CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS Lhara raffany 12100114097 Lina yuliana 12100114098 Lisa Valentin Sihombing 12100113001 Maretta Prihardini Hendriawati 12100113025 Preseptor : dr Dartyaman, Sp.PD SMF ILMU PENYAKIT DALAM RS MUHAMMADIYAH BANDUNG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2014
DIABETES MELITUS Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduaduanya
Tipe KLASIFIKASI 1 Tipe 2 Tipe lain Dektruksi sel beta Autoimun Idiopatik Bervariasi, mulai yang dominan resitensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obat atau zat kimia Infeksi Sebab imunologi yang jarang Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
MANIFESTASI KLINIS Keluhan khas DM : Poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria.
DIAGNOSIS ANAMNESIS 1. Keluhan Klasik Poliuria, plidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tida dapat dijelaskan penyebabnya. 1. Keluhan Lain Lemah badan. Kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulva pada wanita.
PEMERIKSAAN Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksan glukosa darah, melalui 3 cara : 1. Keluhan klasik ditemukkan, pemeriksaan glukosa plasma >200 mg/dl. 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa puasa >126 mg/dl dengan keluhan klasik. 3. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 1. Pasien tetap makan danmelakukan jasmani seperti biasa. 2. Selama proses pemeriksaan, pasien tetap istirahat dan tidak merokok. 3. Puasa 8 jam sebelum pemeriksaan, tapi minum air putih tanpa gula masih diperbolehkan. 4. Periksa kadar glukosadarah puasa. 5. Diberikan glukosa 75 gr (dewasa) atau 1,75 gr/kgbb (anak-anak) dilarutkan dalam 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit. 6. Puasa kembali sampai pengambilan darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa. 7. Periksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
PENATALAKSANAAN Nonfarmakologi 1. Edukasi pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia. 2. Olahraga teratur, contohnya : jalan, lari, bersepeda, berenang
2. Pengaturan diet / terapi gizi medis Rumus broca : (TB-100)-10% *pria <160cm dan wanita <150cm, tdk dikurangi 10%. Jumlah kalori basal per hari lk : 30kal/kgBB Idaman pr : 25kal/kgBB Idaman. Karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%. Ex : perempuan. (TB 165 cm 100 ) 10% = 58,5 kg. 25x58,5 = 1462,5 kebutuhan kalori perhari. Dibagi menjadi 3 makan besar (ex :30% pagi, 30% siang, 20% malam) dan 2 snack (ex : 10% jam 10 dan 10% jam 15)
FARMAKOLOGI 1. Antidiabetik oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan: A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tia zolidindion C. Penghambat glukoneogenesis (metformin) D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. E. DPP-IV inhibitor
2. INSULIN Insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetik Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
Pencegahan Usaha pencegahan pada penyakit DM terdiri dari : Pencegahan primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki faktor resiko untuk terjadinya DM pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang belum terkena DM namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya DM agar tidak timbul penyakit DM, pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi
A. Pencegahan Primordial Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor predisposisi/resiko terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial adalah orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan menghindari
B. Pencegahan Primer Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk mendapatkan penyakit DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor. 1. Penyuluhan Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai DM. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan.
2. Latihan Jasmani Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) memegang peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2. Orang yang tidak berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain : Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa Membantu menurunkan berat badan Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular Laihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
3. Perencanaan pola makan Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, standar yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat = 60-70 %, Protein = 10-15 %, dan Lemak = 20-25 %. Jumlah asupan kolesterol perhari disarankan < 300 mg/hari dan diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh.
4. Menghentikan merokok Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meskipun merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2.
C. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan pengelolaan DM memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.
D. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
Komplikasi A. Akut Ketoasidosis diabetik Hiperosmolar non ketotik Hipoglikemia B. Kronik 1. Makroangiopati : pembuluh koroner, vaskuler perifer, vaskular otak 2. Mikroangiopati : kapiler retina, kapiler renal 3. Neuropati 4. Gabungan : kardiopati = penyakit jantung koroner, kardiomiopati 5. Foot diabetic / kaki diabetik 6. Disfungsi ereksi
TERIMA KASIH