BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan pelaku usaha industri UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Indonesia termasuk paling banyak di antara negara lainnya. Saat ini populasi penduduk dengan usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal ini memicu khususnya para pemuda Indonesia untuk menciptakan peluang usahanya sendiri dengan membuka bisnis. Pada tahun 2014, Abdul Kadir Damanik selaku Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM mengungkapkan di Indonesia terdapat sekitar 57,9 juta pelaku UMKM dan diperkirakan akan semakin bertambah setiap tahunnya. Selama ini UMKM memberikan kontribusi pada PDB (Produk Domestik Bruto) sebanyak 58,92 persen dan penyerapan tenaga kerja sebesar 97,30 persen. UMKM menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia pada khususnya. Dengan semakin berkembangnya teknologi dan kreativitas masyarakat, hal ini menuntut para pelaku UMKM untuk bertahan dengan meningkatkan daya saing, bahkan pada awal tahun 2016 ini telah diberlakukan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang tentu akan menimbulkan semakin tinggi tingkat persaingan antara pelaku UMKM di Indonesia dengan para pengusaha dari Negara ASEAN lainnya. 1
Perkembangan potensi UMKM di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam hal penyaluran kredit kepada para pelaku UMKM. Menurut data bank BI, setiap tahunnya kredit kepada UMKM mengalami pertumbuhan. Jumlah kredit yang diberikan perbankan dalam tahun 2012 sebesar 507,8 triliun meningkat 16,9% dari tahun 2011 sebesar Rp 434,3 triliun. Pertumbuhan kredit di Indonesia relatif cukup besar dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Dengan semakin marak dan bertumbuhnya UMKM di Indonesia maka menjadi pangsa pasar yang sangat potensial untuk dibidik bagi dunia perbankan dalam menjalankan fungsi dan peran sebagai penyalur dana. Bilamana penyaluran dana dalam bentuk kredit tersebut memenuhi persyaratan dan mengacu pada prinsip kehati-hatian, maka pendapatan bunga yang diterima oleh bank akan lebih optimal. Bank BRI merupakan salah satu bank pemerintah yang memiliki jaringan tersebar hingga tingkat kecamatan di seluruh nusantara. Bank BRI dikenal memiliki akar atau permodalan yang cukup kuat karena mayoritas nasabah yang dimiliki adalah berasal dari masyarakat kelas mikro. Namun demikian Bank BRI tidak membatasi segmen yang dibidik, jaringan layanan dan sejumlah dukungan terus diperluas dan ditingkatkan hingga ke segmen UKM bahkan korporasi, terutama melalui bantuan tambahan modal. Bank BRI sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa harus selalu mengutamakan pelayanan yang prima kepada para nasabahnya, tidak hanya memberikan pelayanan dalam kemudahan transaksi finansial namun juga pelayanan dalam menindaklanjuti permohonan pembiayaan pada usaha nasabah. Pelayanan prima dalam bidang jasa cenderung 2
dianalogikan dengan kecepatan respon, ketepatan waktu pemberian, dan ketepatan tujuan/permintaan. Pelayanan yang berkualitas akan berdampak pada kepuasan dan ketidakpuasan nasabah dan selanjutnya berpengaruh pada tingkat loyalitas nasabah. Proses cepat dan mudah, selalu menjadi kalimat yang digunakan dalam memasarkan produk pembiayaan di suatu bank atau lembaga pembiayaan, selain menawarkan suku bunga yang kompetitif dan biaya yang murah, dengan tujuan saling berkompetisi untuk mendapatkan nasabah sebanyak-banyaknya. Proses dalam menindaklanjuti permohonan kredit nasabah tersebut bermuara pada kepastian apakah permohonan yang diajukan disetujui atau tidak, dan dapat juga permohonan calon debitur disetujui namun dengan kondisi tertentu sesuai hasil analisa bank. Pemberian kepastian tersebut harus sesuai dengan Service Level Agreement (SLA) yang berlaku atau bahkan kurang dari SLA, sehingga pemohon pinjaman dapat mengambil langkah untuk melanjutkan proses permohonan kreditnya atau segera mencari alternative lain. Proses kredit merupakan proses yang dinamis dan dilakukan secara end to end. Proses kredit secara umum terdiri dari tahapan inisiasi kredit, verifikasi, analisis, dokumentasi, monitoring dan penyelesaian kredit. Dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dan karakteristik masing-masing segmen kredit. (sumber : Buku Mengelola Kredit Secara Sehat, Modul Sertifikasi Bidang Kredit Tingkat I untuk Credit Officer, Ikatan Bankir Indonesia, Edisi ke-1 September 2014, hal. 70). Setiap tahap dalam pemrosesan kredit tersebut memerlukan durasi dalam setiap dokumen yang diterima dari calon debitur. Dengan demikian diperlukan 3
adanya standar layanan kepada calon debitur dengan berdasar pada Service Level Agreement (SLA), yakni bagian dari perjanjian layanan secara keseluruhan antara 2 pihak dalam hal ini pihak bank (bagian kredit) dengan calon debitur. Agar kualitas pelayanan prima kepada nasabah kredit dapat teraplikasikan dengan baik, maka perlu dikaji apakah Service Level Agreement (SLA) dalam penerapannya sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 1.2 RUMUSAN MASALAH Pemberian kredit kepada calon debitur idealnya berpedoman pada Service Level Agreement (SLA) dengan harapan pelayanan prima yang berkualitas dapat terwujud. Seringkali pihak bank memberikan penawaran dalam pemberian kredit selama 14 hari kerja cair, namun pada kenyataannya komitmen tersebut acapkali tidak terealisasi dengan baik, sehingga mengakibatkan pemohon kredit menunggu kepastian dengan jangka waktu yang tidak dapat ditentukan dan berdampak negatif pada kelangsungan bisnis pemohon kredit. Rumusan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini antara lain : 1. Mengevaluasi tentang kebijakan Service Level Agreement (SLA) dalam proses pemberian kredit yang diaplikasikan sudah sesuai atau belum dengan standar pelayanan yang ditetapkan. 2. Menganalisa efektivitas proses pemberian kredit dengan mengacu pada alur proses analisa kredit yang telah ditetapkan. 4
1.3 PERTANYAAN PENELITIAN 1. Bagaimanakah kebijakan Service Level Agreement (SLA) yang diterapkan dalam proses pemberian kredit telah memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan? 2. Apakah proses pemberian kredit dengan mengacu pada ketetapan alur berlangsung dengan efektif? Langkah perbaikan apakah yang perlu dilakukan? 1.4 TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini antara lain : 1. Untuk mengkaji sejauh mana Service Level Agreement (SLA) yang diimplementasikan terlaksana sesuai dengan standar yang ditetapkan. 2. Untuk mengidentifikasi kendala dalam penerapan Service Level Agreement (SLA) selama proses kredit ritel komersial. 3. Untuk memformulasikan langkah perbaikan terhadap kendala-kendala dalam proses kredit ritel komersial sehingga Service Level Agreement (SLA) terlaksana sesuai ketentuan. 1.5 MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Menjadi bahan masukan bagi perusahaan, agar pencapaian Service Level Agreement (SLA) dalam proses kredit dapat memenuhi target yang ditetapkan. Selain memberikan pelayanan prima kepada nasabah juga memberikan dampak 5
pada pendapatan bunga bank lebih meningkat serta menjaga loyalitas dari nasabah. 2. Bagi perusahaan dalam peningkatan performa karyawannya khususnya bidang kredit, menjadikan Service Level Agreement (SLA) sebagai tolok ukur dalam proses kredit sehingga produktivitas dan kinerja karyawan lebih terarah dan meningkat. 1.6 LINGKUP PENELITIAN Penelitian dan pembahasan tentang evaluasi dan analisis kebijakan Service Level Agreement (SLA) ini dibatasi hanya pada BRI Kantor Cabang Solo Slamet Riyadi khususnya unit kerja Kredit. Penelitian dilakukan terbatas pada proses Kredit Ritel Komersial. 1.7 SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan tesis ini terbagi dalam lima bab yang secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Bab I yang berisi Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan, tujuan, dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. 2) Bab II yang berisi Landasan Teori yang membahas tentang Service Level Agreement (SLA), proses kredit perbankan. 6
3) Bab III yang berisi Metoda Penelitian yang membahas metodologi penelitian, langkah-langkah yang dilakukan penulis serta instrumen penelitian yang digunakan. 4) Bab IV yang berisi Hasil Penelitian dan Pembahasan yang menguraikan tentang hasil analisa data yang didapat dari perusahaan. Hasil ini kemudian dianalisa secara kualitatif dalam rangka menyusun perbaikan Service Level Agreement (SLA) yang telah dijalankan. 5) Bab V berisi Simpulan, pada bab ini merupakan bagian akhir sekaligus penutup dari penelitian ini. Dalam bab ini akan disampaikan kesimpulan dan saran terkait hasil pembahasan dan analisis. 7