I. PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa DNA Barcode dapat memberikan kontribusi yang kuat. untuk penelitian taksonomi dan keanekaragaman hayati.

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI FILOGENETIK ELANG LAUT PERUT PUTIH (Haliaeetus leucogaster) BERDASARKAN DNA BARCODING CYTOCHROME-C OXCIDACE SUB UNIT I (COI)

BARCODING ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi) BERDASARKAN GEN CYTOCHROME-B SEBAGAI UPAYA KONSERVASI GENETIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. subfamili, 65 genera dan 231 spesies. Spesies dari famili Accipitridae,

V. KESIMPULAN DAN SARAN

STUDI FILOGENETIK ELANG LAUT PERUT PUTIH (Haliaeetus leucogaster) YANG HIDUP DI PULAU JAWA BERDASARKAN GEN Cytochrome-b (Cyt-b)

BARCODING DNA RANGKONG BADAK SEBAGAI UPAYA KONSERVASI GENETIK SATWA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

BAB I PENDAHULUAN. secara luas. Selain memiliki peran yang sangat penting dalam bidang ekologi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riska Lisnawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

SISTEMATIKA DAN FILOGENETIKA MOLEKULER

Analisis Filogenetik Nannophya pygmaea (Odonata: Libellulidae)

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

I. PENDAHULUAN. polifiletik (Pethiyagoda, Meegaskumbura dan Maduwage, 2012). Spesies Puntius

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)

BAB I PENDAHULUAN. telah mengakibatkan kerugian secara ekonomi pada budidaya pertanian (Li et al.,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

menggunakan program MEGA versi

ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK HANDAYANI

BAB I PENDAHULUAN. Udang laut merupakan salah satu komoditas utama di sektor perikanan yang

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK HANDAYANI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi fauna melimpah yang tersebar di

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

AMPLIFIKASI GEN CYTOCHROME OXIDASE SUBUNIT I (COI) DARI SAMPEL SIRIP IKAN HIU DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA PASANGAN PRIMER

STATUS TAKSONOMI IKAN NOMEI DARI PERAIRAN TARAKAN, KALIMANTAN UTARA BERDASARKAN GEN 16S rrna SEBAGAI UPAYA KONSERVASI IKAN LAUT LOKAL INDONESIA

Profil Sekuens Sebagian Gen Cytochrome C Oxidase Unit I (COI) Ayam Hutan Merah (Gallus gallus) Sulawesi Utara

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penerapan Model Markov Tersembunyi untuk Mengetahui Persentase Kecocokan dari Deoxyribonucleic Acid pada Pohon Filogenetik Ursidae (Beruang)

PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang

I.PENDAHULUAN. Amfibi merupakan hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya tergantung pada suhu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. flora yang dapat ditemukan adalah anggrek. Berdasarkan eksplorasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling terkait dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia.

SISTEMATIKA DAN FILOGENETIKA MOLEKULER. Topik Hidayat dan Adi Pancoro. suatu organisme dan merekonstruksi hubungan kekerabatannya terhadap organisme

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

Depik, eas, dan relo; yang manakah Rasbora tawarensis?

IDENTIFIKASI MOLEKULER GEN CYTOCHROME OXIDASE SUBUNIT I (COI) LOBSTER GENUS Panulirus DI YOGYAKARTA: SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBERDAYA

2015 ISOLASI DAN AMPLIFIKASI GEN PARSIAL MELANOCORTIN - 1 RECEPTOR (MC1R) PADA IKAN GURAME

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat

G091 ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp.

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

Kryptopterus spp. dan Ompok spp.

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup

PAYUNG PENELITIAN LABORATORIUM REGULASI GENETIK TAHUN

EVOLUSI. Pengertian evolusi - Bukti adanya evolusi - Mekanisme evolusi

I. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan

HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN...

KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.)

Kolokium Liliani Isna Devi G

Kolokium Liliani Isna Devi G

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

PENGANTAR ILMU TAKSONOMI

BAB II LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI

PENDAHULUAN. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 4B (27 32), 2011

DIFERENSIASI GENETIK POPULASI UDANG JERBUNG

ANALISIS GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS HIGHLY PATHOGENIC AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 ISOLAT UNGGAS AIR

VARIASI GEN CYT B MITOKONDRIA PADA IKAN BELIDA EVI ALFIAH TAUKHID G

I. PENGENALAN NATIONAL CENTRE FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION (NCBI)

BAHAN DAN METODE. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku

DNA BARCODE DAN ANALISIS FILOGENETIK MOLEKULER BEBERAPA JENIS BIVALVIA ASAL PERAIRAN SULAWESI UTARA BERDASARKAN GEN COI

BAB I PENDAHULUAN. Eleotridae merupakan suatu Famili ikan yang di Indonesia umum dikenal

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 9,1%, usia tahun sebesar 8,13%. pada anak dengan frekuensi kejadian 4-6 kasus/1.000 anak (Nelson, 2000).

PENDUGAAN PERKEMBANGAN DAERAH JELAJAH ELANG BRONTOK (Nisaetus cirrhatus) PASCA REHABILITASI DI PUSAT KONSERVASI ELANG KAMOJANG KAB.

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia terletak di khatulistiwa dengan posisi geografis antara 6 0 LU 11 0 LS dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DNA BARCODE KERAGAMAN GENETIK, DAN KONSERVASI FAUNA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

Keragaman Genetik Sekuen Gen ATP Synthase FO Subunit 6 (ATP6) Monyet Hantu (Tarsius) Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian molekuler DNA Barcode dapat memberi banyak informasi diantaranya mengenai penataan genetik populasi, hubungan kekerabatan dan penyebab hilangnya keanekaragaman genetik pada satu spesies. Hebert dkk., (2007) mengusulkan DNA Barcode sekuen pendek yang tepat, cepat dan akurat sebagai sekuen identifikasi spesies. DNA dapat diambil dari DNA mitokondria yang dimiliki oleh semua spesies. Maka dari itu, Hijababei (2007) lebih menjelaskan bahwa DNA Barcode dapat memberikan kontribusi yang kuat untuk penelitian taksonomi dan keanekaragaman hayati. DNA Barcode diperoleh dari gen CO1 yang ada pada semua makhluk hidup termasuk burung. Burung atau Aves merupakan salah satu kelas dari sistem klasifikasi yang telah banyak diteliti serta menghasilkan wawasan yang kuat mengenai evolusi, spesiasi, dan biologi populasi. Batas perbedaan spesies burung lebih mudah dan telah diteliti daripada pada kelompok hewan besar lainnya. Kemudahan dari spesifikasi burung membuat mereka menjadi kelompok kelas dalam klasifikasi yang cocok untuk mengeksplorasi ketepatan dan kemampuan DNA Barcode (Stoeckle, 2005). Kajian DNA Barcode Elang Brontok sebelumnya telah diteliti oleh Ong, dkk (2010) menggunakan satu Elang Brontok. Penelitian tersebut hanya menggunakan salah satu morph dari tiga morph Elang Brontok yakni light morph, intermediate morph dan dark morph. Sementara itu Elang Jawa telah diteliti oleh Hermadiyanti pada tahun 2014, namun sekuen belum tercantum

2 dalam database CO1 GenBank NCBI, maupun BoLDSystem. Oleh karena keterbatasan data tersebut, kedua burung ini perlu diteliti berdasarkan kajian molekuler barcode. Berawal dari kedua sampel yang memiliki keterbatasan data ini, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi Elang Brontok dengan berbagai morph untuk mengetahui pengaruh perbedaan morph terhadap gen CO1 serta variasi. Selain itu akan dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik, variasi dan kekerabatan dari Elang Brontok dan Elang Jawa berdasarkan gen CO1. B. Keaslian Penelitian Genetik Elang telah diteliti oleh beberapa penelitian diantaranya Retnaningtyas dkk, (2014), Hermadhiyanti (2014), Lerner dan Mindell (2005) serta Ong dkk. (2011). Retnaningtyas dkk. (2014) meneliti filogenetik Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster). Penelitian ini terfokus pada identifikasi Hilaeetus leucogaster berupa analisis morfometrik dan DNA Barcode CO1. Analisis filogenetik oleh Retnaningtyas ini menggunakan program DNA Baser untuk mendapatkan sekuen konsensus forward dan reverse. Hasil konsensus dilanjutkan dengan analisis software ClustalX untuk membuat multiple alignment antara gen CO1 dari BoLDSystem yaitu Haliaeetus leucocephalus, Haliaeetus pelagicus, Haliaeetus albicilla dan kelompok outgroup Cathartes aura. Rekonstruksi filogenetik menggunakan metode Maximum Likelihood menunjukkan bahwa Haliaeetus leucogaster dalam penelitian ini berkaitan erat dengan Haliaeetus albicilla, Haliaeetus leucocephalus dan Haliaeetus pelagicus.

3 Lerner dan Mindell (2005) melakukan satu penelitian berjudul Phylogeny of eagles, Old World vultures, and other Accipitridae based on nuclear and mitochondrial DNA (Filogenetik elang, burung heriang purba dan genus Accipitridae lainnya berdasarkan DNA inti dan DNA mitokondria). Penelitian tersebut membahas tentang hubungan antara burung pemangsa family Accipitridae menggunakan teknologi sekuen molekuler dari gen mitokondia (1047 basa ND2 dan 1041 basa cyt-b) dan satu intron (1074 basa β-fibrinogen intron 7). Sampel yang digunakan adalah 14 subfamili Accipitridae, dengan terfokus pada empat subfamili dari elang dan subfamili heriang purba. Pemilihan burung yang digunakan sebagai identifikasi kekerabatan menggunakan DNA ini berdasarkan pada morfologi dan jejak sejarah kehidupannya. Penelitian oleh Lerner dan Mindell ini menunjukkan kladistik dari subfamili Haliaeetinea dan Aquilinae memiliki kekerabatan. Sedangkan subfamili Harpiinae, Circaetinae, dan Hering purba yang ditemukan tidak bermonofiletik. Polyboroides typus dan Caerulescens geranospiza diketahui tidak berkerabat dekat, seperti yang dihasilkan pada evolusi konvergen morfologi. Investigasi dari subspesies Hieraaetus fasciatus dan H. morphnoides mengungkapkan perbedaan genetik yang signifikan atau non-monofili. Pada genus Spizaetus, yaitu genus yang sebelumnya diakui yang sekarang menjadi Nisaetus menunjukkan adanya kekerabatan yang dekat antara Spizaetus cirrhatus dengan Spizaetus lenceolatus. Sedangkan hubungan kekerabatan antara Spizaetus cirrhatus dengan Spizaetus alboniger maupun Spizaetus nipalensis tidak begitu memiliki kekerabatan.

4 Hermadhiyanti (2014) melakukan penelitian yang berjudul Studi Filogenetik Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) diantara Elang Genus Nisaetus Berdasarkan Cytochrome-C Oxidase Subunit-1 (COI) DNA Barcode. Penelitian dilakukan di Malang, Jawa Timur dari sampel BKSDA Jawa Timur namun sekuen CO1 tidak dimasukkan ke dalam Database. DNA Barcode menggunakan gen mitokondria CO1 dengan primer universal Fordward Bird F1 5 -TTC TCC AAC CAC AAA GAC ATT GGC AC-3 dan Primer Reverse BirdR2 5 -ACT ACA TGT GAG ATG ATT CCG AAT CCA G-3. Analisis data menggunakan tiga metode yaitu Maximum Likelihood dan Neighbor Joining, dan Minimum Evolution. Filogenetik dari Elang Jawa ini dibandingkan dengan Elang lain yang bergenus sama yaitu Genus Nisaetus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) berkerabat dekat dengan Elang Gunung (Nisaetus alboniger). Ong, dkk., (2011) melakukan penelitian serupa yakni filogenetik Accipitridae yang ada di Filipina berdasarkan DNA Barcode (DNA Barcodes of Philippine accipitrids). Dalam penelitian ini, DNA Barcode anggota keluarga Accipitridae, termasuk Haliastur indus, Haliaeetus leucogaster, Ichthyophaga Ichthyaetus, Spilornis holospilus, Spizaetus philippensis dan Pithecophaga jefferyi dilaporkan untuk pertama kalinya. Semua individu sampel disimpan di Philippine Eagle Center di Davao City, Filipina. Rekonstruksi filogenetik COI dibangun menggunakan metode maksimum-likelihood dan neighbourjoining dapat mendukung data monofili dari beberapa spesies dari Subfamili Aquilinae

5 dan subfamili Haliaeetinae bahwa spesies-spesies tersebut bukan termasuk ke dalam subfamili Milvinae. C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perbandingan hasil amplifikasi menggunakan beberapa primer DNA Barcode untuk Elang? 2. Bagaimana karakteristik dan variasi sekuen dari sekuen CO1 Elang Brontok dan Elang Jawa? 3. Bagaimana filogenetik dan kekerabatan dari Elang Jawa dan Elang Brontok diantara Genus Nisaetus lainnya berdasarkan sekuen CO1? 4. Bagaimana filogenetik atau kekerabatan dari sekuen Elang Brontok dan Elang Jawa diantara famili Accipitridae lainnya di Indonesia menggunakan sekuen CO1? D. Tujuan 1. Mengetahui primer yang cocok digunakan untuk menarget DNA Barcode sampel Elang Brontok. 2. Mengetahui karakteristik dan variasi sekuen dari sekuen CO1 Elang Brontok dan Elang Jawa? 3. Mengetahui filogenetik dan kekerabatan dari Elang Jawa dan Elang Brontok diantara Genus Nisaetus lainnya berdasarkan sekuen CO1. 4. Mengetahui filogenetik atau kekerabatan dari sampel Elang serta famili Accipitridae lain di Indonesia. E. Manfaat

6 Beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah dari pohon filogenetik, dapat mengetahui kekerabatan terdekat pada Elang, sehingga dapat dilakukan berbagai upaya contohnya konservasi yang berkaitan dengan kesamaan habitat dan mengetahui kekerabatan dari genus Nisaetus di Asia serta famili Accipitridae di Indonesia. Sampel Elang Brontok dengan morph yang berbeda dapat diketahui variasi gennya. Selama penelitian ini juga digunakan beberapa primer sebagai uji primer yang cocok untuk sampel Elang, maka dari hasil uji ini dapat diketahui beberapa primer yang dapat digunakan untuk amplifikasi DNA dari sampel Elang. Hasil dari barcoding menggunakan fragmen CO1 dapat berkontribusi dalam koleksi plasma nutfah Elang Brontok dan Elang Jawa.