BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, sakit dapat menyebabkan perubahan fisik, mental, dan

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 6, No. 1, Februari 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan mental yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak bayi atau

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani adaptif merupakan luasan dari kata pendidikan jasmani

2015 METODE SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN INTERKASI SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLBN-A CITEUREUP

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sosialisasi merupakan suatu proses di dalam kehidupan seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak yang abnormal (anak peyandang cacat). Tidak semua anak

BAB1 PENDAHULUAN. Setiap individu merupakan manusia sosial, sehingga setiap individu dituntut

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK RETARDASI MENTAL RINGAN DI SEKOLAH LUAR BIASA C YAYASAN SOSIAL SETYA DARMA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan manusia (Ramawati, 2011). Kemampuan merawat diri adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

2016 RUMUSAN PROGRAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MERAWAT DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB X PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang secara normal. Orang tua pun akan merasa senang dan bahagia

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia. menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, deteksi, intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang (Depkes

BAB 1 PENDAHULUAN. familiar dikehidupan masyarakat adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. anak berkebutuhan khusus sebagai bagian dari masyarakat perlu memahami

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perguruan tinggi. Pendidikan di. Mahasiswa merupakan individu yang sedang menuntut ilmu di Perguruan

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata (IQ di

BAB I PENDAHULUAN. Baik ABK atau ALB adalah mereka yang membutuhkan penanganan khusus. Macam macam ABK dapat digolongkan menjadi beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hana Haniefah Latiefah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kata yang mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dituangkan melalui instrumen atau suara dengan unsur dasar melodi,

BAB 1 PENDAHULUAN. 2011). Retardasi mental juga memiliki kecerdasan dibawah rata-rata anak normal pada

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. normal, namun anak anak yang memiliki keterbelakangan mental juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN. yang menyenangkan, terampil dan pintar yang nantinya akan menjadi penerus dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap keluarga menginginkan semua anggota keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan oleh keluarga terutama orangtua yang anaknya lahir dengan beberapa keterbatasan, salah satunya adalah tunagrahita. AAMD (American Association Of Mental Deficiency) tunagrahita yaitu seseorang yang menunjukan fungsi intelektual dibawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa pekembangan (Kauffman dan Hallahan, dalam Somantri 2007). Penelitian diberbagai negara didapatkan bahwa prevalensi tunagrahita sedang dan berat pada kelompok usia 15-19 tahun ialah kira-kira 3,0-4,0 per 1000 orang. Catatan WHO, di Amerika 3% dari penduduknya terbelakang mentalnya, di Belanda 2,6% ; di Inggris 1-8%; di Asia ± 3%. Di Indonesia sendiri tunagrahita atau retardasi mental merupakan masalah yang cukup besar karena prevalenasinya mencapai 1-3% dari jumlah penduduk Indonesia, yang berarti dari 1000 penduduk diperkirakan 30 anak menderita retardasi mental dengan kriteria ringan 80%, sedang 12% dan berat 1%. Insiden tertinggi didapatkan pada kelompok usia sekolah dengan puncak umur 10-14 tahun Risnawati, dkk (2010). Berdasarkan kenyataan dimasyarakat, ada beberapa orangtua yang membiarkan bahkan menyembunyikan anak tunagrahita dirumah tanpa

memberikan dukungan yang membuat anak tidak dapat berkembang dengan baik, tetapi ada pula orangtua yang memberikan perhatian dan juga dukungan dengan baik sehingga anak dapat berkembang dengan baik. Siswono (2008) menjelaskan bahwa keberadaan anak tunagrahita membutuhkan dukungan keluarga yang besar sehingga anak mampu menyesuaikan diri dan memiliki perkembangan yang baik sesuai dengan kemampuannya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap isolasi sosial anak tunagrahita menunjukkan anak sering menjadi kaku, mudah marah dan bila dihubungkan dengan perilakunya menunjukkan seakan bukan pemaaf dan tidak mempunyai rasa sensitif terhadap orang lain. Menunjukkan bahwa anak-anak tunagrahita mempunyai kesulitan mendasar dalam hal sosialisasi dan bahkan komunikasi. Sifat-sifat itu merupakan rintangan utama dalam melakukan kepuasan hubungan interpersonal bagi anak-anak retardasi mental. Ketersendirian sebagai akibat rasa rendah diri merupakan tantangan dalam melakukan sosialisasi dan penerimaan diri akan kelainan yang dimiliki (Corolina, 2006). Sosialisasi merupakan suatu proses belajar seorang individu yang akan mengubah dari seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri dan lingkungannya menjadi lebih tahu dan memahami. Dukungan keluarga dalam penelitian ini dibutuhkan bagi penderita gangguan mental khususnya pada anak tunagrahita. Anak tunagrahita memiliki beberapa keterbatasan, dengan adanya keterbatasan yang dimiliki anak tunagrahita dalam kehidupan sehari-hari cenderung dikucilkan oleh teman-temannya sehingga mereka membutuhkan bantuan dari orang lain berupa dukungan keluarga. Menyebabkan orangtua yang memiliki anak

tunagrahita memberikan pendidikan disekolah yang khusus bagi anak yang mengalami keterbelakangan mental. Adanya guru yang terlatih diharapkan anak tunagrahita memiliki kemampuan bersosialisasi dalam lingkungan. Anak berkebutuhan khusus membutuhkan perlakuan dan juga perhatian khusus dari orang-orang disekitarnya, terutama orangtua. Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus sebagian besar bergantung pada kedua orangtuanya, karena mereka tidak dapat melakukan semuanya sendiri seperti anak normal pada umumnya dikarenakan keterbatasan yang mereka miliki. Dukungan keluarga terhadap anaknya yang memiliki kebutuhan khusus sangat penting terhadap kemajuan dan perkembangan anak. Sebagaimana hasil penelitian Mayasari (2009) menyatakan 90% responden dimana orangtua memberikan motivasi dan dukungan kepada anaknya dengan tunagrahita, tetapi masih terdapat kesenjangan antara prestasi belajar anak tunagrahita yang tidak meningkat. Dilihat dari pemberian dukungan hanya 25% orangtua memberikan dukungan terhadap anak tunagrahita. Menunjukan bahwa para orangtua belum mengetahui dan memahami bahwa dukungan keluarga merupakan suatu hal yang sangat penting bagi anak tunagrahita, dan dukungan apa saja yang harus diberikan kepada anak tunagrahita agar anak dapat berkembang dengan baik dan dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Penelitian Yuwono (2009) menyatakan di Pusat Terapi Anak Ceria Jakarta tidak banyak ditemukan orangtua yang memiliki keterlibatan secara penuh. Sekitar dibawah 10% orangtua memiliki keterlibatan dalam proses penyembuhan anak. Pada umumnya peran yang dilakukan seperti mengantar kepusat terapi, mengatur jam

terapi, mengkonsultasikan masalah/program terapi anak dengan mendelegasikan ke baby sitter/pembantu. Sisi lainnya menunjukan bahwa para orangtua kurang lebih 90% memiliki kesibukan atau pekerjaan yang kurang memungkinkan untuk memantau dan terlibat secara langsung dalam membantu perkembangan anaknya. Mereka cenderung menangggapi perilaku anaknya dengan cara-cara yang kurang tepat atau sebisanya bahkan sebagian dari mereka terkesan membiarkan/mengabaikan anaknya karena bingung terhadap kondisi anaknya dan bagaimana seharusnya membantu anaknya. Sebagaimana hasil penelitian Masitah (2006) tentang peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak menjelaskan bahwa peran dukungan keluarga merupakan suatu hal yang sangat penting, fungsi keluarga salah satunya adalah sebagai fungsi sosialisasi yaitu fungsi yang menunjukan peran keluarga dalam membentuk kepribadian anak melalui interaksi sosial, dengan mempelajari polapola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah nilai dukungan dan kesediaan menerima segala keterbatasan anak. Bagi anak tunagrahita keberadaannya bagi orangtua merupakan suatu kewajibandan kebutuhan yang mesti dipenuhi. Seltzer dkk, (1997) menyebutkan bahwa pihak yang lebih tepat dalam penanganan anak tunagrahita adalah orangtua, secara lebih khusus adalah orangtua, tetapi lebih dominan ibu. Menurut Mawardah (2012) menyebutkan bahwa orangtua dengan anak retardasi mental akan mengalami banyak permasalahan. Orangtua dengan anak retardasi mental, khususnya ibu, akan mengalami tingkat stres yang sangat tinggi. Kelahiran atau

keberadaan bayi dengan kelainan tertentu juga akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keluarga dan dalam berinteraksi satu sama lain. Membuat ibu mengalami trauma paling hebat dalam merespon kondisi yang diciptakan dengan kehadiran anak yang cacat. Berbeda dari penelitian sebelumnya tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dukungan keluarga terhadap anak tunagrahita. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada lima keluarga di SLB Kuncup Mas Banyumas pada tanggal 2 dan 3 Oktober 2012, menunjukan ada tiga keluarga yang kurang memperhatikan anaknya dengan membiarkan anaknya bermain sendiri diluar tanpa diawasi, kurang mendengarkan anaknya, tidak pernah menanyakan kegiatan apa saja yang telah dilakukan anak, dan tidak pernah memberikan terapi pada anaknya karena berfikiran bahwa anaknya sudah begitu adanya yang mengakibatkan anak tidak dapat berkembang dengan baik, ada pula keluarga kurang memberikan kepercayaan kepada anak dalam melakukan sesuatu hal tertentu, contohnya mandi, makan dsb. Keluarga berfikiran bahwa anaknya tidak pernah benar dalam melakukan semuanya sendiri dan membutuhkan waktu yang lama apabila menunggu anak melakukan semuanya sendiri, namun ada pula keluarga yang selalu mendengarkan keinginan anak, memberikan terapi terhadap anak, dan membantu anak dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari contohnya menyiapkan makan dan minum anak, selalu menyuruh anak beristirahat, dan juga menyiapkan segala kebutuhan anak.

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahannya adalah ada keluarga yang mendukung secara baik dan sebaliknya, sehingga bagaimanakah dukungan keluarga terhadap anak tunagrahita?

B. Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah dukungan keluarga terhadap anak tunagrahita di SLB Kuncup Mas Banyumas? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : untuk mengkaji dukungan keluarga terhadap anak tunagrahita di SLB Kuncup Mas Banyumas. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi wawasan baru dan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi pendidikan. 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberi masukan kepada guru yang menangani anak tunagrahita untuk memberikan pengetahuan serta informasi mengenai pentingnya dukungan keluarga terhadap perkembangan anak tunagrahita agar keluarga dapat memberikan dukungan pada anak secara penuh. b. Sebagai masukan kepada keluarga agar dapat memberikan dukungan kepada anak tunagrahita berupa pemberian informasi, nasehat, saran, pemberian support, perhatian, penghargaan, memenuhi segala kebutuhan

anak, memberikan kepercayaan, dan selalu mendengarkan anak karena anak tunagrahita membutuhkan itu semua sehingga anak mampu menyesuaikan diri dan memiliki perkembangan yang baik sesuai dengan kemampuannya.