ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR PROPINSI SUMATERA TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BANYUMAS,

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA. Etik Umiyati

Analisis Tipologi Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Dalam Implementasi Otonomi Derah di Propinsi Jambi. Oleh : Etik Umiyati.SE.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Indeks Williamson b. Shift Share. a. PDRB b. PDRB Perkapita c. Jumlah Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan pendudukyang

PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Struktur Ekonomi dan Ketimpangan Antar Sektor di Kabupaten Tebo Periode Oleh:

PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROVINSI RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/ KOTA DI ACEH,

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB III METODE PENELITIAN. data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

IDENTIFIKASI PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN EKONOMI ANTARPROVINSI DI INDONESIA TAHUN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTARA KECAMATAN DI KOTA AMBON Analysis of the Development Imbalance between Districts in Ambon City

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan :

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT.

DAMPAK BELANJA DAERAH TERHADAP KETIMPANGAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI JAMBI

BABV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. ekonomi yang ada di Pulau Jawa. Selain mengetahui struktur juga untuk

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

Sumber: Suara Karya Online, 2010 Tabel 1.1 Jumlah Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah (jiwa) Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DISPARITAS REGIONAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI (STUDI KASUS DI KOTA BATU TAHUN ) Alfiana Mauliddiyah. Abstract

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007.

BAB V PERBANDINGAN REGIONAL

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi

BAB 1 PENDAHULUAN. dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah yang terkait dengan judul. Adapun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi dan hubungan antara ketimpangan.

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

KETIMPANGAN PERTUMBUHAN PENDAPATAN DAERAH PEMEKARAN KABUPATEN PASAMAN DAN KABUPATEN PASAMAN BARAT. Latifa Hanum 1) ABSTRACTS

CVw = 3. Analisis penentuan subsektor unggulan perekonomian daerah, dengan teknik analisis Location Quotient ( LQ ).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN, POLA PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN SPASIAL DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN SKRIPSI

LAPORAN PENELITIAN LANJUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Studi Komperatif Ketimpangan Wilayah Antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Rosmeli Nurhayani Universitas Jambi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga dikatakan bahwa pembangunan ekonomi dapat mendorong

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung mengambarkan tingkat. keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

trffi ,K;sryiqrb Ngi.M v,w TESIS 0r7 PERTI.]MBUHAN DAhI KETIMPA}IGAN PEMBA}IGUNA}I EKONOMI AhTTAR KOTA/KABUPATEN DALAM PROVINSI DKI JAI{ARTA

ANALISIS TYPOLOGI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN PEMEKARAN DI PROPINSI JAMBI. Imelia, Syaifuddin dan Emilia

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder rangkai waktu (Time

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

Volume VIII, Nomor 1, Mei 2014 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk sesuatu masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

KAJIAN DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP KESENJANGAN EKONOMI ANTAR DAERAH PESISIR DI PROVINSI BENGKULU

III. METODELOGI PENELITIAN

Transkripsi:

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR PROPINSI SUMATERA TAHUN 2011-2015 Putri Suryani Sebayang Jurusan Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan Email : putrisby76@gmail.com Abstrak : Setiap pembangunan ekonomi mengharapkan terciptanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan antar Propinsi Sumatera dari Tahun 2011-2015 mengalami pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif serta cenderung meningkat yaitu rata-rata sebesar persen sedangkan pertumbuhan ekonomi Kecamatan terlihat timpang, ada yang mengalami pertumbuhan yang positif bahkan negatif dan perbedaan PDRB per kapita yang cukup mencolok antar daerah. Hal ini memperlihatkan terjadinya ketimpangan antar Propinsi Sumatera. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ketimpangan yang terjadi antar Propinsi Sumatera Tahun 2011-2015. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah Tipologi Klassen, Indeks Williamson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 10 provinsi yang ada di Sumatera memiliki indeks ketimpangan yang lebih besar dari rata-rata Sumatera ada 5 provinsi. Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan, Tipologi Klassen, Indeks Williamson PENDAHULUAN Berkembangnya provinsi-provinsi di Sumatera sejak tahun 2000-an dan desentralisasi diduga mendorong ketimpangan antar daerah yang lebih lebar. Ketimpangan memiliki dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari adanya ketimpangan adalah dapat mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya guna meningkatkan kesejahteraannya. Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan yang ekstrim antara lain inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil (Todaro,2003). PDRB per kapita merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk di suatu provinsi, dimana jika semakin besar PDRB perkapitanya maka bisa diartikan semakin baik tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Begitu juga sebaliknya apabila PDRB semakin kecil maka bisa diartikan semakin buruk tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Daerah tertentu yang mengalami pertumbuhan ekonomi lebih tinggi daripada daerah lain akan menghadapi beban yang terus meningkat karena banyak penduduk dari daerah lain terus berpindah ke daerah tersebut. Kondisi ini terjadi karena adanya tarikan peluang kesempatan kerja yang lebih banyak di daerah perkotaan tersebut. Daerah perkotaan secara terus menerus mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi karena sumberdaya yang potensial terus berpindah ke daerah maju sebagai pusat pertumbuhan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Kondisi ini selanjutnya menyebabkan daerah pusat pertumbuhan mengalami akumulasi pertumbuhan yang lebih tinggi karena didukung oleh sumberdaya potensial yang telah berpindah tersebut. 1

Tabel 1 PDRB Perkapita Propinsi di Sumatera Tahun 2011 2015 (Milyar Rupiah) Propinsi 2011 2012 2013 2014 2015 Rata - Rata NAD 22.7 23.09 23.22 23.12 22.52 22.93 Sumatera Utara 26.71 28.03 29.33 30.47 31.63 29.23 Sumatera Barat 22.63 23.74 24.85 25.97 27.04 24.85 Riau 71.63 72.39 72.29 72.38 70.76 71.89 Jambi 30.85 Sumatera Selatan 27.15 Bengkulu 17.28 Lampung 20.73 Bangka Belitung 30.12 Kepulauan Riau 68.02 32.41 34.01 35.87 36.75 33.98 28.57 29.65 30.61 31.54 29.50 18.14 18.91 19.62 20.3 18.85 21.79 22.77 23.64 24.58 22.70 31.17 32.08 32.85 33.48 31.94 70.93 73.74 76.32 78.64 73.53 Jumlah 337.82 350.26 360.85 370.85 377.24 359.40 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, Diolah Tabel 1. memperlihatkan PDRB perkapita di Sumatera pada tahun 2011-2015. Secara total PDRB perkapita di Sumatera mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun apabila dilihat per propinsinya hanya ada dua propinsi dari sepuluh propinsi yang ada di Sumatera yang rata-rata PDRB perkapitanya sangat jauh jaraknya dari propinsi lainnya yaitu propinsi Kepulauan Riau (Rp. 73,53 milyar) dan Propinsi Riau (Rp. 71,89 milyar). Tingginya PDRB perkapita di propinsi Kepulauan Riau dan Riau disebabkan pendapatan dari sektor migas yang lebih besar karena merupakan propinsi penghasil minyak di Sumatera. Selain itu banyaknya perusahaan-perusahaan asing yang melakukan investasi di propinsi tersebut dengan membuka perusahaan-perusahaan merekadi wilayah tersebut. Secara harfiah, pembangunan bertujuan untuk pemerataan hasil - hasil pembangunan, namun dalam kenyataannya banyak terjadi penyimpanganpenyimpangan sehingga hasil pembangunan tersebut belum dinikmati oleh penduduk di wilayah Sumatera secara merata. Ketimpangan di Wilayah Sumatera selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek atau dimensi. Adanya ketimpangan pembangunan antar provinsi di Sumatera disebabkan berbagai kendala, baik dari segi investasi, maupun potensi sumber daya alam yang dimiliki masing masing propinsi yang tidak sama. Penelitian ini dilakukan selain untuk untuk menganalisis ketimpangan yang terjadi antar Propinsi Sumatera Tahun 2011 2015. KAJIAN PUSTAKA Pertumbuhan Ekonomi Menurut pandangan ekonom klasik, Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Straurt Mill, maupun ekonom neo klasik, Robert Solow dan Trevor Swan, mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno,1985:275). Suatu perekonomian dikatakan mengalamipertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Menurut Boediono (1985:1) pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Penekanan pada proses karena proses mengandung unsur dinamis. Para 2

teoritisi ilmu ekonomi pembangunan masa kini, masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi, Para teoritisi tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tentram yang dirasakan masyarakat luas (Arsyad, 1999:141). Kuznets (1955) yang telah berjasa besar dalam memelopori analisis pola-pola pertumbuhan historis di negara-negara maju mengemukakan pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik. Observasi inilah yang kemudian dikenal secara luas sebagai konsep kurva Kuznets U terbalik (Todaro, 2000:207). Arsyad (1999: 147 148) menyebutkan bahwa teori kutub pertumbuhan yang dipopulerkan oleh ekonom Perroux (1970) menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang merupakan pusat (kutub) pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah dapat digunakan tipologi Klassen sebagai alat analisis. Sjafrizal (1997: 27-38) menjelaskan bahwa dengan menggunakan alat analisis ini dapat diperoleh empat klasifikasi pertumbuhan masing-masing daerah yaitu daerah pertumbuhan cepat (rapid growth region), daerah tertekan (retarded region), daerah sedang bertumbuh (growing region) dan daerah relatif tertinggal (relatively backward region). Kuncoro dan Aswandi (2002: 25-43) menggunakan alat analisis ini untuk mengklasifikasikan wilayah Propinsi Sumatera menjadi ke dalam empat kelompok, yaitu (a) Low growth, high income, (b) high growth, high income, (c) high growth, low income, dan (d) low growth, low income. Ketimpangan Ekonomi Dengan adanya pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Mudrajad Kuncoro, 2004). Berbagai penelitian tentang ketimpangan antar daerah telah banyak dilakukan Kuznets (1954) tercatat sebagai salah satu peneliti awal dalam meneliti kesenjangan. Ia meneliti kesenjangan di berbagai negara secara cross-sectional dan menemukan pola U terbalik. Kuznets menyimpulkan bahwa pendapatan rata-rata perkapita pada awal perkembangan negara masih rendah, dan tingkat kesenjangan juga rendah. Ketika pendapatan rata-rata naik, maka kesenjangan juga meningkat. Kemudian ketika pendapatan rata-rata naik lebih tinggi, maka kesenjangan akan turun kembali. (dalam Todaro,2004) Menurut Sjafrizal (2008), faktor-faktor penyebab ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah: (1) Perbedaan kandungan sumber daya alam, (2) Perbedaan kondisi geografis, (3) Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa, (4) Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, (5) Alokasi dana pembangunan antar wilayah. Ketimpangan pembangunan yang terjadi antar wilayah di suatu daerah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Menurut Sjafrizal (2008), ketimpangan yang terjadi antar wilayah disebabkan oleh perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah, sehingga kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan menjadi berbeda. Perbedaan kekayaan daerah ini yang pada akhirnya menimbulkan adanya wilayah maju (developed region) dan wilayah terbelakang (underdeveloped region). Tipologi Klassen Tipologi Klassen merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditi prioritas atau unggulan suatu daerah. Alat analisis ini dapat digunakan melalui dua pendekatan, yang pertama adalah dengan pendekatan sektoral sedangkan pendekatan yang kedua adalah dengan pendekatan wilayah/daerah seperti yang untuk mengetahui klasifikasi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan atau 3

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata PDRB per kapita sebagai sumbu horizontal. Pendekatan wilayah menghasilkan empat klasifikasi kabupaten/kota yang masing-masing mempunyai karakteristik pertumbuhan ekonomi yang berbeda yaitu: 1. Daerah maju dan cepat tumbuh (Rapid Growth Region/Kuadran I) Daerah maju dan cepat tumbuh (Rapid Growth Region) adalah daerah yang mengalami laju pertumbuhan PDRB dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari rata-rata seluruh daerah. Pada dasarnya daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang paling maju, baik dari segi tingkat pembangunan maupun kecepatan pertumbuhan. Biasanya daerah-daerah ini merupakan daerah yang mempunyai potensi pembangunan yang sangat besar dan telah dimanfatkan secara baik untuk kemakmuran masyarakat setempat. 2. Daerah berkembang cepat (Growing Region / Kuadran II) Daerah berkembang cepat (Growing Region) pada dasarnya adalah daerah yang memiliki potensi pengembangan sangat besar, tetapi masih belum diolah secara baik. Oleh karena itu, walaupun tingkat pertumbuhan ekonominya tinggi namun tingkat pendapatan per kapitanya, yang mencerminkan tahap pembangunan yang telah dicapai sebenarnya masih relatif rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Karena di masa mendatang daerah ini diperkirakan akan mampu berkembang pesat untuk mengejar ketertinggalannya dengan daerah maju. 3. Daerah relatif tertinggal (Relatively Backward Region / Kuadran III). Kemudian daerah relatif tertinggal (Relatively Backward Region) adalah daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita yang berada di bawah rata-rata dari seluruh daerah. Ini berarti bahwa baik tingkat kemakmuran masyarakat maupun tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah ini masih relatif rendah. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa di daerah ini tidak akan berkembang di masa mendatang. Melalui pengembangan sarana dan prasarana perekonomian daerah berikut tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat setempat diperkirakan daerah ini secara bertahap akan dapat pula mengejar ketertinggalannya (Sjafrizal,1997). 4. Daerah maju tapi tertekan (Retarted region/kuadran IV) Daerah maju tapi tertekan (Retarted Region) adalah daerah-daerah yang relatif maju tetapi dalam beberapa tahun terakhir laju pertumbuhannya menurun akibat tertekannya kegiatan utama daerah yang bersangkutan. Karena itu, walaupun daerah ini merupakan daerah telah maju tetapi di masa mendatang diperkirakan pertumbuhannya tidak akan begitu cepat, walaupun potensi pembangunan yang dimiliki pada dasarnya sangat besar. Tabel 2 Pengelompokan Pembangunan Wilayah Berdasarkan Tipologi Klassen Laju Pertumbuhan (r) PDRB Per kapita (y) y i < y y i > y r i > r r i < r Sumber : (Sjafrizal, 1997) (Kuadran II) Daerah Berkembang Cepat (Kuadran III) Daerah Relatif Tertinggal (Kuadran I) Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh (Kuadran IV) Daerah Maju Tapi Tertekan Keterangan : yi : pendapatan perkapita antar Propinsi y : pendapatan perkapita Sumatera ri : laju pertumbuhan PDRB antar Propinsi r : laju pertumbuhan PDRB Sumatera 4

Tingkat pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingkat pertambahan barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana kinerja atau aktifitas dari berbagai sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diukur melalui indikator perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dengan rumus sederhana: x 100% g PDRB 1 PDRB PDRB0 0 Bila pertumbuhan ekonomi (g) adalah negatip berarti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB 1 ) tahun pengamatan tertentu lebih kecil dari Produk Domestik Regional Bruto tahun sebelumnya (PDRB 0 ), sebaliknya bila pertumbuhan ekonomi (g) adalah positip berarti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB 1 ) tahun pengamatan tertentu lebih besar dari Produk Domestik Regional Bruto tahun sebelumnya (PDRB 0 ). Intinya, pendapatan regional tidak selalu meningkat setiap tahun. Pertumbuhan yang positip menunjukkan adanya perbaikan kondisi perekonomian yang terjadi, sebaliknya apabila pertumbuhan negatip berarti terjadi penurunan kinerja dan aktivitas perekonomian. Indeks Williamson Williamson (1965) meneliti hubungan antar disparitas regional dengan tingkat pembangunan ekonomi, dengan menggunakan data ekonomi yang sudah maju dan ekonomi yang sedang berkembang, ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah daerah tertentu. Pada tahap yang lebih matang dari pertumbuhan ekonomi tampak adanya keseimbangan antar daerah dan disparitas berkurang dengan signifikan. Untuk mengetahui ketimpangan pembangunan antar kecamatan yang terjadi di antar Propinsi Di Sumatera, 2011-2015 dapat dianalisis dengan menggunakan indeks ketimpangan regional (regional in equality) yang dinamakan indeks ketimpangan Williamson (Sjafrizal, 1997: 31): Σ(Yi Y )2. fin /n = Y Dimana : IW = Indeks Williamson yi = PDRB per kapita Propinsi y = PDRB per kapita rata-rata seluruh daerah di Sumatera fi = jumlah penduduk Propinsi n = jumlah penduduk seluruh daerah di Sumatera Indeks Williamson berkisar antara 0< IW < 1, di mana semakin mendekati nol artinya wilayah tersebut semakin tidak timpang. Sedangkan bila mendekati satu maka semakin timpang wilayah yang diteliti (Sjafrizal, 2008). Alokasi penganggaran pembangunan sebagai instrumen untuk mengurangi ketimpangan ekonomi tersebut tampaknya perlu lebih diperhatikan di masa mendatang. Strategi alokasi anggaran itu harus mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menjadi alat mengurangi kesenjangan/ketimpangan regional (Majidi: 1997:1). Menurut Myrdal (1957) perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga mengakibatkan ketimpangan antar daerah (Arsyard, 1999: 129). 5

Kerangka Konseptual yang dapat dibentuk dalam penelitian ini adalah : Pembangunan Daerah di Propinsi Sumatera Kecamatan Profil Pertumbuhan & Pendapatan di masing-masing antar Propinsi Di Sumatera Adanya Ketimpangan Antar antar Propinsi Di Sumatera Pertumbuhan Ekonomi Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi Klasifikasi Daerah Tipologi Klassen Indeks Williamson Gambar 1 : Kerangka Konseptual METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk data urut waktu (time series) yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Data yang dianalisis adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa minyak dan gas atas harga konstan Tahun 2011-2015. Metode pengumpulan data untuk data sekunder dilakukan dengan metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,majalah dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2002). Penelitian ini mendokumentasikan data-data statistik yang merupakan publikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan menggunakan analisis Ekonomi Regional. Analisis data yang digunakan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Analisis Pertumbuhan Ekonomi Daerah Untuk mengetahui pola pertumbuhan ekonomi antar Propinsi Di Sumatera digunakan Tipologi Klassen. Alat Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan ratarata pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu : daerah maju dan cepat tumbuh (Rapid Growth Region), daerah maju tapi tertekan (Retarted Region), daerah berkembang cepat (Growing Region), dan daerah relatif tertinggal (Relatively Backward Region) (Sjafrizal, 1997). 6

Analisis Tingkat Ketimpangan Antar Daerah Untuk mengetahui ketimpangan pembangunan antar Propinsi Di Sumatera, dapat dianalisis dengan menggunakan indeks ketimpangan regional yang dinamakan indeks Williamson. Dan untuk mengukur ketimpangan pendapatan regional bruto propinsi, Ying menggunakan indeks ketimpangan regional. Indeks ketimpangan regional Theil tersebut dapat dibagi/diurai menjadi dua subindikasi yaitu ketimpangan regional dalam wilayah dan ketimpangan regional antar wilayah atau regional (Ying, 2000: 60). Hasil dan Pembahasan Tipologi Klassen Alat analisis tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui klasifikasi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan atau produk domestik regional bruto per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertical dan ratarata produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita sebagai sumbu horisontal, daerah dalam hal ini kecamatan yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi/golongan, yaitu: daerah/kecamatan yang cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah/kecamatan maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah/kecamatan yang berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah/kecamatan yang relatif tertinggal (low growth and low income) (Syafrizal, 1997: 27 38; Kuncoro dan Aswandi, 2002 : 27-43). Tabel 3 Hasil Perhitungan Tipologi Klassen Antar Propinsi di Sumatera Tahun 2011 2015 No Kabupaten Pertumbuhan Ekonomi (%) Pendapatan Perkapita (Juta/Rp) Kuadran 1 NAD 2.40 22,937.30 III 2 Sumatera Utara 5.90 29,240.36 II 3 Sumatera Barat 6.00 24,852.50 II 4 Riau 2.95 71,895.52 IV 5 Jambi 6.66 33,983.20 II 6 Sumatera Selatan 5.54 29,509.98 II 7 Bengkulu 6.07 18,855.08 II 8 Lampung 5.80 22,706.28 II 9 Bangka Belitung 5.27 31,961.12 II 10 Kepulauan Riau 6.89 73,534.04 I Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), Diolah PDRB Per kapita (y) Laju Pertumbuhan (r) r i > r y i < y (Kuadran II) Daerah Berkembang Cepat - Sumatera Utara - Sumatera Barat - Jambi - Sumatera Selatan - Bengkulu - Lampung - Bangka Belitung y i > y (Kuadran I) Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh - Kepulauan Riau 7

r i < r (Kuadran III) Daerah Relatif Tertinggal - NAD (Kuadran IV) Daerah Maju Tapi Tertekan - Riau Berdasarkan dari tabel diatas maka menurut Tipologi Klassen pertumbuhan ekonomi dibagi bebeapa daerah yaitu : Propinsi Kepulauan Riau (Kuadran I) termasuk propinsi yang cepat maju dan cepat tumbuh. Propinsi yang termasuk katagori propinsi yang maju dan tumbuh cepat ini pada umumnya daerah yang maju baik dari segi pembangunan atau kecepatan pertumbuhan. Propinsi Riau (Kuadran IV) termasuk propinsi maju tapi tertekan. Propinsi ini adalah daerah yang relative maju tetapi dalam beberapa tahun mengalami pertumbuhan yang relative kecil, akibat tertekannya kegiatan utama propinsi yang bersangkutan. Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung (Kuadran II) termasuk propinsi berkembang cepat. Propinsi yang termasuk dalam katagori ini adalah propinsi yang mempunyai potensi yang besar tetapi belum diolah secara baik, sehingga meskipun pertumbuhannya cepat tetapi pendapatannya masih di bawah pendapatan rata-rata propinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan propinsi tersebut masih relative rendah dibandingkan propinsi lain, sehingga masa depan harus terus dikembangkan agar memperoleh pendapatan per kapita yang tidak relatif rendah lagi. Propinsi NAD (Kuadran III) termasuk kecamatan relatif tertinggal. Propinsi yang termasuk dalam katagori ini adalah propinsi yang secara ekonomis sangat tertinggal, baik dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapita. Dengan kata lain, propinsi dalam katagori ini adalah propinsi yang paling buruk keadaannya dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia Ketimpangan Pembangunan Provinsi- Provinsi di Wilayah Sumatera Dalam penelitian ini ketimpangan ekonomi diukur dengan Indeks Williamson yang digunakan untuk melihat persentase ketidakmerataan dimulai dari 0 sampai 1. Dari Tabel 3 terlihat bahwa perkembangan ketimpangan ekonomi di provinsi-provinsi yang ada di Sumatera cenderung bervariasi satu sama lainnya. Dari 10 propinsi yang terdapat di Sumatera terdapat 5 propinsi yang memiliki indeks ketimpangan diatas rata-rata yaitu provinsi Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan dan propinsi Kepulauan Riau, sementara 5 propinsi lagi memiliki indeks ketimpangan di bawah rata-rata.yaitu propinsi Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung dan Propinsi Bangka Belitung. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat tingkat ketimpangan pembangunan propinsi-propinsi di Sumatera relative lebih besar dibangdingkan dengan Sumatera. Tabel 4 menunjukkan hasil perhitungan ketimpangan ekonomi antar propinsi di Sumatera dari tahun 2011-2015. Jika dilihat dari rata-rata indeks Williamson di Sumatera selama tahun 2011-2015. Provinsi yang indeksnya tertinggi berada di Propinsi NAD (0.749) dan diikuti oleh Riau (0.708). Sementara indeks rata-rata terendah berada di Propinsi Bangka Belitung (0.307). Ini berarti ketimpangan paling tinggi selama tahun 2011 2015 di Sumatera berada pada propinsi NAD dan paling paling rendah pada propinsi Bangka Belitung. Tabel 4 Hasil Perhitungan Indeks Williamson Antar Propinsi di Sumatera Tahun 2011 2015 8

Propinsi 2011 2012 2013 2014 2015 Rata - Rata NAD 0.835 0.744 0.707 0.650 0.592 0.706 Sumatera Utara 0.432 0.472 0.519 0.484 0.524 0.486 Sumatera Barat 0.361 0.354 0.357 0.351 0.380 0.361 Riau 0.744 0.710 0.698 0.662 0.678 0.698 Jambi 0.377 0.374 0.370 0.368 0.402 0.378 Sumatera Selatan 0.583 0.579 0.557 0.542 0.535 0.559 Bengkulu 0.413 0.417 0.418 0.419 0.412 0.416 Lampung 0.222 0.224 0.232 0.272 0.228 0.236 Bangka Belitung 0.310 0.310 0.313 0.306 0.293 0.306 Kepuluaan Riau 0.652 0.688 0.574 0.527 0.583 0.605 Sumatera 0.493 0.487 0.475 0.458 0.463 0.475 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), Diolah Tabel 4 menunjukkan angka indeks ketimpangan PDRB per kapita antar Propinsi di Sumatera selama periode 2011 2015 yaitu rata-rata 0,475. Jika dilihat dari angka indeksnya terlihat jarak yang cukup jauh antara propinsi yang tingkat ketimpangannya paling tinggi dengan propinsi yang tingkat ketimpangannya terendah selama tahun penelitian yang berarti ketimpangan yang terjadi di Sumatera tidaklah merata dan terjadi gap yang cukup lebar antara daerah yang kaya dengan daerah yang miskin, hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyorini di Propinsi Jawa Tengah tahun 1983 1995. Kecenderungan ketimpangan yang terjadi di Sumatera tidaklah merata dan terjadi gap yang cukup lebar antara daerah yang kaya dengan daerah yang miskin dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2 Grafik Indeks Williamson Antar Propinsi Di Sumatera, 2011 2015 0.5 0.49 0.48 0.47 0.46 Sumatera 0.45 0.44 2011 2012 2013 2014 2015 Rata - Rata KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian dan pembahasan terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan propinsi di Sumatera selama periode 2011-2015 adalah sebagai berikut : 9

Berdasarkan tipologi klassen daerah propinsi di Sumatera dapa diklasifikasikan berdasarkan pertumbuhan dan pendapatan perkapita menjadi empat kelompok yaitu Propinsi Kepulauan Riau (Kuadran I) termasuk propinsi yang cepat maju dan cepat tumbuh, Propinsi Riau (Kuadran IV) termasuk propinsi maju tapi tertekan, Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung (Kuadran II) termasuk propinsi berkembang cepat dan Propinsi NAD (Kuadran III) termasuk kecamatan relatif tertinggal. Ketimpangan ekonomi antar propinsi di Sumatera yang dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita di 10 propinsi di Sumatera selama periode 2011-2015 yang terlihat dari Indeks Williamson terdapat lima propinsi yang memiliki indeks ketimpangan dibawah rata-rata propinsi dan lima propinsi yang memiliki indeks rata-rata di atas indeks rata-rata Sumatera. SARAN Dengan memperhatikan kesimpulan di atas dapat dikemukakan beberapa saran dimana pemerintah daerah sebaiknya lebih banyak lagi mempromosikan potensi ekonominya kepada para investor. Untuk mengurangi ketimpangan ekonomi perlu diamati secara cermat sektor ekonomi mana yang perlu dikembangkan untuk memperkecil gap aktivitas perekonomian antar wilayah. DAFTAR PUSTAKA [1] Ardani, Amirudin. 1992, Analisis of Regional Growth and Disparity: the Impact Analysis of The Project on Indonesian Development, Ph.D. Dissertatation City and Regional Planning,University of Pennsylvania Philadelphia, USA (tidak dipublikasikan). [2] Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, Jogjakarta. [3] Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat, Pendapatan, Domestik Regional Bruto (PDRB) beberapa terbitan, BPS Langkat, Langkat. [4] Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) beberapa terbitan, BPS Sumatera Utara, Medan. [5] Boediono, 1985, Teori Pertumbuhan Ekonomi, BPFE, Yogyakarta. [6] Kuncoro, Mudrajad. 2001. Analisis Spasial dan Regional, UPP AMP YKPN. Yogyakarta. [7] Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metoda Kuantitatif, UPP AMP YKPN. Yogyakarta. [8] Majidi, Nasyith. 1997. Anggaran Pembangunan dan Ketimpangan Ekonomi antar Daerah,Prisma, LP3ES No. 3; 3 16. Pusat Penelitian Perencanaan Pembangunan Nasional. 1997. Evaluasi Paruh Waktu Pelita VI. [9] Sjafrizal, 1997, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Prisma, LP3ES, Nomor 3, 27-38. [10] Sukirno, Sadono, 1985, Ekonomi Pembangunan, LPFE UI, Jakarta. [11] Todaro, Michael,P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh (diterjemahkan oleh Haris Munandar), Jakarta: Erlangga. 10