BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang. Masalah kesehatan yang dihadapi negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris),

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum).

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang menyiapkan tenaga kerja, dituntut mampu menghasilkan lulusan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi

BAB I PENDAHULUAN. sebelum berangkat melakukan aktivitas sehari-hari (Utter dkk, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) generasi. penerus bangsa yang potensinya perlu terus dibina dan dikembangkan.

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

MENSTRUASI TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI SMP MUHAMMADIYAH 21 BRANGSI KECAMATAN LAREN LAMONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia tahun

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologik, dan perubahan sosial (Mansur, 2009). Pada remaja putri, pubertas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. merah atau hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal. umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria, anemia

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

BAB I PENDAHULUAN. menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada. tinggi. Menurut World Health Organization (WHO, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan.

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam memilih jenis makanan yang di konsumsi. Kecukupan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut World Health Organization (WHO) (2008), angka prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Tujuan. penerus harus disiapkan sebaik-baiknya. Salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001).

KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN ANEMIA DI PUSKESMAS PANARUNG KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. waktu menjelang atau selama menstruasi. Sebagian wanita memerlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Universitas Riau Telp. (0761) 31162, Fax (859258)

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dan periode ini penting dalam hal reproduksi. Pada wanita, menstruasi terjadi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hemoglobin dalam sirkulasi darah. Anemia juga dapat didefinisikan sebagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari normal, anemia merefleksikan eritrosit yang kurang dari normal di dalam sirkulasi dan anemia merupakan kejadian yang paling sering terjadi di semua kelompok usia di seluruh dunia (Smeltzer & Bare, 2013). Menurut Bakta (2013) Anemia gizi terutama yang disebabkan oleh defisiensi zat besi merupakan kelainan gizi yang paling sering ditemui di negara berkembang dan bersifat epidemik. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan zat besi tubuh sehingga penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang yang mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah yang terjadi secara berlebihan. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan asupan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui (Wijaya & Putri, 2013). Menurut Ignatavicius & Workman (2010), Anemia merupakan suatu tanda dan gejala dari suatu penyakit namun bersifat tidak spesifik, karena anemia banyak terjadi sebagai awal dari masalah kesehatan. Anemia gizi umumnya terjadi pada perempuan dalam usia reproduktif dan anak-anak. Keadaan ini membawa efek keseluruhan terbesar dalam hal gangguan kesehatan. Anemia defisiensi besi 1

2 terjadi pada remaja putri karena meningkatnya kebutuhan zat besi selama masa pertumbuhan dan kehilangan darah pada masa menstruasi juga meningkatkan risiko anemia. Anemia yang terjadi pada perempuan menyebabkan masalah kesehatan yang serius terjadi di negara berkembang (Peter et al., 2012). Penelitian menurut Rati, S.A., & Jawadagi, S. (2012) menyatakan bahwa prevalensi anemia lebih banyak terjadi pada anak perempuan lebih dari 14 tahun. Anemia banyak terjadi pada remaja putri dan prevalensi anemia di dunia berkisar 40-88%. Kasus anemia mengakibatkan terganggunya mekanisme immun dan meningkatkan penyebab kematian di dunia. Program WHO dalam menurunkan angka kejadian anemia pada remaja yaitu dengan pemberian tablet IFA melalui koordinasi dengan institusi kesehatan di seluruh dunia (World Health Organization [WHO], 2013). Prevalensi anemia pada perempuan di Indonesia yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun. Prevalensi anemia dianggap menjadi masalah kesehatan jika > 15%. (Depkes, 2013). Menurut Dinas Kesehatan Kota Padang (2015), Angka kejadian risiko anemia defsiensi besi di Kota Padang pada tahun 2014 mencapai 1182 orang pada siswa SMA/MA/SMK. Berdasarkan hasil survei pada tahun 2015 yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Padang terhadap remaja di 19 sekolah yang ada di Kota Padang menunjukkan 1.303 (88,51%) orang siswa perempuan dinyatakan mengalami risiko anemia defisiensi besi melalui penilaian status kesehatan sakit yang diderita 1

3 tahun lalu dan keluhan sakit 1 bulan lalu yang paling utama riwayat penyakit infeksi yang mempengaruhi metabolisme dan utilisasi zat besi untuk pembentukan hemoglobin dalam darah, kebiasaan tidak sarapan pagi, pola makan, riwayat kesehatan keluarga terhadap anemia dan status gizi. Kejadian risiko anemia defisiensi besi terbesar di Kota Padang terdapat di SMK N 4 Padang. Pada pemeriksaan anemia didapatkan 377 (28,93%) orang siswa remaja putri mengalami risiko anemia defisiensi besi terbanyak dibandingkan dengan siswa sekolah lain yang diperiksa di Kota Padang. Masa remaja (10-19 tahun) merupakan masa perkembangan yang membutuhkan energi yang cukup untuk memenuhi aktifitasnya sehari-hari. Hal ini merupakan dampak kurangnya perhatian remaja mengenai pentingnya kesehatan yang akan berpengaruh pada kondisi tubuh. Masalah utama kesehatan yang terjadi pada remaja putri yaitu kurangnya asupan nutrisi sebagai pemicu anemia kekurangan zat besi yang berdampak pada status gizi remaja (WHO, 2013). Remaja di kota padang memiliki pertumbuhan yang pesat sehingga mobilitas yang tinggi dapat mempengaruhi pendidikan, sosialisasi, dan status kesehatan. Kebanyakan remaja putri sering mengabaikan kondisi kesehatannya yang mengakibatkan gejala anemia yang tidak terdeteksi akan berdampak pada kasus anemia yang masih tinggi setiap tahunnya (DKK, 2015). Anemia defisiensi besi pada remaja putri dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan fisik, gangguan perilaku serta emosional yang akan mempengaruhi

4 proses pertumbuhan dan perkembangan sel otak sehingga dapat menimbulkan daya tahan tubuh menurun, mudah lemas dan lapar, konsentrasi belajar terganggu, serta dapat mengakibatkan prestasi belajar menurun (Cakrawati & Mustika, 2012). Penelitian menurut Loberah (2014), menyatakan bahwa anemia pada masa remaja menyebabkan berkurangnya kapasitas fisik dan mental, berkurangnya konsentrasi dalam pendidikan, sehingga menjadi ancaman besar bagi kelangsungan hidup di masa depan pada remaja putri. Remaja putri mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena anemia defisiensi besi daripada remaja putra. Alasan pertama karena setiap bulan pada remaja putri mengalami menstruasi. Seorang wanita yang mengalami menstruasi yang banyak selama lebih dari lima hari dikhawatirkan akan kehilangan zat besi, sehingga membutuhkan besi pengganti lebih banyak daripada wanita yang menstruasinya hanya tiga hari dan sedikit. Alasan kedua adalah karena remaja putri seringkali menjaga penampilan, keinginan untuk tetap langsing atau kurus sehingga diet dan mengurangi makan. Diet yang tidak seimbang dengan kebutuhan zat gizi tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi yang penting seperti zat besi (Arisman, 2009). Anemia sangat berkaitan erat dengan status gizi kurus pada remaja yang diukur melalui pemeriksaan atropometri perbandingan tinggi badan dan berat badan (Teji et al, 2016). Status sosioekonomi keluarga yang menengah kebawah, rasa takut bertambahnya berat badan dan kebiasaan makan yang tidak teratur sangat

5 berpengaruh dalam perkembangan anemia pada remaja (Balci et al, 2012). Menurut Tesfaye, M., et al (2015), kurangnya pendapatan orangtua, riwayat penyakit infeksi di pencernaan dan status gizi kurus sebagai faktor determinan terhadap anemia kekurangan zat besi pada remaja putri. Kejadian anemia pada remaja putri yang disebabkan mempunyai pola menstruasi tidak baik karena jumlah darah dan frekuensi menstruasi yang berlebihan. Siklus menstruasi yang tidak teratur menyebabkan remaja putri kehilangan banyak darah dibandingkan dengan remaja yang memiliki pola menstruasi teratur (Utami et al, 2013). Sedangkan, menurut WHO (2013), Faktor Penyakit infeksi mempengaruhi penderita anemia kekurangan zat besi yang terdiri dari cacingan, diare, TBC dan malaria. Pengetahuan yang kurang terhadap anemia, kebiasaan minum kopi dan teh setelah makan merupakan penyebab anemia kekurangan zat besi pada remaja (Chauhan et al, 2016). Faktor terpenting yang berkontribusi terhadap anemia defisiensi besi pada remaja yaitu kekurangan zat besi berhubungan dengan status sosioekonomi rendah, kelebihan berat badan, obesitas, aktivitas fisik yang intens, an, diet buruk zat besi, riwayat menstruasi kehilangan darah > 80 ml / bulan. Berdasarkan pendapat beberapa ahli dan peneliti lainnya yang didapat, peneliti mengambil beberapa faktor-faktor yang terkait dengan kejadian anemia kekurangan zat besi untuk diteliti pada remaja diantaranya: pendapatan orangtua, kebiasaan makan, status gizi, pengetahuan, menstruasi, penyakit infeksi, dan aktifitas fisik.

6 Berdasarkan studi pendahuluan pemeriksaan nilai Hb yang dilakukan pada 10 April 2017 oleh peneliti pada 11 orang remaja putri SMK N 4 Padang menggunakan hemoglobinometer digital didapatkan bahwa 6 dari 11 orang remaja putri mengalami anemia dengan rata-rata nilai hemoglobin siswa yang mengalami anemia sebesar 11,6 g/dl, maka dari 11 sampel didapatkan 54,5% remaja menderita anemia, pengukuran antropometri perbandingan berat badan dan tinggi badan didapatkan bahwa 8 dari 11 siswa memiliki status gizi kurus. Wawancara yang dilakukan pada siswa dapat diperoleh informasi bahwa 5 orang siswa memiliki hasil pendapatan orangtua kurang dari UMK Rp. 1.949.248, 7 orang siswa rutin minum teh, kopi dan susu setelah makan, 2 orang remaja memiliki riwayat penyakit infeksi seperti diare dan TB satu bulan yang lalu, 7 orang siswa remaja memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang anemia, 3 orang siswa memiliki frekuensi menstruasi yang tidak teratur setiap bulan, 4 orang remaja sering merasa mudah lelah, letih, lesu dan pusing setelah melakukan aktifitas. Hasil observasi yang dilakukan yaitu terdapat 4 orang siswa remaja memiliki kulit tampak pucat pada bibir dan telapak tangan. Hasil pemeriksaan konjungtiva yang didapatkan yaitu 8 orang memiliki konjungtiva anemis/subanemis. Berdasarkan fenomena-fenomena yang peneliti temukan diatas peneliti telah melakukan penelitian guna mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada siswa remaja putri di SMK N 4 Padang tahun 2017. Dalam

7 penelitian ini, penulis memfokuskan kepada siswa remaja putri yang duduk di kelas XI. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, terdapat rumusan masalah yaitu Faktor Faktor Apa Saja Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Siswa Remaja Putri di SMK N 4 Padang Tahun 2017? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahui faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMK N 4 Padang 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah a) Diketahui distribusi frekuensi kejadian anemia berdasarkan kadar hemoglobin pada remaja putri di SMK N 4 Padang b) Diketahui distribusi frekuensi faktor-faktor anemia pada remaja putri di SMK N 4 Padang c) Diketahui hubungan pendapatan orangtua dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMK N 4 Padang

8 d) Diketahui hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMK N 4 Padang e) Diketahui hubungan kebiasaan makan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMK N 4 Padang f) Diketahui hubungan riwayat penyakit infeksi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMK N 4 Padang g) Diketahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMK N 4 Padang h) Diketahui hubungan menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMK N 4 Padang i) Diketahui hubungan pengetahuan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMK N 4 Padang j) Diketahui faktor paling dominan yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMK N 4 Padang Tahun 2017 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan untuk menambah wawasan dalam mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisa, dan menginformasikan data, meningkatan pengetahuan dalam bidang keperawatan serta dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti lain.

9 2. Bagi Responden Responden memiliki informasi tentang faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia. 3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Penelitian dapat menjadi bahan masukan informasi dan referensi kepustakaan untuk menambah ilmu pengetahuan tentang anemia kekurangan zat besi khusunya dalam pencegahan anemia serta intervensi yang tepoat dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita anemia. 4. Bagi Tempat Penelitian Sebagai bahan masukan dalam proses pencegahan kejadian anemia pada siswa remaja. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pencegahan dan pengelolaan masalah anemia.