BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap keluarga menginginkan semua anggota keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan oleh keluarga terutama orangtua yang anaknya lahir dengan beberapa keterbatasan, salah satunya adalah tunagrahita. AAMD (American Association Of Mental Deficiency) tunagrahita yaitu seseorang yang menunjukan fungsi intelektual dibawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa pekembangan (Kauffman dan Hallahan, dalam Somantri 2007). Penelitian diberbagai negara didapatkan bahwa prevalensi tunagrahita sedang dan berat pada kelompok usia 15-19 tahun ialah kira-kira 3,0-4,0 per 1000 orang. Catatan WHO, di Amerika 3% dari penduduknya terbelakang mentalnya, di Belanda 2,6% ; di Inggris 1-8%; di Asia ± 3%. Di Indonesia sendiri tunagrahita atau retardasi mental merupakan masalah yang cukup besar karena prevalenasinya mencapai 1-3% dari jumlah penduduk Indonesia, yang berarti dari 1000 penduduk diperkirakan 30 anak menderita retardasi mental dengan kriteria ringan 80%, sedang 12% dan berat 1%. Insiden tertinggi didapatkan pada kelompok usia sekolah dengan puncak umur 10-14 tahun Risnawati, dkk (2010). Berdasarkan kenyataan dimasyarakat, ada beberapa orangtua yang membiarkan bahkan menyembunyikan anak tunagrahita dirumah tanpa
memberikan dukungan yang membuat anak tidak dapat berkembang dengan baik, tetapi ada pula orangtua yang memberikan perhatian dan juga dukungan dengan baik sehingga anak dapat berkembang dengan baik. Siswono (2008) menjelaskan bahwa keberadaan anak tunagrahita membutuhkan dukungan keluarga yang besar sehingga anak mampu menyesuaikan diri dan memiliki perkembangan yang baik sesuai dengan kemampuannya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap isolasi sosial anak tunagrahita menunjukkan anak sering menjadi kaku, mudah marah dan bila dihubungkan dengan perilakunya menunjukkan seakan bukan pemaaf dan tidak mempunyai rasa sensitif terhadap orang lain. Menunjukkan bahwa anak-anak tunagrahita mempunyai kesulitan mendasar dalam hal sosialisasi dan bahkan komunikasi. Sifat-sifat itu merupakan rintangan utama dalam melakukan kepuasan hubungan interpersonal bagi anak-anak retardasi mental. Ketersendirian sebagai akibat rasa rendah diri merupakan tantangan dalam melakukan sosialisasi dan penerimaan diri akan kelainan yang dimiliki (Corolina, 2006). Sosialisasi merupakan suatu proses belajar seorang individu yang akan mengubah dari seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri dan lingkungannya menjadi lebih tahu dan memahami. Dukungan keluarga dalam penelitian ini dibutuhkan bagi penderita gangguan mental khususnya pada anak tunagrahita. Anak tunagrahita memiliki beberapa keterbatasan, dengan adanya keterbatasan yang dimiliki anak tunagrahita dalam kehidupan sehari-hari cenderung dikucilkan oleh teman-temannya sehingga mereka membutuhkan bantuan dari orang lain berupa dukungan keluarga. Menyebabkan orangtua yang memiliki anak
tunagrahita memberikan pendidikan disekolah yang khusus bagi anak yang mengalami keterbelakangan mental. Adanya guru yang terlatih diharapkan anak tunagrahita memiliki kemampuan bersosialisasi dalam lingkungan. Anak berkebutuhan khusus membutuhkan perlakuan dan juga perhatian khusus dari orang-orang disekitarnya, terutama orangtua. Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus sebagian besar bergantung pada kedua orangtuanya, karena mereka tidak dapat melakukan semuanya sendiri seperti anak normal pada umumnya dikarenakan keterbatasan yang mereka miliki. Dukungan keluarga terhadap anaknya yang memiliki kebutuhan khusus sangat penting terhadap kemajuan dan perkembangan anak. Sebagaimana hasil penelitian Mayasari (2009) menyatakan 90% responden dimana orangtua memberikan motivasi dan dukungan kepada anaknya dengan tunagrahita, tetapi masih terdapat kesenjangan antara prestasi belajar anak tunagrahita yang tidak meningkat. Dilihat dari pemberian dukungan hanya 25% orangtua memberikan dukungan terhadap anak tunagrahita. Menunjukan bahwa para orangtua belum mengetahui dan memahami bahwa dukungan keluarga merupakan suatu hal yang sangat penting bagi anak tunagrahita, dan dukungan apa saja yang harus diberikan kepada anak tunagrahita agar anak dapat berkembang dengan baik dan dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Penelitian Yuwono (2009) menyatakan di Pusat Terapi Anak Ceria Jakarta tidak banyak ditemukan orangtua yang memiliki keterlibatan secara penuh. Sekitar dibawah 10% orangtua memiliki keterlibatan dalam proses penyembuhan anak. Pada umumnya peran yang dilakukan seperti mengantar kepusat terapi, mengatur jam
terapi, mengkonsultasikan masalah/program terapi anak dengan mendelegasikan ke baby sitter/pembantu. Sisi lainnya menunjukan bahwa para orangtua kurang lebih 90% memiliki kesibukan atau pekerjaan yang kurang memungkinkan untuk memantau dan terlibat secara langsung dalam membantu perkembangan anaknya. Mereka cenderung menangggapi perilaku anaknya dengan cara-cara yang kurang tepat atau sebisanya bahkan sebagian dari mereka terkesan membiarkan/mengabaikan anaknya karena bingung terhadap kondisi anaknya dan bagaimana seharusnya membantu anaknya. Sebagaimana hasil penelitian Masitah (2006) tentang peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak menjelaskan bahwa peran dukungan keluarga merupakan suatu hal yang sangat penting, fungsi keluarga salah satunya adalah sebagai fungsi sosialisasi yaitu fungsi yang menunjukan peran keluarga dalam membentuk kepribadian anak melalui interaksi sosial, dengan mempelajari polapola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah nilai dukungan dan kesediaan menerima segala keterbatasan anak. Bagi anak tunagrahita keberadaannya bagi orangtua merupakan suatu kewajibandan kebutuhan yang mesti dipenuhi. Seltzer dkk, (1997) menyebutkan bahwa pihak yang lebih tepat dalam penanganan anak tunagrahita adalah orangtua, secara lebih khusus adalah orangtua, tetapi lebih dominan ibu. Menurut Mawardah (2012) menyebutkan bahwa orangtua dengan anak retardasi mental akan mengalami banyak permasalahan. Orangtua dengan anak retardasi mental, khususnya ibu, akan mengalami tingkat stres yang sangat tinggi. Kelahiran atau
keberadaan bayi dengan kelainan tertentu juga akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keluarga dan dalam berinteraksi satu sama lain. Membuat ibu mengalami trauma paling hebat dalam merespon kondisi yang diciptakan dengan kehadiran anak yang cacat. Berbeda dari penelitian sebelumnya tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dukungan keluarga terhadap anak tunagrahita. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada lima keluarga di SLB Kuncup Mas Banyumas pada tanggal 2 dan 3 Oktober 2012, menunjukan ada tiga keluarga yang kurang memperhatikan anaknya dengan membiarkan anaknya bermain sendiri diluar tanpa diawasi, kurang mendengarkan anaknya, tidak pernah menanyakan kegiatan apa saja yang telah dilakukan anak, dan tidak pernah memberikan terapi pada anaknya karena berfikiran bahwa anaknya sudah begitu adanya yang mengakibatkan anak tidak dapat berkembang dengan baik, ada pula keluarga kurang memberikan kepercayaan kepada anak dalam melakukan sesuatu hal tertentu, contohnya mandi, makan dsb. Keluarga berfikiran bahwa anaknya tidak pernah benar dalam melakukan semuanya sendiri dan membutuhkan waktu yang lama apabila menunggu anak melakukan semuanya sendiri, namun ada pula keluarga yang selalu mendengarkan keinginan anak, memberikan terapi terhadap anak, dan membantu anak dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari contohnya menyiapkan makan dan minum anak, selalu menyuruh anak beristirahat, dan juga menyiapkan segala kebutuhan anak.
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahannya adalah ada keluarga yang mendukung secara baik dan sebaliknya, sehingga bagaimanakah dukungan keluarga terhadap anak tunagrahita?
B. Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah dukungan keluarga terhadap anak tunagrahita di SLB Kuncup Mas Banyumas? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : untuk mengkaji dukungan keluarga terhadap anak tunagrahita di SLB Kuncup Mas Banyumas. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi wawasan baru dan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi pendidikan. 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberi masukan kepada guru yang menangani anak tunagrahita untuk memberikan pengetahuan serta informasi mengenai pentingnya dukungan keluarga terhadap perkembangan anak tunagrahita agar keluarga dapat memberikan dukungan pada anak secara penuh. b. Sebagai masukan kepada keluarga agar dapat memberikan dukungan kepada anak tunagrahita berupa pemberian informasi, nasehat, saran, pemberian support, perhatian, penghargaan, memenuhi segala kebutuhan
anak, memberikan kepercayaan, dan selalu mendengarkan anak karena anak tunagrahita membutuhkan itu semua sehingga anak mampu menyesuaikan diri dan memiliki perkembangan yang baik sesuai dengan kemampuannya.