TINJAUAN PUSTAKA. Kentang yang dikenal orang ternyata telah melampaui perjalanan sejarah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

Pengeringan Untuk Pengawetan

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Pengawetan pangan dengan pengeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

JENIS-JENIS PENGERINGAN

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat),

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN

PASCA PANEN BAWANG MERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

TINJAUAN PUSTAKA. pemanenan, perontokan, pengeringan dan penggilingan. Tiap-tiap tahapan ini

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan gandum (Samadi, 1997). Mengacu pada program pemerintah akan

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing :Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

Pemanfaatan Panas Limbah Sekam Padi pada Proses Pengeringan Gabah. Muhammad Sami *) ABSTRAK

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TANAMAN PENGHASIL PATI

III. METODE PENELITIAN

Kamariah Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Musamus

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGELOMPOKAN DAN PEMILIHAN MESIN PENGERING

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII)

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

T E M P E 1. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta.

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANISAN KERING BENGKUANG

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman sukun tumbuh tersebar merata di seluruh daerah di Indonesia,

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

TIM DOSEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Iklim Perubahan iklim

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Kentang yang dikenal orang ternyata telah melampaui perjalanan sejarah yang panjang. Bahkan, ratusan tahun yang lalu kentang telah dikenal orang. Pertamanya, kentang belum menyebar luas, tempat tumbuhnya masih terbatas, yaitu didaerah dingin saja. Kemudian merambah ke daerah sedang (subtropis) dan akhirnya mencapai daerah panas (tropis). Perpindahan dari satu daerah ke daerah lain yang iklimnya berbeda tidak dengan proses yang cepat, tetapi melampaui banyak tahapan. Adapun sistematika tanaman kentang adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub-Divisio Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Tubiflorae : Solanaceae : Solanum Spesies : Solanum tuberosum L. (Soelarso, 1997). Solanum atau kentang merupakan tanaman setahun, bentuk sesungguhnya menyemak dan bersifat menjalar. Batangnya berbentuk segi empat, panjangnnya bisa mencapai 50-120 cm, dan tidak berkayu (tidak keras bila dipijat). Batang dan daunnya mempunyai warna hijau kemerahanatau keungu-unguan (Setiadi dan Nurulhuda, 2000). 5

6 Buahnya berbentuk buni, buah yang kulit/dindingnya berdaging,dan mempunyai dua ruang. Buah berisi banyak calon biji yang jumlahnya bisa mencapai 500 biji. Akan tetapi, dari jumlah tersebut yang berhasil menjadi biji hanya 100 biji saja, bahkan ada yang Cuma puluhan biji, jumlah biji ini tergantung dari varietas kentangnya (Hartus, 2001). Kentang juga mempunyai organ umbi. Umbi tersebut berasal dari cabang samping yang masuk kedalam tanah. Cabang ini merupakan tempat menyimpan karbohidrat sehingga membesar dan bisa dimakan. Umbi bisa mengeluarkan tunas dan nantinya akan membentuk cabang-cabang baru. Semua bagian tanamannya tersebut mengandung racun solanin. Begitu juga pada umbinya, yaitu ketika memasuki masa bertunas. Namun bagi umbi ini, bila telah berusia tua atau siap dipanen, racun ini akan berkurang bahkan bisa hilang, sehingga aman untuk dimakan (Suharto, 1998). Varietas kentang dapat digolongkan dalam tiga golongan berdasarakan warna umbinya. 1. Kentang kuning, umbi kentang ini berkulit dan berdaging kuning. Contoh kentang ini diantaranya adalah eigenheimer, patrones, rapan dan thung. 2. Kentang putih, kulit dan daging umbi kentang ini berwarna putih. Contoh kentang ini diantaranya adalah donata dan radosa. 3. Kentang merah, kulit dan umbi kentang ini berwarna kemerah-merahan. Contoh kentang ini diantaranya adalah desiree (Soelarso, 1997). Pada saat panen raya banyak umbi kentang yang cacat atau rusak atau dibiarkan begitu saja karena harga di pasaran terlalu rendah, maka sebaiknya umbi-umbi tersebut diolah secara kering (diberikan perlakuan pengeringan)

7 seperti dijadikan tepung atau keripik kentang yang harga permintaan dari para konsumen/industri pembuat macam-macam pangana akan lebih baik atau menguntungkan (Kartasapoetra, 1994). Pengeringan Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling tua. Cara ini merupakan suatu proses yang ditiru dari alam, kita telah memperbaiki pelaksanaanya pada bagian-bagian tertentu. Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan pangan yang paling luas digunakan (Desrosier, 1988). Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi (Rachmawan, 2001). Proses pengeringan dilakukan dengan cara penguapan air. Cara ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban nisbi udara dengan mengalirkan udara panas di sekeliling bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar daripada tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara (Adnan, 1982). Tujuan dari pengeringan pada prinsipnya adalah menurunkan kadar air suatu produk atau bahan pertanian sehingga memenuhi rencana penggunaan selanjutnya (Matondang, 1989). Selain memberikan manfaat melindungi bahan pangan yang mudah rusak, pengeringan dengan pengurangan air juga menurunkan bobot dan memperkecil

8 volume bahan pangan tersebut, sehingga mengurangi biaya pengangkutan dan penyimpanan. Pengeringan dapat pula menjadikan bahan pangan sesuai untuk pengolahan lebih lanjut, sehingga memudahkan penanganan, pengemasan, pengangkutan dan konsumsi (Iradiasi, 1991). Disamping memberikan keuntungan, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan lain-lainnya. Kerugian yang lainnya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum digunakan, misalnya harus dibasahkan kembali (Winarno, 1980). Kecepatan pengeringan lempengan bahan basah yang tipis akan berbanding terbalik dengan kuadrat ketebalannya. Jadi kecepatan pengeringan potongan bahan yang mempunyai ketebalan satu pertiga dari semula adalah sembilan kali kecepatan pengeringan potongan asal. Oleh karena itu lama pengeringan dapat dipersingkat dengan pengurangan ukuran bahan yang dikeringkan (Rachmawan, 2001). Secara garis besar pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan secara alami (natural drying) dan pengeringan buatan (artificial drying). Pengeringan secara alami dapat dilakukan dengan cara menjemur di bawah sinar matahari (sun drying). Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan menggunakan alat pengering (Taib dkk., 1988). Pengeringan Alami Pengeringan alami atau pengeringan matahari telah digunakan pada daerah beriklim panas untuk memproduksi buah-buahan atau biji-bijian kering.

9 Pengeringan ini dapat dilakukan dengan penyinaran matahari langsung atau di daerah yang ternaung dimana pengeringan dilakukan dengan udara kering panas. Terbukti bahwa buah-buahan kering hanya dihasilkan di daerah dimana keadaan cuaca mendukung seperti temperatur yang relatif tinggi, kelembaban relatif rendah, dan sedikit atau bahkan tidak ada curah hujan (Nickerson dan Ronsivalli, 1980). Pengeringan dengan sinar matahari lebih dikenal masyarakat sebagai pengeringan tradisional dan telah umum dilakukan oleh para petani kita sejak dahulu, yang hasilnya dapat dikatakan baik dibanding dengan cara pengeringan tradisional lainnya, seperti penataan hasil tanaman pada para-para di atas dapur, pengeringan dengan penggorengan tanpa minyak, dan lain-lain. Pengeringan dengan sinar matahari biasanya menghasilkan mutu yang baik, asalkan cara-cara pengeringan yang dianjurkan diikuti dengan seksama (Kartasapoetra, 1994). Pengeringan surya atau pengeringan dengan cara penjemuran mempunyai kelebihan yaitu biayanya rendah karena memerlukan alat-alat yang relatif lebih murah. Namun memiliki beberapa kelemahan yaitu penjemuran sangat tergantung pada cuaca, sehingga kontinuitas pengeringan tidak dapat dijaga, misalnya kalau turun hujan pengeringan dihentikan. Demikian pula suhu, kelembaban udara dan kecepatan udara tidak dapat diatur, sehingga kecepatan pengeringan tidak seragam. Mutu hasil penjemuran umumnya lebih rendah daripada hasil menggunakan alat. Hal ini disebabkan waktu pengeringan yang lama, keadaan pengeringan dan sanitasi sehingga kemungkinan-kemungkinan terjadi kerusakan selama penjemuran besar (Sitinjak dan Saragih, 1995).

10 Kecepatan pengeringan serta kualitas hasil yang diperoleh dengan cara penjemuran sangat dipengaruhi oleh: 1. Keadaan cuaca (suhu udara dan kelembaban/rh) Suhu udara akan mempengaruhi kecepatan penjemuran. Pada suhu yang tinggi, kelembaban udara akan semakin rendah. Akibatnya kemampuan udara tersebut untuk menangkap uap air dari bahan yang dijemur akan semakin meningkat. 2. Jenis lamporan Setiap jenis bahan yang digunakan sebagai lamporan mempunyai kecepatan perambatan panas tertentu yang pada gilirannya akan mempengaruhi kecepatan pengeringan. 3. Sifat bahan yang dikeringkan Kadar air awal bahan dan ukuran partikel bahan akan mempengaruhi kecepatan pengeringan. Bahan yang mempunyai kadar air awal tinggi dan ukuran partikel besar akan lebih lama waktu pengeringannya daripada bahan yang kadar air awalnya rendah dan ukuran partikelnya kecil. 4. Cara penjemuran Dalam hal ini ketebalan tumpukan bahan dan frekuensi pembalikan bahan akan sangat berpengaruh pada kecepatan pengeringan. (Rachmawan, 2001). Selama proses pengeringan berlangsung, ketidakseragaman ketebalan lapisan bahan mempengaruhi proses pengeringan itu sendiri. Udara yang lewat dari bahan lebih banyak pada lapisan yang tipis daripada lapisan yang tebal (Matondang, 1989).

11 Pengeringan Buatan Penggunaan panas yang berasal dari api untuk mengeringkan bahan pangan dijumpai secara bebas, baik di dunia baru maupun dunia lama. Orangorang kuno mengeringkan bahan pangan di tempat-tempat kediaman mereka. Orang-orang Indian Amerika sebelum Colombus menggunakan panas dari api untuk mengeringkan bahan pangan. Tetapi kamar dehidrasi dengan udara panas baru ditemukan pada tahun 1795. Di Perancis Masson dan Challet mengembangkan suatu alat pengering sayuran yang terdiri dari udara panas (105 F) yang mengalir di atas irisan sayuran yang tipis. Pada prinsipnya semakin lama suatu proses pengeringan dilakukan maka air yang diuapkan dari bahan akan semakin banyak. (Desrosier, 1988). Pengeringan adiabatik adalah pengeringan dimana panas dibawa ke alat pengering oleh udara panas. Udara panas ini akan memberikan panas pada bahan pangan yang akan dikeringkan dan mengangkut uap air yang dikeluarkan oleh bahan. Sedangkan pengeringan isotermik adalah pengeringan dimana bahan yang akan dikeringkan berhubungan langsung dengan lembaran atau plat logam panas (Winarno, 1980). Dalam pengeringan hasil pertanian secara mekanis, udara panas dialirkan dengan tekanan dari bawah sehingga tumpukan hasil pertanian akan mulai kering dari bagian dasar menuju ke atas. Dengan demikian terbentuklah zona pengeringan yang bergerak perlahan-lahan naik ke atas dengan berlanjutnya proses pengeringan (Moedjijarto, 1979). Mesin pengering yang sederhana terdiri atas satuan baling-baling kipas angin, satuan alat pemanas, satuan alat pengering, dan satuan motor penggerak.

12 Ada mesin pengering yang bekerja secara terus-menerus dan ada pula yang terputus-putus; sedangkan kontak panas dengan bahan yang dikeringkan dapat secara langsung atau tidak langsung (Hardjosentono dkk., 2000). Pengeringan menggunakan alat mekanis (pengeringan buatan) yang menggunakan tambahan panas memberikan beberapa keuntungan, diantaranya tidak tergantung cuaca, kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak memerlukan tempat yang luas, serta kondisi pengeringan dapat dikontrol. Pada pengeringan buatan dibutuhkan energi untuk memanaskan alat pengering, mengimbangi radiasi panas yang keluar dari alat pengering, memanaskan bahan sampai tercapai suhu yang dipertahankan, untuk penguapan, dan untuk menggerakkan udara. Kecepatan pengeringan untuk setiap bahan akan berbeda-beda. Lamanya kontak antara udara panas dengan bahan selama pengeringan juga akan berpengaruh. Semakin lama kontak antara udara panas dengan bahan maka semakin cepat pengeringan berlangsung (Taib dkk., 1988). Pada pengeringan buatan atau mekanis; suhu, kelembaban nisbi udara serta kecepatan pengeringan dapat diatur dan diawasi. Sebagai sumber tenaga untuk mengalirkan udara dapat digunakan motor bakar atau motor listrik. Sumber energi yang dapat digunakan pada unit pemanas adalah gas, minyak bumi, batubara, dan elemen pemanas listrik (Rachmawan,2001). Teori Pengeringan Proses pengeringan adalah poses menurunkan kadar air suatu bahan sampai pada batas kandungan air yang ditentukan. Dalam wet basis, jumlah (massa) air yang diuapkan dihitung berdasarkan selisih massa air mula-mula (mw 1 ) dan massa air akhir (mw 2 ).

13 Mw m...(1) w 1 mw2 Mw = massa air yang diuapkan pada proses pengeringan m w1 m w2 = massa air mula-mula = massa air akhir dimana m w1 = K o.m...(2) K o = kadar air mula-mula dalam wet basis (%) m = massa total bahan sebelum dikeringkan Kadar air akhir (K) dicari dengan menggunakan persamaan : K = mw2 mw md 2...(3) K = kadar air setelah proses pengeringan dalam wet basis (%) md = massa kering bahan Sehingga m w2 = K. md 1 K...(4) Sehingga didapatkan : Mw = K o. m - K. md 1 K Mw = Mw = Ko. m(1 K) K.( m mw1 ) 1 K Ko. m(1 K) K.( m Ko. m) 1 K Mw = m( Ko K)...(5) 1 K

14 Persamaan diatas digunakan untuk menghitung massa air yang diuapkan dalam suatu bahan pada proses pengeringan ( Henderson dan Perry, 1976). Kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam wet basis atau dry basis. Kandungan kelembaban dalam wet basis menyatakan perbandingan massa air dalam bahan dengam massa total bahan. Pada dry basis, kandungan air dihitung dengan membagi massa air dalam bahan dengan massa keringnya saja. Keduanya baik wet basis dan dry basis dinyatakan dalam persen kelembaban : mw Mw = mw md... (6) Mw = Wet basis mw = massa air md = massa kering bahan mw Md =...(7) md Md = dry basis ( Henderson dan Perry, 1976). Alat-alat pengering Terdapat berbagai jenis alat pengering buatan antara lain: 1. Yang berbentuk kabinet (rak), dilengkapi dengan rak-rak (3 atau 4 buah) sebagai wadah atau tempat hasil pertanian yang akan dikeringkan, rak-rak ditempatkan secara tersusun dalam alat dengan penyebaran udara panas ke dalamnya selama waktu yang telah ditentukan, pengeringan akan berlangsung dengan baik mendekati pengeringan sempurna dengan sinar matahari.

15 2. Yang berbentuk kabinet dengan ruangan lebih luas dan lebih besar, pada alat ini udara panas dialirkan ke dalam ruangannya melalui pipa-pipa di bagian bawah dan bagian atas atau lebih jelasnya pipa-pipa di bagian lantai dan pipapipa di bagian atap alat pengering ini. 3. Yang berbentuk terowongan (tunnel dryer), pada dasarnya alat pengering ini relatif sama dengan kedua bentuk alat pengering di atas hanya karena khusus digunakan untuk menangani sejumlah besar hasil pertanian maka ruang pengeringannya dibuat lebih luas. 4. Yang berbentuk rotari (rotary dryer), merupakan alat pengering yang dapat berputar, yang khusus diperuntukkan pengeringan hasil pertanian berbentuk biji-bijian, seperti padi, jagung pipilan, kedelai, sorgum, dan lain-lain. 5. Yang berbentuk silindris (drum dryer), alat pengering ini digunakan khusus bagi pengeringan bahan cairan yang berasal dari hasil pertanian, seperti sari buah (air buah-buahan), saridele ( susu buatan dari bahan kedelai), dan lainlain yang berbentuk tepung. 6. Yang dilengkapi dengan sistem penyemprotan (spray dyer), alat pengering ini berfungsi mengeringkan bahan cairan yang juga berasal dari hasil pertanian, yang ke dalam alat pengering ini bahan cairan disemprotkan melalui sebuah sprayer ke dalam ruangan yang kondisinya panas, sehingga kandungan air pada cairan akan menguap dan tinggallah bagian bubuknya (tepung, powder), yang selanjutnya meluncur ke luar sebagai bubuk hasil pengeringan yang memuaskan (Kartasapoetra, 1994).

16 Pengering Surya Tipe Rak Tray dryer atau alat pengering berbentuk rak, mempunyai bentuk persegi dan di dalamnya berisi rak-rak, yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Pada umumnya rak tidak dapat dikeluarkan. Beberapa alat pengering jenis ini rak-raknya mempunyai roda sehingga dapat dikeluarkan dari alat pengeringnya. Bahan diletakkan di atas rak (tray) yang terbuat dari logam dengan alas yang berlubang-lubang. Kegunaan dari lubang-lubang ini untuk mengalirkan udara panas dan uap air (Taib dkk., 1988). Pengering tipe rak biasanya merupakan pengering yang paling murah pembuatannya, mudah pemeliharaannya, dan sangat luwes penggunaannya. Pada umumnya pengering ini digunakan untuk penelitian-penelitian dehidrasi sayuran dan buah-buahan di dalam laboratorium, dan di dalam skala kecil dan digunakan secara komersil yang bersifat musiman (Desrosier, 1988). Prinsip kerja alat pengering tipe rak adalah udara pengering dari ruang pemanas dengan bantuan kipas akan bergerak menuju dasar rak dan melalui lubang-lubang yang terdapat pada dasar rak tersebut akan mengalir melewati bahan yang dikeringkan dan melepaskan sebagian panasnya sehingga terjadi proses penguapan air dari bahan. Dengan demikian, semakin ke bagian atas rak suhu udara pengering semakin turun. Penurunan suhu ini harus diatur sedemikian rupa agar pada saat mencapai bagian atas bahan yang dikeringkan, udara pengering masih mempunyai suhu yang memungkinkan terjadinya penguapan air. Di samping itu kelembaban udara pengering pada saat mencapai bagian atas harus dipertahankan tetap tidak jenuh sehingga masih mampu menampung uap air yang dilepaskan. Di dalam penggunaan alat pengering ini perlu diperhatikan pengaturan

17 suhu, kecepatan aliran udara pengering, dan tebal tumpukan bahan yang dikeringkan sehingga hasil kering yang diharapkan dapat tercapai (Rachmawan, 2001). Pengeringan kentang Kentang (Solanum tuberasum) termasuk dalam jenis makanan berkarbohidrat tinggi, yang merupakan sumber energi. Kentang termasuk lima besar makanan pokok dunia selain gandum, jagung, padi dan singkong. Di Indonesia kentang tidak digunakan sebagai makanan pokok, tetapi pada umumnya digunakan sebagai sayur atau makanan kecil (snack) berupa keripik kentang, kroket dan sebagainya (Setiadi, 1994). Kentang mempunyai kulit yang sangat tipis dan sangat lunak serta berkadar air cukup tinggi. Hasil panen dalam bentuk segar berkadar air sekitar 78 % sehingga mudah rusak oleh pengaruh mekanis. Kerusakan ini mengakibatkan masuknya jasad renik ke dalam umbi kentang yang mengakibatkan kentang cepat mengalami pembusukan. Karena itu perlu dilakukan penanganan baik selama pemanenan, pengangkutan, penyimpanan maupun dalam pengolahannya menjadi bentuk lain yang dapat meningkatkan nilai ekonominya, di antaranya diolah menjadi tepung kentang (Asgar dan Asandhi, 1990). Masalah yang dihadapi pada pengolahan pembuatan tepung kentang yaitu tepung yang dihasilkan seringkali berwarna kecoklatan. Hal ini terjadi karena proses pencoklatan baik enzimatis maupun non enzimatis, sebelum pengolahan maupun setelah menjadi tepung kentang, sehingga tepung yang dihasilkan kurang disukai oleh konsumen. Proses pencoklatan dapat dikurangi dengan berbagai cara. Cara tersebut antara lain dengan penggunaan panas, penghambatan dengan bahan

18 kimia seperti asam sitrat, askorbat ataupun dengan penggunaan belerang dioksida dan sulfit, akan tetapi penggunaan bisulfit untuk makanan dibatasi (Desrosier, 1988). Pengeringan pangan sangat penting sebagai metode pengawetan pangan. Keuntungan pengawetan dengan cara pengeringan yaitu bahan lebih awet, berat berkurang sehingga biaya lebih murah untuk pengemasan, kemudahan dalam penyajian. Kerugian pengawetan dengan cara pengeringan yaitu sifat asal bahan yang dikeringkan dapat berubah, beberapa bahan kering perlu proses kembali sebelum diolah (Susanto, 1994). Pengeringan pada proses pembuatan tepung kentang dapat dilakukan melalui pengeringan sinar matahari ataupun pengering kabinet. Pengeringan menggunakan sinar matahari biayanya lebih murah, tetapi biasanya pengeringan dengan sinar matahari membutuhkan waktu yang cukup lama. Sedangkan menggunakan pengering oven karena suhu dapat diatur dan lebih efektif, tetapi diperlukan energi listrik dalam pengeringan kabinet (Susanto, 1994). Natrium Metabisulfit Natrium metabisulfit adalah salah satu zat pengawet organik. Bentuk efektifnya sebagai bahan pengawet adalah sulfit yang tidak terdisosiasi dan efektifnya pada ph antara 2-4 (Winarno, dkk, 1980). Natrium metabisulfit banyak digunakan dalam makanan untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatik antara gula dan asam amino karena natrium metabisulfit akan bereaksi dengan gugus aldehid dari gula sehingga gugus aldehid ini diharapkan tidak dapat bereaksi denagn asam (Desrosier, 1988).