BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada masa anak dan dapat menimbulkan masalah serius. Konstipasi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perubahan konsistensi feses menjadi keras, ukuran besar, penurunan frekuensi atau kesulitan defekasi. Konstipasi sering ditandai dengan gejala cemas ketika defekasi oleh karena rasa nyeri saat buang air besar. Konstipasi dapat menimbulkan stres berat bagi penderita akibat ketidaknyamanan. Konstipasi jika tidak segera diatasi dapat terjadi hemoroid dan divertikel. Dampak lain akibat konstipasi fungsional yakni gangguan aktivitas seperti kram perut, penurunan kualitas hidup melalui produktivitas belajar yang menurun dan tingginya tingkat ketidakhadiran di sekolah. Konstipasi pada anak merupakan masalah umum dengan prevalensi antara 0,69-29,6% (Van Den Berg dkk., 2006). Penelitian prevalensi sebelumnya banyak dilakukan di negara maju dan negara berkembang. Prevalensi konstipasi di Hongkong pada anak sekolah taman kanak-kanak usia 3-5 tahun didapatkan sebanyak 29% (Ip dkk., 2005). Penelitian di Indonesia pernah dilakukan pada anak sekolah taman kanakkanak di wilayah Senen, Jakarta. Prevalensi konstipasi didapatkan sebesar 4,4% (Firmansyah, 2007), sedangkan di Bali khususnya kota Denpasar belum terdapat data mengenai prevalensi konstipasi pada anak.
Penyebab konstipasi bersifat multifaktorial. Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan konstipasi pada anak telah diteliti. Penelitian Roma dkk. (1999) didapatkan bahwa anak dengan konstipasi terbukti mengkonsumsi asupan serat makanan yang tidak sesuai dengan nilai yang dianjurkan. Penelitian ini didukung oleh Lee dkk. (2008) yang menyatakan asupan serat makanan anak dengan konstipasi lebih rendah dibandingkan dengan anak tanpa konstipasi. Penelitian sebelumnya di Indonesia (Firmansyah, 2007), riwayat penyakit kronis merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan konstipasi fungsional, sedangkan penelitian lain mendapatkan hasil riwayat konstipasi pada keluarga merupakan salah satu risiko terjadinya konstipasi (Rajindrajith dkk., 2010; Ip dkk., 2005). Penelitian Inan dkk. (2007) didapatkan adanya hubungan antara konstipasi dengan faktor psikologis anak seperti trauma fisik atau psikologis dan masalah kesehatan pribadi. Penelitian lain menunjukkan bahwa alergi susu sapi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya konstipasi (Iacono dkk., 2005; Daher dkk., 2001). Meningkatnya konsumsi makanan siap saji dan makin banyaknya restoran siap saji dapat meningkatkan prevalensi konstipasi pada anak yang tinggal di wilayah perkotaan (Ludviggson, 2006; Rajindrajith dkk., 2009). Faktor risiko asupan serat yang rendah merupakan penyebab tersering konstipasi fungsional karena asupan serat yang rendah dapat menyebabkan masa feses berkurang, dan sulit dibuang (Lee dkk., 2008). Asupan makan sehat diperlukan oleh anak dalam masa pertumbuhan untuk mengurangi risiko terjadinya penyakit.
Anak dengan konsumsi serat cukup seperti sayur-sayuran, buah-buhan, dan kacangkacangan mempunyai risiko yang kecil terhadap terjadinya penyakit terutama dapat mencegah terjadinya konstipasi (Lee dkk., 2008). Asupan serat makanan harian anak yang direkomendasikan adalah berdasarkan asupan serat harian minimum setara dengan usia anak (dalam tahun) ditambah lima gram per hari pada usia anak di atas dua tahun dan rentang normal yang masih aman adalah usia anak (dalam tahun) ditambah lima gram per hari sampai usia anak (dalam tahun) ditambah 10 gram per hari. Beberapa penelitian menyatakan bahwa asupan serat makanan pada anak di negara maju dan berkembang tidak sesuai dengan rekomendasi (Lee dkk., 2008). Penelitian di Hong Kong dan Maldives (India) didapatkan hasil bahwa asupan serat pada anak lebih rendah dari nilai yang dianjurkan dan didapatkan hanya 45% anak usia 4-6 tahun mengkonsumsi serat makanan cukup sesuai perhitungan umur (tahun) ditambah lima gram dan sebanyak 32% anak usia 7-10 tahun (Lee dkk., 2008). Penelitian Loeing-Baucke (2004) didapatkan kan bahwa perubahan diet serat yang diberikan terhadap 116 anak usia dua tahun dapat menurunkan prevalensi kejadian konstipasi sebanyak 25%. Salah satu cara dalam mengatasi konstipasi yaitu dengan mengkonsumsi makanan berserat, meningkatkan asupan cairan. Diet dengan serat yang cukup, membantu memperlunak tinja dan menormalkan frekuensi buang air besar. Hubungan antara ketidakcukupan konsentrasi jumlah asupan serat pada anak merupakan penelitian yang sangat menarik untuk dilakukan mengingat sampai saat
ini aturan pemberian serat dalam mengatasi konstipasi pada anak masih kontroversial. Penelitian asupan serat makanan pada anak sesuai umur (tahun) + 5 gram belum pernah dilakukan di Indonesia dan data prevalensi konstipasi pada anak di Provinsi Bali belum ada saat ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah riwayat keluarga dengan konstipasi berhubungan dengan kejadian konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar? 2. Apakah riwayat pemberian susu formula dengan konstipasi berhubungan dengan kejadian konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar? 3. Apakah ketidakcukupan jumlah asupan cairan dengan konstipasi berhubungan dengan kejadian konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar? 4. Apakah ketidakcukupan jumlah asupan serat makanan berhubungan dengan kejadian konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian konstipasi pada anak.
1.3.2 Tujuan khusus 1. Hubungan riwayat keluarga konstipasi dengan kejadian konstipasi pada anak 2. Hubungan riwayat pemberian susu formula dengan konstipasi pada anak 3. Hubungan ketidakcukupan jumlah asupan cairan dengan konstipasi pada anak 4. Hubungan ketidakcukupan konsentrasi jumlah asupan serat dengan konstipasi pada anak 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan mengenai prevalensi konstipasi dan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian konstipasi pada anak di Indonesia serta dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya. 1.4.1 Manfaat praktis Data penelitian ini diharapkan dapat mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian konstipasi sehingga dapat diterapkan untuk upaya pencegahan terjadinya konstipasi pada anak.