BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA)

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

II. KAJIAN PUSTAKA. mengkaji penelitian/skripsi sebelumnya yang sama dengan kajian penelitian

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

II TINJAUAN PUSTAKA Pas Pa ang Surut Teor 1 Te Pembentukan Pasut a. Teor i Kesetimbangan

Pengertian Pasang Surut

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri =( )/2 (2.1)

BAB III 3. METODOLOGI

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H

ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant

3. METODOLOGI PENELITIAN

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pasang surut air laut timbul terutama karena gaya tarik menarik gravitasi

PRAKTIKUM 6 PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT MENGGUNAKAN METODE ADMIRALTY

2 BAB II LANDASAN TEORI DAN DATA

PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT DENGAN METODE ADMIRALTY

Lampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS

Bab IV Pengolahan Data dan Analisis

Jurnal Ilmiah Platax Vol. 1:(3), Mei 2013 ISSN:

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

PENDAHULUAN. I.2 Tujuan

Oleh : Ida Ayu Rachmayanti, Yuwono, Danar Guruh. Program Studi Teknik Geomatika ITS Sukolilo, Surabaya

Bab II Teori Harmonik Pasang Surut Laut

BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman Online di :

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I Elevasi Puncak Dermaga... 31

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PASANG SURUT

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016

MODUL PELATIHAN PEMBANGUNAN INDEKS KERENTANAN PANTAI

PENGUKURAN LOW WATER SPRING (LWS) DAN HIGH WATER SPRING (HWS) LAUT DENGAN METODE BATHIMETRIC DAN METODE ADMIRALTY

Simulasi Pemodelan Arus Pasang Surut di Luar Kolam Pelabuhan Tanjung Priok Menggunakan Perangkat Lunak SMS 8.1

III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

Bab III Satelit Altimetri dan Pemodelan Pasut

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

STUDI KARAKTERISTIK DAN PERAMALAN PASANG SURUT PERAIRAN TAPAKTUAN, ACEH SELATAN Andhita Pipiet Christianti *), Heryoso Setiyono *), Azis Rifai *)

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :

PENGARUH SIMULASI AWAL DATA PENGAMATAN TERHADAP EFEKTIVITAS PREDIKSI PASANG SURUT METODE ADMIRALTY (STUDI KASUS PELABUHAN DUMAI)

BAB IV PASANG SURUT AIR LAUT TIPE MIXED TIDES PREVAILING DIURNAL (PELABUHAN TANJUNG MAS SEMARANG) UNTUK PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Satelit Altimetri

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

BAB III PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

2. TINJAUAN PUSTAKA. adalah tide staff, floating tide gauge, dan pressure tide gauge (Djaja, 1987).

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

PERBANDINGAN AKURASI PREDIKSI PASANG SURUT ANTARA METODE ADMIRALTY DAN METODE LEAST SQUARE

ANALISIS DATA ARUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALYSIS OF FLOW DATA ON ESTUARINE BANYUASIN RIVER IN SOUTH SUMATERA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) RISK ANALYSIS FLOWCHART Bagan Alir Analisis Resiko

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

TEORI DASAR. variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah. eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002).

KONSTANTA PASUT PERAIRAN LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SANGIHE

Tabel 4.1 Perbandingan parameter hasil pengolahan data dengan dan tanpa menggunakan moving average

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KOMPARASI HASIL PENGAMATAN PASANG SURUT DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA DAN KABUPATEN PATI DENGAN PREDIKSI PASANG SURUT TIDE MODEL DRIVER

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)

Analisis Harmonik Pasang Surut untuk Menghitung Nilai Muka Surutan Peta (Chart Datum) Stasiun Pasut Sibolga

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

BAB I PENDAHULUAN I.1

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

PEMBUATAN CO-TIDAL CHARTS PERAIRAN LAUT JAWA

STUDI KARAKTERISTIK POLA ARUS DI PERAIRAN SELAT LAMPA, KABUPATEN NATUNA, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

SEA SURFACE VARIABILITY OF INDONESIAN SEAS FROM SATELLITE ALTIMETRY

Menentukan Tipe Pasang Surut dan Muka Air Rencana Perairan Laut Kabupaten Bengkulu Tengah Menggunakan Metode Admiralty

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat pendukung yang berupa piranti lunak dan perangkat keras. Adapun

BAB II SATELIT ALTIMETRI

Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling System 8.

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN I.1

PERAMALAN PASANG SURUT DI PERAIRAN PELABUHAN KUALA STABAS, KRUI, LAMPUNG BARAT

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut

MODUL PELATIHAN PEMBANGUNAN INDEKS KERENTANAN PANTAI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan laut yang diperkirakan sebesar 5,1 juta km 2 dan garis pantai sepanjang 80.791 km (Soeprapto, 2001). Untuk mengelola kekayaan laut yang sangat besar diperlukan informasi geospasial yang baik, benar, lengkap dan detail mengenai wilayah laut Indonesia dalam bentuk informasi kelautan. Dalam kondisi wilayah perairan ini banyak aktivitas masyarakat yang terfokus pada bidang kelautan seperti perencanaan navigasi, pengembangan wilayah pesisir, pelayaran atau transportasi barang antar pulau, pembangunan dermaga pelabuhan dan anjungan lepas pantai, penambangan lepas pantai, dan sebagainya. Aktivitas tersebut senantiasa menuntut ketersediaan sumberinformasi kelautan. Salah satu bentuk dari informasi kelautan adalah pasang surut (pasut). Informasi pasut pada umumnya diperoleh dari stasiun-stasiun pasut yang jumlahnya relatif sedikit dan umumnya terletak di pelabuhan-pelabuhan. Data pasut di Indonesia disediakan oleh dua instansi pemerintah yaitu BIG (Badan Informasi Geospasial) dan DISHIDROS (Dinas Hidro-Oseanogtafi) TNI-AL. Jumlah total stasitun pasut di Indonesia baik yang dioperasikan oleh BIG, UHSLC (University of Hawaii Sea Level Center) dan GITEWS (German Indonesia Tsunami Early Warning System) adalah sebanyak 115 stasiun. Jumlah ini relatif sangat kecil bila dibandingkan panjang garis pantai Indonesia. Oleh karena kecilnya rasio antara jumlah stasiun pasut dan panjang garis pantai Indonesia (1:856), diperlukan cara lain untuk mendapatkan data pasut. Salah satu alternatif untuk mendapatkan data pasut adalah menggunakan model pasut global yang dapat memodelkan pasut di lokasi manapun di perairan laut dunia. Hal yang dapat ditampilkan melalui suatu modelpasut adalah nilai amplitudo serta nilai fase pasang surut pada lokasi perairan laut manapun. Dari nilai fase dan amplitudo, dapat dilakukan penggambaran peta cotidal chart, yaitu peta yang menggambarkan garis-garis dengan fase dan atau 1

amplitudo yang sama. Selain itu, dengan modelpasut dapat pula dilakukan prediksi pasang surut laut untuk waktu yang akan datang berupa nilai elevasi muka laut pada lokasi dan waktu yang ditentukan. Salah satu model pasut yang tersedia adalah model pasut global yang dikembangkan pada tahun 2003 oleh Oregon State University (OSU), Amerika Serikat, yaitumodelpasutglobal TPXO 7.1. TPXO adalah salah satu model pasut hasil asimilasi data pasut (konvensional, satelit altimetri T/P dan Jason) dan model hidrodinamika. Model pasut ini termasuk model inversi yang dikenal dengan OTIS (OSU Tidal Inversion Software). TPXO 7.1 merupakan model pasut global versi terbaru yang dihasilkan menggunakan teknik hitung kuadrat terkecil terhadap persamaan pasut Laplace dikombinasikan dengan data pasut T/P dan Jason sepanjang lintasan (track). Model TPXO 7.1dapat dijalankan dengan perangkat lunaktidal Model Driver (TMD). TMD digunakan untuk melakukan ekstraksi konstanta pasut serta melakukan ramalan (prediksi) ketinggian pasut di permukaan bumi dari model pasut dengan perangkat lunak MATLAB. Dari model pasut dapat dilakukan ekstraksi konstanta harmonik dan prediksi elevasi pasut pada lokasi dan waktu yang diberikan. Secara global, untuk melakukan ekstraksi serta prediksi kostanta pasut tersebut, model pasut TPXO 7.1 melibatkan konstituen pasut M2, S2, K1, O1, N2, P1, K2, Q1, MM, MF dan M4. Model pasut ini dapat diunduh dari internet dan telah divalidasi dengan data pasut dari satelit altimetri dan stasiun pasut pantai dan lautan (Shum et al., 1997; Zahran et al., 2006). Model ini mempunyai akurasi dalam beberapa cm untuk daerah laut dalam dan akurasinya dapat sangat bervariasi di daerah perairan dangkal/paparan dan pantai dengan nilai maksimum sebesar 1 m. Model pasuttpxo 7.1dapat memodelkan pasut di seluruh lokasi perairan di dunia. Pada penelitian ini lokasi pemodelan adalah wilayah perairan Pulau Jawa. Penelitian ini dimaksudkan untuk memodelkan pasut menggunakan TMD dan model pasut global TPXO 7.1untuk studi kasus perairan Pulau Jawa serta mengetahui kualitas akurasi data yang dihasilkan dari model pasut, sehingga model tersebut dapat 2

dipertimbangkan untuk digunakan sebagai penyedia data pada pekerjaan-pekerjaan oseanografi. I.2. Perumusan Masalah Model pasut global TPXO 7.1 dapat digunakan untuk memprediksikan data pasut dan mengekstraks konstanta harmonik di seluruh perairan dunia termasuk di perairan Pulau Jawa. Namun demikian, akurasi model belum diketahui. Dari rumusan masalah dapat dikemukakan pertanyaan penelitian yaitu: Bagaimanakah akurasi data pasut dan konstanta harmonik hasil prediksi dan ekstraksi dari model TPXO 7.1? I.3. Pembatasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Daerah yang dimodelkan pasang surutnya adalah wilayah perairan Pulau Jawa, Indonesia. 2. Pemodelan meliputi prediksi elevasi pasut serta ekstraksi konstanta pasut. 3. Data pengamatan pasut yang digunakan untuk pengecekan akurasi hasil prediksi pasut oleh model diperoleh dari pengamatan IOC (Intergovernmental Oceanographic Commission) yang diunduh dari situs http://www.ioc-sealevelmonitoring.org/, sedangkan untuk pengecekan akurasi konstanta pasut digunakan data pengamatan Dinas Hidro Oseanografi (DISHIDROS). I.4. Tujuan Tujuan utama dari penelitian ini adalah: 1. Melakukan pemodelan pasutdi wilayah perairanpulau Jawa dengan menggunakan model TPXO 7.1 dan perangkat lunak TMD. 2. Melakukan evaluasi data hasil prediksi elevasi dan ekstraksi konstanta pasut sehingga akurasi model pasut dapat diketahui. 3

I.5. Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian iniadalah: 1. Dapat diketahui cara memperoleh data pasut dari seluruh wilayah perairan di Indonesia. 2. Dapat dilakukan ekstraksi konstanta pasut serta prediksi pasut pada lokasi serta waktu yang dikehendaki. I.6. Tinjauan Pustaka Yonathan (2012) melakukan penelitian pemodelan pasang surut di perairan Teluk Bone dengan menggunakan Estuary Lake Coastal Ocean Model (ELCOM). Hasil pemodelan menunjukkan perambatan gelombang pasut K1 terwakili secara cukup baik dengan hasil elevasi amplitudo yang kurang dari 10 cm, dan perbedaan nilai fase terbesar mencapai 58 menit, bila dibandingkan dengan komponen pasut K1 di kedua stasiun pasut milik DISHIDROS. Pada hasil pemodelan perambatan gelombang pasut M2 juga terwakili secara cukup dari hasil elevasi amplitudo yang kurang dari 10 cm dan perbedaan nilai fase terbesarnya 39 menit, dibandingkan dengan DISHIDROS. Iskandar (2009) melakukan simulasi model pasang surut laut tiga dimensi di Selat Malaka denganmenggunakan model Hamburg Shelf Ocean Model (HAMSOM). Hasil menunjukkan bahwa model memperlihatkan pemecahan persamaan dinamika oseanografi yang cukup akurat yang memperlihatkan jenis pasang surut laut di Selat Malaka adalah semi diurnal dengan komponen utama yang berpengaruh pada pasang surut laut ialah komponen M2 dan S2. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan dia atas terletak pada model pasut yang digunakan, komponen pasut yang dilibatkan serta tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan perangkat lunak TMD untuk memprediksikan nilai elevasi pasut dan mengekstraks konstanta pasutdari model TPXO 7.1, kemudian data hasil prediksi dan ekstraksi dibandingkan dengan data pengamatan IOC dan DISHIDROS. Yonathan (2012) menggunakan model ELCOM untuk melakukan 4

ekstraksi konstanta pasut berupa amplitudo dan fase pasut dengan konstituen pasut K1 dan M2, kemudian dibandingkan dengan data pengamatan pasut oleh DISHIDROS. Iskandar (2009) menggunakan model HAMSOM dalam melakukan simulasi model pasut tiga dimensi untuk mengetahui jenis pasang surut laut di Selat Malaka dan komponen pasut utama yang mempengaruhinya. I.7. Landasan Teori I.7.1 Pasang surut Pasang surut adalah fenomena naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi dan gaya tarik benda-benda langit terutama bulan dan matahari terhadap massa air di Bumi. Sebenarnya, benda angkasa lainnya juga mempengaruhi, namun pengaruhnya dapat diabaikan karena jarak yang jauh terhadap bumi atau ukurannya yang jauh lebih kecil dari bumi. Jadi, benda-benda angkasa yang paling mempengaruhi pasang surut laut di bumi adalah bulan dan matahari. Persamaan gaya gravitasi menurut Hukum Newton (Soeprapto, 1993) adalah: F = k (I.1) Dari persamaan (I.1) besarnya gaya gravitasi bergantung pada jarak antar kedua benda dan besarnya massa dari masing-masing benda. Gaya gravitasi antara bumi dan bulan lebih besar pengaruhnya terhadap pasut dari pada gaya gravitasi antara bumi dan matahari. Hal ini disebabkan jarak antara bumi dengan bulan lebih dekat dibandingkan dengan jarak antara bumi dengan matahari. Selain gaya tarik tersebut, gaya sentrifugal juga mempengaruhi pasang surut di bumi. Gaya ini merupakan akibat dari rotasi bumi yang berlawanan arah dengan gaya gravitasi sehingga terbentuklah resultan antar kedua gaya tersebut. Besarnya gaya sentrifugal di semua bagian bumi adalah sama besarnya dengan gaya graivtasi bulan di pusat massa bumi, sehingga muncullah teori kesetimbangan pasut atau equilibrium tide. 5

Persamaan gaya tarik antara bumi bulan dapat dilihat pada persamaan (I.2) sampai dengan persamaan (1.4.) (Heliani, 2003). 2 mpmm m m mm a F G G g (I.2) p 2 2 R R m R 2 e Persamaan gaya sentrifugal yang terjadi di bumi dapat dilihat pada persamaan (I.3) 2 mm mm a F G g. (I.3) c 2 r m r 2 e Resultan dari kedua gaya tersebut untuk gaya pembangkit pasut (F pp ) adalah : F pp = F p + F c GM GMm m (F 2 2 c bernilai negatif karena berlawanan arah dengan F p ) R r. (I.4) Bumi P Fs P Fb Bulan GambarI.1. Resultan arah gaya gravitasi bulan dan gaya sentrifugal (Poerbandono, 2005) Gaya gravitasi bulan (Fb) yang bekerja pada titik pengamatan Pyang memiliki lokasi terdekat dengan bulan dan segaris dengan sumbu bumi-bulanlebih besar dibandingkan dengan gaya sentrifugalnya (F s ). Hal ini menyebabkan badan air tertarik ke arah bulan dan menjauhi bumi. Lokasi P ditunjukkan pada Gambar I.1. Seiring dengan menjauhnya lokasi titik pengamat terhadap bulan, gaya gravitasi yang bekerja pada titik-titik di permukaan bumi pun akan semakin kecil. Di titik P, gaya sentrifugal lebih dominan dibanding gaya gravitasi bulan, sehingga badan air tertarik menjauhi bumi pada arah menjauhi bulan (Poerbandono, 2005). 6

Berdasarkan geometri kedudukan bumi-bulan dan matahari, pasut dapat dibagi menjadi 2 macam yakni pasut purnama (spring tides) dan pasut perbani (neap tides). Pasut purnama memiliki ciri-ciri fenomena air pasang yang sangat tinggi dan surut yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan posisi kedudukan antara bulan,matahari dan bumi berada pada satu garis lurus sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling menguatkan (Gambar I.2). Pasut purnama terjadi pada saat bulan purnama dan bulan baru/mati. Pasut perbani memiliki ciri-ciri fenomena air pasang yang sangat rendah dan surut yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan posisi kedudukan antara bulan,matahari dan bumi membentuk sudut siku, sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling mengurangi (Gambar I.3). Pasut perbani terjadi pada saat bulan seperempat dan tiga perempat. Bumi Bulan Matahari Gambar I.2.Pasut Purnama saat bulan purnama Bulan Matahari Bumi Gambar I.3. Pasut Perbani saat bulan perbani 7

Persamaan tinggi muka air laut dapat ditulis pada persamaan (I.5) (Soeprapto, 1993): h( t) S k fi Ai cos(( Vi ui gi ) it ) 1... (I.5) 0 i i Dimana, h(t) S 0 f i A i Vi+ui g i t = tinggi muka laut saat waktu t = muka laut rerata = faktor koreksi nodal untuk komponen harmonik ke-i = amplitudo rerata komponen harmonik ke-i = nilai elemen astronomik atau harga argumen dari pasut setimbang komponen ke-n pada saat t=0 = fase komponen pasut ke-i = kecepatan sudut anguler dari komponen pasut ke-i = waktu yang dinyatakan dalam GMT (Greenwich Meridian Time) I.7.2. Tipe Pasang Surut Pasang surut dibagi menjadi empat tipe (Wyrtki, 1961), yaitu : 1. Pasut harian tunggal (diurnal tide), yaitu apabila hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, seperti ditunjukan pada Gambar I.4. Gambar 1.4. Tipe pasut tunggal (diurnal) 8

2. Pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), yaitu apabila terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, seperti ditunjukan pada GambarI.5 Gambar 1.5. Tipe pasut ganda (semidiurnal) 3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (mixed tide, prevailing diurnal), yaitu apabila pada tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu seperti pada GambarI.6. Gambar 1.6. Tipe pasut campuran condong harian tunggal 4. Pasang surut campuran condong harian ganda (mixed tide, prevailing semidiurnal), yaitu apabila terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda yang ditunjukan pada GambarI.7. 9

Gambar 1.7. Tipe pasut campuran condong harian ganda Periode dari tiap tipe pasut berbeda, untuk harian tunggal (diurnal) memiliki periode 24 jam 50 menit dan harian ganda adalah 12 jam 25 menit. Penentuan tipe pasut pada suatu daerah didasarkan pada persamaan Formzahl (F) yaitu : F = (K1+O1 )/ (M2+S2)... (I.6) K1,O1,M2 dan S2 pada persamaan (I.6) adalah nilai amplitudo komponen harmonik pasut yang diperoleh dari analisis harmonik pasut. Dalam hal ini nilai Formzahl, 0.00 <F 0.25 ; pasut bertipe ganda (semidiurnal) 0.26 < F 1.50 ; pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol (mixed, mainlysemidiurnal) 1.51< F 3.00 ; pasut bertipe campuran dengan tipe tunggal yang menonjol (mixed, mainly diurnal) F > 3.00 ; pasut bertipe tunggal (diurnal) I.7.3. Konstituen Pasut Kedudukan muka tinggi air laut di setiap tempat bervariasi. Variasi ketinggian ini sebenarnya adalah hasil dari penggabungan atau superposisi dari berbagai komponen atau konstituen harmonik gelombang pasut sebagai akibat dari gaya pembangkit pasut. Konstituen harmonik pasut ditentukan berdasarkan pada nilai amplitudo dan kelambatan fase dari setiap gelombang tunggal. Menurut Laplace, gelombang komponen pasang 10

surut setimbang dalam penjalarannya akan mendapatkan respon dari laut yang dilewatinya, sehingga amplitudonya akan mengalami perubahan dan kelambatan fasenya akan mengalami keterlambatan, namun frekuensi dan kecepatan sudut masing-masing komponen adalah tetap. Dalam hal ini, konstituen pasut merupakan konstituen yang bersifat periodik yang memiliki frekuensi dan kecepatan sudut tertentu (Pugh, 1987). Konstituenpasut terbagi menjadi dua yaitu komponen pasut utama/umum dan komonen pasut lokal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel I.1. Tabel I. 1. Konstituen harmonik pasut (Pond dan Pickard, 1983) Jenis / Nama Konstituen Simbol Periode (jam) Tengah Harian (SemiDiurnal) Principal Lunar Principal Solar Larger lunar elliptic Luni Solar M2 S2 N2 K2 12.4 12.0 12.7 11.97 Kecepatan Sudut (derajat/jam) 28.9841 30.0000 28.4397 30.0821 Harian (Diurnal) Luni-solar diurnal Principal Lunar Diurnal Principal Solar Diurnal Larger lunar elliptic diurnal Periode panjang Lunar Forthnightyl Lunar Monthly Solar semmi annual K1 O1 P1 Q1 Mf Mm Ssa 23.9 25.8 24.1 26.9 328.0 661 2191 15.0411 13.943 14.9589 1.098 0.5444 0.0821 Perairan Lokal/Shallow water Kombinasi S2 dan M2 Kombinasi S2,M2 dan N2 Kombinasi M2 dan K1 Kombinasi M2 dan M2 Kombinasi M2 dan S2 2SM2 MNS2 MK3 M4 MS4 11.61 13.13 8.18 6.21 6.20 31.0161 27.424 44.025 57.968 58.084 11

Konstituen pasut dibentuk karena fenomena-fenomenat tertentu seperti ditunjukan pada Tabel I.2. Tabel I.2. Fenomena konstituen pasut (Poerbandono, 2005) Jenis Namakonstituen Fenomena Semi M2 Gravitasi bulan dengan orbit lingkaran dan sejajar ekuator bumi Gravitasi matahari dengan orbit lingkaran dan sejajar ekuator bumi diurnal Perubahan jarak bulan ke bumi akibat lintasan yang S2 berbentuk elips N2 Perubahan jarak bulan ke bumi akibat lintasan yang berbentuk elips Semi-diutnal K2 Perubahan jarak matahari ke bumi akibat lintasan yang berbentuk elips Diurnal K1 Deklinasi sistem bulan dan matahari O1 Deklinasi bulan P1 Deklinasi matahari Perairan M4 Dua kali kecepatan M2 dangkal MS4 Interaksi M2 dan S2 I.7.4. Pengamatan Pasut Pengamatan pasut dapat dilakukan dengan cara mendirikan stasiun pasut yang berada di dekat pantai. Pengamatan di stasiun pasut umumnya menggunakan seperangkat alat pengukuran pasut yang disebut dengan tide gauge. Jenis-jenis tide gauge bermacam macamsesuai dengan jenis sensornya, diantaranya pole gauge (palem pasut), echosounder gauge, float gauge, radar gauge dan pressure gauge. Sebagai alat pembanding untuk uji validasi model dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data pengamatan pasut olehioc dari alat pressure gauge. Prinsip kerja pressure gauge hampir sama dengan float gauge, namun perubahan naik-turunnya air laut menyebabkan terjadinya perubahan tekanan pada kolom pipa yang selanjutnya 12

dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Pemasangan alat pressure gauge dapat dilihat pada Gambar I.8. Data disampaikan lewat satelit transmitter barometer Pipa dipasang pada dinding dermaga Pencatat data dan pemroses sinyal Gambar I.8. Pressure gauge (sumber:http://www.psmsl.org/train_and_info/training/gloss/gb/gb2/bgauge.html) Alat pressure gauge diletakkan dalam sebuah stilling well (pipa) pada dinding dermaga yang berfungsi untuk mengurangi efek riak dari permukaan air laut. Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut. Pressure gauge merekam data perubahan tekanan air di sekitarnya dengan alat sensor yang mencerminkan ketinggian kolom air dan tekanan atmosfer di permukaan. Hal ini penting untuk mengetahui tekanan atmosfer dan kerapatan air untuk menentukan kedalaman air, sehingga diperoleh tinggi muka air dari nilai ini dengan mempertimbangkan nilai densitas dan gravitasi. I.7.5. Prediksi Pasut Tujuan dilakukan prediksi pasut adalah untuk memperkirakan nilai tinggi permukaan air laut pada masa yang dikehendaki dan terletak pada lokasi tertentu. Prediksi pasut dilakukan dengan menurunkan atau mencari nilai komponen pasut dari pengamatan data pasut pada periode tertentu. Pendekatan yang dilakukan untuk prediksi pasut adalah dengan menetukan terlebih dahulu analisis harmonik pasutnya. Hasil 13

prediksi pasut dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu: pertama dalam bentuk tabel serta grafik yang berisi rentang waktu prediksi dan tinggi muka laut prediksi. Kedua disajikan dalam bentuk Co-tidal chart yang merupakan interpolasi kelambatan fase pasut. Namun dalam penelitian ini, prediksi pasut disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dengan bantuan software. I.7.6. Satelit Altimetri TOPEX/POSEIDON Satelit altimetri termasuk teknik pengamatan space-to-earth yang memberikan data ketinggian permukaan laut di atas elipsoid acuan pada hampir sebagian besar permukaan laut. Operasional pengukuran oleh satelit altimetri sangat mudah dipahami namun interpretasi terhadap data pengamatannya sangat kompleks (Basith, 2001). Sistem satelit altimetri terdiri atas radar altimeter yang mengamati tinggi satelit di atas permukaan laut dan sistem pelacak yang menentukan tinggi satelit di atas bidang acuan (elipsoid) dengan teknik penentuan orbit yang teliti. Selisih tinggi keduanya disebut Sea Surface Height (SSH). Jarak ukuran altimeter didapatkan dengan memancarkan sinyal tajam ke permukaan laut. Kemudian pulsa altimeter mengenai footprintsebuah luasan berbentuk lingkaran dengan diameter beberapa kilometer di permukaan laut. Sebuah receiver mencatat sinyal yang dipantulkan oleh permukaan laut. Pencatat waktu yang sensitif diperlukan untuk mencatat perbedaan waktu tempuh ( ) saat transmisi dan penerimaan sinyal. Ketinggian ρ satelit di atas permukaan laut dapat diperoleh dari waktu tempuh perjalanan sinyal saat dipancarkan satelit, lalu dipantulkan oleh permukaan laut dan diterima oleh receiver, ρ sehingga ρ dapat dirumuskan dengan: ρ = c.(i.7) dengan c adalah kecepatan rambat sinyal dan adalah waktu tempuh. Persamaan dasar altimetri dengan mengabaikan koreksi-koreksi yang harus diterapkan adalah sebagai berikut: H = ρ+h = ρ +N+h d.(i.8) 14

dimana H adalah tinggi satelt, ρ adalah jarak altimeter, h adalah SSH, N adalah undulasi geoid dan h d adalah Sea Surface Topography (SST).Konsep dasar pengukuran satelit altimetri dapat dilihat pada Gambar I.9. Gambar I.9 Konsep dasar pengukuran satelit altimetri dari koreksi-koreksi yang harus diterapkan (Basith, 2001) Satelit altimetri TOPEX/POSEIDON (T/P) merupakan proyek kerjasama NASA (National Aeronautics and Space Agency) dan CNES (Centre National d Etudes Spatiales) dalam rangka mempelajari sirkulasi laut global. Misi inni menggunakan teknik satelit altimetri untuk mendapatkan pengamatan tinggi air laut yang teliti dan akurat untuk beberapa tahun (Benada, 1997). Misi dari satelit T/P adalah: 1. Mengukur tinggi muka laut sedemikian sehingga dapat dilakukan studi dinamika laut yang mencakup hitungan rata-rata maupun variasi arus geostropik permukaan dan pasang surt lautan dunia. 2. Memproses, memverifikasi dan mendistribusikan data T/P beserta data geofisika lainnya pada pemakai. 15

3. Meletakkan pondasi bagi keberlanjutan program pengamatan sirkulasi laut dan variasinya untuk jangka waktu yang panjang. Satelit T/P didesain khusus untuk mengamati dan memahami dinamika laut (sirkulasi laut, pasut, dll) dengan interval sampling 9,915624999 hari (~10hari) atau 237,975 jam. Karena cakupan pengamatannya global, data T/P juga mencakup seluruh perairan Indonesia. Data yang diperoleh satelit T/P dikirimkan oleh High-Gain Antenna dalam bentuk gelombang satelit TDRSS (Tracking and Data Relay Satellite System) milik Nasa dan kemudian dikirim ke ground segment NASA dan CNES yang bertugas memproses data mentah T/P. Bersama data geofisis lainnya, data tersebut digabungkan dan diproses untuk kemudian didistribusikan ke pemakai dalam bentuk Merged Geophysical Data Record (MGDR). Sebelum digabungkan, data geofisika telah melalui proses analisis, validasi dan kontrol kualitas. MGDR didistribusikan kepada pemakai dalam bentuk CD-ROM dimana setiap CD mencakup 3 cycle pengukuran T/P (1 bulan pengamatan seluruh lautan). I.7.7. Analisis Validasi Silang (Cross Validation Analysis) Validasi model pada dasarnya merupakan cara untuk menyimpulkan apakah suatu model merupakan perwakilan yang valid dari realitas yang dikaji sehingga dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi merupakan proses iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model. Teknik validasi silang pada dasarnya membagi data sebagai data training dan data testing secara berurutan dan terus menerus (Wilks,2006). Untuk melakukan validasi dilakukan penghitungan nilai Root Mean Square Error (RMSE). Pengujian dilakukan berurutan sehingga setiap satu data prediksi teruji sebagai data testing (data independen) dan menghasilkan sejumlah nilai RMSE yangdihitung menggunakan persamaan I.9 (Wilks,2006). RMSE =... (I.9) O (O 1, O 2, O 3... O n ) = data hasil observasi 16

P (P 1, P 2, P 3... P n ) = data hasil prediksi model. n = jumlah periode Semakin kecil nilai RMSE mengindikasikan model memiliki tingkat kesalahan prediksi yang kecil. Begitupun sebaliknya, semakin besar nilai RMSE mengindikasikan model memiliki tingkat kesalahan prediksi yang besar. I.7.8. Model Pasut Global TPXO 7.1 Model Global TPXO 7.1 adalah model pasut yang mengasimilasikan data dari TOPEX/Poseidon dan Jason dan diperoleh dengan perhitungan OTIS (OSU Tidal Inversion Software). OTIS menerapkan skema perhitungan pemodelan pasut yang merupakan dasar untuk paket inversi pasut yang praktis. Pada model global TPXO 7.1, data pasut disediakan dari kombinasi nilai amplitudo dari 8 komponen utama pasut (M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1 dan Q1), komponen periode panjang (MF, MM) dan komponen non-linear (M4) dengan resolusi spasial 1440x721, ¼ derajat grid global (Egbert dan Erofeeva, 2002). Pemodelan pasut dengan teknik asimilasi mengaplikasikan metode inversi dalam mengkombinasikan informasi pemerolehan data pasut dari persamaan hidrodinamika dengan data yang diperoleh dari observasi langsung menggunakan tide gaugesdan data dari satelit TOPEX/Poseidon. Metode inversi(generalized inversion). secara umum bertujuan mencari medan pasut (u) yang konsisten dengan persamaan hidrodinamika. Hasil dari solusi inversi adalahsejumlah solusi langsung untuk persamaan pasang surut Laplace secara astronomis dan kombinasi linear representer untuk data fungsional. Fungsi representer ditentukan dengan persamaan dinamis dan statistik kesalahannya. Penghitungan numeris secara intensif cocok untuk pemrosesan paralel skala besar.dengan perhitungan tersebut, model pasut sebagai data tambahan TOPEX/Poseidon dapat diperbaharui dengan mudah. Secara sederhana, pemodelan ini menginversi konstanta harmonis dari alat tide-gauges di perairan terbuka, kemudian menampilkan skema praktis untuk inversi langsung dari data TOPEX/Poseidon. Metode 17

ini mengaplikasikan 38 siklus rekaman data geofisis dan mengestimasi konstituen pasutsecara global. Solusi inversi menghasilkan medan pasut yang halus secara simultan dan lebih baik daripada model pasut lain karena melibatkan data altimetri dan data observasi langsung (Egbert dan Erofeeva, 2002). I.7.9. Perangkat Lunak Tidal Model Driver (TMD) Tidal Model Driver (TMD) adalah perangkat lunak yang dapat digunakan untuk melakukan pemodelan pasang surut laut yaitumengakses konstituen harmonik dan melakukan ramalan(prediksi) ketinggian pasut di permukaan bumi dari model pasang surut denganplatform MATLAB. Model pasut yang dipakai adalah solusi model yang disediakan oleh OTIS (OSU Tidal Inversion Software). TMD dikembangkan pada tahun 2003 di Oregon State University.Secara global, TMD menggunakan konstanta-konstanta pasut yang telah dikombinasikan dari berbagai sumber (Padman, 2005). TMD terdiri dari dua komponen, yaitu: 1. Tampilan grafis (Graphic User Interface / GUI) untuk menjelajah serta menentukan medan pasang surut (tidal field)dan menentukan titik-titik dan rentang waktu prediksi untuk variabel yang spesifik. Contoh tampilan GUI dapat dilihat pada Gambar I.10. 2. Serangkaian script untuk mengakses daerah pasang surut dan membuat prediksi elevasi pasang surut laut. 18

Gambar I.10. Contoh tampilan (GUI) dari pemodelan elevasi pasut daerah Larsen Ice Shelf dengan konstituen M2 (Sumber: http://www.esr.org/polar_tide_models/model_tpxo71.html) Model pasang surut yang dapat digunakanoleh TMD adalah model yang disediakan oleh Earth Science Research, badan riset kebumian di bawah naungan OSU. Model tersebut tersedia dalam tiga kelompok, yaitu Global, Antarctic dan Arctic yang dapat dideskripsikan pada Tabel I.3. Tabel I.3. Model pasang surut global untuk Tidal Model Driver No Model Deskripsi Global 1 Model_tpxo6.2, Model_TPXO 7.1 Resolusi 1/4 o x1/4 o, model asimilasi secara global penuh (seluruh muka bumi), Model global standar. 2 Model_tpxo6.2_load Resolusi 1/4 o x1/4 o, model global untuk muatan pasang surut. Model muatan pasang surut global standar, berguna untuk menghitung pasang surut geosentris (seperti variabilitas elevasi dari satelit altimetri). 19

Lanjutan tabel I.3 No Model Deskripsi Antarctic 3 Model_CATS02.01 Resolusi ¼ o x 1/12 o (~10 km). Model Antartika standar. 4 Model_CADA10 Resolusi ¼ o x 1/12 o (~10 km). Model Antartika lama. 5 Model_AntPen 1/30o x 1/60o (~2 km). Model Antarctic Peninsula (76 o S-58 o S, 240 o E- 330 o E) 6 Model_Ross_Prior 1/8 o x 1/24 o (~5 km). Model Ross Sea (86 o S-63 o S, 159 o E-215 o E) 7 Model_Ross_VMADCP_9cm 1/8 o x 1/24 o (~5 km). Model Ross Sea (86 o S-63 o S, 159 o E-215 o E) 8 Model_Ross_Inv_2002 1/4 o x 1/12 o (~10 km) model invers Ross Sea (86 o S- 63 o S, 150 o E-220 o E) Arctic 9 Model_Arc5kmT Model asimilasi samudera Arktik 5km. Model pasang surut Arktik resolusi paling tinggi. Semua model di atas dapat diperoleh secara gratis dengan cara mengunduh dari situs ESR/OSU. Masing-masing model pasang surut di atas memiliki empat dokumen (file). Misalnya Model_TPXO 7.1, yang merupakan file ASCII yang berisi tiga baris, yaitu:h_tpxo 7.1, u_tpxo 7.1dan grid_tpxo 7.1. Baris-baris tersebut menunjukkan file biner (format OTIS). Baris pertama (h_tpxo 7.1) berisikan grid koefisien harmonik kompleks, baris kedua (u_tpxo 7.1) berisi file kecepatan (velocity), dan baris ketiga (grid_tpxo 7.1) berisi file grid batimetri. Pemodelan dimulai dengan terlebih dahulu membuka program MATLAB sebagai piranti untuk menjalankan perangkat lunak TMD. Tampilan MATLAB dapat dilihat pada Gambar I.11. Pada program MATLAB tersebut dipilih folder yang berisi 20

program TMD sehingga seluruh komponen dalam program TMD tersebut dapat ditampilkan dan dijalankan. Gambar I.11. Tampilan Menu MATLAB Proses selanjutnya adalah melakukan running pada program tmd.m dan kemudian memilih model pasut yang dikehendaki, dalam hal ini model TPXO 7.1. Tampilan grafis pemodelan dapat dilihat pada Gambar I.14. Gambar I.12.Tampilan grafis pemodelan TPXO 7.1 21

Secara umum, penjelasan mengenai menu grafis program TMD dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pada panel bagian kanan atas terdapat pilihan mengenai konstituen pasut yang digunakan. Terdapat 11 konstituen yang tersedia, dan dapat dipilih satu atau beberapa konstituen. Untuk menampilkan grafis sebaran fase atau amplitudo konstituen yang diinginkan dapat dilakukan pemilihan dengan melakukan klik kanan pada salah satu konstituen, sehingga muncul tanda kotak hijau pada panel konstituen yang dipilih. 2. Pada bagian bawah panel kostituen terdapat panel pemilihan variabel pasut yang akan dilakukan pengambilan datanya, yaitu z (elevasi), u (kecepatan sumbu-x), v (kecepatan sumbu-y), U atau V (transport Hu dan Hv) atau Ell (properti ellips). 3. Kolom input from file digunakan untuk memasukkan data input berupa koordinat dan waktu dalam format ASCII berekstensi *.txt. Kolom append file/rewrite file untuk menentukan filekeluaran berupa data hasil berekstensi *.out. 4. Panel bagian kiri bawah terdapat pilihan pemodelan yang ingin dilakukan, yaitu Extract Tidal Constant atau Predict Tide pada pilihan pertama. Dan plot bathymetri, plot amplitude atau plot phase pada pilihan dibawahnya. Extract tidal constant digunakan jika ingin melakukan ekstraksi konstanta pasut. Hasil yang dapat ditampilkan adalah berupa data output yang berisi data amplitudo serta fase. Predict Tide digunakan untuk melakukan prediksi pasut berdasarkan variabel dan waktu yang ditentukan. Prediksi ini menghasilkan data output berupa file ASCII berekstensi *.out yang berisikan tabel data hasil sesuai variabel yang diminta (z, u, v, U atau V) serta tampilan grafis hasil prediksi. 5. Pemilihan titik pemodelan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan menentukan langsung secara manual dengan memilih opsi point dan mengarahkan kursor pada titik yang dikehendaki. Cara kedua ditentukan berdasarkan data input berupa filenotepad yang berisikan data koordinat (pada ekstraksi konstanta pasut) atau dengan disertai waktu pemodelan yang diminta (pada prediksi pasut). Pada prediksi pasut, pemilihan waktu prediksi juga dapat ditentukan secara manual pada 22

panel kanan bawah dengan memasukkan tanggal, bulan dan tahun mulai prediksi serta lama prediksi (jam/menit/detik). 6. Panel tengah bawah digunakan untuk melakukan pembesaran (zoom) tampilan grafis (full grid/ sub grid). 7. Tombol GO digunakan untuk memulai melakukan pemodelan setelah pengaturan selesai. Tombol RESTART digunakan untuk melakukan pengulangan pemodelan dari awal. Tata cara penggunaan perangkat lunak TMD dapat dilihat pada Lampiran A. I.8. Hipotesis Berdasarkan penelitian mengenai validasi model-model pasut terdahuludengan data pasut dari satelit altimetri dan stasiun pasut pantai dan lautan (Shum et al., 1997; Zahran et al., 2006)dapat diambil hipotesis bahwa data elevasi hasil prediksimodel TPXO 7.1 mempunyai akurasi yang dapat sangat bervariasi di daerah perairan dangkal/paparan dan pantai dengan nilai maksimum sebesar 1 meter. 23