarkan domain spiritual terdapat 33,3% responden sering merasa takut akan masa depan dan 38,1% responden biasa merasakan khawatir akan kematian. Dari beberapa kajian penelitian sebelumnya belum ada penelitian yang mengkaji secara khusus mengenai karakteristik distress spiritual pada orang dengan HIV/AIDS khususnya di kota Medan yang berada di RSUP Haji Adam Malik Medan. Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti fenomena masalah karakteristik distress spiritual pada pasien ODHA.
5 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana karakteristik distress spiritual pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUP Haji Adam Malik Medan. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik distress spiritual pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUP Haji Adam Malik Medan. 1.3.2. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik distress spiritual berdasarkan aspek hubungan dengan diri sendiri pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) 2. Mengidentifikasi karakteristik distress spiritual berdasarkan aspek hubungan dengan orang lain pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) 3. Mengidentifikasi karakteristik distress spiritual berdasarkan aspek hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) 4. Mengidentifikasi karakteristik distress spiritual berdasarkan aspek hubungan dengan kekuatan yang lebih besar pada pasien Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
6 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Praktik Keperawatan Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan saran bagi perawat yang bertugas di rumah sakit untuk selalu memenuhi kebutuhan spiritualitas pasien. 1.4.2. Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian dapat menjadi informasi tambahan bagi institusi pendidikan keperawatan untuk diintegrasikan pada materi perkuliahan. 1.4.3.Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal dan informasi sumber data terhadap dukungan penelitian selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan distress spiritual.