III. METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

Lampiran 1 Penilaian potensi penawaran ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara, Sangatta

ANALISIS POTENSI WILAYAH UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA KABUPATEN JEPARA

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

Gambar 2 Tahapan Studi

III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu 3.2. Metode Studi Inventarisasi

ANALISIS PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KAWASAN SUAKA ALAM (STUDI KASUS CAGAR ALAM TANGKOKO-DUASUDARA, SULAWESI UTARA) SANDRA PONTONUWU

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

I. PENDAHULUAN. kinerja (atau hasil) yangdirasakan dibandingkan dengan harapannya. Bila kinerja

BAB III METODA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Gambar 2. Peta Jakarta Timur Gambar 3. Pata Lokasi Taman Mini Indonesia (Anonim, 2010b) Indah (Anonim, 2011)

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM DI KECAMATAN CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR. Oleh ;

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Lampiran 4 Panduan scoring untuk mengetahui tingkat kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

RISET PENGEMBANGAN PARIWISATA: PENILAIAN POTENSI ALAM DAN BUDAYA PULAUFLORES SEBAGAI DESTINASI WISATA DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

Gambar 1 Lokasi penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN JUDUL Fasilitas Out Bound Pengembangan Obyek Wisata Suban

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pariwisata untuk peningkatan kesejahteraan. Geography is the study and science

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO

BAB III METODOLOGI. (c)foto Satelit Area Wisata Kebun Wisata Pasirmukti

PENENTUAN BLOK PENGELOLAAN CAGAR ALAM TANGKOKO CAGAR ALAM DUASUDARA DENGAN PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata telah diasumsikan sebagai industri yang dapat diandalkan untuk

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI...

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Konsep Ekowisata

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Menurut Tika (2005:4) metode deskriptif adalah metode yang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

2 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

TINJAUAN PUSTAKA. bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2014 TENTANG

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

3 METODE Jalur Interpretasi

Transkripsi:

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di CATDS (1º29 N, 125º11 E) wilayah Batuputih, Kecamatan Bitung Utara, Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara (121º-127º BT dan 0º30-4º0 LU), (Gambar 3). Wilayah Batuputih dipilih menjadi lokasi penelitian karena merupakan pintu masuk utama kawasan dan kegiatan ekowisata terpusat di wilayah tersebut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober 2005, meliputi survei pendahuluan, pengumpulan data di lokasi penelitian, analisis dan pengolahan data. 3.2. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan suatu analisis pengembangan ekowisata di CATDS, dengan mengacu pada kriteria standar penilaian obyek dan daya tarik wisata alam (PHKA 2002). Penelitian ini menggunakan analisis penilaian potensi untuk sumberdaya ekowisata dan pengunjung, analisis stakeholder, untuk evaluasi jalur interpretasi dan evaluasi alternatif kebijakan menggunakan analisis metode perbandingan eksponensial atau MPE (Ma arif & Tandjung 2003). Penelitian dilakukan dengan metode survei (non experimental) dengan cara pengamatan langsung di lapangan terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di lokasi penelitian. Pengumpulan data potensi ekowisata (atraksi alam, budaya dan jenis kegiatan wisata lainnya, akomodasi, fasilitas, pelayanan dan infrastruktur), potensi pengunjung dan stakeholder (elemen institusi dan masyarakat di sekitar kawasan) dilakukan dengan teknik in-depth interview dan observasi menurut Kusmayadi (2004). Data keadaan fisik kawasan (topografi; geologi; iklim), daftar jenis flora dan fauna, masyarakat dan penggunaan lahan (kondisi lingkungan sosial ekonomi) dikumpulkan dari sumber bahan dokumentasi dan hasil-hasil penelitian terdahulu serta sumber kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan tujuan-tujuan penelitian.

Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 22

23 Tahap pertama yang dilakukan adalah studi literatur yang diarahkan untuk merumuskan tujuan-tujuan pengembangan ekowisata. Tahap kedua adalah melakukan identifikasi dan pemetaan potensi ekowisata di kawasan melalui survei dan analisis. Setelah diketahui bahwa daya tarik utama kawasan adalah obyek wisata darat maka dilakukan evaluasi jalur interpretasi yang sering digunakan pengunjung dengan menggunakan MPE. Tahap ketiga adalah menyusun formulasi kebijakan dan rencana pengembangan dimana berdasarkan hasil penilaian potensi, analisis stakeholder dan evaluasi jalur interpretasi ditentukan alternatif kebijakan yang kemudian dievaluasi dengan menggunakan MPE. 3.3. Analisis Data Data yang diperoleh diolah dengan cara mentabulasikan dan kemudian dianalisis sesuai dengan jenis dan tujuan penggunaannya. 3.3.1. Analisis Penilaian Potensi Analisis penilaian potensi ekowisata di CATDS dilakukan dengan cara penilaian obyek dan daya tarik wisata alam (analisis daerah operasi), dengan menggunakan tabel kriteria penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata alam (Lampiran 3), berdasarkan kriteria standar yang ditetapkan oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan tahun 2002. 3.3.2. Analisis Paket Kegiatan dan Analisis Sarana dan Prasarana Dilakukan secara deskriptif terhadap produk utama obyek berupa atraksi dan produk penunjang obyek berupa amenitas (Wiratno 2000). Atraksi yang dianalisis adalah atraksi alam, budaya dan penelitian sedangkan amenitas yang dianalisis adalah sarana dan prasarana dalam kawasan maupun di luar kawasan. 3.3.3. Analisis Pengunjung Data pengunjung yang merupakan data sekunder dianalisis dengan cara mentabulasikan, menghitung frekuensi dan menguraikan secara deskriptif (Wiratno 2000). Analisis ini sangat penting dalam hubungannya dengan perencanaan,

24 diversifikasi obyek, dan segmen pasar. Cakupan analisis pengunjung yang dipakai dalam penelitian ini adalah jumlah, asal, lama kunjungan, jenis transportasi, musim kunjungan dan karakteristik kunjungan (rekreasi, penelitian, pendidikan). 3.3.4. Analisis Stakeholder Dilakukan dengan cara observasi dan wawancara mendalam terhadap setiap stakeholder yang terlibat dalam kegiatan ekowisata, yaitu stakeholder primer [pemerintah (BKSDA), Pemkot Bitung, masyarakat (kelompok pemandu lokal)] dan stakeholder sekunder (pengunjung, masyarakat lokal, LSM, sektor swasta/industri). Analisis ini dilakukan untuk melihat sejauh mana peranan dan kepentingan masing-masing stakeholder dalam mendukung kegiatan ekowisata. Tabel 3 menunjukkan analisis stakeholder yang terdiri dari pokok masalah, peranan dan tuntutan-tuntutan dalam menyelesaikan masalah, serta kepentingan masingmasing pihak. Tabel 3 Analisis stakeholder Pokok masalah Stakeholder Peranan Tuntutan Kepentingan BKSDA Sulut Masyarakat (kelompok pemandu lokal) Pengembangan ekowisata Pemkot Bitung Pengunjung Masyarakat lokal LSM Sektor swasta (industri)

25 3.3.5. Analisis Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Metode perbandingan eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang dalam skala tertentu (Ma arif & Tanjung 2003), sehingga hasil yang diharapkan lebih kuantitatif dan obyektif. Penelitian ini menggunakan pendapat-pendapat dari tiga orang pakar/ahli dalam menentukan derajat kepentingan (bobot) setiap kriteria penilaian untuk evaluasi jalur interpretasi dengan menggunakan metode justifikasi langsung, dan pendapat-pendapat dari 20 orang pakar/ahli untuk evaluasi alternatif kebijakan dengan menggunakan metode pembobotan (Eckenrode Method). Konsep dari metode pembobotan adalah dengan melakukan perubahan urutan menjadi nilai, yaitu urutan pertama dengan tingkat (nilai) yang tertinggi, urutan kedua dengan tingkat (nilai) di bawahnya dan seterusnya (Marimin 2004). Penghitungan bobot dengan metode pembobotan: W e n λ ej j = 1 =, k λ ej e = 1 n e ej j = 1 e λ ej = 1,2,3,...k = nilai tujuan ke λ oleh ahli ke j, n = jumlah ahli. Pemilihan pakar/ahli berdasarkan ilmu, pengalaman dan pengetahuan mereka tentang keadaan kawasan CATDS saat ini yang terdiri dari pemerintah; akademisi; LSM; peneliti; tokoh masyarakat dan pihak swasta. Tahapan penghitungan dimulai dengan penentuan bobot setiap kriteria penilaian dari masing-masing pilihan jalur interpretasi dan alternatif kebijakan. Berdasarkan hasil analisis penilaian potensi maka kriteria-kriteria yang digunakan dalam evaluasi jalur interpretasi adalah keindahan alam, keunikan dan potensi sumberdaya alam, keutuhan sumberdaya alam, keamanan dan kerawanan jalur, kebersihan dan kenyamanan jalur, kemudahan melihat satwa liar (mamalia), kemudahan melihat satwa liar (burung), kemudahan melihat satwa liar (reptil), panjang jalur dan fasilitas penunjang. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam

26 penentuan alternatif kebijakan pengembangan ekowisata di kawasan CATDS ditentukan berdasarkan hasil penilaian potensi, evaluasi jalur interpretasi dan analisis stakeholder yang terdiri dari obyek dan daya tarik wisata alam, sarana dan prasarana, aksesibilitas, sumberdaya manusia (SDM), pengunjung, sarana dan prasarana di luar kawasan, sosial ekonomi, obyek wisata alam; budaya dan buatan di luar kawasan, serta partisipasi masyarakat. Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan bobot setiap kriteria penilaian dari masing-masing pilihan jalur interpretasi dan alternatif kebijakan. Setelah itu, dilakukan penghitungan total nilai dari setiap jalur interpretasi dan alternatif kebijakan dengan rumus: Total Nilai = m ( ) j= i j Rk ΤΚΚ ij Rk = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada keputusan ke-i, yang dapat dinyatakan dengan skala ordinal TKK = Derajat kepentingan kriteria keputusan, yang dinyatakan dengan bobot n = Jumlah pilihan keputusan m = Jumlah kriteria keputusan Tabel 4 Bobot kriteria penilaian jalur interpretasi No Kriteria Bobot 1 Keindahan alam 0.10 2 Keunikan dan potensi sumberdaya alam 0.15 3 Keutuhan sumberdaya alam 0.10 4 Keamanan dan kerawanan jalur 0.10 5 Kebersihan dan kenyamanan jalur 0.05 6 Kemudahan melihat satwa liar (mamalia) 0.15 7 Kemudahan melihat satwa liar (burung) 0.10 8 Kemudahan melihat satwa liar (reptil) 0.10 9 Panjang jalur 0.05 10 Fasilitas penunjang 0.10 Jumlah 1.00

27 Tabel 5 Bobot kriteria penilaian alternatif kebijakan No Kriteria Bobot 1 Obyek dan daya tarik wisata alam (keunikan/khas) 0.99271 2 Sarana dan prasarana 0.00250 3 Aksesibilitas 0.00082 4 Sumberdaya manusia 0.00305 5 Pengunjung 0.00011 6 Sarana dan prasarana di luar kawasan 0.00006 7 Sosial ekonomi 0.00001 8 Obyek wisata alam, budaya dan buatan di luar kawasan 0.00001 9 Partisipasi masyarakat 0.00071 Jumlah 1.00000 Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukkan cara pengolahan matriks MPE evaluasi jalur interpretasi dan evaluasi alternatif kebijakan. Jalur interpretasi yang total nilainya masuk urutan tiga besar ditetapkan sebagai jalur potensial, kemudian alternatif kebijakan yang menjadi urutan pertama ditetapkan sebagai pilihan pertama dalam rumusan rencana pengembangan ekowisata di CATDS. Tabel 6 Matriks MPE evaluasi jalur alternatif Jalur Kriteria penilaian Kea Kps Ksa Kkj Kdk Kmm Kmb Kmr Pjr Fas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jalur Puncak RK11 TN1 Jalur Pantai Babi Jalur Pantai Jalur Patar RK41 TN4 Jalur Pinangunian Jalur Kumeresot Jalur Lingkar Jalur Alang-alang Bobot TKK1 TKK2 TKKm Kea: keindahan alam, Kps: keunikan dan potensi sda, Ksa: keutuhan sda, Kkj: keamanan dan kerawanan jalur, Kdk: kebersihan dan kenyamanan jalur, Kmm: kemudahan melihat mamalia, Kmb: kemudahan melihat burung, Kmr: kemudahan melihat reptil, Pjr: panjang jalur, Fas: fasilitas penunjang. RK11: derajat kepentingan relatif kriteria penilaian Kea pada Jalur Puncak, RK41: derajat kepentingan relatif kriteria penilaian Kea pada Jalur Patar, TN1: Total nilai Jalur Puncak, TN4: Total nilai Jalur Patar, TKK1: bobot Kea, TKK2: bobot Kps, TKKm: total semua bobot. Nilai Prio ritas

28 Alternatif Kebijakan Tabel 7 Matriks MPE evaluasi alternatif kebijakan Kriteria penilaian Odw Sdp Aks Sdm Peg Slk Sek Olk Pms Nilai Prioritas Ekowisata di TWA Batuputih dan TWA RK11 TN1 Batuangus Ekowisata di CA dan TWA dengan sistem zonasi Ekowisata di CA dan TWA dengan sistem perubahan status Bobot TKK1 TKK2 TKKm Odw: obyek dan daya tarik wisata alam, Sdp: sarana dan prasarana, Aks: aksesibilitas, Sdm: sumberdaya manusia, Peg: pengunjung, Slk: sarana dan prasarana di luar kawasan, Sek: sosial ekonomi, Olk: obyek wisata alam; budaya dan buatan di luar kawasan, Pms: partisipasi masyarakat. RK11: derajat kepentingan relatif kriteria penilaian Odw pada alternatif kebijakan pertama, TN1: Total nilai alternatif kebijakan pertama, TKK1: bobot Odw, TKK2: bobot Sdp, TKKm: total semua bobot.