BAB I PENDAHULUAN. konteks penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan. penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

BAB 1 INTRODUKSI. Pengakuan merupakan proses pemenuhan kriteria pencatatan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi sistem penganggaran telah berjalan sejak disahkan paket. undang-undang keuangan negara yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 17

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dibuat untuk memberi informasi kepada pengguna internal dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Rochmansjah (2010) ditandai dengan adanya penyelenggaraan manajemen

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Idealnya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mendapatkan opini

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan keuangan daerah adalah seluruh kegiatan yang meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. dan teori perlu berimplikasi pada praktik. Oleh karena itu antara teori dan praktik

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I INTRODUKSI. Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang, konteks riset, rumusan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN ANGGOTA V BPK RI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB 5 KONKLUSI DAN REKOMENDASI. Kewajiban mengimplementasikan akuntansi akrual untuk

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan pemerintah merupakan komponen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu agenda reformasi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

DAFTAR ISI. HALAMAN DEDIKASI... ii. ABSTRAK... iii. ABSTRACT... iv. PRAKATA... v. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR LAMPIRAN... x. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas organisasi-organisasi publik tersebut,

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah berjalan sejak tahun 1999-an

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban, serta pengawasan yang benar-benar dapat dilaporkan dan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab pembuka yang didalamnya menguraikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Menyusun laporan keuangan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN Keadaan Ekonomi Daerah. Tabel 1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD. Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Dinamika perkembangan sektor publik di Indonesia saat ini adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik baik di pusat maupun di

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat tersalurkan. Selain itu dalam Pemerintahan yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang masalah penelitian yang akan dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. Penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang. Keuangan Negara menyebutkan bahwa dalam rangka transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyusun laporan keuangannya, suatu Badan Layanan Umum (BLU)

BAB I PENDAHULUAN. Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Keinginan untuk mewujudkan good governance merupakan salah satu

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaporan keuangan membantu memenuhi kewajiban pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk hasil pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2005 menjadi Rp411,3 triliun pada tahun 2011 (Budget in Brief APBN,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, konteks penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Pola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah salah satunya dalam bentuk desentralisasi pengelolaan keuangan (Ritonga 2014) guna membiayai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan dan/atau ditugaskan kepada daerah (UU 23/2014). Hal ini didukung dengan diterbitkannya beberapa regulasi terkait dengan pengelolaan keuangan yang antara lain Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 1 Tahun 2004, UU Nomor 33 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005, dan UU Nomor 23 Tahun 2014. Regulasi-regulasi tersebut menyatakan bahwa pemerintah pusat dan daerah wajib mengelola keuangan secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memerhatikan rasa keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Ekonomis, efektif, dan efisien menjadi komponen utama dalam konsep Value For Money (VFM) yang dikenal sebagai konsep 3 E s yakni konsep yang populer dalam pengelolaan keuangan atau dana negara (Halim 2011). Ekonomi menunjuk pada penggunaan input yakni pemenuhan tujuan dengan menggunakan biaya minimum. Efektif berhubungan dengan output 1

2 yang mana merujuk pada keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai suatu tujuan. Efisiensi mencangkup output dan input yaitu tercapainya suatu tujuan yang optimal dengan biaya yang memuaskan (Jones et al. 2000). Ketiga konsep dasar ini telah disepakati secara universal sebagai komponen penting dalam penyampaian kondisi keuangan (Wang et al. 2007). Kondisi keuangan mengarah pada kemampuan pemerintah daerah untuk memenuhi kewajiban yang salah satunya berupa pemenuhan kewajiban jangka pendek atau disebut solvabilitas jangka pendek. Pengukuran solvabilitas tersebut dilakukan dengan menggunakan tiga rasio yaitu rasio lancar, rasio cepat, dan rasio kas yang diperoleh dari laporan keuangan (Ritonga 2014). Berkaitan dengan solvabilitas jangka pendek, menurut laporan keuangan tahunan tahun 2015 pada delapan kota di Australia menunjukkan jumlah rasio kas, rasio cepat, rasio lancar masing-masing sebesar 2,14; 2,48; 2,51 kali kewajiban lancarnya. Selain itu, beberapa riset juga meneliti tentang kondisi keuangan yang didalamnya termasuk mengukur solvabilitas jangka pendek pada pemerintah daerah dan negara bagian, baik di luar negeri maupun dalam negeri. Wang, Dennis, dan Tu (2007) menguji ukuran kondisi keuangan di 50 negara bagian Amerika Serikat dengan dasar pernyataan GASB nomor 34. Ukuran kondisi keuangan terdiri dari empat dimensi kondisi keuangan dan sebelas indikator yang salah satu indikatornya ialah solvabilitas jangka pendek. Penelitian tersebut menunjukkan tingkat solvabilitas jangka pendek

3 yang meliputi rasio kas sebesar 1,50; rasio cepat sebesar 2,12; dan rasio lancar sebesar 2,22 kali kewajiban lancarnya. Analisis solvabilitas keuangan jangka pendek pemerintah daerah di pulau Jawa Indonesia pernah diteliti oleh Ritonga, Clark, dan Wickremasingle (2012). Penelitian tersebut menemukan bahwa solvabilitas jangka pendek tergolong kuat yang ditandai dengan jumlah rasio kas sebesar 29,41; rasio cepat sebesar 34,30; dan rasio lancar sebesar 38,55 kali kewajiban lancarnya, namun memiliki aktiva lancar berlebihan. Penelitian Turley, Robbins, dan McNena (2015) tentang kerangka kerja dalam mengukur kinerja pemerintah daerah dengan menggunakan 14 indikator yang salah satunya ialah rasio lancar pada 34 kota dan kabupaten di Irlandia untuk periode dua tahun penelitian. Penelitian tersebut menunjukkan rasio lancar berada pada kisaran 2,6 pada tahun 2007 dan 1,7 pada tahun 2011. Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat perbedaan signifikan pada besarnya rasio-rasio dalam pengukuran solvabilitas jangka pendek pada pemerintah daerah di Indonesia apabila dibandingkan dengan Amerika Serikat, Irlandia, dan Australia. Ketiga negara tersebut memiliki rasio yang mendekati aturan praktis (the rule of thumb) rasio sektor industri yang salah satunya yakni rasio lancar. Perbedaan jumlah rasio yang cukup besar tersebut mengindikasikan bahwa aktiva lancar yang dimiliki pemerintah daerah di Indonesia dalam kondisi yang mengganggur berjumlah cukup banyak.

4 Kondisi aktiva lancar mengganggur tersebut lebih didominasi oleh kas dengan jumlah yang cukup banyak dan terjadi pada sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia baik yang beropini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) maupun Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.1 perbandingan rasio lancar dan kompisisi kas terhadap total aktiva lancarnya pada beberapa pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dengan opini WTP dan WDP atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun 2014. Tabel 1.1 Perbandingan rasio lancar dan komposisi kas Pemerintah Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah No. Keterangan Rasio Lancar Komposisi kas WTP 1 Kabupaten Banyumas 7,24 83,81% 2 Kabupaten Temanggung 8,41 84,99% 3 Kabupaten Jepara 9,62 80,55% 4 Kota Surakarta 11,76 74,86% 5 Kabupaten Karanganyar 63,61 81,44% 6 Kabupaten Kudus 70,07 90,52% 7 Kabupaten Banjarnegara 71,17 80,54% WDP 1 Kota Tegal 12,30 55,54% 2 Kabupaten Brebes 16,55 79,19% 3 Kota Pekalongan 20,94 78,11% 4 Kabupaten Pekalongan 27,38 64,96% 5 Kabupaten Pemalang 58,92 73,54% 6 Kabupaten Batang 69,65 78,37% 7 Kabupaten Tegal 78,60 76,55% Sumber : Data diolah dari IHPS BPK RI Semester 1 Tahun 2015 Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa rasio lancar terendah tahun 2014 terdapat pada Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas sebesar 7,24 dan tertinggi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal sebesar 78,60

5 kali kewajiban lancarnya. Untuk komposisi kas tahun 2014 terbesar berada pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus sebesar 90,52% dan terendah pada Pemerintah Daerah Kota Tegal sebesar 55,54% dari total aktiva lancarnya, namun rata-rata komposisi kas berada di atas 70% dari total aktiva lancarnya. Berdasarkan aturan praktis (the rule of thumb), rasio lancar ideal pada sektor bisnis sebesar 2:1, artinya setiap 1 kewajiban lancar dijamin oleh 2 aktiva lancar (Subramanyam et al. 2014). Sehubungan dengan rasio lancar ideal tersebut, angka rasio lancar yang tinggi pada pemerintah daerah di Indonesia disebabkan manajemen kas yang belum dikelola secara efektif dan efisien sehingga berdampak pada belum optimalnya pelayanan kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Dr Harry Azhar Aziz terkait perlunya mempertanyakan apakah jumlah keuangan negara yang demikian besar telah dipergunakan secara ekonomis, efisien, dan efektif, serta berdampak secara signifikan terhadap kesejahteraan rakyat (www.antaranews.com, 2015). Oleh karena itu, pengelolaan keuangan pemerintah daerah terkait manajemen kas yang belum efektif dan efisien, serta belum adanya the rule of thumb rasio lancar pada pemerintah daerah di Indonesia mendorong peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penentuan rasio lancar ideal pemerintah daerah.

6 1.2 Konteks Penelitian Penelitian terkait desain rasio lancar optimal pemerintah daerah (pemda) ini tidak membutuhkan spesifikasi khusus karena hampir sebagian pemda memiliki permasalahan yang sama yaitu tingginya rasio lancar dan kas menganggur yang cukup besar, namun hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi untuk semua pemda karena perbedaan karakteristik sosial ekonomi serta regulasi masing-masing pemda. Walaupun tidak dapat digeneralisasi untuk semua pemda, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan rule of thumb rasio lancar pemda di Indonesia. Pemilihan Pemerintah Kota Pekalongan sebagai entitas konteks riset salah satunya didasarkan atas pertimbangan kemudahan akses data karena penelitian ini sangat sensitif terkait data. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini ialah tingginya rasio lancar pada pemda-pemda di Indonesia terutama Pemerintah Kota Pekalongan dibandingkan dengan ratarata rasio lancar pemerintah daerah di negara Amerika, Australia, dan Irlandia yang mendekati rasio lancar ideal untuk sektor bisnis berdasarkan aturan praktis (The rule of thumb). Hal tesebut mengindikasikan bahwa pengelolaan aset lancar yang dimiliki oleh pemda belum dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga perlu ditentukan jumlah rasio lancar yang optimal.

7 1.4 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang tersebut di atas adalah berapakah rasio lancar yang optimal pada Pemerintah Kota Pekalongan? 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendesain tingkat rasio lancar optimal bagi Pemerintah Kota Pekalongan. 1.6 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kepentingan akademis, pemerintah daerah, dan Kementerian Dalam Negeri yang antara lain sebagai berikut. 1) Bagi kepentingan akademis Penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi keilmuan bidang akuntansi sektor publik dan tambahan referensi bagi peneliti lain yang tertarik dalam mengkaji lebih lanjut terkait metode untuk penentuan rasio lancar yang optimal pada pemerintah daerah. 2) Bagi Pemerintah Kota Pekalongan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan masukan bagi pemerintah daerah pada umumnya dan khususnya Pemerintah Kota Pekalongan dalam mengelola aktiva lancar terutama kas secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

8 3) Bagi Kementerian Dalam Negeri Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Kementerian Dalam Negeri sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia terkait dengan penentuan rasio lancar optimal pemerintah daerah guna memperbaiki pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang lebih efektif dan efisien. 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini secara garis besar dibagi ke dalam 5 bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab I menjelaskan mengenai latar belakang, konteks penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : KAJIAN PUSTAKA Bab II menguraikan mengenai tinjauan pustaka yang menjadi referensi yang relevan dengan permasalahan penelitian dan penelitian terdahulu. BAB III : RANCANGAN PENELITIAN Bab III menjelaskan rancangan penelitian yang digunakan peneliti, diantaranya: gambaran umum obyek penelitian, rasionalitas obyek penelitian, pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, dan prosedur penelitian.

9 BAB IV : HASIL RISET DAN DISKUSI Bab IV memaparkan tentang proses penelitian hingga memperoleh hasil riset serta diskusi hasil temuan dalam penelitian. BAB V : SIMPULAN DAN SARAN Bab V berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang relevan dengan pertanyaan dan tujuan penelitian, serta keterbatasan dan saran peneliti terkait dengan penelitian ini.