POLICY BRIEF OUTLOOK PERTANIAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

REVITALISASI PERTANIAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

Laporan Perekonomian Indonesia

Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

LAPORAN KINERJA (LKJ)

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

KEMENTERIAN PERTANIAN

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

RANCANGAN AWAL RKP 2016 DAN PAGU INDIKATIF DEPUTI BIDANG PENDANAAN PEMBANGUNAN Jakarta, 15 April 2015

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

PENGANTAR. Muhrizal Sarwani

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

Politik Pangan, Upaya Dalam Membentuk Sistem Ketahanan Pangan Nasional.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

METODOLOGI. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

10Pilihan Stategi Industrialisasi

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Transkripsi:

POLICY BRIEF OUTLOOK PERTANIAN 2015 2019 Adi Setiyanto, SP, MSi Pendahulan 1. Kajian Outlook Pertanian merupakan salah satu komponen penting karena menghasilkan analisis mengenai status, perkembangan dan prospek sektor pertanian dengan memperhatikan perubahan ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknologi baik yang berasal dari internal sektor pertanian maupun dari eksternal atau di luar sektor pertanian, serta baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Tujuan umum dari kajian ini adalah menghasilkan rekomendasi kebijakan sektor pertanian lima tahun ke depan. Secara khusus, tujuan dari kajian adalah sebagai berikut: (i) Menyusun dan menganalisis Outlook Pertanian 2015 2019; dan (ii) Merumuskan alternatif strategi kebijakan dan program-program untuk mencapai target-target pembangunan pertanian periode 2015 2019. Metode analisis yang digunakan untuk adalah multimarket model dengan dukungan analisis pendukung model kuantitatif, dengan pendekatan model time series uni variate dan multivariate. Pada aspek-aspek yang tidak dapat dijawab dengan pendekatan kuantitatif dilakukan analisis dengan pendekatan kualitatif dan kajian pustaka. 2. Fokus komoditas yang dianalisis meliputi 7 komoditas yaitu padi, jagung, kedele, sapi potong, gula, cabe dan bawang merah, yang merupakan sebagian dari 20 komoditas unggulan yang dicakup dalam model analisis. Analisis menggunakan asumsi tiga skenario dengan menggunakan base line data tahun 2013 untuk prediksi yaitu: (i) Skenario I: tidak terjadi perubahan iklim dan pada periode 2015 2019 terpengaruh kebijakan kenaikan harga BBM 2014; (ii) Skenario II: kondisi iklim tidak normal dan terjadi gangguan iklim yang cenderung ke arah La Nina (sesuai prediksi Bappenas, 2009) dan pada periode 2015 2019 terpengaruh kebijakan kenaikan harga BBM 2014; dan (iii) Skenario III: kondisi iklim tidak normal dan terjadi gangguan iklim yang cenderung El Nino (sesuai prediksi Bappenas, 2010) dan pada periode 2015 2019 terpengaruh kebijakan kenaikan harga BBM 2014. Temuan Pokok Hasil Penelitian 9. Pembangunan pertanian periode 2015 2019 dihadapkan pada kondisi dan dinamika perubahan lingkungan internasional dan domestik yang dinamis. Pada lingkungan internasional berberapa perubahan yang terjadi diantaranya adalah: (i) Perubahan iklim dan ancaman krisis pangan global; (ii) Dinamika perdagangan, investasi dan politik global; (iii) Dinamika permintaan dan penawaran komoditas pangan dunia; (iv) Dinamika struktur, perilaku dan kinerja pasar produk pertanian yang dikuasai oleh beberapa negara dan beberapa perusahaan multinasional; (v) Perkembangan IPTEK pertanian yang mengacu pada tiga jenis revolusi teknologi revolusi di bidang bio-teknologi, nano teknologi, dan teknologi informasi; (vi) Pengembangan bio-ekonomi dan sumber energi terbarukan; (vii) Perubahan perilaku untuk konsumsi aman dengan produk alami dan organik; (viii) Penghargaan atas Jasa Lingkungan dan Jasa Amenity atau 1

multifungsi lahan pertanian dan pedesaan; dan (ix) Transisi ekonomi dari sektor tersier atau sekunder melompat ke ekonomi kreatif. 10.Pada lingkungan domestik pembangunan pertanian di Indonesia mengha- dapi beberapa kondisi diantaranya: (i) Dinamika demografi dan beban pertanian terhadap angkatan kerja; (ii) Dinamika aksesibilitas dan persaingan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air; (iii) Euforia desentralisasi yang masih kental dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan; (iv) Dinamika tatakelola dan reformasi birokrasi pemerintahan yang belum tuntas; (v) Masalah ketimpangan, pemerataan dan beragamnya karakteristik wilayah; (vi) Dinamika bencana akibat letak geografis dan risiko perubahan iklim; (vii) Urbanisasi, urban sprawl dan marjinalisasi pertanian akan menjadi ancaman berat bagi pertanian Indonesia; dan (ix) Fokus Kebijakan Makro Kabinet Kerja 2015 2019. 11. Perbandingan besaran dan arah perkembangan luas panen masing-masing komoditas antar skenario maka dapat dinyatakan bahwa kondisi iklim cenderung basah (La Nina) merupakan kondisi iklim yang tidak mendukung perkembangan produksi komoditas-komoditas yang dianalisis. Sementara dari sisi prduktivitas dapat dinyatakan hal-hal sebagai berikut: (1) kondisi iklim cenderung kering (El Nino) merupakan kondisi iklim yang tidak mendukung produksi padi karena ratarata produktivitas padi cenderung turun, (2) baik skenario II (kondisi iklim cenderung basah/la Nina) maupun skenario III (kondisi iklim cenderung kering/el Nino) merupakan kondisi-kondisi iklim yang tidak mendukung produksi kedele karena rata-rata produktivitas kedele cenderung turun dan (3) skenario II atau kondisi iklim basah (La Nina) merupakan kondisi iklim yang tidak mendukung produksi cabe karena rata-rata produktivitas cabe cenderung turun. 13. Produksi komoditas diperkirakan seluruhnya mengalami peningkatan baik berdasarkan skenario I, II maupun III. Kenaikan harga BBM tahun 2014 yang mendorong kenaikan harga-harga komoditas pada awal tahun 2015 mendorong perkembangan produksi komoditas hingga berdampak pada meningkatnya produksi hingga tahun 2019. Kondisi perubahan iklim yang cenderung La Nina, cenderung meningkatkan produksi lebih tinggi dibanding kondisi normal pada komoditas padi, jagung, bawang merah dan tebu, namun lebih rendah untuk komoditas kedele, cabe dan daging sapi. Pada kondisi iklim yang cenderung El Nino, perkembangan produksi komoditas juga cenderung meningkat tetapi dengan tingkat produksi dan perkembangannya lebih rendah dibanding normal dan La Nina. 14. Dinamika perkembangan permintaan komoditas menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda menurut jenis komoditas. Volume permintaan komoditas secara keseluruhan pada kondisi iklim tidak normal akan lebih rendah dibanding kondisi normal (permintaan komoditas padi, jagung, kedele, bawang merah dan gula tebu), kecuali pada komoditas cabe dan daging sapi. Pada kondisi iklim normal dan kecenderungan El Nino cabe mengalami surplus, sementara komoditas lainnya tidak. Pada kondisi iklim yang cenderung La Nina, padi menunjukkan kecenderungan surplus sedangkan komoditas lainnya tidak. Pada komoditas lainnya berada pada kondisi defisit baik pada kondisi iklim normal, La Nina maupun El Nino. Pada periode 2015 2019, seperti pada periode sebelumnya, akan terjadi net impor pada seluruh komoditas dan menunjukkan peningkatan 2

baik pada skenario I, II dan III. Pada kondisi iklim cenderung El Nino akan terjadi kondisi volume net impor paling tinggi, dan pada kondisi La Nina volume net impor komoditas paling rendah. 15. Kecenderungan kebijakan melakukan impor untuk menutup defisit akan membawa dampak pada penurunan harga konsumen tidak hanya di perkotaan, namun juga di pedesaan baik di Jawa maupun di Luar Jawa. Harga konsumen komoditas di perkotaan menunjukkan peningkatan pada semua skenario. Untuk komoditas padi, tingkat perkembangan harganya menunjukkan kecenderungan lebih tinggi pada skenario I dibandingkan skenario II dan III, namun untuk komoditas lainnya skenario I cenderung lebih rendah dibandingkan scenario II dan III. Harga produsen komoditas di pedesaan Jawa dan Luar Jawa menunjukkan fenomena yang berbeda dibandingkan harga konsumen. Secara keseluruhan pada tiga skenario, harga produsen menunjukkan peningkatan, dan peningkatan harga pada skenario I lebih rendah jika dibandingkan skenario II dan III, baik di pedesaan di Jawa maupun di Luar Jawa. Peningkatan harga BBM dan kondisi perubahan produksi akibat kondisi iklim menyebabkan peningkatan harga produsen. Disamping menunjukkan bahwa kondisi dimana harga di tingkat konsumen relatif lebih rendah peningkatannya, hasil analisis menunjukkan marjin antara harga produsen dan konsumen yang sangat tinggi. 16. Hasil analisis prediksi perkembangan harga konsumen riil bulanan di perkotaan menggambarkan: (1) harga konsumen perkotaan komoditas pertanian yang dianalisis meningkat dengan laju perubahan yang relatif beragam dan meningkat pada semua skenario; (2) Prediksi perkembangan harga konsumen di pedesaan baik di Jawa maupun di luar Jawa menunjukkan pola yang hampir sama dengan prediksi perkembangan harga konsumen perkotaan; (3) Hasil analisis prediksi harga riil produsen bulanan di Jawa dan Luar Jawa menunjukkan tren meningkat pada tahun 2015-2019, namun terjadi perbedaan pola peningkatan dan skenario terbaik pada beberapa komoditas jika dibandingkan dengan prediksi harga konsumen; dan (4) laju pertumbuhan harga produsen antar tahun pada bulan yang sama berturut-turut adalah: padi (-0.10 10.44 % per tahun), jagung (1.9 12.3 % per tahun), Kedelai (-2.39-12.92 % per tahun), Bawang Merah (2.58 10.64 % per tahun), Cabe (3.61-30.13 % per tahun), Tebu atau gula (2.09 4.64 % per tahun), dan Daging Sapi (2.77 7.19 % per tahun). 17. Hasil prediksi permintaan dan harga input menunjukkan tidak ada perbedaan hasil analisis antara skenario I, II dan III. Permintaan jagung untuk pakan ternak meningkat rata-rata 3.24 persen per tahun, sementara itu untuk Urea maupun NPK meningkat rata-rata 1.02 persen per tahun. Harga jagung untuk pakan ternak menunjukkan peningkatan rata-rata 3.26 persen per tahun, sedangkan harga pupuk non subsidi Urea dan NPK masing-masing menunjukkan peningkatan 2.35 persen dan 3.33 persen per tahun. 18. Jumlah total tenaga kerja pertanian berdasarkan skenario I, II dan III akan mengalami penurunan, dimana jumlah tenaga kerja pertanian yang bekerja pada komoditas berbasis lahan menunjukkan peningkatan, sedangkan untuk yang bekerja pada komoditas tidak berbasis lahan menunjukkan penurunan. Kondisi iklim dan kenaikan harga BBM dinilai menjadi penyebab banyaknya tenaga kerja 3

pertanian yang tidak berbasis lahan untuk keluar dari pekerjaan pertanian. Namun demikian tingkat perkembangan dan jumlahnya terkait dengan fenomena iklim yang terjadi, dimana kejadian iklim El Nino memiliki kecenderungan jumlah tenaga kerja yang keluar dari pertanian lebih besar dibandingkan La Nina. 19. Nilai dan tingkat perkembangan pendapatan riil per kapita pada skenario I lebih tinggi dibandingkan dengan skenario II dan III. Demikian pula tingkat pekembangan untuk skenario II juga lebih tinggi dibandingkan skenario III. Adanya kenaikan harga BBM, kelompok rumah tangga yang terkena dampak paling besar adalah kelompok rumah tangga menengah baik di perkotaan maupun di pedesaan, kecuali kelompok menengah di pedesaan Jawa. Adanya peningkatan BBM yang terjadi bersamaan dengan perubahan iklim, kelompok rumah tangga yang terkena dampak paling besar adalah kelompok rumah tangga miskin. 20. Pada periode 2015 2019 mendatang jumlah penduduk miskin akan menurun seiring dengan peningkatan pendapatannya, namun ketimpangan pendapatan akan semakin tinggi karena golongan kaya dan miskin memiliki peningkatan pendapatan yang lebih tinggi dibanding kelompok menengah. Hal ini terjadi baik jika kondisi skenario I, atau skenario II atau skenario III terjadi. Kelompok rumah tangga kaya baik di Jawa maupun di Luar Jawa memiliki tingkat perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya pada seluruh skenario. Apabila terjadi perubahan iklim, maka pendapatan seluruh kelompok rumah tangga baik nilai maupun tingkat perkembangannya akan relatif lebih rendah dibanding normal. Pada kejadian perubahan harga BBM kelompok rumah tangga menengah di luar Jawa yang paling terkena dampak. 21. Pada skenario I, kontribusi pendapatan dari pertanian terhadap total pendapatan rumah tangga pedesaan di Jawa dan Luar Jawa cenderung menurun, hanya kontribusi pada golongan rumah tangga kaya di Jawa yang meningkat. Golongan rumah tangga menengah di Jawa yang mengalami penurunan kontribusi tertinggi. Pada skenario II, kontribusi pendapatan pertanian menunjukkan penurunan pada seluruh kelompok rumah tangga pertanian di Jawa dan kelompok menengah di Luar Jawa. Sementara itu, pada skenario III penurunan terjadi pada kelompok rumah menengah di Jawa dan Luar Jawa, serta kelompok miskin di Luar Jawa. 22. Peningkatan harga BBM tahun 2014 dan kondisi iklim pada tahun 2015 2019 membawa konsekuensi penurunan pendapatan per kapita dan menimbulkan adanya per capita income required to compensate for loss yang identik dengan nilai tambahan pengeluaran yang ditanggung oleh rumah tangga. Dilihat dari perubahannya, kelompok rumah tangga kaya di perkotaan dan pedesaan Jawa serta kelompok menengah di luar Jawa menunjukkan tingkat perkembangan paling rendah, kelompok miskin di pedesan di Jawa merupakan yang tertinggi. Dilihat dari perkembangan nilainya, skenario I merupakan yang terendah, kemudian diikuti skenario II dan yang tertinggi skenario III. Hal ini menunjukkan sekalipun dari sisi nilai, tetap kelompok kaya yang harus mengeluarkan tambahan pengeluaran yang tertinggi, kemudian diikuti oleh kelompok menengah dan miskin. Perubahan harga BBM 2014 dan kemungkinan terjadinya 4

perubahan iklim, yang paling menerima dampak dan memiliki tingkat tambahan pengeluaran yang tertinggi adalah kelompok miskin. 23. Hasil prediksi outlook menunjukkan angka yang lebih rendah dibandingkan sasaran RPJMN teknokratik atau dengan kata lain sasaran teknokratik lebih tinggi, kecuali produksi padi tahun 2019 pada scenario II. Secara umum, prediksi lebih rendah pada scenario III. Pada komoditas padi dan jagung, sasaran produksi pada periode 2015-2019 tidak berbeda jauh prediksi produksi, kecuali pada scenario III. Hal ini merupakan masukan penting bagi para perencana dan pengambil keputusan nasional, bahwa apabila terjadi kondisi iklim tidak normal dan terjadi gangguan iklim, maka sasaran RPJMN tidak akan dapat dicapai dan diperlukan program khusus untuk pencapaian sasaran tersebut. 24. Selain padi, perhatian khusus sangat diperlukan pada komoditas kedelai, sapi potong dan gula dimana sasaran RPJMN 2015 2019 jauh lebih tinggi dari prediksi outlook. Pada komoditas kedele menunjukkan tingkat kesenjangan yang paling tinggi dibandingkan komoditas lainnya. Senjang sasaran produksi dengan prediksi terbesar berikutnya adalah pada komoditas daging sapi-kerbau, dan kemudia diikuti gula dimana senjang sasaran juga meningkat dari tahun ke tahun. Konsekuensinya adalah bahwa upaya peningkatan produksi ke-dua komoditas tersebut memerlukan perhatian semua pemangku kebijakan serta diperlukan dukungan dana yang cukup besar dan implementasi perencanaan dalam bentuk pembangunan yang lebih efisien dan efektif. 25. Hasil analisis menunjukkan sasaran Renstra Kementan lebih rendah jika dibandingkan hasil analisis outlook, kecuali pada tahun 2015 2016 untuk skenario I dan II dan skenario III, dimana hasil analisis menunjukkan produksi lebih rendah dibanding sasaran dalam Renstra Kementan 2019 2019. Pada kondisi normal (scenario I), untuk komoditas cabe, prediksi Outlook lebih tinggi dari sasaran Kementan, namun sebaliknya apabila ada gangguan iklim. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas cabe merupakan komoditas yang rentan terhadap perubahan iklim. Pada komoditas jagung dan daging sapi, sasaran jauh lebih tinggi dibandingkan hasil prediksi Outlook namun ada kesenjangan sasaran dibandingkan prediksi outlook yang semakin besar. Hal ini disebabkan karena perbedaan pertumbuhan prediksi yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan sasaran. 26. Pencapaian sasaran memerlukan upaya perencanaan dan pelaksanaan implementasi kegiatan pembangunan yang lebih efisien dan efektif. Programprogram sebelumnya baik on farm maupun off farm perlu ditingkatkan, dan terobosan baru perlu dilakukan. Seharusnya Sasaran Kementan minimal sama atau bahkan harus lebih tinggi dari sasaran RPJMN teknokratik Bappenas. Namun demikian Sasaran yang ditetapkan dalam Renstra Kementan tidak demikian. Diperlukan pematangan dan kesepakatan agar sasaran Kementan minimal sama atau lebih dari sasaran RPJMN teknokratik Bappenas. Adanya penetapan sasaran Kemtan yang lebih rendah menunjukkan terdapat masalah kelembagaan yang sangat serius di tingkat Kementan yang harus dibenahi. 27. Hasil analisis kinerja pembangunan pertanian periode 2004 2014 menunjukkan penurunan dari sisi kinerja produksi, PDB maupun penyerapan tenaga kerja dibanding anggaran. Hal ini terlihat dari kondisi: (i) Pencapaian realiasi relatif 5

dekat dengan target atau sasaran yang ingin dicapai, secara umum menunjukkan penurunan jika dilihat dari perkembangan tingkat realisasi dibanding sasaran yang ingin dicapai; (ii) Penurunan kinerja semakin nampak jelas ketika pencapain kinerja tersebut dikaitkan dengan besaran nilai anggaran yang digunakan. 28. Kinerja pembangunan pertanian periode 2004 2014 yang semakin menurun disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya: (i) Kurangnya analisis dan dukungan data dan informasi statistik yang reliable dan relevan; (ii) Belum optimalnya kapasitas perencana dan organisasi perencana; (iii) Kurang realitisnya sasaran dan kurangnya kesesuaian dengan kondisi spesifik wilayah; (iv) Lemahnya sinkronisasi; (v) Lemahnya Monitoring dan Evaluasi; (vi) Lemahnya penetapan sasaran, prioritas pencapaian tujuan dan waktu; (vii) Lemahnya mobilisasi sumberdaya yang memadai; (viii) Tidak adanya keseimbangan dalam perencanaan dan implementasi; (ix) Administrasi yang dibangun tidak ekonomis dan sistem administrasi yang dikembangkan belum efisien; (x) Perencanaan dan implementasi tidak didasarkan atas kebijakan pembangunan yang tepat; (xi) Lemahnya dasar pendidikan pembangunan dan perencanaan; (xii) Perencanaan dan implementasi tidak didasarkan atas teori kebutuhan konsumsi yang tepat; dan (xiii) Dukungan masyarakat dinilai kuat namun bias orientasi. 29. Perlu dilakukan perubahan pendekatan strategi kebijakan pembangunan pertanian periode 2015 2019 dengan: (i) Fokus komoditas dan lokasi, sehingga prioritas diperlukan; (ii) Peningkatan efisiensi dan efektifitas melalui penetapan program yang relatif lebih ramping dan sedikit serta pengurangan satuan kerja; (iii) Meningkatkan daya saing dengan fokus utama peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan aksesibilitas sumberdaya serta proteksi terhadap ancaman baik dari dalam dan luar negeri; (iv) Menciptakan sumber-sumber pertumbuhan baru untuk produksi pertanian dengan fokus pada peningkatan infrastruktur dan perluasan areal; (v) Mengubah bentuk pendanaan bantuan sosial kepada pendanaan bagi aspek-aspek yang tidak mampu dilakukan oleh swasta dan masyarakat; (vi) Mengubah pendekatan yang mampu mengatasi berbagai kelemahan sisi perencanaan, implementasi pembangunan dan pendekatan pembangunan. Implikasi Kebijakan 30. Perubahan iklim akan menyebabkan penurunan produksi pangan dunia, dengan demikian, kemungkinan produksi pangan dunia tidak akan mampu memenuhi seluruh permintaan, dan harga pangan dan produk pertanian dunia akan meningkat. Peningkatan produksi dalam negeri yang dilakukan dengan segenap kemampuan adalah jalan terbaik. 31. Adanya kecenderungan peningkatan investasi negara-negara maju melalui perusahaan-perusahan multinasional pada negara-negara berkembang yang masih memiliki lahan yang luas, sementara Negara berkembang, menghadapi kendala investasi yang menghambat peningkatan produksi sehingga menimbulkan land grabbing. Upaya perlindungan terhadap petani kecil dan upaya perluasan areal ke luar Jawa dengan pola peruntukkan bagi peningkatan penguasaan lahan petani dan pertanian dengan segala infrastrukturnya perlu dilakukan. 6

32. Indonesia akan terpengaruh perubahan iklim global, sehingga pengembangan sistem pertanian yang ramah lingkungan, berdimensi kewilayahan, fokus komoditas dan lokasi, dilakukan secara bertahap dalam jangka menengah dan panjang karena mengandung unsur antisipasi, adaptasi dan mitigasi. Strategi kebijakan dengan pendekatan kawasan penting untuk dilakukan dengan segera sesuai dengan arahan tata ruang wilayah. 33. Pada tahun 2015-2019 Indonesia berada di bawah ancaman implementasi perjanjian perdagangan dan investasi bebas. Implementasi ini tidak hanya menyangkut sistem perdagangan dan investasi yang terbuka, namun juga terkait masalah-masalah lainnya seperti ketenagakerjaan, politik pemerintahan, dan jasa-jasa serta keterbukaan informasi. Usaha pertanian atau agribisnis memiliki konteks pilar agribusiness is business, market is the master, change is only constant and competition is the rule, sehingga daya saing dan efisiensi menjadi kunci. Namun demikian, sektor pertanian di Indonesia menampung jutaan tenaga kerja dan rumah tangga pedesaan, maka implikasinya adalah sektor pertanian harus diperlakukan sebagai as not as usual business. 34. Dalam rangka meningkatkan efsiensi pembangunan pertanian ke depan membutuhan pengurangan jumlah dan jenis program, jumlah satker dan perlu difokuskan pada wilayah-wilayah yang mampu mengungkit pertumbuhan dan mecapai target dan sasaran pertanian. 35. Pendekatan kawasan dinilai menjadi pendekatan yang tepat dan diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan sisi perencanaan, implementasi pembangunan dan pendekatan pembangunan menjadi penyebab kinerja pembangunan pertanian semakin menurun. Belajar dari pengalaman masa lalu pendekatan kawasan pertanian dinilai tepat dan lebih sesuai dengan sifat dan karakteristik komoditas pertanian, merupakan pembangunan yang berdimensi kewilayahan dan upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas pembangunan pertanian, serta peningkatan daya saing pertanian. 36. Berdasarkan pendekatan kawasan, sistem perencanaan pembangunan pertanian perlu dirumuskan dalam jangka panjang dan selanjutnya diterjemahkan dalam jangka menengah dan selanjutnya dioperasionalkan dalam jangka pendek. Disamping itu, sistem perencanaan dan operasional pembangunan pertanian perlu direncanakan secara sistematis dan berkesinambungan untuk mencapai keberhasilannya. 37. Belajar dari keberhasilan masa lalu, organisasi yang bertanggungjawab mulai dari pusat hingga lokasi perlu dibentuk agar arah utama kebijakan pengembangan kawasan dan proses pengembangannya sejalan dengan tujuannya. Organisasi tersebut bersifat permanen, merupakan gerakan massal dan dipimpin langsung oleh Presiden dengan penanggungjawab operasional adalah Menteri Pertanian. Sehingga, implementasi pengembangan kawasan komoditas unggulan dapat dilaksanakan secara utuh, sistematis, terintegrasi atau terpadu, terkoordinasi dan terkelola dengan baik. Selain mobilisasi sumberdaya secara besar-besaran dan fokus, partisipasi aktif para pemangku kepentingan mulai dari pusat hingga unit terkecil pemerintahan atau desa sangat diperlukan. 7

38. Berkaitan dengan pembentukan organisasi pelaksana pengembangan kawasan pertanian, kata kuncinya adalah koordinasi dan sinergi antar pemangku kepentingan (stakeholders) tercakup. Setiap anggota harus memahami dampaknya dan berusaha sekuat tenaga menghindari kebuntuan koordinasi dan sinergi ini demi keberhasilan pelaksanaan kegiatan pengembangan komoditas strategis berbasis kawasan. 39. Pengembangan kawasan menjadi pendekatan yang wajib dilakukan dengan mengacu kepada: (1) UU 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; (2) UU 26/2007 tentang Penataan Ruang; (3) UU 18/ 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan; (4) UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; (5) UU 13/2010 tentang Hortikultura; dan (6) UU 39/2014 tentang Perkebunan (revisi dari UU 18/2004 tentang Perkebunan). Di dalam undang-undang tersebut telah diatur bahwa pengembangan pertanian baik tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dam peternakan dilakukan dengan pendekatan kawasan. Mengingat belum seluruh undang-undang tersebut memiliki Peraturan Pemerintah untuk operasionalnya, maka Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Pertanian menjadi rujukan utama. 40. Tahapan pengembangan kawasan telah dituangkan dalam Permentan No. 50/2012, dimana tahap pengembangan kawasan komoditas unggulan didasarkan atas tingkat perkembangan masing-masing kawasan. Sesuai dengan peraturan tersebut, arah dan kebijakan pengembangan kawasan komoditas unggulan, pengembangan kawasan setidaknya dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) Tahap inisiasi pada kawasan yang belum berkembang; (2) Tahap penumbuhan pada kawasan yang belum berkembang; (3) Tahap pemantapan kawasan; (4) Tahap perluasan kawasan; (5) Tahap replikasi dan integrasi antar kawasan. Jenis kegiatan pada masing-masing tahap berbedabeda tergantung pada tingkat keterkaitan antar sentra pertanian, kekuatan sub sistem agribisnis yang ada (hulu, produksi, hilir dan penunjang), maupun kualitas SDM dan aplikasi teknologi yang telah dilakukan. Penelitian Lanjutan 41. Agenda penelitian ke depan yang terkait dengan Outlook adalah: (i) Penelitian mengenai outlook jangka pendek dan prospek pertanian 2015 2019; (ii) Kajian outlook pertanian jangka panjang, misalnya 2015 2045; (iii) Penelitian lanjutan untuk menyempurnakan model agar mampu mencakup analisis hingga level Provinsi dan bahkan hingga level kabupaten/kota; (iv) Model analisis utama outlook pertanian setelah detailing hingga level provinsi atau kabupaten/kota perlu dikaji untuk dipatenkan. 42. Saat ini satu-satunya sektor yang belum memiliki kawasan adalah sektor pertanian. Mengingat kawasan adalah mandat dari undang-undang, maka penetapan pada level Kementerian Pertanian perlu dilakukan dan hal ini perlu didukung oleh penelitian yang komprehensif. 43. Penetapan Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Hortikultura dan Perkebunan belum ada, sehingga diperlukan kajian akademis untuk kepentingan itu. 8

44. Pendekatan kawasan sebagai exit strategi peningkatan daya saing, efisiensi dan efektifitas pembangunan pertanian ke depan membutuhkan strategi operasional dan implementasinya, sehungga membutuhkan kajian khusus dengan pendekatan komprehensif. 45. Mengingat kinerja pembangunan pertanian dikaitkan dengan penggunaan dan alokasi anggaran masih rendah, diperlukan kajian mengenai upaya peningkatan efisiensi penggunaan dan alokasi anggaran pembangunan pertanian. 9