CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

Diabetes Mellitus Type II

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

Definisi Diabetes Melitus

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

ANALISA KASUS. Apabila keton ditemukan pada darah atau urin, pengobatan harus cepat dilakukan karena

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB 2 DATA DAN ANALISA. mendukung Tugas Akhir ini, seperti : Literatur berupa media cetak yang berasal dari buku-buku referensi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Pasien Rujuk Balik dengan Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat Jalan. RSUD Kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai

EVALUASI PEMILIHAN OBAT ANTIDIABETES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kencing manis, dan merupakan penyakit kronis atau menahun, DM. darah (American Diabetes Assosiation, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

SATUAN ACARA PENYULUHAN DIABETES MELLITUS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. terus menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes melitus

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

KONSELING PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN PENDERITA DIABETES MELLITUS. Oleh Winarsih Nur Ambarwati, S Kep, Ns, ETN, M Kep

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

04/09/2013. Proyeksi WHO Populasi Diabetes Melitus

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi

PREVALENSI DIABETES MELLITUS

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2, HbF( fetus)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah Toto Kecamatan Kabila Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kurangnya sekresi insulin, menurunnya daya kerja insulin, atau keduanya

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

Gazette. November. Februari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DM à penyakit yang sangat mudah kerja sama menjadi segitiga raja penyakit : DM CVD Stroke

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

BAB I PENDAHULUAN. progresif, ditandai dengan kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) terus

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TUGAS KELOMPOK PRAKTEK KLINIK KMB IV

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

Volume 15 Nomor 2, Juli Desember 2016: DIABETES MELLITUS DAN OLAHRAGA. Rika Nailuvar Sinaga *

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DIABETES UNTUK AWAM. Desember 2012

Transkripsi:

CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS Lhara raffany 12100114097 Lina yuliana 12100114098 Lisa Valentin Sihombing 12100113001 Maretta Prihardini Hendriawati 12100113025 Preseptor : dr Dartyaman, Sp.PD SMF ILMU PENYAKIT DALAM RS MUHAMMADIYAH BANDUNG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2014

DIABETES MELITUS Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduaduanya

Tipe KLASIFIKASI 1 Tipe 2 Tipe lain Dektruksi sel beta Autoimun Idiopatik Bervariasi, mulai yang dominan resitensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obat atau zat kimia Infeksi Sebab imunologi yang jarang Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

MANIFESTASI KLINIS Keluhan khas DM : Poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria.

DIAGNOSIS ANAMNESIS 1. Keluhan Klasik Poliuria, plidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tida dapat dijelaskan penyebabnya. 1. Keluhan Lain Lemah badan. Kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulva pada wanita.

PEMERIKSAAN Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksan glukosa darah, melalui 3 cara : 1. Keluhan klasik ditemukkan, pemeriksaan glukosa plasma >200 mg/dl. 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa puasa >126 mg/dl dengan keluhan klasik. 3. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 1. Pasien tetap makan danmelakukan jasmani seperti biasa. 2. Selama proses pemeriksaan, pasien tetap istirahat dan tidak merokok. 3. Puasa 8 jam sebelum pemeriksaan, tapi minum air putih tanpa gula masih diperbolehkan. 4. Periksa kadar glukosadarah puasa. 5. Diberikan glukosa 75 gr (dewasa) atau 1,75 gr/kgbb (anak-anak) dilarutkan dalam 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit. 6. Puasa kembali sampai pengambilan darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa. 7. Periksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)

PENATALAKSANAAN Nonfarmakologi 1. Edukasi pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia. 2. Olahraga teratur, contohnya : jalan, lari, bersepeda, berenang

2. Pengaturan diet / terapi gizi medis Rumus broca : (TB-100)-10% *pria <160cm dan wanita <150cm, tdk dikurangi 10%. Jumlah kalori basal per hari lk : 30kal/kgBB Idaman pr : 25kal/kgBB Idaman. Karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%. Ex : perempuan. (TB 165 cm 100 ) 10% = 58,5 kg. 25x58,5 = 1462,5 kebutuhan kalori perhari. Dibagi menjadi 3 makan besar (ex :30% pagi, 30% siang, 20% malam) dan 2 snack (ex : 10% jam 10 dan 10% jam 15)

FARMAKOLOGI 1. Antidiabetik oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan: A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tia zolidindion C. Penghambat glukoneogenesis (metformin) D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. E. DPP-IV inhibitor

2. INSULIN Insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetik Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Pencegahan Usaha pencegahan pada penyakit DM terdiri dari : Pencegahan primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki faktor resiko untuk terjadinya DM pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang belum terkena DM namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya DM agar tidak timbul penyakit DM, pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi

A. Pencegahan Primordial Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor predisposisi/resiko terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial adalah orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan menghindari

B. Pencegahan Primer Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk mendapatkan penyakit DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor. 1. Penyuluhan Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai DM. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan.

2. Latihan Jasmani Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) memegang peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2. Orang yang tidak berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain : Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa Membantu menurunkan berat badan Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular Laihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.

3. Perencanaan pola makan Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, standar yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat = 60-70 %, Protein = 10-15 %, dan Lemak = 20-25 %. Jumlah asupan kolesterol perhari disarankan < 300 mg/hari dan diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh.

4. Menghentikan merokok Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meskipun merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2.

C. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan pengelolaan DM memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.

D. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati.

Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

Komplikasi A. Akut Ketoasidosis diabetik Hiperosmolar non ketotik Hipoglikemia B. Kronik 1. Makroangiopati : pembuluh koroner, vaskuler perifer, vaskular otak 2. Mikroangiopati : kapiler retina, kapiler renal 3. Neuropati 4. Gabungan : kardiopati = penyakit jantung koroner, kardiomiopati 5. Foot diabetic / kaki diabetik 6. Disfungsi ereksi

TERIMA KASIH