HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

METODE. Materi. Metode

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBERIAN BIOMINERAL DIENKAPSULASI TERHADAP KONSUMSI LEMAK KASAR DAN SERAT KASAR SERTA KOMPOSISI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN SKRIPSI FIQI FIRIZQI

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

MATERI DAN METODE. Metode

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ruang lingkup kegiatan Laboratorium Balai Penelitian Ternak sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

Pada tahun 2013 Laboratorium Fisiologi Nutrisi Ternak Bogor dipindahkan ke Ciawi dan. Laboratorium

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

TINJAUAN PUSTAKA. SuplemenMineral, Mineral Organik dan Biomineral

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

I. PENDAHULUAN. limbah-limbah pasar dan agroindustri. Salah satu cara untuk mengatasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral dienkapsulasi dan biomineral tanpa proteksi lebih seimbang (BK, PK, SK dan TDN) dibandingkan mineral mix komersil. Penambahan suplemen biomineral dienkapsulasi, biomineral tanpa proteksi dan mineral mix sebanyak 1,5% dari ransum penelitian akan mempengaruhi komposisi nutrien yang terkandung dalam ransum. Pengaruh penambahan suplemen dapat meningkatkan kandungan nutrien yang juga berpengaruh terhadap fermentabilitas dan kecernaan dalam rumen. Pembuatan biomineral menggunakan cairan rumen yang banyak terdapat mikoba didalamnya sehingga mempengaruhi kandungan protein yang tinggi. Biomineral mempunyai kandungan protein yang tinggi daripada biomineral dienkapsulasi. Hal ini dapat terjadi karena pemanasan dalam pembuatan biomineral dienkapsulasi menggunakan autoclave yang dapat merusak kandungan protein. Pemanasan menggunakan autoclave ini dilakukan agar xylosa dapat mengikat kandungan mineralnya. Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi yang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif (Apriyantono, 2002). Keadaan ini menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimiawi protein sehingga protein menjadi sulit didegradasi dan menurunkan kecepatan degradasi protein oleh mikroba rumen (Rusdi et al., 2007). Biomineral sebagai suplemen mineral memiliki kandungan Beta-N yang cukup tinggi dibandingkan mineral mix. Kandungan Beta-N dalam biomineral sebesar 72,12 %BK, biomineral dienkapsulasi 73,87 %BK dan mineral mix sebesar 15,61 %BK biomineral tanpa proteksi.

Tabel 7. Kandungan Nutrien Biomineral dan Mineral Mix Nutrien Tanpa dienkapsulasi Biomineral Dienkapsulasi Mineral mix Kadar air (%) 15,52 15,18 0,26 BK (%) 84,48 84,82 99,74 Abu (%BK) 5,24 4,47 78,67 PK (%BK) 21,02 20,46 0,84 SK (%BK) 0,36 0,05 0,35 LK (%BK) 1,25 1,16 4,31 Beta-N (%BK) 72,12 73,87 16,69 TDN (%BK) 74,68 75,54 24,69 P (%BK)** 0,43 0,32 0,00 K (%BK)** 0,29 0,30 0,52 Ca(%BK)** 0,34 0,32 43,37 Mg(%BK)** 0,08 0,08 0,28 Na (%BK)** 0,49 0,52 0,05 S (%BK)** 0,11 0,10 0,01 Fe (ppm)** 803 1337 120 Al (ppm)** 1351 1092 411 Mn (ppm)** 65 60 127 Cu (ppm)** 8 7 3 Zn (ppm)** 83 78 30 Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian (2008) ** Hasil analisin Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Departemen Pertanian Bogor (2008) Kandungan Beta-N dalam mineral mix sangat rendah, hal ini dikarenakan dalam pembuatan biomineral ditambahkan bahan carier berupa tepung terigu dan agar-agar. Tepung terigu yang ditambahkan mengandung banyak energi menyebabkan tingginya Beta-N. Kandungan serat kasar dari biomineral dienkapsulasi lebih rendah daripada biomineral tanpa proteksi, xylosa yang ditambahkan dalam pembuatan biomineral dienkapsulasi merupakan sumber serat yang mengikat komponen protein dari mikroba rumen. Keadaan fisik biomineral dengan perlakuan xylosa lebih cair daripada biomineral tanpa proteksi yang menyebabkan penggunaan bahan carier yang 33

meningkat. Peningkatan penggunaan tepung dan agar-agar dapat memperkecil imbangan SK dengan Beta-N. (a) (b) Gambar 7. Suplemen Biomineral tanpa Proteksi (a) dan Biomineral Dienkapsulasi (b) Kandungan Mineral Suplementasi biomineral yang diberikan pada penelitian ini berupa biomineral tanpa proteksi, biomineral dienkapsulasi dan mineral mix. Hasil analisa kandungan suplemen biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi memiliki rata-rata komposisi nutrien cukup dapat dibandingkan dengan hasil analisa mineral komersil (mineral mix) (Tabel 7). Ca pada suplemen biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi memiliki kandungan yang lebih rendah yaitu sebesar 0,34% dan 0,32%, sedangkan pada suplemen mineral mix sebesar 51,82%. Tingginya Ca pada mineral mix dapat disebabkan oleh banyaknya bahan baku berupa kapur yang ditambahkan pada mineral mix tersebut. Unsur mineral P dalam mineral mix memiliki persentase nutrien yang jauh lebih rendah yaitu sebesar 0,07%, dibandingkan dengan suplemen biomineral tanpa proteksi dan suplemen biomineral dienkapsulasi masing-masing sebesar 0,43% dan 0,32%. Perbandingan kandungan kalsium (Ca) dan posphor (P) dalam biomineral dienkapsulasi yaitu 1 : 1 dan Ca : P dalam biomineral tanpa proteksi yaitu 1 : 1,26; sedangkan Ca : P dalam mineral mix yaitu 51,82 : 0,07. Kandungan Ca dalam mineral mix yang tinggi dan tidak adanya kandungan P dikarenakan penambahan kapur dalam mineral mix sangat tinggi. Kebutuhan Ca : P untuk sapi perah yang sedang laktasi yaitu 1,4 : 1 (NRC, 1989), sedangkan kandungan Ca : P dari biomineral dienkapsulasi dan biomineral tanpa proteksi hanya 34

1 : 1. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan kapur atau sumber Ca lainnya dalam pembuatan biomineral di masa yang akan datang. Kadar mineral makro Mg, S, K dan Na tidak berbeda diantara biomineral tanpa proteksi dengan biomineral yang diproteksi. Kadar Mg dan K kedua jenis biomineral jauh lebih kecil daripada mineral mix, sebaliknya kedua jenis biomineral memiliki kadar S dan Na yang lebih besar daripada mineral mix (Tabel 7). Tabel 7 juga menunjukkan bahwa kedua jenis biomineral sangat kaya dalam kadar mineral mikro Fe, Al, Cu dan Zn, tetapi rendah dalam kadar Mn dibandingkan mineral mix. Hasil ini menunjukkan bahwa proteksi dengan xylosa tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap kadar mineral terutama mineral mikro. Ransum Komplit Ransum kontrol yang digunakan pada penelitian ini adalah hijauan berupa rumput lapang, ampas tahu dan konsentrat dari KPS serta ditambahkan suplemen mineral berupa mineral mix komersil, biomineral tanpa enkapsulasi dan biomineral dienkapsulasi. Perbandingan hijauan dan konsentrat yaitu 63,5% : 36,5% (11,32% konsentrat KPS dan 25,18% ampas tahu) berdasarkan bahan kering (BK). Analisis kandungan nutrien bahan pakan dan ransum yang digunakan disajikan pada Tabel 8 dan 9. Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa kualitas rumput yang digunakan dalam penelitian mempunyai kualitas yang rendah, dengan kandungan protein kasar sebesar 11,97%. Kualitas rumput yang rendah dalam ransum menyebabkan perlu ditambahkan konsentrat. Konsentrat pada peternakan sapi perah di Indonesia mempunyai peran yang sangat penting untuk meningkatkan dan mempertahankan produksi susu. Berbeda dengan negara maju yang memiliki mutu hijauan yang relatif tinggi, di Indonesia mutu hijauan relatif rendah yang menyebabkan peran konsentrat menjadi sangat dominan dalam memasok energi dan zat makanan lain (Suryahadi et al., 2004). Sudono (1999) menyatakan bahwa standar nutrien konsentrat untuk ternak perah yaitu mengandung 18% protein kasar dan 75% TDN. Konsentrat KPS yang digunakan dari hasil analisa laboratorium pada Tabel 7 menunjukkan bahwa kandungan protein kasar konsentrat hanya sebesar 17,82%. Hasil ini menunjukkan 35

bahwa kadar protein kasar konsentrat masih dapat memenuhi standar protein kasar yang disarankan oleh Sudono (1999). Tabel 8. Hasil Analisa Proksimat Bahan Pakan Zat makanan Ampas tahu Konsentrat KPS Rumput BK (%) 16,05 80,86 25,05 Abu (% BK) 9,64 18,75 9,83 PK (% BK) 11,45 17,82 11,97 SK (% BK) 42,11 19,06 46,03 LK (% BK) 1,15 2,65 0,85 Beta-N (%BK) 35,65 41,76 31,32 Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor (2009) Ampas tahu yang ditambahkan dalam ransum kontrol memiliki kandungan protein kasar 11,45%. Penambahan ampas tahu juga perlu dilakukan untuk menambah kandungan nutrien dalam ransum karena kualitas hijauan dan konsentrat yang diberikan rendah. Ampas tahu adalah sumber protein yang mudah didegradasi di dalam rumen (Suryahadi, 1990). Penambahan ampas tahu dengan kandungan protein cukup tinggi dapat meningkatkan kandungan protein ransum. Protein sangat diperlukan tubuh karena mempunyai peranan yang banyak bagi tubuh. Peranan protein tersebut adalah untuk memperbaiki jaringan tubuh, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme (deaminasi) untuk energi, metabolisme kedalam zat-zat vital dalam fungsi tubuh (zat-zat vital tersebut termasuk zat anti darah yang menghalangi infeksi) dan sebagai enzim-enzim yang esensial bagi tubuh (Parakkasi, 1999). Kandungan mineral makro dari Ca ampas tahu relatif lebih tinggi daripada bahan pakan lainnya; kadar Ca konsentrat KPS sama dengan kadar Ca rumput. Kadar P, Mg dan S diantara ketiga bahan pakan tidak berbeda, dengan kisaran kadar P sebesar 0,30-0,36 % BK, kadar Mg sebesar 0,20-0,23 % BK dan kadar S sebesar 0,13-0,16 % BK. Data di dalam Tabel 8 digunakan untuk menghitung kandungan zat makanan dari ransum percobaan. Kadar nutrien ransum yang digunakan sebagai ransum kontrol (R1) dihitung berdasarkan rasio penggunaan hijauan, konsentrat dan ampas tahu (63,5% : 11,32% konsentrat KPS : 25,18% ampas tahu) dalam BK (Tabel 10). Untuk ransum lainnya, penghitungan kadar nutrien dilakukan dengan 36

menambahkan kandungan nutrien R1 dengan kadar nutrien berbagai suplemen yang diberikan, yaitu 1,5% mineral mix (R2), 1,5% biomineral tanpa dienkapsulasi (R3), dan 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0% biomineral dienkapsulasi masing - masing dalam R4, R5, R6 dan R7. Tabel 9. Kandungan Mineral Bahan Pakan Mineral Ampas tahu Konsentrat KPS Rumput Ca (% BK) 0,61 0,43 0,46 P (% BK) 0,36 0,30 0,33 Mg (% BK) 0,20 0,26 0,23 S (% BK) 0,13 0,16 0,14 Keterangan : Hasil analisa laboratorium Balai Penelitian Tanah, Departemen Pertanian Bogor (2009) Data Tabel 10 dan 11 menunjukkan bahwa ransum kontrol (R1) mempunyai kadar abu, serat kasar dan Beta-N yang cukup tinggi, dengan kadar protein kasar dan lemak kasar yang tidak terlalu tinggi. Tabel 10. Kandungan Nutrien Ransum Kontrol Berdasarkan Perhitungan dalam Bahan Kering Zat makanan Ampas tahu Konsentrat KPS Rumput Total BK (%) 25,18 11,32 63,50 100,00 Abu (% BK) 2,43 2,12 6,24 10,79 PK (% BK) 2,88 2,02 7,60 12,50 SK (% BK) 10,87 2,15 29,23 41,99 LK (% BK) 0,29 0,30 0,54 1,13 Beta-N (%BK) 8,97 4,73 19,89 33,59 Keterangan : perhitungan ransum berdasarkan penggunaan pada setiap 1 gram sampel dengan presentase penggunaan hijauan, konsentrat dan ampas tahu (63,5% : 11,32% konsentrat KPS : 25,18% ampas tahu) dalam BK (Bahan Kering) Penambahan suplemen dalam bentuk mineral mix sebanyak 1,5% (R2), biomineral tanpa dienkapsulasi sebanyak 1,5% (R3) dan biomineral dienkapsulasi sebanyak 0,5; 1,0, 1,5 dan 2,0% (R4, R5, R6 dan R7) tidak mengakibatkan perbedaan yang signifikan dalam kandungan zat makanan. Walaupun perbedaannya tidak nyata, penambahan mineral mix, biomineral tanpa dienkapsulasi dan biomineral dienkapsulasi dengan persentase yang sama (1,5%) menunjukkan kandungan Beta-N pada biomineral dienkapsulasi yang paling tinggi. Hal ini seperti 37

yang telah dijelaskan bahwa kandungan biomineral dan biomineral dienkapsulasi memiliki Beta-N yang tinggi disebabkan bahan carrier yang ditambahkan dalam pembuatannya. Dalam Tabel 7 juga dapat dilihat adanya penurunan kadar abu dan serat kasar, dan peningkatan dalam kadar protein dan Beta-N, namun tidak terjadi perubahan dalam kadar lemak sehubungan dengan penggunaan biomineral dienkapsulasi yang meningkat tarafnya dari 0,5 hingga 2,0%. Kecenderungan ini dapat terjadi sebagai akibat dari taraf yang meningkat dan kandungan zat makanan dari biomineral yang dienkapsulasi. Tabel 11. Kandungan Nutrien Ransum Percobaan setiap Perlakuan R1 sampai R7 Berdasarkan Perhitungan dalam Bahan Kering Zat makanan R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 Abu (% BK) 10,79 11,79 10,72 10,77 10,74 10,71 10,69 PK (% BK) 12,50 12,33 12,61 12,53 12,57 12,60 12,63 SK (% BK) 41,99 41,38 41,47 41,81 41,64 41,46 41,29 LK (% BK) 1,13 1,18 1,13 1,13 1,13 1,13 1,13 Beta-N (%BK) 33,59 33,34 34,07 33,76 33,93 34,10 34,26 Keterangan : R1 = Ransum kontrol berupa rumput + konsentrat; R2 = R1 + 1,5% mineral mix komersil; R3 = R1 + 1,5% biomineral kontrol (tanpa dienkapsulasi); R4 = R1 + 0,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R5 = R1 + 1% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R6 = R1 + 1,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R7 = R1 + 2% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4% Fermentabilitas Ransum yang Diberi Suplemen Mineral Konsentrasi NH 3 dan Konsentrasi VFA Fermentabilitas ransum kontrol dan ransum yang diberi suplemen mineral berupa mineral mix, biomineral tanpa dienkapsulasi dan biomineral yang dienkapsulasi dapat digambarkan oleh konsentrasi NH 3 dan konsentrasi VFA. Konsentrasi NH 3 dapat menunjukkan potensi protein pakan atau mikroba yang dapat didegradasi, potensi penyediaan sumber energi dari proses fermentasi sumber karbohidrat dapat diperlihatkan oleh konsentrasi VFA. Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi NH 3 seperti terlihat pada Tabel 12. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan berbagai suplemen mineral menghasilkan 38

tingkat degradasi protein yang sama dan penyediaan amonia yang tidak berbeda, demikian juga jika dibandingkan dengan ransum kontrol. Rataan kisaran konsentrasi amonia dari ransum percobaan adalah 14,43 16,71 mm. Kisaran konsentrasi amonia ini masih terdapat dalam kisaran konsentrasi optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba rumen yaitu 6-21 mm (McDonald et al., 2002). Hasil ini juga dapat mengindikasikan suplemen biomineral dan biomineral dienkapsulasi yang ditambahkan pada ransum sapi perah tidak menganggu proses degradasi protein dari mikroba rumen. Produksi amonia dari fermentasi pakan sebaiknya tidak terlalu tinggi karena komponen yang dibutuhkan ternak dari protein adalah asam amino. Ternak ruminansia memperoleh sebagian asam amino berasal dari protein mikroba rumen dan sebagian lagi dari protein ransum yang lolos fermentasi. Tabel 12. Konsentrasi NH 3 dan Konsentrasi VFA Ransum Percobaan Peubah Ulangan R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 Konsentrasi NH 3 (mm) 1 19,52 20,78 27,41 22,32 21,48 20,76 14,45 2 11,6 7,85 11,35 11,85 8,05 7,45 12,63 3 14,23 11,28 13,35 11,9 12,4 11,45 14,85 4 21,48 20,95 28,93 21,23 21,35 20,85 15,80 Rataan sd 16,71 4,58 15,22 6,67 20,26 9,19 16,82 5,73 15,82 6,70 15,13 6,76 14,43 1,33 Konsentrasi VFA (mm) 1 143,41 147,52 170,40 151,47 126,48 162,45 151,22 2 28,87 26,80 35,05 43,29 44,85 48,45 93,81 3 57,93 52,58 50,79 73,08 86,00 17,82 122,09 4 142,57 145,55 170,03 152,74 124,43 163,83 152,11 Rataan sd 93,19 58,71 93,11 62,58 106,57 73,78 105,14 55,57 95,44 38,52 98,14 76,10 129,81 27,76 Keterangan : R1 = Ransum kontrol berupa rumput + konsentrat; R2 = R1 + 1,5% mineral mix komersil; R3 = R1 + 1,5% biomineral kontrol (tanpa dienkapsulasi); R4 = R1 + 0,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R5 = R1 + 1% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R6 = R1 + 1,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R7 = R1 + 2% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4% Konsentrasi VFA ransum percobaan tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diterapkan. Data pada Tabel 12 menunjukkan variasi yang cukup besar di dalam konsentrasi VFA diantara ransum percobaan, sehingga dapat dikatakan bahwa 39

penggunaan berbagai jenis suplemen mineral tidak mengakibatkan perubahan dalam konsentrasi VFA; demikian pula dengan taraf dari 0,5 hingga 2,0% biomineral dienkapsulasi tidak menyebabkan pola tertentu dalam konsentrasi VFA. Dengan demikian proteksi biomineral dengan xylosa masih cukup fermentable ditinjau dari konsentrasi VFA ransum percobaan, meskipun demikian konsentrasi VFA hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan biomineral dienkapsulasi masih berada pada ambang kadar VFA yang normal. Sesuai yang dinyatakan Sutardi (1979), kadar VFA yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal mikroba rumen, yaitu 80-160 mm. Pemberian pakan yang mudah terfermentasi akan meningkatkan degradasi pakan kasar dalam rumen yang diikuti dengan peningkatan produk fermentasi seperti VFA. Penggunaan xylosa dimaksudkan untuk melindungi protein suplemen biomineral. Proteksi yang terjadi dalam rumen diharapkan dapat meningkatkan nutien yang dipersiapkan pada saluran pencernaan selanjutnya sehingga dapat dimanfaatkaan secara langsung oleh ternak atau yang disebut by-pass. Hasil dari fermentasi ransum pada penelitian akan menghasilkan ammonia. Kandungan protein kasar yang rendah dari pakan memungkinkan terjadinya kekurangan asam amino yang dibutuhkan oleh ternak. Kekurangan asam amino ini dapat dipenuhi melalui suplementasi dengan bahan pakan yang mempunyai tingkat degradasi yang rendah dalam rumen. Bahan pakan yang rendah degradabilitasnya diperlukan terutama dalam ketersediaannya protein, karena protein yang lolos fermentasi dalam rumen (by-pass) akan diserap di usus halus sebagai asam amino. Penyediaan protein by-pass ini juga berperan sebagai penyeimbang komponen yang dihasilkan dalam proses fermentasi di dalam rumen. Pada percobaan ini, baik konsentrasi NH 3 maupun konsentrasi VFA dipengaruhi (P<0,01) oleh kelompok cairan rumen. Hal ini menunjukkan adanya variasi dalam mikroba yang terdapat di dalam cairan rumen yang bersumber dari perbedaan ternak sebagai akibat dari perbedaan pakan dan waktu pengambilan cairan rumen sebagai sampel untuk kelompok atau ulangan. 40

Degradabilitas Bahan Kering dan Degradabilitas Bahan Organik Degradabilitas BK (DBK) dan degradabilitas BO (DBO) tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan yang diterapkan. Degradabilitas Bahan Kering (DBK) ransum percobaan sejalan dengan DBO ransum percobaan. Tampak bahwa hasil DBK dan DBO menyerupai hasil yang diperoleh pada konsentrasi VFA dimana terjadi variasi di antara ransum percobaan. Hasil ini menunjukkan bahwa DBK dan DBO berkaitan dengan fermentabilitas sumber energi yang digambarkan sebagai konsentrasi VFA. Dengan hasil yang tidak berbeda nyata dalam DBK dan DBO memperlihatkan bahwa penggunaan suplemen mineral komersil maupun biomineral tanpa atau dengan dienkapsulasi mempunyai potensi yang sama dalam penyediaan energi untuk mikroba rumen dan induk semang. Kecukupan pemenuhan kebutuhan mikroorganisme rumen akan menjamin efisiensi degradasi serat, meningkatkan sintesis protein mikroba dan menyelaraskan produk pencernaan fermentatif untuk memenuhi kebutuhan produksi. Tabel 13. Degradabilitas Bahan Kering (DBK) dan Bahan Organik (DBO) Ransum Percobaan Peubah Ulangan R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 DBK (%) 1 51,52 51,35 35,93 35,93 42,05 42,05 38,21 2 78,87 80,65 83,29 76,6 79,41 54,41 86,26 3 79,56 75,89 81,91 70,55 73,6 84,74 79,6 4 51,52 35,91 42,03 38,20 38,69 38,80 41,14 Rataan sd 63,57 15,99 60,95 21,06 60,79 25,32 55,32 21,24 58,44 21,04 55,00 20,93 61,30 25,21 DBO (%) 1 53,34 53,35 39,41 39,41 41,75 41,75 48,91 2 64,53 67,43 70,83 68,42 62,82 48,81 71,79 3 65,3 66,98 70,91 59,04 51,14 72,99 65,63 4 53,34 39,40 41,73 48,91 34,80 47,79 51,52 Rataan sd 59,13 6,69 56,79 13,31 55,72 17,52 53,95 12,54 47,63 12,14 52,84 13,79 59,46 11,02 Keterangan : R1 = Ransum kontrol berupa rumput + konsentrat; R2 = R1 + 1,5% mineral mix komersil; R3 = R1 + 1,5% biomineral kontrol (tanpa dienkapsulasi); R4 = R1 + 0,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R5 = R1 + 1% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R6 = R1 + 1,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R7 = R1 + 2% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4% 41

Dengan potensi yang sama dalam penggunaan suplemen mineral, terutama biomineral tanpa dienkapsulasi maupun yang dienkapsulasi menandakan proteksi dari xylosa yang masih belum optimal terhadap biomineral. Proteksi biomineral dapat memberikan efek yang lebih baik dengan melakukan proses enkapsulasi menggunakan xylosa limbah kertas dengan taraf lebih dari 4%, walaupun taraf tersebut merupakan taraf yang terbaik yang telah didapat oleh Mulyawati (2009). Alternatif lainnya adalah menggunakan biomineral pada taraf yang lebih tinggi daripada 2% sebagaimana yang digunakan dalam percobaan ini. Sidik ragam pada DBK dan DBO menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dari kelompok terhadap DBK dan DBO (P<0,01). Hal ini juga mengindikasikan bahwa tingginya variasi kandungan mikroba di dalam cairan rumen yang digunakan sebagai kelompok. Variasi kandungan mikroba yang tinggi diakibatkan oleh faktor ternak, pakan yang dikonsumsi dan waktu pengambilan cairan rumen sebagai sampel. Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik Kecernaan pakan didefinisikan sebagai bagian pakan yang tidak diekskresikan bersama feses sehingga diasumsikan bagian tersebut diserap oleh tubuh hewan. Kecernaan dinyatakan dengan dasar bahan kering (McDonald et al., 2002). Tabel 14. Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) Ransum Percobaan Peubah Ulangan R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 KCBK (%) 1 78,81 78,97 80,92 81,66 82,02 82,14 81,09 2 78,91 80,74 83,09 76,75 79,29 54,36 86,08 3 79,33 75,67 80,38 71,05 74,08 85,16 80,00 4 51,52 35,91 42,03 38,20 38,17 38,80 41,14 Rataan sd 72,14 13,75 67,82 21,38 71,61 19,75 66,92 19,63 68,39 20,41 65,12 22,36 72,08 20,80 KCBO (%) 1 78,81 78,97 80,92 81,66 82,02 82,14 81,09 2 64,57 67,49 70,66 68,55 62,73 48,76 71,65 3 65,11 66,79 69,58 59,46 51,00 73,35 65,18 4 62,38 65,55 65,35 70,07 61,54 68,10 66,36 Rataan sd 67,72 7,49 69,70 6,23 71,63 6,61 69,94 9,11 64,32 12,92 68,09 14,13 71,07 7,25 42

Keterangan : R1 = Ransum kontrol berupa rumput + konsentrat; R2 = R1 + 1,5% mineral mix komersil; R3 = R1 + 1,5% biomineral kontrol (tanpa dienkapsulasi); R4 = R1 + 0,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R5 = R1 + 1% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R6 = R1 + 1,5% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4%; R7 = R1 + 2% biomineral dienkapsulasi dengan xylosa 4% Hanya penggunaannya akan dibatasi oleh taraf pemakaian dalam ransum, meskipun demikian penggunaan dengan taraf yang meningkat dari suplemen biomineral yang dienkapsulasi belum menunjukkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Hasil yang diperoleh pada KCBK dan KCBO menunjukkan hasil yang serupa sebagaimana yang dihasilkan pada konsentrasi VFA, DBK dan DBO. Hasil ini menunjukkan adanya sinergisme dalam proses pencernaan sumber energi. Taraf yang lebih besar dari 2% kemungkinan dibutuhkan untuk mendapatkan KCBK dan KCBO yang optimum. 43