NILAI-NILAI VERNAKULAR PADA ARSITEKTUR MASYARAKAT WANUKAKA, SUMBA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis pada Bab IV yaitu analisis kebudayaan

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

STRUKTUR RANGKA ATAP RUMAH TRADISIONAL SUMBA

Arsitektur Vernakuler

Pertimbangan Penentuan Ketinggian Panggung pada Rumah Melayu Kampar

Tipologi Arsitektur Rumah Ulu di Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN

Sistem Struktur Rumah Adat Barat Rattenggaro

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya

+ 3,63 + 2,60 ± 0, ,00

STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

POLA LETAK STRUKTUR PONDASI PADA RUMAH LAMA PEKANBARU

Arsitektur vernacular di jawa timur

Fasilitas Ecomuseum Suku Dayak Kenyah Desa Pampang di Samarinda

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

by NURI DZIHN P_ Sinkronisasi mentor: Ir. I G N Antaryama, PhD

Tabel 4.2. Kesesuaianan Penerapan Langgam Arsitektur Palladian Pada Istana Kepresidenan Bogor.

Gambar 1.1 Tampak samping Rumah Tongkonan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993)

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

The Cure House, West Jakarta Kampung Apung, Jakarta Barat

DATA RUMAH ADAT DI JAWA BARAT

BAB V. Konsep. bangunan. memaksimalkan potensi angin yang dapat mengembangkan energi

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

ADAPTASI IKLIM PADA HUNIAN RUMAH TINGGAL YANG MENGHADAP MATAHARI

BAB V KONSEP. V.1.1. Tata Ruang Luar dan Zoning Bangunan

Identifikasi Geometri sebagai Dasar Bentuk pada Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

Tradisi Membangun Arsitektur Tradisional Folajiku Sorabi, Tidore Kepulauan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

PENERAPAN FAKTOR BUDAYA DAN ADAT-ISTIADAT DALAM POLA MEMBANGUN PADA KAMPUNG ADAT KUTA, KAB. CIAMIS, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Gorga Sopo Godang merupakan sebuah tempat atau rumah yang hanya memiliki

Arsitektur Dayak Kenyah

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN

UTS SPA 5 RAGUAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

Penelaahan deskriptif dan grafis rumah tradisional di pemukiman etnik tertentu di Indonesia (2)

KEARIFAN ARSITEKTUR MELAYU DALAM MENANGGAPI LINGKUNGAN TROPIS

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : Di Susun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PENGANTAR GEOGRAFI Oleh: Djunijanto, S.Pd

BAB V KONSEP PERANCANGAN

Kajian Struktur Rumah Tradisional Papua (Honai)

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

TANGGAPAN TERHADAP IKLIM SEBAGAI PERWUJUDAN NILAI VERNAKULAR PADA RUMAH BUBUNGAN TINGGI

PERANCANGAN GRIYA SENI DAN BUDAYA TERAKOTA DI TRAWAS MOJOKERTO

BAB V KAJIAN TEORI. Kawasan Wisata Goa Kreo. Tanggap Lingkungan. Asitektur Tradisional Jawa. Asitektur Regionalisme

BAB 1 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI

KARAKTERISTIK RUMAH ADAT TAMBI SUKU LORE SULAWESI TENGAH

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

TEKNOLOGI ARSITEKTUR TRADISIONAL RUMAH HONAI SUKU DANI PAPUA

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

Kajian Pola Tatanan Massa Pada Kampung Ciboleger, Baduy

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Penggunaan Langgam Rumoh Aceh pada Bangunan Perkantoran di Kota Banda Aceh

Sejarah dan Arsitektur Kawasan Pecinan

Kondisi Geografis dan Penduduk

BAB VI KONSEP. Gambar 6.2 Penempatan Akses Masuk Sumber : Gregorius,

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian,

Penerapan Tema Cablak pada Rancangan Rumah Budaya Betawi

LAPORAN PENELITIAN NO. 01 / LPPM/ UKP/ 2012

BAB VI HASIL PERANCANGAN

PENGARUH ANGIN PADA BANGUNAN. 1. Perbedaan suhu yang horisontal akan menimbulkan tekanan.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain

BAB V KAJIAN TEORI. Batik di Cirebon adalah langgam arsitektur Neo-Vernakular. Dalam bahasa. Yunani, neo memiliki arti baru, sedangkan vernakular

Tugas I PERANCANGAN ARSITEKTUR V

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah

HOTEL WISATA ETNIK DI PALANGKA RAYA

BAB V KONSEP PERANCANGAN

Hubungan Arsitektur dan Budaya. Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

BAB VI KESIMPULAN. Setelah melalui tahapan pembahasan materi-materi yang dipelajari dari karya tekstual

Bab 1 Arsitektur Tradisional Karo

RUMAH DAN PERMUKIMAN TRADISIONAL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal

POLA PERMUKIMAN RUMAH BERLABUH MASYARAKAT SERUI ANSUS DI KOTA SORONG

KARAKTER VISUAL FASADE BANGUNAN KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA KOTA MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS

Jawa Timur secara umum

DASAR-DASAR FENG SHUI

BAB IV ANALISA TAPAK

Transkripsi:

NILAI-NILAI VERNAKULAR PADA ARSITEKTUR MASYARAKAT WANUKAKA, SUMBA BARAT Suryo Tri Harjanto Dosen Arsitektur FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Indonesia dikenal dengan negara banyak pulau. Masing-masing pulau memiliki bermacam suku. Masing-masing suku tersebut menempati suatu lokasi yang berbeda. Ada yang di pinggir sungai, di pegunungan, maupun di tepi pantai, dan sebagainya. Masing-masing suku tersebut juga memiliki adat-istiadat, kebiasaan, dan pandangan hidup yang berbeda yang sangat mempengaruhi arsitektur yang dihadirkannya. Dengan demikian, masing-masing daerah tersebut memiliki arsitektur yang unik dan memiliki ciri tersendiri. Arsitektur masyarakat Wanukaka di Sumba Barat merupakan salah satu khasanah warisan arsitektur yang ada di Indonesia. Sebagaimana arsitektur yang ada di Indonesia (nusantara) lainnya, arsitektur masyarakat Wanukaka memiliki tipologi dan pola tata massa berupa perkampungan yang mirip dengan arsitektur wilayah lain di Indonesia. Namun demikian, mirip bukan berarti sama. Untuk itu, tulisan ini membahas beberapa pendapat tentang arsitektur vernakular beserta aspek-aspeknya yang kemudian digunakan untuk mengkaji arsitektur masyarakat Wanukaka Sumba Barat, sehingga akan didapat sebuah simpulan aspek-aspek vernakular apa yang sangat berpengaruh terhadap hadirnya arsitektur masyarakat Wanukaka tersebut. Kata Kunci: Vernakular, Arsitektur, Pandangan Hidup. PENDAHULUAN Istilah vernakular menurut Jakson (1984) berasal dari kata verna dan native. Verna berarti budak yang lahir di rumah tuannya, sedangkan native berarti penduduk asli yang kehidupannya terbatas pada suatu tempat tertentu. Dari sini kemudian muncul istilah vernakular di bidang arsitektur, yaitu vernacular architecture yang diartikan sebagai arsitektur kedaerahan. Menurut Rudolvsky (1964), arsitektur vernakular adalah suatu cara yang lahir begitu saja dan kemudian membentuk suatu pola yang dianut bersama menjadi suatu tradisi, sedangkan menurut Paul Oliver s (1997), nilai-nilai vernakular tidak saja ramah lingkungan dan ekonomis, tetapi juga sesuai dengan sosial dan budaya. 17

Spectra Nomor 19 Volume X Januari 2012: 17-25 Dalam bukunya House Form and Culture, Rapoport menyebutkan bahwa bentuk bangunan primitif dan venakular adalah hasil dari keinginan individu maupun kelompok untuk mencapai lingkungan ideal. Karena itu, bentuk tersebut memiliki nilai simbolik dan simbol menjadi sebuah budaya yang berkaitan dengan ide dan perasaan. Pada saat yang sama, bentuk juga dipengaruhi oleh tekanan iklim, pemilihan tempat, bahan yang tersedia, dan teknologi. Berkaitan dengan tempat tinggal, menurut Waterson (1993), arsitektur tidak sekedar sebagai tempat berlindung, tetapi juga merupakan ruang sosial dan simbolis, dimana keduanya merupakan sebuah pandangan dunia dari penghuni dan penciptanya. Dari beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang berpengaruh pada arsitektur vernakular, meliputi: aspek iklim, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek budaya, aspek kosmologi, aspek bahan, dan aspek teknologi. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut digunakan untuk mengkaji arsitektur tradisional Wanukaka di Sumba Barat. ARSITEKTUR WANUKAKA SUMBA BARAT Secara geografis perkampungan masyarakat Wanukaka terletak di pesisir Selatan bagian Barat Pulau Sumba dengan kondisi topografi dataran berbukit dan lembah yang dialiri sungai. Daerah ini memiliki suhu udara yang kering dengan kondisi tanah tergolong subur mengandung lapisan lumpur dan batu kapur. Masyarakat Wanukaka Sumba Barat memiliki pandangan hidup bahwa kehidupan tidak dapat lepas dari pengaruh roh leluhur, sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari maupun arsitekturnya. Pola Tata Massa Perkampungan masyarakat Wanukaka ditata dengan konsep memusat, yaitu rumah-rumah mengelilingi ruang terbuka yang disebut talora (halaman) dan kangatar (areal pemakaman). Talora merupakan ruang terbuka yang difungsikan sebagai tempat interaksi sosial, kegiatan budaya, dan ritual keagamaan; sedangkan kangantar merupakan area pemakaman yang di dalamnya terdapat dolmen, pemakaman, monumen tempat penyimpanan mayat, dan beberapa altar. Kangantar ini berupa permukaan tanah yang ditinggikan dan ditopang dengan dinding batu. Konsep tata massa tersebut merupakan konsep tatanan massa yang terjadi akibat adanya pandangan hidup bagi masyarakat Wanukaka yang menganggap bahwa kehidupan tidak dapat terlepas dari pengaruh roh leluhur. Ruang terbuka tidak sekedar sebagai ruang pengikat massa saja, namun ruang yang berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan komunikasi horisontal antar sesama dan vertikal yaitu manusia yang hidup dengan roh 18

leluhur. Tatanan dengan mengelilingi halaman merupakan tatanan yang merespon kondisi iklim setempat. Dengan adanya halaman berarti ada jarak yang cukup antar rumah, sehingga membuat angin dapat leluasa berhembus. Inilah sebuah konsep pendinginan pasif. Zoning Secara makro perkampungan Wanukaka dibagi menjadi 2 (dua) daerah. Pertama adalah daerah pusat, yaitu daerah yang digunakan untuk kegiatan bersama (komunal) baik sosial, budaya, dan ritual keagamaan berupa ruang terbuka ( talora) dan area makam (kangantar ) serta kedua daerah tepi, yaitu daerah yang digunakan untuk kegiatan individual dari masing-masing keluarga. Pembagian ruang ini merupakan cerminan dari pandangan hidup masyarakat Wanukaka yang tidak dapat lepas serta selalu diawasi oleh roh leluhur, sehingga keberadan makam sangatlah penting. Makam merupakan simbol dari masa depan, sedangkan rumah merupakan cerminan dari masa lampau. Makam merupakan simbol kegiatan spiritual dan rumah merupakan simbol kegiatan temporal. Rumah di Wanukaka dibagi dalam beberapa golongan, yaitu: golongan maramba (kelas atas, pimpinan, atau penguasa), anatoe (kelas menengah), dan humba (pelayan dan pekerja). Perletakan rumah-rumah tersebut ditata dengan konsep hirarkhi yang menunjukkan status sosial penghuninya, yaitu rumah untuk kelas atas posisinya diletakkan di tengah dan pada daerah yang lebih tinggi dekat dengan makam, sedangkan rumahrumah lainnya mengikuti. Orientasi Rumah masyarakat Wanukaka dikelilingi oleh adanya beranda, dimana bagian depan diperuntukkan bagi kaum pria. Beranda depan menghadap ke makam. Menurut kepercayaan mereka kaum pria sebagai kepala rumah tangga ketika keluar rumah dan berada di beranda depan langsung akan menghadap makam yang diyakini sebagai sumber kehidupan. 19

Spectra Nomor 19 Volume X Januari 2012: 17-25 Gambar 1 Siteplan Perkampungan Prai Goli, Wei Wuli, dan Waikawolu di Wanukaka Tipologi Rumah Rumah atau uma di perkampungan Wanukaka dibagi menjadi 2 (dua) tipe, yaitu: Uma Marapu dan Uma Kabalolu. Umpa Marapu Uma Marapu adalah rumah bagi golongan kelas atas. Sesuai dengan jenis dan tingkatannya, Uma Marapu dibagi lagi menjadi: (1) Uma Bakul, yaitu rumah leluhur atau rumah pusaka besar; (2) Uma Rato, yaitu rumah pemuka agama; dan (3) Uma Hara, rumah pengadilan tradisional. Uma atau rumah ini ditopang oleh 4 (empat) tiang utama yang berada di tengah ruang, sehingga memberikan pengaruh dan karakter pada bentuk atap, maupun bentuk dari rumah itu sendiri. Bentuk atap yang menonjol tersebut merupakan cerminan dari status penghuninya. Uma Kabalolu Uma Kabalolu berfungsi sebagai rumah keluarga (rumah masyarakat), dimana jika pada Uma Marapu mempunyai 4 (empat) tiang utama sebagai penopang rumah roh, maka pada Uma Kabalolu hanya mempunyai 2 (dua) tiang utama. 20

Gambar 2 Jenis Uma Marapu dan Uma Kabalolu Kedua uma tersebut merupakan tipe rumah panggung yang secara vertikal memiliki hirarkhi makin ke atas makin suci/sakral. Hal ini ditandai dengan pembagian fungsi ruang yang ada, yaitu bagian atas difungsikan sebagai tempat roh, tempat menyimpat pusaka leluhur, dan tempat menyimpan bahan makanan; bagian tengah difungsikan sebagai tempat kegiatan manusia sehari-hari, baik kegiatan temporal maupun spiritual; sedangkan bagian bawah yang berupa kolong dari rumah, difungsikan sebagai tempat hewan piaraan, yang menyimbulkan bagian profan dari rumah. Rumah panggung dengan pemisahan lantai rumah dari permukaan tanah juga memberikan keuntungan, yaitu rumah terbebas dari panas yang tersimpan di dalam tanah. Disamping itu, angin dapat leluasa berhembus melewati kolong rumah dan memasuki sela-sela lantai, sehingga dapat mengurangi hawa panas dalam bangunan. atas tengah bawah Gambar 3 Zoning Vertikal pada Bangunan Rumah (Uma Marapu) 21

Spectra Nomor 19 Volume X Januari 2012: 17-25 Tata Ruang Dalam Pola tata ruang dalam, baik pada Uma Marapu maupun Uma Kabalolu menggunakan konsep terbuka tanpa banyak penyekat. Walau terbuka, ruang dibagi dengan sangat tegas, yaitu: bagian kiri dan kanan, bagian depan dan belakang serta bagian tengah. Bagian kiri untuk wanita dan untuk kegiatan sehari-hari; bagian kanan untuk pria dan kegiatan spiritual; bagian depan untuk kegiatan yang bersifat formal; sedangkan bagian belakang untuk kegiatan informal. Ruang-ruang tersebut mengelilingi ruang tengah (heart) yang berupa ruang perapian dan tempat untuk berdoa, sehingga seperti dalam zoning dan pola tata massa, pola tata ruang dalam juga memiliki pola yang sama, yaitu tepi mengelilingi pusat, ruang dalam seolah-olah merupakan miniatur dari pola perkampungan. Dengan demikian, terjadi keajegan (konsistensi) pada pola tata ruang. Keajegan ini tentunya didasari oleh adanya pandangan hidup yang dianut. Tatanan ruang dalam yang tanpa banyak penyekat juga merupakan upaya dalam merespon iklim, yaitu angin yang masuk ke dalam bangunaan dapat leluasa berhembus tanpa banyak penghalang, dan berkonsep ventilasi silang. belakang kanan kiri tengah depan Struktur Konstruksi Gambar 4 Denah Rumah (Uma Marapu) Sistem struktur konstruksi yang digunakan pada rumah di Wanukaka adalah 4 tiang utama yang menyangga atap bagian atas, sehingga atap dapat mejulang dengan kemiringan yang curam; sedangkan atap bagian bawah menumpu pada balok yang ditopang oleh kolom. Ruang dibagi dengan pola grid, namum kolom yang ada tidak mengikuti pola tersebut. 22

Dengan demikian, sistem struktur rumah Wanukaka - walau menggunakan hubungan kolom dan balok, namun bukan sistem rangka. Hal inilah yang menjadikan unik dari arsitektur rumah masyarakat Wanukaka. Konstruksi rumahnya menggunakan ikatan tali yang didasarkan pada proses tradisional yang disebut pingi kapuka (sumber yang mengalir) Tiang utama yang berjumlah 4 (empat) masing-masing mempunyai nama, simbol, dan fungsi, yaitu: Kabaringu urat (tiang saji dan doa), yaitu tiang penghubung roh. Kabaringu immongwalla (tiang pengorbanan), yaitu tiang untuk tempat binatang yang disembelih. Kabaringu kelimata (tiang pelindung keluarga), yaitu tiang yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Kabaringu ngadu api (tiang penjaga api). Gambar 5 Tiang Utama Rumah (Uma Marapu) Keberadaan kolom atau tiang, disamping berfungsi sebagai penyangga, juga berfungsi sebagai simbol kegiatan spiritual. Bahan/Material Bahan/material yang digunakan pada rumah tradisional di Wanukaka merupakan bahan lokal, yaitu bahan yang ada di sekitar perkampungan. Bahan tersebut digunakan pada: Struktur : menggunakan bahan sejenis kayu besi yang keras. Dinding : terbuat dari bambu Lantai : terbuat dari galah bambu Atap : terbuat dari jerami 23

Spectra Nomor 19 Volume X Januari 2012: 17-25 Penggunaan bahan kayu, bambu, dan jerami merupakaan bahan yang respon terhadap iklim setempat. Karena bahan bambu pada dinding dan jerami pada atap bersifat permeable (berpori), sehingga memungkinkan angin dapat masuk ke ruang dalam bangunan. Disamping itu, bahan/ material tersebut dapat meredam panas. Hal ini merupakan sebuah upaya dalam pencapaian kenyamanan bangunan. Ragam Hias Ragam hias terdapat pada tiang utama dan pada batu nisan. Lukisan pada tiang bermotif kuda, ayam, dan alat-alat perhiasan. Warna lukisan adalah hitam, biru, merah, kuning, dan putih; sedangkan pada batu nisan lebih banyak bermotif roh leluhur. Ragam hias tersebut seolah menggambarkan alam sekarang dan alam yang akan datang sesuai dengan pandangan hidup mereka. KESIMPULAN Gambar 6 Ragam Hias Rumah Dari hasil kajian tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pertama, bahwa banyak aspek yang menjadi pertimbangan dalam menghadirkan arsitektur masyarakat Wanukaka Sumba Barat, namun yang menonjol adalah aspek yang berkaitan dengan pandangan hidup, yaitu kosmologi. Disamping itu, secara tidak langsung aspek tersebut hadir bersamaan dengan aspek iklim. 2. Kedua, adalah adanya keajegan pada arsitektur masyarakat Wanukaka, yaitu pada tata ruang, baik secara makro maupun mikro. 24

Dengan demikian, benarlah adanya bahwasanya arsitektur tradisional sangat kaya akan nilai-nilai yang tidak ada salahnya untuk terus digali. PUSTAKA ACUAN Mross, J. 1994. Settlements Of The Cockatoo: From Substance To Style. Published in the TRADITIONAL DWELLINGS AND SETTLEMENTS WORKING PAPERS. Vol 58. Berkeley: University of California. Rapoport, A. 1994. House Form and Culture. Foundations and Culture Geography Series. London: Prentice-Hall, Inc. Tuan, YF. 1995. Space and Place: The Perspective of Experience. Minneapolis London: University of Minnesota Press. Unwin, S. 1997. Analysing Architecture. Rouledge. 11 New Fetter Lane. London: EC4P4EE. 25