BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vinyl chloride monomer (VCM) merupakan senyawa organik dengan rumus molekul C 2 H 3 Cl. Dalam perkembangannya, VCM diproduksi sebagai produk antara dan digunakan untuk bahan baku pembuatan polimer terutama polivinyl chloride (PVC). PVC memiliki kegunaan yang sangat luas, antara lain sebagai bahan pembentuk bermacam-macam plastik, lapisan pelindung, dan lapisan perekat. Dari kegunaan yang beragam tersebut, tidak heran jika kebutuhan PVC semakin bertambah. Sehingga kebutuhan VCM juga terus meningkat. Menurut data ekpor-impor dari Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2006-2011, jumlah impor VCM selalu mengalami fluktuasi tetapi cenderung naik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 impor VCM mencapai 109.612 ton, kemudian 105.952 ton pada tahun 2010, dan kembali meningkat menjadi 134.878 ton pada tahun 2011. Pabrik vinyl chloride monomer ini dirancang memiliki kapasitas produksi sebesar 100.000 ton/tahun, karena bertujuan untuk menutup kebutuhan impor VCM yang diperkirakan berkisar pada angka tersebut pada tahun 2016 nanti. Kota Cilegon dipilih sebagai tempat pabrik vinyl chloride monomer ini didirikan. Pertimbangan ini didasarkan pada letak beberapa industri yang memproduksi bahan baku pabrik berupa ethylene dichloride (EDC) seperti PT Asahimas Chemical dan PT Sulfindo Adiusaha juga berlokasi di kota tersebut. Selain itu, industri pengolah VCM menjadi PVC seperti PT. Asahimas Chemical, Eastern Polymer, Satomo Indovyl Monomer, Siam Maspion Polymers, Standard Toyo Polymer dan TPC Indopolimer juga berlokasi di pulau jawa, sehingga diharapkan akan memudahkan trasnportasi produk. Melihat kebutuhan vinyl chloride monomer yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan masih mengandalkan impor dari negara lain, maka industri ini diperkirakan akan menjadi industri yang strategis untuk dikembangkan. Rizal Agung Prakosa (09/284263/TK/35209) 1
B. Tinjauan Pustaka Terdapat empat metode yang dapat ditempuh untuk memproduksi VCM, yaitu: cracking etilen dikhlorida (EDC), reaksi antara acetylene (C 2 H 2 ) dengan hydrogen chloride (HCl), reaksi methyl chloride (CH 3 Cl) dengan metylene chloride (CH 2 CHCl) serta hydrodechloronation 1-1-2 trichloroethane (C 2 H 3 Cl 3 ). Keempat metode tersebut akan dijelaskan secara singkat di bawah ini. 1. Reaksi Acetylene (C 2 H 2 ) dengan Hydrogen Chloride (HCl) Menurut Nexant s ChemSystem Process Evaluation/ Research Planning (2007), metode pembuatan VCM dengan mereaksikan acetylene dengan HCl merupakan metode yang pertama kali digunakan dalam memproduksi vinyl chloride monomer (VCM). Metode ini dilakukan dengan mereaksikan acetylene yang berada pada fasa uapnya dengan HCl. Reaksi ini berjalan dengan bantuan mercury chloride (HgCl 2 ) dan karbon aktif sebagai katalis. Karbon aktif yang digunakan sebagai carrier mercury chloride ini dapat diperoleh dari batu bara atau coke petroleum. Pada proses ini, HCl bebas air dihasilkan dari reaksi antara gas H 2 dan gas Cl 2, sedangkan asetilen dikeringkan terlebih dahulu kemudian dilewatkan tumpukan karbon dengan tujuan untuk menghilangkan zat-zat yang dapat merusak katalis seperti sulfida. Acetylene dan HCl dicampur dengan menggunakan mixer untuk kemudian dipanaskan terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam reaktor. Reaksi yang terjadi pada proes ini cukup sederhana dan dinilai cukup efektif karena menghasilkan konversi yang cukup tinggi. Adapun reaksi yang terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut: Reaksi di atas merupakan reaksi eksotermis dengan panas reaksi pada 25 o C dan tekanan 1 atm adalah sebesar -22.451.77 Kkal/Kgmol, sehingga panas yang timbul akibat reaksi harus diserap agar reaktor tetap bekerja secara isothermal. Reaksi ini berjalan pada temperature 90-140 0 C dan tekanan 1,5 atm sampai 1,6 atm. Pada kondisi operasi tersebut, konversi reaktan adalah sebesar Rizal Agung Prakosa (09/284263/TK/35209) 2
80-85%. Reaktor yang dipakai pada proses ini adalah fixed bed reactor dengan katalis yang diletakkan di dalam pipa-pipanya. 2. Reaksi Metil Khlorid CH 3 Cl dengan Methylene Chloride CH 2 CHCl Metode ini dilakukan dengan mereaksikan methyl chloride dan methylene chloride yang berada pada fasa uap-nya untuk menghasilkan vinyl chloride monomer dan asam klorida. Satu mol methyl chloride bereaksi dengan satu mol methylene chloride untuk menghasilkan satu mol vinyl chloride monomer dan 2 mol asam klorida. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CH 3 Cl + H 2 O CH 3 OH + CH 2 Cl 2 CH 3 OCH 2 Cl CH 3 OH + HCl CH 3 OCH 2 Cl + HCl CH 2 CHCl + H 2 O Reaksi di atas berjalan pada temperatur 300-500 0 C dan tekanan 1 atm sampai 10 atm. Selektivitas pada reaksi di atas dapat ditingkatkan dengan menggunakan beberapa katalis antara lain alumina gel, gamma-alumina, zinc chloride, zeolite dan silicone alumunium phosporus (Goldfarb dkk, 1980) 3. Cracking Etilen Dikhlorid (EDC) Vinyl chloride monomer (VCM) dapat diproduksi melalui proses cracking etilen dikhlorida (EDC). EDC sendiri diperoleh melalui dua metode, yakni direct chlorination (mereaksikan etilen dengan asam klorida) dan metode oxychloronation (mereaksikan etilen, oksigen dan asam khlorida). Proses cracking etilen ini beroperasi pada temperature 480-550 0 C dan tekanan 3-30 bar. Proses cracking ini dapat mendekomposisi etilen dikhlorida (EDC) menjadi vinyl chloride monomer (VCM) dan asam klorida (HCl) sesuai dengan reaksi berikut: C 2 H 4 Cl 2 C 2 H 3 Cl + HCl - 71Kj/mol Reaktor yang digunakan pada proses ini adalah long tubular coil yang berada di dalam furnace. Reaktor ini terdiri dari dua bagian, yaitu pre-heat zone dan reaction zone. Pada pre-heat zone dilakukan penyesuaian suhu hingga mencapai 480 550 o C dimana reaksi pirolisis dapat berlangsung secara optimum, kemudian pada reaction zone terjadi reaksi pemecahan EDC menjadi VCM. Diameter koil reaktor dirancang sedemikian rupa sehingga kecepatan Rizal Agung Prakosa (09/284263/TK/35209) 3
gas yang mengalir didalamnya berkisar antara 10-20 m/s dan panjang koil dirancang hingga memungkinkan waktu tinggal selama 5-30 sekon. Pada proses ini ada banyak impurities yang terdeteksi dalam hasil pirolisis, sehingga EDC harus dimurnikan terlebih dahulu sebelum masuk reaktor. Pada proses ini pembentukan coke akan sangat menganggu reaksi. Untuk mencegah terbentuknya coke, suhu reaksi harus dijaga berada di bawah 500 0 C, namun pada temperatur di bawah 500 0 C kecepatan reaksi akan rendah, karena reaksi ini merupakan reaksi endotermis. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan aditif seperti nitromethane chloroform atau carbon tetrachloride (Dimian and Bildea, 2008). 4. Hydrodechloronation 1-1-2 Trichloroethane (C 2 H 2 Cl 3 ) Menurut Choi dan Lee (2001), proses ini memanfaatkan limbah organik dari proses pembuatan ethylene dichloride yaitu 1-1-2 trichloroethane (TCEA) untuk membentuk vinyl chloride monomer (VCM). 1-1-2 Trichloroethane (TCEA) direaksikan dengan H 2 selama 2 jam dalam sebuah reaktor alir kontinu fixed bed yang beroperasi pada tekanan atmosferis dan suhu 300 0 C. Kinetika reaksi dapat ditingkatkan dengan menjaga perbandingan input H 2 sebesar 10 kali lipat lebih besar dari 1-1-2 trichloroethane (TCEA). Pada proses ini digunakan gas N 2 sebagai pembawa gas H 2. Selektivitas proses dapat ditingkatkan dengan menggunakan Ni-Cu/SiO 2 sebagai katalis, aktivasi katalis dilakukan dengan mengalirkan gas H 2 dengan gas N 2 sebagai gas pembawanya selama 2 jam pada temperature 400 0 C. Pada proses ini diperoleh konversi sebesar 95%. Hydrodechloronation berjalan sesuai dengan reaksi berikut ini: Dengan mempertimbangkan aspek kesederhanaan proses, ketersediaan bahan baku, dan kondisi operasi, maka dipilih proses cracking ethylene dichloride sebagai main process pada pabrik ini. Uraian keempat proses diatas dirangkum dalam Tabel 1.1 di bawah ini. Rizal Agung Prakosa (09/284263/TK/35209) 4
Prarancangan Vinyl Chloride Monomer dari Ethylene Dichloride Tabel 1.1. Perbandingan Proses Pembuatan Vinyl Chloride Monomer Pembanding Proses 1 Proses 2 Proses 3 Proses 4 Bahan Baku Acetylene dan HCl: banyak diproduksi di indonesia Methyl Chloride dan Metylene Chloride dapat diperoleh dengan harga yang cukup murah EDC sebagai bahan baku mudah diperoleh dan banyak terdapat di Indonesia dan merupakan salah satu komoditi ekspor 1-1-2 Trichloroethane (C 2 H 2 Cl 3 ) merupakan limbah organik dari proses pembuatan etilen dikhlorida Katalis Merkuri Khlorida (HgCl 2 ) dengan Karbon aktif sebagai pembawa Gel Alumunia, zinc Chloride, Zeolite, Zinc Chloride Digunakan aditif berupa Nitromethane Chloroform dan Carbon Tetrachloride Ni-Cu/SiO 2 Kondisi operasi Temperatur: 90-140 o C Tekanan: 1,5 atm - 1,6 atm Temperatur: 300-500 o C Tekanan: 1 atm - 10 atm Temperatur: 480-550 o C tekanan: 3-30 atm Temperatur: 300 o C pada tekanan atmosferis Kelebihan Reaksi relatif mudah dan Bahan baku murah, Ekonomis, scale up skala Trichloroethane menghasilkan yield yang cukup katalis yang dibutuhkan industri sudah ada dan merupakan bahan kimia besar, 80-85% aman dan mudah dicari terbukti menguntungkan buangan dari proses Ethylene Dichloride Kekurangan Pemakaian katalis (HgCl 2 ) yang Proses ini masih Banyaknya impurities yang Proses ini masih membahayakan lingkungan dan tergolong baru dan belum dihasilkan pada proses tergolong baru dan belum besarnya kebutuhan energi ada scale up di skala cracking EDC, sehingga perlu ada scale up di skala proses ini. industri unit pemurnian VCM. industri Rizal Agung Prakosa (09/284263/TK/35209) 5