IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya (heksana, etil asetat dan etanol 70%). Tiga jenis ekstrak yang diperoleh diidentifikasi komponen fitokimia secara kualitatif dan dievaluasi aktivitas toksisitasnya menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Hasil maserasi kulit buah langsat diperoleh rendemen ekstrak heksana sebesar 13.32%, etil asetat 15.51%, dan etanol 18.85%. Identifikasi fitokimia secara kualitatif menunjukkan bahwa komponen aktif yang terdapat pada ekstrak kulit buah langsat adalah flavonoid, saponin, steroid, tanin dan triterpenoid. Hasil evaluasi toksisitas dengan menggunakan metode BSLT menunjukkan bahwa semua ekstrak kulit buah langsat memiliki aktivitas biologis dan berpotensi untuk digunakan sebagai bahan fitofarmaka karena memiliki nilai LC 50 dibawah 1000 ppm. Pendahuluan Tanaman obat memenuhi syarat sebagai tanaman obat dengan sejarah etnobotani karena sejarah penggunaannya yang panjang. Masing-masing tanaman obat biasanya mempunyai khasiat yang spesifik, karena mengandung senyawa berkhasiat obat yang juga spesifik. Salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional adalah langsat (L. domesticum var. langsat). Penggunaan tanaman langsat masih berdasarkan informasi penggunaannya secara empiris, perlu dilakukan pengkajian secara ilmiah untuk membuktikan aktivitas biologis tanaman langsat khususnya kulit buah langsat. Skrining awal untuk mengetahui apakah bahan tanaman memiliki aktivitas biologis yang berpotensi sebagai bahan fitofarmaka adalah dengan menggunakan metode BSLT menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai bioindikator. Larva udang merupakan organisme sederhana dari biota laut yang sangat kecil dan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi terhadap toksik (Parwati dan Simanjuntak 1998). Bila bahan uji memberikan efek toksik terhadap larva udang,
34 maka hal ini merupakan indikasi awal dari efek fitofarmaka yang terkandung dalam bahan tersebut. Tujuan dari penelitian tahap pertama ini adalah untuk mengetahui komponen fitokimia dan aktivitas toksisitas ekstrak kulit buah langsat dengan pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya. Bahan dan Metode Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah langsat, larva udang (Artemia salina Leach), air laut, pelarut heksana, etil asetat dan etanol serta bahan kimia lain untuk analisis. Metode Evaluasi taksonomi, persiapan sampel dan analisis proksimat Evaluasi taksonomi dilakukan di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong - Bogor. Persiapan sampel dan analisis proksimat dilakukan sesuai dengan cara kerja pada bab metode penelitian sub bab tahapan penelitian bagian preparasi sampel. Ekstraksi kulit buah langsat Ekstraksi kulit buah langsat sesuai dengan cara kerja pada bab metode penelitian sub bab tahapan penelitian bagian ekstraksi kulit buah langsat. Identifikasi fitokimia ekstrak secara kualitatif (Harborne 1996) Identifikasi fitokimia dilakukan secara kulaitatif dengan metode Harborne 1996, sesuai dengan cara kerja pada bab metode penelitian sub bab tahapan penelitian bagian penentuan kandungan fitokimia. Uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Penapisan aktivitas biologis dilakukan dengan menggunakan metode BSLT sesuai dengan cara kerja pad bab metode penelitian sub bab tahapan penelitian bagian uji toksisitas menggunakan metode BSLT.
35 Hasil dan Pembahasan Evaluasi taksonomi dan analisis proksimat Evaluasi taksonomi merupakan studi empiris yang bertujuan untuk memastikan bahwa tanaman yang diteliti adalah tanaman yang biasa digunakan masyarakat sebagai obat tradisional. Hasil identifikasi tumbuhan yang dapat dilihat pada Lampiran 1, menunjukkan bahwa tanaman yang diteliti adalah tanaman langsat dengan nama latin Lansium domesticum Jack dan termasuk famili Meliacea. Berdasarkan hasil evaluasi taksonomi diketahui bahwa langsat merupakan tanaman buah dengan tinggi sekitar 15-20 m dan diameter 75 cm, berakar tunggang, batang berkayu, bulat bercabang dan putih kotor. Daun majemuk, bulat telur, ujung dan pangkal meruncing, panjang sekitar 20 cm, lebar 10 cm, bertangkai dan berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk tandan pada batang dan cabang, menggantung dengan panjang sekitar 10-30 cm. Buah buni, bulat berdiameter 2-4 cm, beruang lima, kuning kecoklatan. Rasa buah asam manis, kulit buah tipis dan bergetah. Biji langsat berwarna hijau dan berasa pahit. Penentuan kandungan proksimat kulit buah langsat yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik kandungan bahan yang terdapat dalam kulit buah langsat meliputi kadar air, protein, lemak, abu, serat kasar dan karbohidrat. Hasil analisis proksimat kulit buah langsat disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kandungan proksimat kulit buah langsat Parameter Kandungan (% berat kering) Kadar air 8.06 Kadar abu 6.53 Kadar lemak 12.09 Kadar protein 9.14 Kadar serat kasar 18.45 Kadar karbohidrat (dengan 45.73 perhitungan) Penentuan kadar air suatu bahan berhubungan dengan indeks kestabilan khususnya saat penyimpanan. Simplisia yang disimpan dengan kadar air diatas
36 10% akan cepat rusak, karena berpeluang sebagai tempat hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan dalam penyimpanan (Depkes RI 2000). Menurut Badan Pengawasan obat dan makanan (2005), salah satu prasyarat kadar air yang digunakan pada simplisia tanaman tidak lebih dari 10%, dengan demikian kadar air serbuk kulit buah langsat yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat sebagai simplisia karena memiliki kadar air 8.06%. Berdasarkan hasil analisis kandungan proksimat pada tabel 4. Menunjukkan bahwa serbuk kulit buah langsat yang digunakan pada penelitian ini banyak mengandung karbohidrat (45.73%), kemudian serat kasar (18.45%), lemak (12.09%), protein ((9.14%), dan abu (6.53%). Ekstraksi dan identifikasi fitokimia Ekstraksi merupakan salah satu teknik pemisahan yang digunakan untuk menarik atau memisahkan komponen aktif dari organisme hidup, termasuk tumbuhan. Proses ekstraksi komponen aktif dari kulit buah langsat dilakukan dengan metode maserasi, dengan pertimbangan komponen aktif yang terdapat dalam kulit buah langsat tidak terdegradasi karena pengaruh panas. Penggunaan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan untuk mengekstrak komponen aktif dalam kulit buah langsat yang belum diketahui sepenuhnya, maka dipilihlah pelarut heksana sebagai pelarut non polar, etil asetat sebagai pelarut semi polar dan etanol sebagai pelarut polar. Rendemen, kandungan fitokimia dan sifat fisik pada setiap perlakuan ekstraksi disajikan pada Tabel 5. Jenis pelarut yang digunakan pada ekstraksi kulit buah langsat secara maserasi berpengaruh terhadap rendemen ekstrak yang dihasilkan. Pada Tabel 5 terlihat bahwa rendemen ekstrak makin meningkat seiring dengan meningkatnya kepolaran pelarut. Ekstrak etanol yang merupakan ekstrak polar memberikan rendemen yang lebih tinggi (18.85%) dibandingkan ekstrak semipolar etil asetat (15.51%) dan ekstrak non polar heksana (13.32%). Hasil yang diperoleh ini menegaskan pengaruh perbedaan tingkat kepolaran pelarut yang digunakan terhadap kemampuan pelarut dalam mengekstrak. Tingginya rendemen ekstrak etanol dapat diartikan bahwa komponen senyawa
37 yang terkandung dalam kulit buah langsat sebagian besar merupakan senyawa polar. Tabel 5 Rendemen dan hasil uji fitokima kulit buah langsat (KBL) Hasil uji Simplisia Ekstrak Ekstrak Ekstrak KBL heksana etil asetat etanol Rendemen (%) - 13.32 15.51 18.85 Alkaloid - - - - Flavonoid ++ - + ++ Saponin - - - +++ Steroid ++ ++ ++ - Tanin +++ - - +++ Triterpenoid ++ ++ ++ + Sifat fisik - kuning, kental Keterangan : tanda (-) : negatif, tanda (+) : positif lemah, tanda (++) : positif, tanda (+++) : positif kuat kuning coklat, kental coklat hitam, karamel Rendemen ekstrak etanol yang diperoleh pada penelitian lebih rendah jika dibandingkan dengan tanaman yang masih satu spesies dengan langsat, yaitu hasil penelitian Tanaka et al. (2002) yang menggunakan pelarut metanol untuk ekstraksi kulit buah duku, diperoleh rendemen sebesar 21.68%. Rendemen ekstrak dan komposisi kimia dalam kulit buah langsat dipengaruhi oleh varietas, keadaan tanah dan iklim tempat tumbuh, jenis pelarut serta metode ekstraksi yang digunakan. Pelarut etanol menghasilkan rendemen tertinggi pada ekstrak kulit buah langsat yaitu 18.85%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fitrial (2009) yang mendapatkan rendemen ekstrak etanol biji dan umbi teratai (7.34% dan 6.69%) lebih tinggi dari ekstrak etil asetat (0.95% dan 0.70%) dan ekstrak heksana (0.84% dan 0.46%). Demikian juga penelitian Prasad et al (2009) yang mendapatkan rendemen ekstrak etanol kulit buah wampee (Clausena lansium Lour.) sebesar 58.5% lebih tinggi dari butanol 55.16%, air (18.21%), etil asetat 9.21% dan heksana 6.86%.
38 Hasil uji fitokimia pada Tabel 5 menunjukkan bahwa senyawa triterpenoid dan steroid terekstrak dalam pelarut heksan dan etil asetat. Menurut Robinson (1995), senyawa triterpenoid dan steroid adalah metabolit sekunder derivat lipid yang bersifat non polar sampai semi polar, sehingga membutuhkan pelarut non polar dan semi polar untuk dapat mengekstraksinya. Senyawa triterpenoid merupakan senyawa golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola sel tanaman. Steroid merupakan subklas dari triterpenoid yang kerangka dasarnya terdiri atas cincin siklopentana. Sifat fisik ekstrak heksan (non polar) dan etil asetat (semi polar) yang kental dan berbentuk gel mengindikasikan bahwa sebagian besar campuran minyak dan lemak terekstrak dalam pelarut ini. Hasil analisis lemak serbuk kulit buah langsat sebesar 12.09 % kemungkinan terekstrak dalam pelarut ini. Pelarut etil asetat mampu mengekstrak senyawa yang bersifat non polar (steroid dan triterpenoid) dengan intensitas yang lebih banyak dan senyawa yang bersifat polar (flavonoid) dalam intensitas yang sedikit. Pelarut ini memiliki gugus non polar (karbon) yang lebih kuat dari gugus polar (hidroksil), sesuai dengan rumus kimia etil asetat CH 3 COOC 2 H 5, sehingga senyawa-senyawa non polar lebih banyak terekstrak. Ekstrak kulit buah langsat dengan pelarut etanol mampu mengekstrak senyawa yang bersifat polar (saponin, flavonoid, tanin) lebih banyak daripada senyawa nonpolar (triterpenoid). Etanol adalah senyawa dengan rumus kimia C 2 H 5 OH yang memiliki gugus polar (hidroksil) yang lebih kuat daripada gugus karbon (nonpolar). Keadaan inilah yang diduga menyebabkan etanol mampu mengekstrak lebih banyak senyawa yang bersifat polar dibandingkan non polar. Tingginya rendemen ekstrak etanol, mungkin disebabkan karena kandungan senyawa kimia yang tersari dalam pelarut ini lebih banyak, sehingga rendemennya juga lebih tinggi. Aktivitas toksisitas metode BSLT Uji toksisitas metode BSLT dilakukan sebagai uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas biologis suatu senyawa. Uji mortalitas larva udang A. Salina
39 Leach merupakan salah satu metode uji aktif pada penelitian senyawa bahan alam (Laughlin et al. 1998). Diharapkan hasil pengujian ini dapat memberi gambaran bahwa kulit buah langsat memiliki aktivitas biologi untuk digunakan sebagai bahan fitofarmaka. Metode BSLT telah digunakan untuk berbagai pengamatan bioaktivitas antara lain untuk mengetahui residu pestisida, mikotoksin, karsinogenitas, polutan air laut, toksisitas ekstrak fungi, tumbuhan, logam berat, dan substansi toksin dari sianobakteria (Carballo et al. 2002). Beberapa keuntungan dari uji aktif menggunakan larva udang adalah sifatnya yang peka terhadap bahan uji, waktu uji yang cepat, murah, sederhana, tidak memerlukan keahlian dan peralatan khusus. Hasil uji toksisitas metode BSLT dinyatakan dalam nilai letal konsentrasi 50 (LC 50 ), yaitu konsentrasi dari suatu bahan yang menyebabkan 50% kematian hewan percobaan dalam hal ini larva udang A. salina. LC 50 dapat digunakan untuk menentukan toksisitas suatu senyawa aktif dari bahan alam. Hasil uji toksisitas ekstrak kulit buah langsat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai LC 50 uji toksisitas metode BSLT ekstrak kulit buah langsat Ekstrak Nilai LC 50 (ppm) Heksana 754.13 Etil asetat 553.32 Etanol 400.60 Berdasarkan hasil uji toksisitas pada Tabel 6, nilai LC 50 ekstrak kulit buah langsat berkisar antara 400.60 754.13 ppm, hal ini mengindikasikan bahwa semua ekstrak kulit buah langsat dengan berbagai pelarut bersifat toksik, sehingga memiliki aktivitas biologis dan berpotensi untuk digunakan sebagai bahan fitofarmaka, karena memiliki nilai LC 50 dibawah 1000 ppm. Amara et al. (2008) melaporkan bahwa suatu ekstrak atau senyawa dikatakan aktif apabila memiliki efek toksik terhadap larva udang, dimana nilai LC 50 yang diperoleh kurang dari atau sama dengan 1000 ppm. Ekstrak etanol memiliki nilai LC 50 lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil uji fitokimia, dimana ekstrak etanol mengandung senyawa aktif dalam intensitas yang lebih banyak dibandingkan ekstrak etil asetat dan ekstrak heksana, sehingga efek toksik terhadap larva udang
40 juga lebih baik yang dinyatakan dengan nilai LC 50 400.60 ppm lebih kecil dibandingkan nilai LC 50 ekstrak etil asetat 553.2 ppm dan heksana 754.13 ppm. Efek toksik suatu tanaman obat terjadi karena ada interaksi antara molekul senyawa-senyawa aktif yang terkandung pada tanaman tersebut. Simpulan Ekstraksi kulit buah langsat dengan metode maserasi menggunakan pelarut yang berbeda kepolarannya, diperoleh ekstrak etanol 70% yang merupakan pelarut polar memiliki rendemen tertinggi sebesar 18.85%. Komponen fitokimia yang terdapat pada ekstrak kulit buah langsat adalah flavonoid, saponin, steroid, tanin, dan triterpenoid. Hasil uji toksisitas menunjukkan bahwa semua ekstrak bersifat toksik karena memiliki nilai LC 50 dibawah 1000 ppm, yang mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah langsat memiliki aktivitas biologis sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan fitofarmaka.