PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Latar Belakang

OPTIMALISASI PENGELOLAAN SISTEM AGROFORESTRY UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KONAWEHA SULAWESI TENGGARA SITTI MARWAH

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

Oleh : Sri Wilarso Budi R

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

BAB I. PENDAHULUAN A.

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

TINJAUAN PUSTAKA. Bahasan mengenai degradasi dan resiliensi (resilience) merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

TEKNOLOGI PENGELOLAAN & PANEN AIR HUJAN (MK. Manajemen Agroekosistem, smno.jurtnh.fpub.2013)

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR. Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan penduduk yang cukup tinggi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia menyebabkan kebutuhan pangan dan lahan pertanian semakin besar. Disamping itu, perkembangan pembangunan juga menyebabkan terjadinya persaingan dalam penggunaan lahan sehingga petani menjadi terdesak untuk memanfaatkan lahan kering di daerah berlereng curam menjadi areal pertanian yang pada umumnya dilaksanakan tanpa tindakan konservasi tanah yang memadai. Oleh karena itu, lahan ini menjadi rawan erosi dan mudah terdegradasi yang pada gilirannya menjadi lahan kritis. Tipe degradasi lahan tersebut termasuk tanah tererosi, penurunan tingkat kesuburan tanah, salinisasi, kerusakan sumberdaya air dan penggundulan hutan, kerusakan sumberdaya penggembalaan ternak (pasture), dan menurunnya keanekaragaman hayati (Young, 1997; UNEP, 1995). Menurut Nurlambang (2008), laju kerusakan lahan di Indonesia berkaitan dengan : (1) diberlakukannya undang-undang Otonomi Daerah dan dampak krisis ekonomi yang belum pulih serta kondisi status sosial ekonomi di daerah yang bersangkutan, (2) adanya kecenderungan masyarakat yang kembali bertumpu pada sektor primer dengan tingkat pemanfaatan yang lebih intensif, dan (3) perubahan pola status sosial ekonomi untuk memperoleh pendapatan daerah yang lebih besar, sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumberdaya lahan yang berlebihan. Di Indonesia telah dijumpai lahan kritis seluas ± 35 juta ha yang terdiri atas ± 21 juta ha di luar kawasan hutan dan ± 14 juta ha di dalam kawasan hutan (Planologi Dephut dalam Sinukaban, 2001). Kondisi ini semakin meningkat akibat kegiatan konversi hutan + 20 juta ha sejak tahun 1989 dengan rata-rata laju penebangan meningkat dari 1,7 juta ha/thn sebelum tahun 2000 (Holmes, 2000) menjadi 1,87 juta ha/thn pada tahun 2000-2005 (FAO, 2005). Demikian halnya Di Sulawesi Tenggara dijumpai lahan kritis seluas + 242.000 ha yang terdiri atas ± 188.000 ha di luar kawasan hutan dan ± 54.000 ha di dalam kawasan hutan. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa konversi hutan menurunkan

kualitas tanah, tetapi akan meningkat kembali dengan pemberaan atau dengan sistem agroforestry kakao (Handayani, 2001; Anas et al., 2005; Murtilaksono et al., 2005). Penggunaan lahan di DAS Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara periode tahun 1999 2004 juga menunjukkan perubahan seperti; hutan menurun dari 140.176,4 menjadi 134.569.3 ha, kebun campuran 15.327.8 ha menjadi 11.154,0 ha dan semak bertambah dari 49.660,3 ha menjadi 55.102,5 (BPDAS Sampara, 2005). Petani di daerah ini pada umumnya melaksanakan diversifikasi usahatani baik berupa kebun campuran yang dikelola secara intensif maupun tradisional berupa kebun hutan (pertanian tradisional) dengan menanam lebih dari satu jenis komoditi untuk meningkatkan produktivitas dan mengoptimalkan penggunaan lahannya. Pola-pola pertanian tersebut merupakan bentuk-bentuk sistem agroforestry yang mengkombinasikan jenis tanaman perkebunan, buah-buahan dan kehutanan dengan/tanpa ternak. Selain itu, wilayah ini merupakan sumber utama air irigasi Wawotobi dan PDAM Kodya Kendari serta menjadi penyangga bagi Taman Nasional Rawa Aopa yang terdapat di DAS Roraya, sehingga kerusakan di kawasan ini akan sangat berpengaruh terhadap fungsi irigasi, ekologis dan hidrologis DAS. Oleh karena itu, pengembangan pertanian lahan kering di DAS Konaweha terutama di daerah hulu perlu mendapat perhatian yang serius karena selain menyangkut keberlanjutan sistem usahatani di daerah tersebut juga berdampak pada indikator hidrologis kawasan hilir. Pertanian lahan kering umumnya memiliki jenis tanah Ultisol dengan tekstur lempung dan lempung berliat. Pengembangan pertanian di daerah ini banyak mengalami hambatan, karena kesuburan dan bahan organik tanah tergolong rendah, peka erosi, curah hujan tidak merata sepanjang tahun dan minimnya upaya konservasi tanah dan air, sehingga kendala utama adalah erosi tinggi di musim hujan (47 ton/ha/th) dan kekeringan di musim kemarau (BPDAS Sampara, 2005). Selain itu, pengembangan pertanian juga memiliki kendala sosial ekonomi antara lain : (1) tingkat kesadaran dan pengetahuan mengenai pemeliharaan sumberdaya lahan yang rendah dan (2) tingkat pendapatan petani masih sangat rendah (Rp 7.536.000/ha/th) (Alwi, 2004). Hal ini sesuai pernyataan Sinukaban (1994) bahwa tingginya erosi menyebabkan produktivitas lahan

menurun dan pendapatan petani semakin rendah sehingga terjadi proses saling memiskinkan antara petani dan lahan yang diusahakan. Erosi tinggi dan produktivitas lahan yang rendah, merupakan salah satu penyebab utama kegagalan pencapaian sasaran pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Menurut Narain dan Grewal (1994), Nair (1989b), agroforestry merupakan sistem pertanian yang berpotensi untuk konservasi tanah dan air, menjamin keberlanjutan produksi pangan, bahan bakar, pakan ternak dan hasil kayu khususnya dari lahan-lahan marginal dan terdegradasi. Oleh karena itu, agroforestry merupakan sistem pertanian dan teknologi penggunaan lahan yang dapat menekan erosi, degradasi dan pemanfaatan lahan-lahan marginal. Disamping itu, tanah dan tanaman pada sistem agroforestry merupakan penyimpan karbon yang cukup besar dalam ekosistem daratan dan memegang peranan penting dalam siklus karbon global. Penyerapan karbon oleh vegetasi dan tanah merupakan hal yang penting untuk mengurangi akumulasi karbon di atmosfer sehingga mampu mengurangi resiko perubahan iklim (climate change). Penyerapan karbon oleh tanaman melalui fotosintesis akan merubah CO 2 atmosfer menjadi biomassa tanaman yang secara tidak langsung tersimpan dalam bentuk bahan organik pada tanaman dan tanah selama proses dekomposisi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka untuk mengetahui sejauh mana sistem agroforestry yang telah diusahakan petani dapat memelihara kualitas lingkungan, menekan erosi, meningkatkan produksi dan pendapatan maka diperlukan kajian yang mendalam dan komprehensif sebagai indikator pencapaian sasaran pembangunan pertanian berkelanjutan. Permasalahan Adapun permasalahan dan pendekatan yang menjadi pokok perhatian dalam penelitian ini adalah : 1. Sistem agroforestry yang bagaimana yang umumnya diusahakan petani di DAS Konaweha ditinjau dari komponen penyusun dan tujuan sosial ekonominya 2. Sejauhmana pengaruh sistem agroforestry yang telah diusahakan petani terhadap sifat-sifat tanah, indikator hidrologi, dan erosi

3. Bagaimana gambaran biomassa total dan penambatan karbon oleh sistem agroforestry 4. Bagaimana kelayakan usahatani dan agroteknologi yang optimal dalam pengelolaan sistem agroforestry di DAS Konaweha yang dapat memberikan pendapatan yang memenuhi kebutuhan hidup layak dan tetap menjamin kelestarian produktivitas sumberdaya lahan dan kualitas lingkungan Landasan Teoritis dan Kerangka Pemikiran Pertanian berkelanjutan adalah suatu bentuk pengelolaan lahan yang dapat menjamin kelestarian sumberdaya lahan dan sekaligus dapat memenuhi kebutuhan ekonomi secara layak dan terus menerus serta penerapan agroteknologi yang sesuai dengan sosial budaya masyarakatnya (Sinukaban, 1999). Sistem agroforestry merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan secara optimal pada suatu tapak, yang mengusahakan produksi biologis berdaur pendek dan berdaur panjang (komoditi pertanian dan kehutanan) berdasarkan kelestarian dan untuk kesejahteraan masyarakat, baik diusahakan secara serentak maupun berurutan sehingga membentuk tajuk berlapis-lapis (Satjapradja, 1981; Nair, 1989a; Chundawat dan Gautam, 1993; Lal, 1995; Young, 1997). Untuk membangun suatu sistem pertanian berkelanjutan atau menyempurnakan sistem pertanian yang telah ada menjadi sistem pertanian berkelanjutan, termasuk sistem agroforestry maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah : (1) nventarisasi keadaan biofisik daerah, seperti tanah (sifat fisika dan kimia), drainase, penggunaan lahan termasuk keanekaragaman vegetasi, topografi, iklim dan degradasi lahan. (2) inventarisasi keadaan sosial ekonomi petani, seperti jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, keadaan ekonomi, pemilikan lahan, pengetahuan tentang teknologi pertanian, persepsi tentang erosi dan kualitas lingkungannya. Agroforestry mempunyai fungsi ekonomi penting bagi masyarakat setempat sehingga peran utama agroforestry bukan hanya produksi bahan pangan, melainkan sebagai sumber penghasil pemasukan uang dan modal. Bahkan produksi dari agroforestry sering menjadi satu-satunya sumber uang tunai bagi keluarga petani. Menurut De Foresta et al. (2000), agroforestry memasok 50

80% dari hasil pertanian di pedesaan melalui produksi langsung dan kegiatan lain yang berhubungan dengan pengumpulan, pemrosesan, dan pemasaran hasilnya. Pendapatan dari sistem agroforestry umumnya dapat menutupi kebutuhan seharihari dari hasil yang dapat dipanen secara teratur. Selain itu, agroforestry dapat membantu menutupi pengeluaran tahunan dari hasil-hasil yang dapat dipanen secara musiman seperti buah-buahan, cengkeh, dan pala. Komoditi lainnya seperti kayu juga dapat menjadi sumber uang yang cukup besar meskipun tidak tetap dan dapat dianggap sebagai cadangan tabungan untuk kebutuhan mendesak. Meskipun tidak memungkinkan akumulasi modal secara cepat dalam bentuk asetaset yang dapat segera diuangkan, namun diversifikasi tanaman merupakan jaminan petani terhadap ancaman kegagalan panen salah satu jenis tanaman atau resiko perkembangan pasar yang sulit diperkirakan. Jika terjadi kemerosotan harga satu komoditi, maka dapat dengan mudah diterlantarkan hingga suatu saat pemanfaatannya kembali menguntungkan. Proses tersebut tidak mengakibatkan gangguan ekologi terhadap sistem ini, bahkan komoditi tersebut akan tetap hidup dalam struktur kebun dan siap untuk kembali dipanen sewaktu-waktu. Sementara komoditi lainnya tetap akan ada yang dapat dipanen, bahkan komoditi baru dapat diintroduksi tanpa merombak sistem produksi yang ada. Adanya interaksi pohon dan tanaman dalam sistem agroforestry akan memperbaiki produktivitas lahan atau pengendali issu lingkungan maupun issu sosial guna mengoptimalkan keuntungan produk dan lingkungan (Hudge, 2000). Selanjutnya manfaat agroforestry lainnya adalah untuk meningkatkan produksi tanaman, diversifikasi produk dan pendapatan petani, meningkatkan kualitas tanah dan air, menekan erosi dan bahaya banjir, mempertahankan habitat satwa liar dan menciptakan keragaman hayati serta mengurangi input eksternal seperti pupuk dan pestisida. Bentuk dan jenis tanaman dalam sistem agroforestry sangat heterogen dengan perbedaan umur, sehingga membentuk multistrata dengan penutupan tajuk yang rapat. Hal ini dapat mencegah erosi dan mempertahankan produktivitas lahan. Selain itu, para petani yang bermukim di sekitar hutan dapat mengolah lahan, menanam palawija, umbi-umbian, dan hijauan makanan ternak, serta menanam komoditas utama tanaman kehutanan. Dengan demikian petani di sekitar hutan akan memperoleh kesempatan kerja yang lebih luas dan pendapatan

lebih tinggi. Bahkan, hutan serbaguna yang terbentuk dengan sistem agroforestry, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan majemuk bagi penduduk yang bermukim di sekitar hutan seperti kayu bakar, pertukangan, produk madu, hijauan makanan ternak, obat-obatan, dan kebutuhan mendesak lainnya, terutama peningkatan produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan. Keanekaragaman jenis yang tinggi adalah merupakan indikator dari kemantapan atau kestabilan dari suatu tingkat pertumbuhan, dengan kata lain bahwa jenis pohon mempunyai stabilitas yang lebih tinggi dalam menghasilkan biomassa dengan proses fotosintesis dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan lainnya. Kestabilan yang tinggi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, yang disebabkan oleh terjadinya interaksi yang tinggi pula, sehingga akan mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponen-komponennya (Odum, 1993). Tanah dengan vegetasinya merupakan penyimpan karbon terbesar dalam ekosistem daratan dan memegang peranan penting dalam siklus karbon secara global. Oleh karena itu, penyerapan karbon oleh tanah dan vegetasi merupakan salah satu cara yang diperlukan untuk mengurangi akumulasi karbon di atmosfer sehingga mampu mengurangi resiko perubahan iklim global (global climate change). Berdasarkan landasan teoritis tersebut, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah : (1) kebun campuran dengan pola diversifikasi usahatani maupun kebun hutan berupa pertanian tradisional yang diusahakan petani di DAS Konaweha merupakan bentuk-bentuk sistem agroforestry yang dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe berdasarkan komponen penyusun dan tujuan sosial ekonominya, (2) sistem agroforestry yang memiliki jenis tanaman heterogen dengan/tanpa ternak akan menghasilkan diversifikasi produk dan mampu menekan erosi tanah. Selain itu, sistem agroforestry mampu meningkatkan stock karbon di dalam vegetasi (carbon sequestration) melalui proses fotosintesis oleh tanaman dan sebagian tersimpan di dalam tanah sehingga dapat mengurangi tingkat emisi karbon di atmosfir. Dengan demikian sistem agroforestry dapat memelihara kualitas tanah dan lingkungan serta meningkatkan pendapatan petani dan (3) optimalisasi agroteknologi pada pengelolaan sistem

agroforestry akan memberikan pendapatan yang memenuhi kebutuhan hidup layak petani dan tetap menjamin kelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan. Skema kerangka pemikiran di disajikan pada Gambar 1. SISTEM AGROFORESTRY Kemampuan Mengendalikan Erosi Tanah Kemampuan Mengurangi Tingkat Emisi Karbon di Atmosfir Kemampuan Meningkatkan Produksi Kualitas Tanah dan Lingkungan Terpelihara Pendapatan Tinggi dan Kontinuitas Terjamin Erosi < ETol tdk Analisis Agroteknologi tdk Pendapatan > KHL ya Optimalisasi Agroteknologi ya Acceptability Replicability - sosial & budaya - keterampilan Agroteknologi Tepat Pertanian Berkelanjutan Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pengelolaan sistem agroforestry terhadap aspek biofisik dan sosial ekonomi di DAS Konaweha sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan sistem agroforestry yang diusahakan petani ke dalam beberapa tipe berdasarkan struktur atau komponen penyusun dan tujuan sosial ekonomi petani 2. Mengkaji pengaruh setiap tipe sistem agroforestry yang diusahakan petani terhadap sifat-sifat tanah, indikator hidrologi dan erosi 3. Mengestimasi produksi total biomassa dan penambatan karbon (carbon sequestration) pada setiap tipe sisitem agroforestry 4. Menganalisis kelayakan usahatani dan mengoptimalkan agroteknologi sistem agroforestry untuk membangun sistem pertanian berkelanjutan Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah, petani dan peneliti setempat dalam perencanaan dan pengembangan pembangunan pertanian berkelanjutan di DAS Konaweha berdasarkan kondisi fisik wilayah dan sosial ekonomi masyarakat. Kebaharuan Penelitian Kebaharuan penelitian ini adalah : 1. memberikan informasi secara komprehensif mengenai aspek fisik (kualitas tanah) dan sosial-ekonomi (kebutuhan hidup secara layak bagi petani) pada sistem agroforestry 2. memberikan gambaran produksi biomassa total dan karbon sequestration pada sistem agroforestry sebagai sistem penggunaan lahan yang dapat meningkatkan karbon di dalam vegetasi dan tanah sehingga dapat membantu menurunkan tingkat emisi karbon secara global di atmosfer

Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup kebun campuran pola agroforestry dan kebun hutan (pertanian tradisional), yang diusahakan pada lahan milik petani di DAS Konaweha. Kajian tipe agroforestry meliputi kualitas lahan dan lingkungan, struktur ekosistem dan fungsi ekologis, serta sosial ekonomi. Kualitas lahan dan lingkungan menggunakan indikator : sifat fisik tanah (tekstur, struktur, berat isi, indeks stabilitas agregat, dan porositas tanah), sifat kimia (bahan organik, C- organik dan ph tanah), sifat biologi (total mikroorganisme tanah), indikator hidrologi (limpasan permukaan, kapasitas infiltrasi, dan permeabilitas profil tanah), erosi, total biomassa dan karbon vegetasi. Struktur ekosistem dan fungsi ekologis yang akan dikaji terbatas pada vegetasi komponen penyusun agroforestry yaitu tanaman perkebunan, tanaman pakan dan/atau ternak yang meliputi: kerapatan, frekuensi dan dominansi relatif dan nilai penting jenis. Kajian sosial ekonomi mencakup pendapatan petani yang diperoleh dari usahatani agroforestry dan penilaian kelayakan investasi usahatani tersebut serta pendapatan yang memenuhi standar kebutuhan hidup layak. Indikator ekonomi yang digunakan adalah produksi, biaya dan pendapatan dari seluruh komponen usahatani sistem agroforestry, sedangkan kelayakan investasi dapat diketahui dengan analisis BCR (Benefit Cost Ratio), NPV (Net Present Value) dan IRR (Internal Rate of Return) serta periode pengembalian modal (Payback Period). Adapun indikator sosial yang dapat diperoleh antara lain: jumlah penduduk, tenaga kerja produktif dan tidak produktif, luas lahan pertanian, jumlah petani, dan kharakteristik keluarga petani yang meliputi: rata-rata jumlah anggota keluarga, luas lahan garapan, jumlah tenaga kerja dan sumbernya. Kajian optimalisasi agroteknologi sistem agroforestry dilakukan untuk mendapatkan agroteknologi yang tepat yaitu agroteknologi yang dapat memelihara produktivitas lahan dan memberikan pendapatan yang mencapai kebutuhan hidup layak dengan alokasi lahan, modal dan tenaga kerja yang terbatas.