KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

Gambar 10. Peta lokasi Sub-DAS Progo Hulu, DAS Progo

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN UMUM

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI W I L A Y A H

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

Lokasi. XI, Pulau Sari 2, Gunung Raja 1, Pantai Linoh 2 dan kebun Tanjung 3. Pedon-pedon

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN LOKASI

11 Jenis Jenis Tanah Berikut Penjelasannya Tanah Organosol atau Tanah Gambut, Tanah Aluvial,

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA

VI. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Lampiran 1 Lokasi, altitude, koordinat geografis dan formasi geologi titik pengambilan sampel bahan induk tuf volkan Altitude

PERKEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING SEBAGAI PENDORONG EROSI DI DAERAH ALIRAN CI KAWUNG

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7⁰12 7⁰31 Lintang Selatan dan

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Bangli terletak di tengah-tengah pulau Bali, dan menjadi satusatunya

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

KARAKTERISTIK WILAYAH

BAB II TINJAUAN UMUM

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis dan Fisiografis. perbukitan karst berarti bentuk wilayahnya perbukitan dan batuannya karst.

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II TINJAUAN UMUM

Transkripsi:

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Penelitian Daerah penelitian secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Depok, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis Kabupaten Bogor dan Kota Depok terletak pada 6 19' - 6 47' lintang selatan dan 106 21' - 107 13' bujur timur, dengan luas wilayah 334.378 hektar (Setda Kabupaten Bogor, 2000). Lokasi penelitian (Gambar 5) terletak pada kaki lereng G. Salak dan G. Pangrango yang berbahan induk volkanik (pedon TA1 - TA6) meluas ke utara menuju Bogor yang merupakan daerah kipas aluvial volkanik hingga ke Jakarta (pedon TA7, TA8, TA12, TA13 dan TA14). Daerah penelitian terletak pada ketinggian antara 650 90 m dpl., dan tercakup dalam Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000 lembar Cisarua, Ciawi, Bogor, Leuwiliang, dan Cibinong (Bakosurtanal, 2000). Topografi dan Bentuk Wilayah Bentuk wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Depok bervariasi dari datar sampai berbukit dan bergunung. Ketinggian tempat dari permukaan laut berkisar dari 15 m di bagian utara sampai 2500 m di bagian selatan pada dataran tinggi G. Salak dan G. Pangrango (Setda Kabupaten Bogor, 2000). Fisiografi Kabupaten Bogor dan Kota Depok didominasi oleh bahan volkan. Daerah penelitian yang terletak di daerah Cijeruk dan Ciawi (pedon TA2 TA5) pada ketinggian 400 sampai 650 m dpl. merupakan lereng bawah volkan dengan topografi bergelombang (lereng 8 15 %); kecuali pedon TA6 dengan topografi berbukit (lereng 15 30 %), dan pedon TA1 dengan topografi berombak (lereng 3 8 %). Di daerah Kemang, Bojonggede, Depok (pedon TA7, TA8, TA9, TA12, dan TA13) pada ketinggian 90 155 m dpl. merupakan dataran volkan dengan topografi datar (lereng 0 3 %); kecuali pedon TA14 dengan topografi berombak (lereng 3 8 %). Topografi wilayah tempat masing-masing pedon berada disajikan pada Gambar 6, 7, dan 8.

Gambar 5 Peta lokasi penelitian. 35

36

37

38

39 Geologi dan Batuan Induk Wilayah Kabupaten Bogor mempunyai struktur geologi berupa struktur lipatan, sesar, volkanik, dan sedimentasi (van Bemmelen, 1949). Struktur lipatan terdapat pada batuan sedimen berumur Miosen tengah. Batuan ini terdapat pada formasi Jatiluhur. Struktur sesar terdapat dalam bentuk sesar mendatar arah timur laut dan barat daya memotong sumbu lipatan, membujur melalui daerah G. Hambalang, Pasir Menteng, Pasir Gombong, dan Pasir Kutawesi. Struktur volkanik terdapat pada batuan berumur Pleistosen. Struktur volkanik dapat dijumpai pada deretan G. Salak, G. Gede, dan G. Pangrango. Struktur sedimentasi berkaitan dengan proses sedimentasi pada cekungan Bogor yang dicirikan oleh adanya endapan marin. Menurut Peta Geologi Lembar Bogor skala 1:100.000 (Effendi et al., 1998) di daerah penelitian terdapat tiga macam batuan induk, yaitu: (1) daerah sekitar Cijeruk (pedon TA5, TA4 dan TA3) batuan induknya Qvsb (Quarternary breksi Salak volcanic); (2) daerah sekitar Ciawi (pedon TA6, TA2, dan TA1) dengan batuan induk Qvpo (Quarternary older volcanic Pangrango); (3) daerah sekitar Kemang (pedon TA14, TA8, dan TA7) berupa endapan permukaan Qav (Quarternary aluvium volcan). Menurut Peta Geologi Teknik Jakarta Bogor skala 1:50.000 (Direktorat Geologi Indonesia, 1970) daerah Depok dan Bojonggede (pedon TA13, TA12, dan TA9) berbatuan induk volkan muda (V). Secara geologi keempat lokasi penelitian tersebut disusun oleh dua batuan utama, yaitu endapan permukaan dan batuan gunung api G. Salak dan G. Pangrango. Endapan Permukaan Endapan permukaan merupakan endapan resen berumur Holosen (kuarter muda), terdiri dari aluvium (Qa) dan kipas aluvium (Qav). Effendi et al. (1998) menyatakan aluvium (Qa) terdiri dari liat, debu, kerikil, dan kerakal terutama berupa endapan sungai. Namun Direktorat Geologi Indonesia (1970) menyatakan aluvium tersebut berupa aluvium sungai dan aluvium lembah, yang terdiri dari

40 liat, pasir, dan kerakal serta bongkah-bongkah batuan andesit-basal. Endapan permukaan ini sebagian besar terdapat di daerah Bojonggede dan Depok. Menurut Direktorat Geologi Indonesia (1970) kipas aluvium digolongkan sebagai batuan volkanik muda (V) berupa tufa liat dan tufa pasir. Sedangkan menurut Effendi et al. (1998) kipas aluvium (Qav) terutama terdiri dari lanau, batu pasir, kerikil, dan kerakal dari batuan gunung api berumur kuarter dan diendapkan kembali sebagai kipas aluvium. Kipas aluvium disusun oleh bahan yang terdiri dari batuan volkanik bersifat andesitik. Bahan ini berasal dari G. Pangrango dan G. Salak. Pada lokasi penelitian kipas aluvium ditemukan di daerah Depok, Bojonggede, dan Kemang (Gambar 9 dan 10). Batuan Gunung Api (Batuan Volkanik) Hampir seluruh daerah Ciawi dan Cijeruk tertutup oleh batuan volkanik. Effendi et al. (1998) menyatakan batuan volkanik di daerah ini dapat digolongkan ke dalam batuan volkanik muda yang berumur Holosen dan volkanik tua yang berumur Pleistosen. Menurut Effendi et al. (1998) batuan volkanik dari G. Pangrango (Qvpo) tergolong muda berumur Holosen awal yang menutupi daerah Ciawi. Qvpo menyebar dari puncak G. Pangrango ke arah utara dan berujung di Kota Bogor. Batuan volkanik G. Pangrango berupa endapan lebih tua yang terdiri dari lahar dan lava, basalt andesit dengan hornblende, oligoklas, andesin, labradorit, olivin, dan piroksin. Di sebelah barat formasi Qvpo terdapat formasi Qvsb yang berasal dari G. Salak. Formasi Qvsb terdiri dari lahar, breksi bertufa dan lapili bersusunan andesit basal umumnya lapuk sekali (Gambar 11). Keadaan Iklim Wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Depok mempunyai curah hujan yang cukup tinggi, rata-rata antara 2500 mm 5000 mm/tahun, hampir merata sepanjang tahun. Schmidt dan Ferguson (1951) yang mencatat data iklim selama 20 tahunan (1930 1950) mendapatkan, tipe hujan di Kab. Bogor tergolong tipe A (sangat basah) di bagian Selatan dan tipe B (basah) di bagian Utara.

41

42

43

44 Tipe hujan A mempunyai rasio rata-rata jumlah bulan kering dan bulan basah sekitar 0-14,3 %; sedangkan tipe hujan B relatif lebih kering, mempunyai rasio jumlah bulan kering dan bulan basah 14,3 33,3 %. Kelembaban udara tergolong lembab (> 70 %). Koppen (1931 dalam Schmidt dan Ferguson, 1951) menggolongkannya ke dalam tipe iklim Afa yaitu tipe iklim hujan tropika dengan periode kering tidak nyata, curah hujan bulanan di musim kemarau masih > 60 mm dengan suhu udara bulan terdingin > 18 C, dan suhu udara rata-rata bulan terpanas > 22 C. Berdasarkan kriteria Schmidt dan Ferguson (1951) nilai Q di daerah penelitian, yaitu persentase antara jumlah rata-rata bulan kering dan bulan basah adalah 0 %, hal ini disebabkan karena bulan basah (> 100 mm) terdapat sebanyak 12 bulan dan tidak terdapat bulan kering (< 60 mm). Dengan demikian semua lokasi di daerah penelitian termasuk tipe hujan A (Tabel 2). Walaupun demikian total curah hujan tahunan rata-rata meningkat dari Ciawi (3103 mm/tahun), hingga ke Semplak (3239 mm/tahun). Tabel 2 memperlihatkan bahwa iklim pada pedon TA1 TA6 di sekitar Ciawi (480 m dpl.) dicirikan oleh curah hujan yang cukup tinggi yaitu 3103 mm dan curah hujan bulanan hampir merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang nyata. Suhu udara rata-rata bulanan sebesar 21.3 C. Curah hujan tahunan pada pedon TA7 TA9 dan TA12 TA14 di sekitar Semplak (180 m dpl.), sebesar 3239 mm. Baik pada daerah sekitar Ciawi maupun sekitar Semplak curah hujan terendah jatuh pada bulan Juni, Juli, dan Agustus namun semuanya masih di atas 60 mm. Suhu tanah dihitung berdasarkan konversi dari suhu udara dengan rumus Newhall (1972, dalam van Wambeke, 1985) yaitu: suhu tanah = suhu udara + 2,5 C. Suhu tanah di daerah penelitian bervariasi mulai dari 22.9 29.6 C. Selisih suhu tanah rata-rata musim panas dan musim dingin pada kedalaman 50 cm dari permukaan dihitung dengan mengalikan faktor 0,33 terhadap perbedaan rata-rata musim panas dan musim dingin udara. Perbedaan suhu tanah antara musim panas dan musim dingin di daerah penelitian < 6 C. Untuk tanah-tanah dengan perbedaan suhu tanah rata-rata musim panas dan musim dingin < 6 C, dengan

45 Tabel 2 Data rata-rata curah hujan, suhu udara, dan suhu tanah di stasiun Ciawi dan Semplak dari tahun 1994 sampai tahun 2004 di daerah penelitian Tipe Stasiun/ Data Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jumlah Rata- hujan pedon tahunan rata Schmidt tahunan dan Ferguson Ciawi (TA5, CH 499 495 354 300 203 109 102 108 115 220 289 309 3103 - A TA4, (mm)¹. TA3, SU 20.4 20.5 21.4 21.6 21.7 21.6 21.2 21.3 21.8 21.6 21.4 21.2-21.3 - TA6, ( C)² TA2, ST 22.9 23 23.9 24.1 24.2 24.1 23.7 23.8 24.3 24.1 23.9 23.7-23.8 - TA1) ( C)³ Semplak (TA14, CH 372 330 386 298 302 192 160 104 188 267 371 269 3239 - A TA8, (mm)¹. TA7, SU 25.8 25.4 26.8 26.3 26.5 26.2 26 26.3 26.5 26.4 26.6 27.1-26.3 - TA13, ( C)² TA12, ST 28.3 27.9 29.3 28.8 29 28.7 28.5 28.8 29 28.9 29.1 29.6-28.8 - TA9) ( C)³ ¹ Curah hujan (CH) diamati selama 11 tahun (Balai Penelitian Klimatologi, 1994-2004) ² Suhu udara (SU) diamati selama 11 tahun (Balai Penelitian Klimatologi, 1994-2004) ³ Suhu tanah (ST) dihitung dengan metode van Wambeke (1985).

46 suhu tanah rata-rata tahunan > 22 C dimasukkan ke dalam regim suhu isohipertermik (Soil Survey Staff, 2003). Berdasarkan perhitungan neraca air metode Donker (1986 dalam Sukarman, 2005), kedua stasiun pengamatan tidak mengalami defisit air pada tahun-tahun normal > 3 bulan (90 hari) kumulatif. Berdasarkan perhitungan Newhall Simulation Model (NSM), daerah sekitar Ciawi digolongkan ke dalam perudik, sedangkan daerah sekitar Semplak digolongkan ke dalam udik (Lampiran 1 dan 2), kecuali untuk tanah-tanah yang sering jenuh air yang termasuk regim kelembaban akuik. Menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2003) regim kelembaban akuik ditunjukkan oleh tanah yang sering jenuh air, sehingga terjadi reduksi. Hal ini ditunjukkan oleh adanya karatan atau massa tanah dengan kroma rendah (kroma 2; value 4). Sedangkan regim kelembaban tanah perudik adalah regim kelembaban tanah yang mempunyai curah hujan setiap bulan selalu melebihi evapotranspirasi; atau dengan kata lain lebih basah dari udik (lebih lembab) selama 90 hari kumulatif dalam setahun. Dalam klasifikasi tanah, regim kelembaban perudik jarang digunakan, hanya terdapat pada subordo dari Oxisol. Sedangkan pada ordo Inceptisol digunakan udik sebagai regim kelembaban tanah, yaitu tanah-tanah yang tidak pernah kering selama 90 hari (kumulatif) setiap tahun mempunyai regim kelembaban udik. Vegetasi dan Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor secara umum terbagi dalam lima jenis penggunaan lahan, yaitu: pertanian lahan sawah, pertanian lahan kering, perkebunan, kehutanan, pemukiman, dan kawasan industri. Sebagian besar lahan digunakan terutama untuk pertanian tanaman pangan dan perkebunan. Selama 10 tahun terakhir telah terjadi konversi lahan dari lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman dan industri, sementara hutan-hutan yang ada semakin menyempit akibat penebangan liar (Fakultas Kehutanan IPB, 2003). Jenis dan luas penggunaan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2003 disajikan pada Tabel 3. Pada lahan persawahan di lokasi penelitian, pola tanam yang diterapkan petani berupa sawah 2x atau sawah 1x padi dalam setahun, tergantung dari

47 Tabel 3 Luas dan jenis penggunaan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2003 No Jenis Penggunaan Lahan Luas Ha % 1. Lahan Sawah - Pengairan Teknis - Pengairan Setengah Teknis - Pengairan Sederhana PU - Pengairan Non PU - Tadah Hujan 48.177 4.106 6.402 14.441 14.919 8.309 17,9 1,5 2,3 5,4 5,6 3,1 2. Lahan Kering - Bangunan dan Pekarangan - Tegalan/Kebun - Ladang/Huma (Padi Gogo) - Pengembalaan/Padang Rumput - Rawa yang Tidak Ditanami - Kolam/Empang - Lahan Kering yang Tidak Diusahakan - Hutan Rakyat Tanaman kayu-kayuan - Hutan Negara - Perkebunan - Penggunaan Lain-lain 220.831 36.616 52.172 7.352 300 361 2.580 483 13.193 37.317 19.454 48.003 82,1 13,7 20,6 2,7 0,1 0,1 0,9 0,1 4,9 14,0 7,2 17,8 Jumlah Penggunaan Lahan 269.008 100,0 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Bogor (2004) ketersediaan air. Setelah ditanami padi, lahan biasanya ditanami palawija dan tanaman sayur-sayuran yaitu: jagung, kacang tanah, singkong, ubi, dan talas; tomat, terong, oyong, kacang panjang, bayam, kangkung, dan genjer. Di samping itu di lahan persawahan tersebut ditumbuhi tanaman tahunan seperti pisang, pepaya, jambu biji, kelapa, pinang, kapuk, dan sengon. Tanaman utama pada lahan kering (kebun) di lokasi penelitian adalah durian, nangka, karet, dan bambu. Khusus pada kebun karet yang tidak produktif lagi (pedon TA14) ditumbuhi pakis, rumput liar, pandan liar, salak, dan kopi. Vegetasi alami di daerah penelitian hanya dijumpai pada elevasi tinggi yaitu pada pedon TA4 (500 m dpl.) dan TA6 (650 m dpl.) berupa harendong (Melastoma malabatricum), kirinyuh (Eupathorium odoratum), dan alang-alang (Imperata cylindrica). Keadaan Tanah Menurut Peta Tanah Tinjau Kabupaten Bogor skala 1:250.000 (Lembaga Penelitian Tanah, 1966), tanah-tanah di daerah Bogor cukup beragam, sejalan

48 dengan keragaman bahan induknya. Menurut klasifikasi tanah Dudal dan Soepraptohadjo (1957) jenis tanah yang mempunyai penyebaran luas di Kabupaten Bogor adalah tanah-tanah Aluvial, Regosol, Andosol, Litosol, Rendzina, Grumosol, Podsolik Merah Kuning, Laterit air tanah, dan Latosol. Sedangkan jenis tanah yang mempunyai penyebaran sempit terdiri dari Hidromorf Kelabu, Mediteran, dan Brown Forest Soil (Gambar 12). Selanjutnya Dudal dan Soepraptohardjo (1957) menambahkan bahwa tanah Aluvial yang terbentuk dari bahan aluvium, penyebarannya sempit dan terbatas di sepanjang jalur aliran sungai, antara lain sungai Cisadane, Ciliwung, Cimandiri, Cikeas, dan Cihoe-Cibeet. Regosol dan Andosol dijumpai pada lereng atas volkan G. Salak dan G. Pangrango pada ketinggian di atas 1000 m dpl. Rendzina, Brown Forest Soil, Grumosol, dan Mediteran yang berkembang dari batuan sedimen basa (batu gamping dan napal) terdapat di daerah perbukitan lipatan/angkatan di sekitar Jonggol dan Cariu. Podsolik Merah Kuning yang berkembang dari batuan sedimen masam banyak dijumpai di daerah perbukitan lipatan di sekitar Leuwiliang dan Jasinga. Laterit Air Tanah dan Hidromorf Kelabu adalah tanahtanah yang banyak dipengaruhi oleh air tanah. Laterit Air Tanah berasosiasi dengan Latosol Merah dan Latosol Coklat Kemerahan, dijumpai mulai daerah Bojonggede, Cibinong, dan Depok. Hidromorf Kelabu penyebarannya sempit, dijumpai di sebelah utara Jasinga. Litosol merupakan tanah dangkal di atas batuan keras, belum ada perkembangan profil, umumnya akibat erosi yang kuat. Litosol ditemukan pada aneka macam bahan induk, iklim, dan ketinggian; umumnya di lereng yang curam. Sedangkan Latosol yang berkembang dari bahan volkanik mempunyai penyebaran paling luas di daerah Bogor, yaitu 67 % dari luas wilayah Kabupaten Bogor (Gambar 12, legenda nomor 7 14). Semua tanah di lokasi penelitian yang berkembang dari bahan volkanik termasuk ke dalam tanah Latosol. Latosol Coklat Kekuningan (pedon TA5, TA4, dan TA3/Gambar 12, legenda nomor 9) dan Latosol Coklat (pedon TA6, TA2, dan TA1/Gambar 12, legenda nomor 7) berkembang dari tufa volkan intermedier, sedangkan Latosol Coklat Kemerahan (pedon TA14, TA8, dan TA7/Gambar 12, legenda nomor 8) dan Latosol Merah (pedon TA13, TA12, dan TA9/Gambar 12, legenda nomor 12) berkembang dari bahan aluvium volkanik.

Gambar 12 Peta sebaran jenis tanah daerah Bogor dan Depok. 49