BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bahkan menjadi tolak ukur kemajuan Negara. Secara umum, Indonesia merupakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mengalami situasi darurat kekerasan. terhadap perempuan. Berdasarkan catatan tahunan dari

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beragam permasalahan pada perempuan seringkali muncul dalam berbagai

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Komnas perempuan tahun 2014 yang dirilis pada 6 Maret Jumlah kasus

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan. kekuasaan belaka. Penegakan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

BAB I PENDAHULUAN. dan pengendalian diri setiap orang di lingkup rumah tangga tersebut. 1

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga dibandingkan dengan di tempat bekerja. Dapatlah diibaratkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

"Perlindungan Saksi Dalam Perspektif Perempuan: Beberapa Catatan Kritis Terhadap RUU Perlindungan Saksi usul inistiatif DPR"

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

Menuju Sistem Peradilan Pidana yang Menjauhkan Korban dari Viktimisasi Melalui RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah dinyatakan dengan tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, tidak hanya berdasar atas kekuasaan belaka. Dalam negara hukum, hukum merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu ciri utama dari suatu negara hukum terletak pada kecenderungan untuk menilai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap dasar peraturan-peraturan hukum. Sebuah negara dengan konsep negara hukum selalu mengatur setiap tindakan dan tingkah laku masyarakatnya berdasarkan atas undang-undang yang berlaku untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian hidup bermasyarakat agar sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa setiap warga negara berhak atas rasa aman dan bebas dari segala bentuk kejahatan. Kasus kriminalitas di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, tak bisa dipungkiri bahwa jumlah tindak pidana yang terjadi di masyarakat masih menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia, terutama pihak Kepolisian Republik Indonesia. Selayaknya pepatah Mati Satu Tumbuh Seribu, kejahatan yang terjadi di masyarakat tidak pernah ada habisnya. 1

2 Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kriminal 2016, kejahatan diklasifikasikan dalam beberapa jenis, pengklasifikasian ini secara umum sejalan dengan yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Republik Indonesia yaitu Kejahatan terhadap Nyawa; Kejahatan terhadap Fisik/Badan; Kejahatan terhadap Kesusilaan; Kejahatan terhadap Kemerdekaan Orang; Kejahatan terhadap Hak Milik/Barang dengan Penggunaan Kekerasan; Kejahatan terhadap Hak Milik/Barang; Kejahatan terkait Narkotika; Kejahatan terkait Penipuan, Penggelapan, dan Korupsi; Kejahatan terhadap Ketertiban Umum. 1 Jenis kejahatan yang termasuk dalam klasifikasi terhadap fisik/badan ialah penganiayaan berat, penganiayaan ringan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kriminal, pada tahun 2011-2015 jumlah kejadian kejahatan terhadap fisik/badan di Indonesia cenderung meningkat. Pada tahun 2013 terjadi 44.990 kasus, pada tahun 2014 meningkat menjadi 46.366 kasus, dan pada tahun 2015 meningkat lagi menjadi 47.128 kasus. Berdasarkan data Kepolisian Republik Indonesia yang diambil dari Badan Statistik Kriminal 2016, pada tahun 2015 jumlah kejahatan yang diselesaikan adalah 205.170 dari 352.936 total keseluruhan jumlah kejahatan yang terjadi. Angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia terus meningkat. Komisi Nasional Perempuan mencatat di tingkat nasional jumlah korban kekerasan terhadap perempuan terutama kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada akhir tahun 2015 tercatat lebih dari 305.535 kasus 1 Badan Pusat Statistik, Statistik Kriminal 2016, diakses dari https://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/statistik-kriminal-2016.pdf, pada tanggal 17 Maret 2017 pukul 13.00 WIB.

3 kekerasan terhadap perempuan dan sebanyak 69 persen dikarenakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Bentuk kekerasan tertinggi adalah fisik lalu kekerasan seksual dalam rumah tangga. Tahun 2015 Komnas Perempuan mengirimkan 780 lembar formulir kepada lembaga mitra Komnas Perempuan di seluruh Indonesia, sementara tahun 2014 sebanyak 664 formulir, dengan tingkat respon pengembalian mencapai 30% yaitu 232 formulir. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan sebesar 321.752 sebagaian besar bersumber dari data kasus atau perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama. Data yang dihimpun berasal dari sumber yakni (1) Pengadilan Agama atau Badan Peradilan Agama (PA- BADILAG) sejumlah 305.535 kasus, (2) Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 16.217 kasus, (3) Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR), satu unit yang sengaja dibentuk oleh Komnas Perempuan, dan (4) divisi pemantauan yang mengelola pengaduan yang masuk lewat surat dan surat elektronik. Berdasarkan data-data yang terkumpul tersebut jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol sama seperti tahun sebelumnya adalah KDRT/RP (Relasi Personal) 2 yang mencapai angka 11.207 kasus (69%). Pada ranah KDRT/RP, kekerasan yag paling menonjol adalah kekerasan fisik sebanyak 4.304 kasus (38%), disusul kekerasan seksual sebanyak 3.325 kasus (30%), kekerasan psikis sebanyak 2.607 kasus (23%), dan ekonomi sebanyak 971 kasus (9%). 3 2 Kekerasan pada ranah RP (Relasi Personal) antara lain kekerasan dalam pacaran, kekerasan oleh mantan suami, kekerasan oleh mantan pacar. 3 Komnas Perempuan, Kekerasan terhadap Perempuan Meluas: Negara Urgen Hadir Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Domestik, Komunitas, dan Negara, diakses dari https://www.komnasperempuan.go.id/wp-content/uploads/2016/03/komnas-perempuan-_-

4 Kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga, terutama lingkup keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan kekerasan yang dilakukan oleh suami ke istri, istri ke suami, ayah ke anak, ibu ke anak, dan orang-orang yang berada dalam satu lingkup rumah tangga tersebut. Kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena kurangnya pengendalian dari dalam diri pelakunya. Kesalahpahaman dan kurangnya komunikasi juga menjadi pemicu timbulnya kekerasan terjadi dalam lingkup rumah tangga. Keluarga adalah kelompok masyarakat terkecil yang memiliki peran dan pengaruh besar dalam perkembangan sosial serta kepribadian setiap anggotanya. Pada umumnya, keluarga memiliki organisasi sendiri dan kepala keluarga untuk memimpin serta menjalankan kehidupan bersama. Keluarga sebagai lambang tempat yang aman, yang dapat menentramkan jiwa, sebagai tempat latihan yang cocok untuk menyesuaikan diri, sebagai benteng yang kuat dalam membina rumah tangga dan merupakan arena yang nyaman bagi orang yang menginginkan hidup bahagia. Saling menghargai dan saling menghormati merupakan kunci utama untuk menghindari terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Keluarga yang rukun, aman, dan tenteram adalah dambaan dari setiap orang yang membangun rumah tangga. Dalam mewujudkan itu semua diperlukan kualitas perilaku dan pengendalian diri dari setiap orang dalam lingkup rumah tangga, saling toleransi dan menghargai antara satu dengan yang lainnya. Kegagalan dalam menjaga kualitas perilaku serta pengendalian diri inilah yang menimbulkan ketidakharmonisan dalam lingkup rumah CATATAN-TAHUNAN-2016edisi-Launching-7-Maret-2016.pdf, pada tanggal 11 Juli 2017 pukul 16.40 WIB.

5 tangga. Hal tersebut dapat memicu tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga sering disebut pula dengan Hidden Crime yang dimana tindakan kejahatan yang dilakukan tidak terlihat secara langsung oleh masyarakat luas. Hal ini disebabkan banyak diantara korbannya malu untuk melaporkan dan/atau mengungkap tindakan kejahatan ini karena dianggap sebagai aib keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat manusia serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Kekerasan dalam rumah tangga bisa berupa kekerasan secara verbal maupun fisik. Kekerasan verbal bisa jadi memiliki pengaruh yang relatif permanen karena yang disakiti adalah sisi dalam dari wanita yang selama ini dikatakan memiliki kelemahan secara emosional. Di satu sisi, kekerasan yang bersifat fisik selain menyebabkan penderitaan secara fisik juga meninggalkan luka hati yang mendalam. Seorang pelaku tindak pidana sudah seharusnya diadili menurut hukum yang berlaku, seperti yang kita ketahui di Indonesia terdapat pranata-pranata hukum yang bertanggung jawab atas penegakan hukum di Indonesia. Menurut Yohanna, Koordinator Perubahan Hukum LBH Apik, di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mengatakan bahwa keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya, namun seringkali aparat penegak hukum berpendapat bahwa satu saksi dan satu alat bukti

6 lainnya masih kurang. 4 Dianggap masih kurang karena biasanya alat bukti yang diajukan oleh korban tersebut, kurang bisa menjelaskan mengenai perbuatan pelaku atau mengenai tindak pidana kekerasan yang terjadi. Kasus kekerasan dalam rumah tangga umumnya merupakan kasus tertutup, minimnya alat bukti yang dapat diajukan oleh korban menyulitkan aparat penegak hukum dalam proses pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Silvia Desti, jaksa fungsional pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengakui masalah alat bukti memang menjadi kendala dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Silvia mengatakan untuk membuktikan kekerasan fisik harus ada visum namun seringkali hasil visum hanya menunjukkan kekerasan yang terakhir dilakukan, yang kelihatan lecet, padahal korban dipukulinya tiga bulan berturut-turut. Silvia menambahkan supaya ke depannya rekaman dapat digunakan sebagai alat bukti. Alat bukti rekaman dapat digunakan dalam kasus korban meninggal dunia, sehingga korban tidak bisa memberi kesaksian. 5 Seiring perkembangan zaman yang semakin canggih, penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari bukan hal yang tabu lagi. Selain untuk mempermudah pekerjaan, teknologi juga berfungsi sebagai alat penolong untuk menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Sekarang ini sudah banyak rumah atau tempat-tempat yang mempergunakan barang-barang 4 Hukumonline, Pembuktian Masih Menjadi Momok Penanganan Kasus KDRT, diakses dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b459ec464a39/kdrt, pada tanggal 17 Maret 2017 pukul 13.37 WIB. 5 Hukumonline, Pembuktian Masih Menjadi Momok Penanganan Kasus KDRT, diakses dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b459ec464a39/kdrt, pada tanggal 11 Juli 2017 pukul 17.42 WIB.

7 elektronik seperti cctv untuk memantau dan menjaga keamanan rumah atau tempat-tempat yang dikehendaki. Bukti elektronik ini juga dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam proses pembuktian suatu tindak pidana. Bukti elektronik ini dapat diajukan untuk menguatkan alat bukti lain dalam proses pembuktian di persidangan, yang dapat digunakan untuk membuat terang suatu tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Tak jarang bukti elektronik menjadi salah satu bukti yang menguatkan atas kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh pelaku. Masalah alat bukti memang menjadi kendala dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga ini. Terlebih pengaturan mengenai bukti elektronik tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.Tak sedikit pula masyarakat yang kurang memahami mengenai penyampaian alat bukti dalam kasus pidana, khususnya alat bukti elektronik dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga.kondisi inilah yang membuat penulis tertarik untuk menguraikan mengenai alat bukti elektronik dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah yang dapat disusun sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kedudukan alat bukti elektronik jika dikaitkan dengan Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana? 2. Bagaimanakah kekuatan pembuktian elektronik dalam perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)?

8 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun di atas, maka tujuan penulisan hukum ini ialah sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif a. Untuk menganalisis kedudukan alat bukti elektronik jika dikaitkan dengan Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. b. Untuk menganalisis kekuatan pembuktian elektronik dalam perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian telah dilakukan penelusuran penelitian pada berbagai referensi. Penelitian yang berkaitan dengan data atau dokumen elektronik khususnya mengenai Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Elektronik dalam Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), sejauh ini ada beberapa penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian penulis ini yakni: 1. Tiar Panahatan Sidabutar, Pembuktian Dalam Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Elektronik, 2016, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan rumusan masalah sebagai berikut: 6 6 Tiar Panahatan Sidabutar, 2016, Pembuktian Dalam Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Elektronik, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

9 a. Bagaimanakah proses pembuktian terhadap tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik? b. Bagaimanakah proses pemeriksaan digital forensic terhadap alat bukti elektronik dalam putusan No. 382/Pid.Sus/2014/PN. Yyk atas nama Terdakwa Florence Saulina Sihombing? Dari rumusan masalah dalam penelitian tersebut dapat ditarik perbedaan sebagai berikut: 1) Dalam penelitian tersebut difokuskan pada proses pembuktian tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elekronik, pada penulisan hukum ini difokuskan pada kekuatan pembuktian elektronik dalam perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 2) Dalam rumusan masalah kedua penelitian tersebut difokuskan pada penjelasan pemeriksaan digital foensic terhadap alat bukti elektronik dalam putusan No. 382/Pid.Sus/2014/PN. Yyk atas nama Terdakwa Florence Saulina Sihombing, pada penulisan hukum ini difokuskan pada kedudukan alat bukti elektronik yang dikaitkan dengan Pasal 184 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 2. Daniel Pradipta Firdaus, Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Elektronik Yang Diperoleh Berdasarkan Hasil Rekaman Penyadapan Dalam Tindak Pidana Korupsi Studi Putusan 11/Pid.B/TPK/2008/PN.Jkt.Pst, 2012, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan rumusan masalah sebagai berikut: 7 7 Daniel Pradipta Firdaus, 2012, Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Elektronik Yang Diperoleh Berdasarkan Hasil Rekaman Penyadapan Dalam Tindak Pidana Korupsi Studi Pustaka 11/Pid.B/TPK/2008/PN.Jkt.Pst., Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

10 a. Bagaimana kekuatan pembuktian elektronik yang berupa hasil rekaman penyadapan dalam perkara tindak pidana korupsi? b. Bagaimana kedudukan alat bukti elektronik hasil rekaman penyadapan sehubungan dengan putusan nomor 11/Pid.B/TPK/2008/PN.Jkt.Pst? Dari rumusan masalah dalam penelitian tersebut dapat ditarik perbedaan sebagai berikut: 1) Dalam penelitian tersebut difokuskan pada kekuatan pembuktian elektronik yang berupa hasil rekaman penyadapan dalam perkara tindak pidana korupsi, sedangkan pada penulisan hukum ini difokuskan pada kekuatan pembuktian elektronik dalam perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 2) Dalam rumusan masalah kedua penelitian tersebut difokuskan pada penjelasan kedudukan alat bukti elektronik hasil rekaman penyadapan sehubungan dengan putusan nomor 11/Pid.B/TPK/2008/PN.Jkt.Pst, sedangkan pada penulisan hukum ini difokuskan pada kedudukan alat bukti elektronik yang dikaitkan dengan Pasal 184 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. E. Manfaat Penelitian Penulisaan hukum ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Akademis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu hukum. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian sebelumnya dan menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang

11 memiliki keterkaitan topik, yaitu mengenai kekuatan pembuktian alat bukti elektronik dalam perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pencari keadilan yang terkait pembuktian dengan menggunakan alat bukti elektronik dalam perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat luas mengenai pembuktian dengan menggunakan alat bukti elektronik dalam perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memperoleh gambaran secara jelas mengenai keseluruhan penulisan hukum ini, maka Penulis akan membagi penuisan ini menjadi 5 (lima) bab sebagaimana tercantum di dalam sistematika di bawah ini: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalahn, tujuan penelitian, keaslian penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisi pembahasan mengenai pengertian tindak pidana, unsur tindak pidana, jenis pidana dan pemidanaan dalam KUHP, tujuan pemidanaan, pengertian tentang kekerasan dalam rumah tangga, bentuk tindak

12 pidana kekerasan dalam rumah tangga dan ketentuan pidananya, pengertian pembuktian, sistem pembuktian, alat bukti, dan alat bukti elektronik. BAB III : METODE PENELITIAN Pada bab ini, penulis menguraikan mengenai jenis penelitian, sifat penelitian, jenis data penelitian, lokasi penelitian, responden/narasumber penelitian, cara pengumpulan data penelitian, alat pengumpul data penelitian, jalannya penelitian dan analisis hasil penelitian. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, penulis menjabarkan dari data-data yang telah diperoleh dari hasil penelitian kemudian dianalisa berdasarkan permasalahan yang dirumuskan dalam penulisan hukum ini. BAB V : PENUTUP Pada bab ini, penulis menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan dari penulisan hukum ini. Bab ini juga penulis mengemukakan saran yang bisa penulis sampaikan terkait penelitian yang sudah dilakukan oleh penulis.