BAB I PENDAHULUAN. satu dari lima orang di dunia ini adalah remaja. Di Asia Tenggara, jumlah remaja

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan antara..., Noor Risqi Skriptiana, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh. Media masa sangat mudah mempengaruhi cara berpikir dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai merek dagang di tahun 1886, pada tahun 1892 Coca-Cola telah terjual. tahun 1945, Coke resmi menjadi merek dagang terdaftar.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan tingkat kesehatan dan fungsi kognitif. Manusia dapat memenuhi

NASKAH PENJELASAN PENELITIAN UNTUK SISWA/I

BAB I PENDAHULUAN. lebih memilih makanan instan yang biasa dikenal dengan istilah fast food. Gaya

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fast food maupun health food yang popular di Amerika dan Eropa. Budaya makan

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RIWAYAT HIDUP PENULIS

tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Priestley, seorang ilmuwan dari Amerika Serikat menemukan bahwa CO2 yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan

Pengaruh Soft Drink Pada Penggunaan Obat Herbal Untuk Penyakit Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. nyata dapat disaksikan setiap hari yakni semakin gencarnya perusahaanperusahaan

I. PENDAHULUAN. Minuman ringan (soft drink) adalah minuman yang tidak mengandung

BAB I PENDAHULUAN. buruk, gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan zat besi,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../..

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. produk pun semakin beragam dan terus-menerus berkembang sesuai dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. lalu. Di negara Swiss terdapat lukisan pada tahun 1850 yang memperlihatkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB 1 PENDAHULUAN. DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. 2 Angka kejadian DM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM)

BAB I PENDAHULUAN. dalam gizi makanan. Hal ini disebabkan karena serat pangan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB I PENDAHULUAN. menjadi fakta bahwa makanan cepat saji sudah membudaya di masyarakat

KUESIONER GAMBARAN TAYANGAN IKLAN FAST FOOD

BAB I PENDAHULUAN. data Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan Dan Minuman Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi kalsium..., Endang Mulyani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi, salah satunya adalah kelompok remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

Lampiran 1. Data Responden

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

9 Makanan Terburuk untuk Dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang,

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi menyebabkan terjadinya perdagangan bebas yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Kebutuhan konsumen terhadap minuman siap minum atau dikenal juga dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan mereknya menjadi merek yang selalu dipilih konsumen. Merek

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini minuman isotonik sedang berkembang pesat di Indonesia pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat. bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. disimpan sebagai cadangan di dalam tubuh. Proses biologis di dalam tubuh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi minuman ringan berkarbonasi merupakan tren gaya bagi kehidupan dunia modern dewasa ini. Tren ini paling banyak berpengaruh terhadap remaja. Menurut WHO (2009), jumlah remaja di dunia ini saat ini mencapai ± 1,2 milyar dan satu dari lima orang di dunia ini adalah remaja. Di Asia Tenggara, jumlah remaja mencapai ± 18% - 25 % dari seluruh populasi di daerah tersebut. Remaja merupakan individu yang selalu ingin mencoba yang baru. Hal inilah yang menjadi faktor pendorong bagi produsen untuk menjadikan remaja sebagai sasaran konsumennya. Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.52.4040, minuman ringan berkabonasi adalah minuman yang tidak mengandung alkohol yang merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan dan bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan yang siap untuk dikonsumsi dan dibuat dengan mengabsorpsikan karbondioksida ke dalam air minum. Konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada saat ini sangat pesat peningkatannya. Pada tahun 2007, konsumsi minuman ringan berkarbonasi penduduk dunia meningkat hingga 552 miliar liter, setara dengan 82,5 liter tiap orang per tahun (Zenith International Report, 2008). Salah satu contoh minuman ringan berkarbonasi yang terpopuler di dunia adalah coca-cola. Diperkirakan orang di dunia mengonsumsi produk coca-cola company 1,7 miliar setiap hari dan 19.400 per detik (The Coca- Cola Company, 2011).

Menurut The American Beverage Association setiap penduduk Amerika ratarata meminum lebih dari 54 galon minuman ringan berkarbonasi pada tahun 2005. Menurut National Soft Drink Association (NSDA), penduduk Amerika mengonsumsi 13,15 miliar galon minuman ringan berkarbonasi per tahunnya dimana konsumen yang terbanyak ialah remaja. Menurut survei yang dilakukan oleh Centre for Science in The Public Interest (CSPI) menunjukkan bahwa tiap remaja mengonsumsi 64,5 galon (244,15 L) minuman ringan berkarbonasi / tahun. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan Centre for Science in The Public Interest (CSPI) antara tahun 1999 hingga 2002, di AS, remaja mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi 2 kali lebih banyak daripada mengonsumsi susu. Seorang remaja putra rata-rata mengonsumsi tiga kaleng minuman ringan berkarbonasi setiap harinya dan remaja putri lebih dari dua kaleng per hari. Wardlaw (2003) menegaskan bahwa kalangan remaja cenderung mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi. Yule (2002) menambahkan bahwa jumlah konsumsi harian minuman ringan berkarbonasi mengalami peningkatan sebesar 74% pada remaja putra dan 64% pada remaja putri dari tahun 1979 sampai dengan tahun 1997. Survei demografi yang dibuat oleh Rehm, et al pada tahun 2008 di Amerika Serikat menyatakan bahwa remaja yang menonton televisi 5 jam atau lebih dalam sehari lebih sering mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi daripada remaja yang menonton televisi 1 jam sehari. Menurut National Health and Nutrition Examination Survey III (2007), pada remaja (12-19 tahun) di Amerika Serikat terjadi peningkatan kalori akibat konsumsi minuman bersoda pada hari libur sebanyak 210 kilokalori dan 170 kilokalori pada hari kerja.

Hal yang sama juga terjadi di negara lain, sebagai contoh di Australia, menurut survei yang dilakukan oleh National Nutrition Survey pada tahun 1995 menemukan pola konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada anak remaja yang paling tinggi ialah yang berusia antara 16-18 tahun dengan volume 700 ml per harinya. Pada tahun 2011, Asosiasi Industri Minuman Ringan Indonesia (ASRIM) menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, tingkat konsumsi minuman berkarbonasi rakyat Indonesia masih rendah yaitu hanya 33 liter/kapita. Hal ini lebih rendah bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Thailand yang mana konsumsi minuman ringan berkarbonasi penduduknya mencapai 89 liter/kapita, Singapura 141 liter/kapita, dan Filipina 122 liter/kapita. Hal ini mungkin terjadi karena tingkat konsumsi minuman ringan berkarbonasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat ekonomi, lifestyle, dan akses untuk memperoleh minuman berkarbonasi itu sendiri. Pada tahun 2008, Spire Research & Consulting yang bekerjasama dengan majalah Marketing melakukan riset terhadap remaja yang berusia 13-18 tahun (Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan dan Makasar). Salah satu hasil temuan mereka adalah mengenai konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada remaja. Fanta, Coca- Cola dan Sprite bertengger di posisi teratas merek minuman ringan berkarbonasi yang paling sering dikonsumsi dan paling dikenal dalam kehidupan para remaja pada umumnya. Mereka rata-rata mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi 2 kaleng dalam semingggu.

Sementara itu, dalam pemilihan restoran, mereka tetap lebih menyukai restoran fastfood seperti Kentucky Fried Chicken (KFC) atau McDonald s. Fakta ini dapat dilihat langsung bahwa beberapa tempat tongkrongan remaja di Medan antara lain seperti KFC, CFC, McD, A&W, Pizza Hut, dan lain-lain, menyediakan paket hemat dengan minuman ringan berkarbonasi sebagai minuman pendamping makan. Hal ini mungkin terjadi karena minuman ringan berkarbonasi sudah dianggap sebagai lifestyle. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Grim, et al pada tahun 2004 menyatakan bahwa remaja yang orang tuanya memilki kebiasaan mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi memiliki kecenderungan tiga kali lebih banyak mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi daripada remaja yang orang tuanya tidak memiliki kebiasaan tersebut. Menurut Jacobson (2003) di Amerika terdapat hubungan antara peningkatan insidensi Osteoporosis pada anak remaja putri usia 18 tahun terhadap konsumsi minuman ringan berkarbonasi. Hal ini diakibatkan oleh minuman ringan berkarbonasi memiliki kadar asam fosfat tinggi menyebabkan peningkatan asupan fosfor dalam tubuh. Hal ini menyebabkan terganggunya keseimbangan rasio Ca:P yang berakibat pada terhambatnya penyerapan kalsium yang berdampak terhadap penurunan masa tulang dan akhirnya osteoporosis. Universitas Harvard pernah membuat penelitian mengenai hal ini. Mereka mengamati seorang atlet remaja pengonsumsi minuman ringan berkarbonasi dan yang tidak mengonsumsi minuman bersoda. Hasilnya, atlet remaja pengonsumsi minuman ringan berkarbonasi mengalami patah tulang 5 kali

lebih banyak daripada atlet remaja yang tidak mengkonsumsi minuman ringan berkarbonasi (Dokter Sehat Team, 2010). Kadar gula dan asam yang tinggi pada minuman ringan berkarbonasi memiliki dampak untuk gigi. Hasil studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi mempercepat keausan enamel gigi. Studi Kock dan Martinsson (1971) dan studi Martinsson (1972) melaporkan bahwa anak-anak dengan frekuensi karies tinggi lebih sering melaporkan bahwa mereka sering mengonsumsi Coca-cola dibandingkan dengan anak dengan frekuensi karies rendah. Ada risiko erosi gigi saat minuman ringan dikonsumsi sehari-hari (Jarvinen et al., 1991). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tidak hanya kandungan gula pada minuman ringan berkarbonasi bisa memberikan kontribusi kerusakan gigi (Birkhed, 1984), tetapi juga fosfat yang asam (H 3 PO 4 ) di dalamnya cenderung menyebabkan erosi lesi (Rytomaa et al., 1988). Itu terjadi pada cola reguler dan cola diet, dan berkisar dari 44-70 mg per porsi 12 ons (Anderson, 1995) (dalam Kassem et al., 2003). Dalam suatu penelitian di Amerika Serikat, kandungan minuman ringan berkarbonasi dipercaya sebagai salah satu pemicu timbulnya kanker pankreas. Dalam penelitian tersebut, 87% responden yang minimal mengkonsumsi minuman ringan berkarbonasi 2 kali sehari mengalami peningkatan risiko kanker pankreas. Penelitian dilakukan terhadap 60.524 responden (pengonsumsi minuman ringan berkarbonasi) selama 14 tahun. Hasilnya, sebanyak 87% mengalami risiko kanker pankreas yang terlihat melalui gejala-gejalanya (Dokter Sehat Team, 2010).

Sejumlah studi menunjukkan masalah terbesar adalah peningkatan pada tekanan darah dan peningkatan risiko diabetes. Temuan yang paling mencolok, studi terhadap 91.249 perempuan AS selama 8 tahun. Mereka yang mengonsumsi 1 atau lebih porsi minuman ringan berkarbonasi per hari (kurang dari rata-rata nasional AS) memiliki resiko menderita diabetes dua kali lipat dibandingkan mereka yang mengonsumsi kurang dari 1 porsi per bulan (Vertanian et al, 2007). Berdasarkan penelitian The US Food dan Drug Administration (FDA) antara November 2005 sampai Mei 2007 terhadap 200 sampel minuman ringan berkarbonasi dan minuman ringan lainnya di US mengatakan bahwa 10 dari sampel tersebut mengandung zat karsinogenik benzene yang kadarnya melebihi standart yang ditetapkan. FDA menetapkan batas maksimum benzene pada soft drink sebesar 5 ppb (parts per billion). Batas ini berbeda dengan yang diterapkan di negara lain. WHO menetapkan batas maksimum benzene pada soft drink sebesar 10 ppb, sedangkan Uni Eropa menetapkan kadar maksimum benzene pada soft drink sebesar 1 ppb. Konsumsi pangan yang mengandung benzene dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan gejala muntah-muntah, iritasi lambung, rasa kantuk, pusing, denyut jantung yang cepat dan tak menentu, dan kematian. Paparan dalam jangka waktu yang lama berpengaruh terhadap kerusakan sel-sel darah dan sum-sum tulang belakang sehingga menyebabkan turunnya jumlah sel darah merah yang memicu terjadinya anemia. Selain itu, paparan ini juga dapat berpengaruh terhadap sistem imun tubuh, meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi, dan dapat menyebabkan leukemia, serta kematian.

Di Indonesia, minuman ringan berkarbonasi misalnya coca-cola dianggap layak untuk dikonsumsi oleh BPOM. Kemungkinan saat itu kandungan benzene tidak ditemukan, namun para ahli mengatakan bahwa faktor terpaparnya udara panas dan sinar dapat memicu terbentuknya benzene pada minuman tersebut. Hal ini terjadi karena pada minuman tersebut dapat ditemukan dua jenis kandungan yaitu vitamin C yang disebut asam askorbat dan zat pengawet: sodium benzoate dan potassium benzoate, Kedua jenis kandungan tersebut dapat bereaksi membentuk benzene apabila terpapar udara panas dan sinar (Karsono, 2010). Berdasarkan penelitian Kurniawan (2000) pada remaja SMUN 70 dan SMUN 32 di Jakarta Selatan, faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi minuman ringan adalah pengeluaran untuk konsumsi minuman ringan, sumber informasi produk, alasan konsumsi produk, dan suasana konsumsi produk. Dan Prasetya (2007) menemukan bahwa tingkat konsumsi siswa remaja di SMP Yaspen Tugu Ibu Depok dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu oleh karena rasanya 68,4%, 67,8% memilih karena dingin,41,4 %,ingin mencoba yang baru dan yang memilih karena iklan sebanyak 7,9%. Sedangkan menurut penelitian Skriptiana (2009) pada siswa dan siswi di SMPIT Nurul Fikri Depok, preferensi, pengaruh teman sebaya, keluarga dan media massa berperan terhadap konsumsi minuman ringan berkarbonasi. Berdasarkan survei pendahuluan terhadap 10 siswa SMA St. Thomas 1 Medan ternyata 7 dari mereka sering mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi. Ini didukung oleh tingkat ekonomi mereka yang tergolong menengah ke atas dan kantin sekolah mereka juga menyediakan minuman ringan berkarbonasi. Jenis-jenis

minuman berkarbonasi yang dijual di kantin sekolah beserta harga dan penjualan bulan maret dapa dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.1 Rata-rata Jumlah Penjualan Minuman Ringan Berkarbonasi per Bulan di Kantin SMA St. Thomas 1 Medan No Jenis Minuman Harga @ Jumlah Penjualan 1 Coca-cola Botol Kaca Rp 2.500,00 625 Botol 2 Tebs Botol Kaca Rp 3.000,00 1000 Botol 3 Tebs Botol Plastik Rp 7.000,00 150 Botol 4 Fanta Botol Kaca Rp 3.000,00 100 Botol 5 Big Cola Botol Plastik Rp 7.000,00 100 Botol 6 Sprite Botol Kaca Rp 2.500,00 750 Botol Sumber : Penjaga Kantin Sekolah Sejauh ini, penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada remaja belum banyak diteliti di Indonesia khususnya di Kota Medan. Upaya dari berbagai kalangan khususnya jajaran kesehatan untuk membatasi konsumsi minuman ringan berkarbonasi juga belum ada, hal ini terlihat dari regulasi tentang konsumsi minuman ringan berkarbonasi yang belum ada. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana faktor-faktor yang memengaruhi konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada siswa SMA St. Thomas 1 Medan tahun 2012. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang memengaruhi perilaku siswa dengan konsumsi minuman ringan berkarbonasi di SMA St. Thomas 1 Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik personal, pengetahuan, sikap, lingkungan sosial, lingkungan fisik dan tindakan konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada siswa SMA St. Thomas 1 Medan. 2. Untuk mengetahui hubungan antara lingkungan sosial (sumber informasi dan kelompok referensi) terhadap pengetahuan siswa SMA St. Thomas 1 Medan. 3. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan terhadap sikap siswa SMA St. Thomas 1 Medan. 4. Untuk mengetahui hubungan antara sikap, lingkungan fisik (akses) dan karakteristik personal (jenis kelamin, uang saku dan motivasi) terhadap tindakan konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada siswa SMA St. Thomas 1 Medan. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat bagi beberapa pihak : 1. Bagi SMA St. Thomas 1 Medan Mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi konsumsi minuman ringan berkarbonasi pada siswa SMA St. Thomas 1 Medan sehingga bisa mengambil kebijakan selanjutnya. 2. Bagi mahasiswa FKM USU Sebagai bahan pertimbangan bagi mahasiswa lain yang ingin meneliti tentang minuman ringan berkarbonasi.

3. Bagi Dinas Kesehatan dan BPOM Sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan atau regulasi mengenai konsumsi minuman ringan berkarbonasi. 4. Bagi peneliti Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat dan merupakan pengalaman dalam membuat karya tulis ilmiah.