BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27, Ayat (2) menyatakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dalam industri (Heinrich, 1980). Pekerjaan konstruksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) (Tambusai,

BAB 1 : PENDAHULUAN. teknologi serta upaya pengendalian risiko yang dilakukan. Kecelakaan kerja secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat dunia industri

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin berkembangnya prindustrian dengan mendayagunakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan menyebabkan traumatic injury.

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perlu melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARATERISTIK INDUSTRI PRODUK JADI ROTAN

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan kesehatan kerja baik sekarang maupun masa yang akan datang

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dunia perindustrian di era globalisasi mengalami perkembangan yang semakin pesat. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran aspek..., Aldo Zaendar, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan bagi para pekerja dan orang lain di sekitar tempat kerja untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan kerja karyawan pada suatu perusahaan sering kali

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pasar lokal, nasional, regional maupun internasional, dilakukan oleh setiap

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat

BAB I PENDAHULUAN. maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa arus globalisasi tersebut membawa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27, Ayat (2) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam sistem perdagangan dunia di samping isu lingkungan, produk bersih, HAM, pekerja anak, dan pengupahan (Ramli, 2010).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

BAB 1 : PENDAHULUAN. nasional, selain dapat meningkatkan perekonomian nasional juga dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. perusahaan, yang diiringi dengan meningkatnya penggunaan bahan-bahan berbahaya,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tepat akan dapat merugikan manusia itu sendiri. Penggunaan Teknologi


BAB I PENDAHULUAN. petani, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara agraris.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. seperti faktor modal, alam, dan tenaga kerja. Ketiga faktor tersebut merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dalam perusahaan tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. contohnya mesin. Bantuan mesin dapat meningkatkan produktivitas,

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya selalu menginginkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi disegala bidang maka perindustrian di

ISNANIAR BP PEMBIMBING I:

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. dan dikondisikan oleh pihak perusahaan. Dengan kondisi keselamatan kerja

BAB I PENDAHULUAN. bertahan dan berkompetisi. Salah satu hal yang dapat ditempuh perusahaan agar

BAB 1 PENDAHULUAN. kerja, kondisi serta lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan (Tarwaka,2008).

BAB 1 : PENDAHULUAN. perhatian dan kerja keras dari pemerintah maupun masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. eksis. Masalah utama yang selalu berkaitan dan melekat dengan dunia kerja adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang menjadi penentu pencapaian dan kinerja suatu perusahaan. Jika dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari K3 menurut Suma mur (1995), bahwa hygiene perusahaan. produktif. Suardi (2007) K3 mempunyai tujuan pokok dalam upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proses industrialisasi telah mendorong tumbuhnya industri diberbagai sektor dengan

MEMPELAJARI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI METAL STAMPING PART

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial terhadap risiko

BAB 1 : PENDAHULUAN. maupun pemberi kerja, jajaran pelaksana, penyedia (supervisor) maupun manajemen,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam UU RI Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dituliskan

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. tindakan/perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe

BAB I PENDAHULUAN. dan keahlian serta lingkungan. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act)

BAB 1 : PENDAHULUAN. Hal ini tercermin dalam pokok-pokok pikiran danpertimbangan dalam undang-undang no. 1

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga

dimilikinya. Dalam hal ini sangat dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan skill yang handal serta produktif untuk membantu menunjang bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. selamat sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk itu harus diketahui risiko-risiko

BAB 1 : PENDAHULUAN. kuat. (2) Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. produk yang akan dihasilkan untuk memenuhi persaingan pasar. Dalam masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk melindungi tenaga kerja dan mengatur hak-hak serta

BAB I PENDAHULUAN. dimanapun selalu ada risiko terkena penyakit akibat kerja, baik didarat, laut,

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan industri besar dan sedang di Jawa Tengah pada tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27, Ayat (2) menyatakan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Dengan demikian, kesempatan kerja merupakan masalah yang amat mendasar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Setiap upaya pembangunan harus diarahkan pada penciptaan lapangan kerja sehingga setiap warga negara dapat memperoleh pekerjaan dan menempuh kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi adalah dokumen perencanaan pembangunan bidang ketenagakerjaan dan transmigrasi dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan di bidang tersebut, selama kurun waktu 15 (lima belas) tahun, mulai dari tahun 2010 hingga 2025. Dokumen ini merupakan penjabaran dari amanah pembangunan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, yang selanjutnya disebut RPJP-Nakertrans, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh unit kerja di dalam struktur Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang sesuai dengan visi, misi dan arah pembangunan dalam kurun waktu 2010-1

2 2025. Keselamatan kerja para pekerja sangat penting nilainya bagi suatu industri, karena hal tersebut merupakan kunci keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan nama baik industri dalam bidang K3, namun seperti yang kita lihat sekarang, masih banyak kecelakaan kerja yang terjadi di suatu industri. Kita ketahui, bahwa keselamatan kerja para pekerja termasuk dalam Undang-Undang Republik Indonesia. UU No. 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja (pasal 86, ayat 1). Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja (pasal 86, ayat 2) (Kepnakertrans, 2012). Menurut Sialagan (2008) yang mengutip hasil penelitian Bird (1990), kecelakaan merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan dapat membahayakan orang, menyebabkan kerusakan pada properti atau kerugian pada proses. Kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang terjadi dapat menganggu operasi perusahaan. Kerugian yang dialami perusahaan dapat berupa kerugian ekonomi dan non ekonomi. Kerugian ekonomi adalah segala kerugian yang bisa dinilai dengan uang, seperti rusaknya bangunan, peralatan, mesin, dan bahan, biaya untuk pengobatan, perawatan, dan santunan bagi tenaga kerja yang cedera/sakit, serta hari kerja yang hilang karena operasi perusahaan yang terhenti sementara. Kerugian non ekonomi

3 antara lain yaitu rusaknya citra perusahaan, bahkan jika kejadian itu menimbulkan kematian pada tenaga kerja (Sahab, 1997). Berdasarkan Riset yang dilakukan badan dunia International Labour Organization (ILO) (1989) yang penelitiannya dikutip oleh Suma mur (1999) memberikan kesimpulan bahwa setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, hal ini setara dengan 1 orang setiap 15 menit atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit dan kecelakaan kerja yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak dibanding wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan, kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam pekerjaan seperti terkena zat kimia beracun. Di Indonesia, berdasarkan data Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), angka kecelakaan kerja lima tahun terakhir cenderung naik. Pada 2012 terdapat 99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari, sedangkan tahun 2011 terdapat 98.711 kasus kecelakaan kerja, 2010 terdapat 96.314 kasus, 2009 terdapat 94.736 kasus, dan 2008 terdapat 83.714 kasus. Sebenarnya setiap kecelakaan itu dapat diramalkan atau diduga dari semula jika perbuatan dan tindakan yang tidak aman atau tidak memenuhi persyaratan. Statistik mengungkapkan bahwa 80% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman ( Unsafe act), dan hanya 20% oleh kondisi yang tidak aman (Unsafe Condition) (Silalahi, 1985). Beberapa pendekatan dilakukan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cidera akibat kecelakaaan dan berdasarkan hasil komparasi yang

4 dilakukan oleh Stephen Guastello (1993) yang penelitiannya dikutip oleh Geller (2001) terhadap beberapa pendekatan untuk mengurangi cidera di tempat kerja menunjukan bahwa pendekatan terhadap perilaku mencapai hasil yang paling berhasil untuk mengurangi cidera di tempat kerja yaitu sebesar 59,6% diikuti dengan pendekatan ergonomi sebesar 51,6%, dan pendekatan engineering control sebesar 29%. Selain itu, Geller (2001) menggambarkan pentingnya pendekatan perilaku yang didasari keselamatan (behavior based safety) dalam upaya meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif. Perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku berisiko atau tidak aman (at risk behavior) yang berakibat pada kerugian. Hal ini dapat diartikan bahwa upaya reaktif menunggu terjadinya tidak aman dulu. Sedangkan dalam perspektif proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku aman (safe behavior) yang menghasilkan suatu kesuksesan pencegahan kecelakaan kerja. Geller (2001) juga menyebutkan agar pencapaian behavior based safety berhasil adalah lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang berupaya mendorong terjadinya peningkatan perilaku aman. Upaya ini berujung pada usaha pencegahan terjadinya kecelakaan di tempat kerja atau hal ini dapat dikatakan juga berupa pendekatan yang bersifat proaktif dalam manajemen keselamatan. Proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat faktorfaktor yang berpengaruh, diantaranya faktor dari dalam (internal) seperti susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari luar (eksternal) seperti lingkungan fisik/non fisik, iklim, manusia sosial, dan ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2003).

5 Semakin baik peran supervisor dalam K3 maka akan sangat mempengaruhi perilaku aman pekerja di tempat tersebut. Adapun peran supervisor pada hakikatnya adalah kepemimpinan yang merupakan refleksi sistem manajemen yang ada. Jadi, supervisor (pengawas) yang baik akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang pada akhirnya akan membentuk perilaku kerja yang aman (Karyani, 2005). Seperti yang telah kita ketahui bahwa unsafe act dan unsafe condition mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan. Kehatihatian dan perilaku pekerja yang aman sangat dibutuhkan untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat unsafe act karena pendekatan terhadap pekerjalah yang dapat dilakukan apabila mesin sulit dikendalikan. Selain itu, Heinrich (1980) memperkirakan 85% kecelakaan adalah hasil kontribusi perilaku kerja yang tidak aman (unsafe act). Meningkatnya keselamatan kerja maka dapat meningkatkan produktivitas pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan. Selain itu, manusia merupakan salah satu aset terbesar dalam mencapai keberhasilan perusahaan. Rotan adalah sekelompok palma dari puak (tribus) Calameae yang memiliki habitus memanjat, terutama Calamus, Daemonorops, dan Oncocalamus. Batang rotan biasanya langsing dengan diameter 2-5cm, beruas-ruas panjang, tidak berongga, dan banyak yang dilindungi duri-duri panjang, keras, dan tajam. Suatu batang rotan dapat mencapai panjang ratusan meter. Sebagian besar rotan berasal dari hutan di Malesia, seperti Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Indonesia memasok 70% kebutuhan rotan dunia.

6 Toko Mulia Rattan merupakan salah satu industri informal yang memproduksi berbagai perabot rumah tangga dengan bahan dasar rotan. Setiap hari memproduksi berbagai macam perabot sesuai dengan pesanan para pembeli. Toko Mulia Rattan berdiri sejak tahun 2001 yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 350, Medan. Karyawan yang bekerja di Toko Mulia Rattan sebanyak 7 orang. Masing-masing karyawan mempunyai keahlian dalam pekerjaannya. Proses pembuatan perabot rumah tangga dengan bahan dasar rotan yaitu: 1. Mendesain gambar Setiap perabot yang hendak dibuat, terlebih dahulu ditentukan desain gambar dengan skala tertentu. Adapun hal yang harus sangat diperhatikan dalam proses ini yaitu ukuran, bentuk dan gaya yang diinginkan oleh pembeli. 2. Persiapan bahan baku kerangka perabot Dalam proses ini, terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan bahan baku rotan yang dalam kondisi baik, kuat dan tidak ada retak atau pembusukan. Selanjutnya, bahan baku rotan diukur dan dipilih berdasarkan panjang dan diameter sesuai dengan skala pada desain gambar yang telah dibuat sebelumnya. 3. Pembengkokan Bahan baku kerangka yang telah dipilih tadi kemudian dilakukan pembengkokan dengan cara dipanaskan dengan api (setengah dibakar) sampai agak lunak sehingga dapat dibentuk sesuai dengan besar atau bentuk sudut yang diinginkan seperti pada desain gambar. Agar bentuk sudutnya tetap terjaga setelah dibengkokkan, diusahakan bagian sudut tersebut diikat dengan kulit rotan yang

7 lebih kecil. Hal ini dilakukan kepada setiap kerangka-kerangka perabot untuk sementara waktu sebelum memasuki proses berikutnya. 4. Perakitan Proses perakitan adalah merangkai setiap kerangka-kerangka yang telah dibentuk ukuran panjang dan sudutnya tadi menjadi satu kesatuan utuh. Kerangka- kerangka tersebut dirangkai dengan paku atau diikat dengan kulit rotan. 5. Penganyaman Penganyaman dilakukan dengan menganyam sisi-sisi dari kerangka rotan yang telah dibentuk tadi dengan menggunakan kulit rotan ataupun rotan kecil yang sudah dipilih dan dihaluskan terlebih dahulu. Penganyaman pada perabot rumah tangga ini ada beragam macam teknik dan disesuaikan dengan desain gambar atau keinginan pembeli. 6. Finishing Proses terkahir adalah finishing dengan melakukan pengampelasan terlebih dahulu agar hasil anyaman lebih halus dan bersih. Kemudian debu-debu hasil pengampelasan yang masih menempel di perabot dibersihkan untuk selanjutnya dilakukan proses pengecatan. Alat-alat yang digunakan pada industri produk jadi rotan meliputi: kompor solder, bor listrik, gergaji rotan dan biasa, gunting rotan, parang, martil, kakak tua dan engkol tangan. Selain itu, sebagian kecil ada yang menggunakan kompresor, mesin potong, sekrup (alat tembak untuk memasukkan paku) dan taples. Kegiatan proses produksi dilakukan pada suatu bangunan rumah. Bangunan rumah tersebut

8 dibagi menjadi tempat proses produksi, pemajangan produk jadi rotan dan tempat tinggal. Disamping penggunaan alat-alat yang dibutuhkan dalam proses produksi, ketersediaan sarana transportasi merupakan faktor pendukung bagi keberhasilan usaha rumah tangga industri produk jadi rotan. Sarana transportasi yang digunakan adalah kendaraan milik pribadi dan kendaraan umum. Kendaraan umum seperti angkutan kota (angkot), truk dan bus kota selalu ada setiap saat, sedangkan kendaraan milik pribadi rumah tangga pengusaha sebagian besar adalah kendaraan roda dua. Berdasarkan hasil observasi ditemukan beberapa perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja. Selain itu juga ditemukan beberapa kecelakaan yang terjadi ketika pekerja sedang mengerjakan tugasnya, misalnya pada pekerja bagian perekat rotan dari kerangka perabot menjadi perabot utuh. Pada saat pekerja tersebut sedang memalu rotan agar saling merekat, kerap sekali palu mengenai jari pekerja. Terkadang ada yang tidak mengeluarkan darah dan ada juga sampai mengeluarkan darah, kemudian pekerja hanya membalut luka dengan kain dengan tidak memberikan antibiotik atau obat apapun yang bisa mencegah terjadinya infeksi. Begitu juga pekerja bagian memahat sering sekali mengalami luka di tangan tangan akibat terkena kulit rotan yang tipis dari sisa-sisa pahatan, sehingga menimbulkan rasa perih dan sakit. Akan tetapi, pekerja tetap tidak mau melakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan yang berulang. Hasil wawancara dengan seorang karyawan juga diketahui bahwa semua pekerja di setiap bagian pekerjaan dipastikan sering mengalami kecelakaan dan ini

9 terjadi hampir setiap harinya. Rata-rata setiap kecelakaan kerja yang terjadi hanya dianggap hal biasa dan kecil juga gampang diatasi dengan hanya membalut luka dengan kain. Pekerja Toko Mulia Rattan kurang menyadari pentingnya memperhatikan perilaku dan tindakan aman untuk mengurangi resiko kecelakaan yang kemungkinan bisa terjadi ketika pekerja sedang bekerja, misalnya tidak memakai sarung tangan, tidak memakai kaca mata pelindung pada saat sedang menggergaji rotan dan tidak memakai masker. Melihat akan hal ini, maka peneliti tertarik melakukan penelitian di Toko Mulia Rattan dan melihat gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot rumah tangga. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot rumah tangga di Toko Mulia Rattan, Jl. Gatot Subroto, No. 350, Medan. 1.3. Tujuan Penelitian Mengetahui gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot rumah tangga di Toko Mulia Rattan, Jl. Gatot Subroto, No. 350, Medan tahun 2015.

10 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi pihak pemilik toko mengenai pentingnya diperhatikan gambaran perilaku tidak aman. 2. Sebagai bahan masukan bagi pekerja mengenai gambaran perilaku tidak aman. 3. Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan kepada penulis khususnya mengenai gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot rumah tangga. 4. Sebagai penambah pengetahuan dan sebagai referensi bagi peneliti lain.