PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

1 Universitas Indonesia

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Studi Terdahulu. Begitu juga dengan analisis terhadap karya Perempuan Berkalung Sorban.

BAB II LANDASAN TEORI

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Kumpulan surat Habis gelap Terbitlah Terang ditulis oleh R.A Kartini pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sering kita jumpai banyak wanita masa kini yang mengadopsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. terbitnya. Keberagaman suatu majalah tersebut ditentukan berdasarkan target

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. Itulah yang kemudian dituangkan dalam media komunikasi, baik berupa media massa cetak

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

Menurut Al-Khuli (1982: 157) dalam A dictionary of Theoretical Linguistics

ANALISIS WACANA IDEOLOGI BAHASA PEREMPUAN. Firman Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media,

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di

BAB IV PENUTUP. perlindungan dan tuntunan dari pihak laki-laki, bahkan dalam lirik lagu tersebut

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan dengan pilihan jurusan jurnalistik, broadcasting dan public

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB II LANDASAN TEORI. yang membaca karya sastra berdasarkan sudut pandang perempuan. Fakih (2007: 8)

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan atau laki-laki secara terpisah, tetapi bagaimana menempatkan

Transkripsi:

BEDAH BUKU PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN Setyoningsih *) Judul buku : Bahasa Perempuan: Sebuah Potret Ideologi Perjuangan Penulis : Anang Santoso Penerbit : PT Bumi Aksara Jakarta, Maret 2009 Halaman : 184+xv Harga : Rp. 31.000,- Persolan/isu gender merupakan topik sering diperbincangkan, namun tidak banyak yang mengkajinya dari sudut pandang bahasa. Para pakar ilmu bahasa sejak lama sudah tertarik untuk menganalis apakah ada perbedaan antara bahasa laki-laki dan perempuan di lihat dari sudut pandang sosiolinguistik. Beberapa ada yang sepakat bahwa laki-laki dan perempuan berbahasa secara berbeda, tetapi ada juga yang tidak menyetujui pendapat tersebut. Namun ternyata secara luas diterima bahwa laki-laki dan perempuan berbahasa secara berbeda. Anang Santoso, yang merupakan seorang dosen atau staf pengajar di jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, adalah salah satu orang yang tertarik menganalisa relasi bahasa dengan gender yaitu tentang konstruksi ideologi dalam bahasa perempuan yang merupakan hasil penelitian multi-years selama dua tahun mulai 2006-2008. Kajian terhadap ideologi melalui bahasa perempuan dilakukan agar dapat diketahui bagaimana sebenarnya perempuan melihat dan menafsirkan dunia atau realitas, apa yang dianggap penting dan tidak penting, dan sebagainya. Di awal buku ini dibahas alasan mengapa bahasa perempuan menarik untuk dikaji. Bahasa perempuan dapat ) Penulis adalah Dosen Tetap Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus

PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN (Setyoningsih) 389 disikapi sebagai wacana, karena pada dasarnya bahasa perempuan selalu mempresentasikan model pandangan hidup tertentu, yakni gambaran sebuah konstruksi dunia yang bulat dan utuh tentang ide hidup dan kehidupan yang sudah ditafsirkan dan diolah perempuan. Anang kemudian meneliti aspek ideologi dari bahasa mereka melalui analisis wanaca kritis (AWK) terhadap penggunaan kosa kata dan gramatika para elite perempuan Indonesia antara lain mereka yang berprofesi penyanyi, artis sinetron, filsuf, sastrawan, menteri, dan lain lain, Pertama, buku ini memaparkan berbagai macam teori tentang bahasa perempuan ditinjau dari berbagai sudut pandang, yaitu bahasa perempuan sebagain kajian budaya dimana penelitian terhadap bahasa perempuan merupakan implikasi dari struktur politik yang menindas, patriarkis, dan rasis akibat dari persepsi mengenai kebudayaan yang salah kaprah. Persoalan bahasa perempuan juga haruslah disikapi dengan wacana perempuan bukan hanya sebagai bahasa karena wacana merupakan sistem representasi, yakni cara mengatakan, menuliskan atau membahasakan peristiwa, pengalaman, pandangan dan kenyataan hidup tertentu, dan di dalam wacana semua makna diartikulasikan. Sebagai situs pertarungan sosial (sosial struggle), bahasa perempuan memuat pelbagai ideologi dimana kajian terhadap ideologi dalam bahasa perempuan berarti kajian terhadap pelembagaan gagasangagasan sistematis yang diartikulasikan oleh komunitas atau kaum perempuan, kajian tentang bagaimana teks-teks dan praktik-praktik budaya tertentu menghadirkan pelbagai citra tentang realitas yang telah didistorsi, kajian terhadap teks yang sering terjebak pada persoalan keberpihakan, kajian tentang cara-cara dimana ritual dan kebiasaan tertentu menghasilkan akibat-akibat yang mengikat dan melekatkan kita pada tatanan sosial, sebuah tatanan yang ditandai oleh adanya kesenjanagan kesejahteraan, gap status, dan jurang kekuasaan yang demikian menonjol serta kajian tentang usaha untuk menjadikan apa yang faktanya parsial dan khusus menjadi universal dan legitimate dan sekaligus juga usaha untuk melewatkan hal-hal yang bersifat cultural sebagai hal yang ilmiah. Semua posisi ideologis diatas menempatkan perempuan selalu dalam posisi lemah, marginal dan subordinat,

390 PALASTRèN: Vol. 3, No. 2, Desember 2010 Menurut beberapa ahli, perbedaan jenis kelamin tertentu dalam perilaku bahasa merupakan efek samping dari pengalaman sosial laki-laki dan perempuan yang secara sistematis berbeda. Penggunaan bahasa yang dibedakan secara gender berperan signifikan dalam marginalisasi perempuan dalam pelbagai profesi, khusunya kemajuan dan perkembangan karir, sehingga posisi makhluk perempuan menjadi tersudut. Sedangkan jika di lihat dari sudut pandang persoalan politik representasi, buku ini mengungkapkan tiga pertanyaan penting berkaitan dengan bahasa perempuan yaitu (1) apakah representasi perempuan dan laki-laki memang tidak sejajar atau simetris dalam bahasa, (2) adakah perbedaan penggunaan bahasa antara perempuan dan laki-laki, (3) bahaimana memberikan penjelasan yang tepat dan akurat kaitannya dengan perbedaan penggunaan bahasa antara perempuan dan lakilaki. Disini disebutkan beberapa contoh ketidaksimetrisan kata kata dalam bahasa Inggris kaitannya dengan representasi perempuan dan laki laki yaitu penggunaan kata man secara jenerik untuk memaknai perempuan, laki-laki dan anak laki-laki dan penggunaan kata man untuk hanya memaknai laki-laki (bukan wanita dan anak-anak). Begitu juga dgn gelar Mr dapat langsung digunakan oleh laki-laki dewasa, sedangkan perempuan harus memilih tiga gelar yang ada yaitu Miss, Mrs dan Ms. Tiga teori relasi bahasa dan gender yaitu teori dominasi, teori perbedaan dan teori analisi gender juga dipaparkan cukup jelas beserta contohnya. Menurut teori dominasi, perbedaan bahasa perempuan dan laki-laki berkaitan erat dengan kekuasaan sehingga muncullah istilah wacana seksis yang menunjukkan adanya kekuasaan laki-laki atas perempuan karena berdasarkan statistik laki-laki cenderung memiliki kekuasaan yang lebih atas perempuan secara fisik, finansial, dan dalam hierarki di tempat kerja. Akhirnya terdapat ideologi yang cenderung merendahkan, meminggirkan, dan meniadakan perempuan. Teori yang kedua yaitu teori perbedaan menyebutkan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki gaya berbicara yang berbeda karena faktor biologis dan sosiologis. Dari segi faktor biologis, dalam hal ini faktor hormon, laki-laki cenderung agresif. Sedangkan dari faktor sosiologis, anak perempuan diharapkan untuk selalu berperilaku sopan, sedangkan laki-laki dihormati

PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN (Setyoningsih) 391 dari sifat aktif agresif dan semangatnya. Teori analisis gender memiliki pandangan yang berbeda dari kedua teori sebelumnya dimana dalam teori ini, perempuan secara umum tidak berbicara dalam cara yang sama. Mereka memiliki pandangan dan harapan yang berbeda sesuai dengan perbedaan umur, kebangasaan, religi, kelas, orientasi seksual, latar belakang regional dan kultural, begitu juga laki-laki. Melanjutkan paparan teoritis, Anang memaparkan pelbagai ideologi yang diperjuangkan perempuan berdasarkan analisis kosa kata dari beberapa kutipan elite perempuan, diantaranya adalah penolakan terhadap kodrat. Di Indonesia sepertinya sudah mejadi kodrat perempuan menjadi seorang ibu rumah tangga dimana tugasnya hanyalah menjalankan peran-peran domestik. Bahkan dalam budaya jawa, perempuan hanyalah menjalankan 3 M yaitu Masak, Macak, Manak. Pada kutipan THN, salah seorang elite perempuan yang menjadi sastrawan ditegaskan bahwa manusia pada dasarnya tidak memiliki kodrat, dan menjadi wanita pada hakikatnya sama menjadi pria. Ideologi yang lain adalah pembelaan terhadap kelompoknya yang tertindas. Ada kutipan yang cukup menarik dari seorang elite perempuan yang menjadi seorang sastrawati ketika ditanya tentang isi novel yang sedang ia tulis. Jawaban yang ia berikan adalah bahwa isi novelnya tentang marginalisasi perempuan yang secara langsung merupakan pembelaan terhadap kelompoknya. Masih banyak ideologi yang diungkapkan di buku ini yaitu ideologi keterikatan pada struktur, pemgambilan distansi untuk menunjukkan kemampuan, pengurangan distansi dalam kerangka solidaritas, pemberontakan terhadap kemapanan lakilaki, dan perasaan senasib dengan sesamanya. Setelah berkonsentrasi pada kajian kosa kata, Anang menitikberatkan analisis kutipan dari segi gramatika dan menemukan beberapa ideologi yaitu ideologi keteguhan dalam bersikap dan bertindak, pengandalan afeksi dalam mengkodekan realitas. Penonjolan agen untuk menunjukan kausalitas, pemerhalusan tuturan untuk memperpendek jarak sosial, pemertahanan terhadap keadaan yang sudah ada, pemberontakan terhadap realitaa di sekelilingnya, penonjolan peran individu, selalu mendorong terciptanya sebuah aktualisasi, penonjolan autoritas dalam membentuk realitas. Pada bagian akhir, Anang memberikan penjelasan secara

392 PALASTRèN: Vol. 3, No. 2, Desember 2010 terperinci mengenai adanya dimensi yang rumit terkait relasi lingual dalam wacana perempuan. Wacana tersebut -khususnya wacana publik- akan lebih ditafsirkan sebagai relasi kuasa dan relasi ideologi daripada semata-mata hanya relasi antar unsurunsur lingual atau kebahasaan saja. Anang juga menekankan bahwa membaca sebuah fenomena melalui wacana adalah sebuah proses seperti ketika kita berusaha memahami dunia atau menafsirkan tanda-tanda di sekitarnya jadi pembaca memiliki peran yang sangat besar dalam membaca fenomena tersebut. Kata adalah salah satu simbol yang memiliki makna penting dalam wacana perempuan karena simbol tersebut digunakan sebagai instrumen perjuangan perempuan. Anang menyebutkan paling tidak ada tiga simbol yaitu (1) pengarusutamaan gender (2) kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (3) marginalisasi perempuan. Kata Pengarusutamaan gender adalah senjata yang digunakan perempuan untuk mengubah cara pandang masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, bahwa masalah gender adalah masalah bersama. Kata kedua yaitu kekerasan dalam rumah tangga menjadi instrumen perempuan ke arah kesetaraan, dan dalam jangka panjang ke arah persamaan. Sedangkan kata yang ketiga marginalisasi perempuan digunakan para aktivis sebagai alat perjuangan untuk mengembalikan perempuan ke titik sentral karena selama ini banyak terjadi peminggiran perempuan di pelbagai bidang. Wacana perempuan juga berfungsi sebagai arena perjuangan emansipasi. Apapun profesinya, entah sebagai menteri, istri pejabat, relawan, artis dan lainnya tidak membuat mereka berhenti memperjuangkan emansipasi. Bagi perempuan Indonesia, setara dalam hak dan kewajiban, setara dalam pembentukan dan konsumsi wacana public, setara dalam tugas privat dan setara dalam pencitraan sudah lebih dari cukup dan terus diperjuangkan sampai sekarang. Perempuan di Indonesia banyak mengalami kekerasan simbolik (symbolic violence) yaitu sebuah bentuk kekerasan yang halus, dan tidak kasat mata yang dibaliknya menyembunyikan praktik dominasi melaui sebutan, predikat, olok-olok, stereotip, syair lagu, moto, semboyan dan lain lain. Misalnya istilah Wanita Tuna Susila (WTS) tidak pernah ada padanannya yaitu Laki-laki Tuna Susila padahal baik perempuandan laki-laki sebenarnya

PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN (Setyoningsih) 393 memiliki andil yang sama dalam proses pertunasusilaan. Begitu juga dengan istilah laki-laki harapan bukanlah padanan kata dari wanita harapan karena laki-laki harapan mengacu kepada lakilaki yang memiliki kelebihan di pelbagai bidang. Sedangkan wanita harapan merupakan sinonim dari Wanita Tuna Susila. Perempuan diharuskan untuk terlibat dalam pembentukan dan penafsiran wacana publik, makna-makna yang diperjuangkan akan terkonsumsi oleh publik, baik laki-laki maupun perempuan karena semua teks menyisakan terjemahan realitas yang bersifat subjektif, parsial, dan terfragmentasi (tidak lengkap) sehingga penafsiran wacana tersebut harus melibatkan penafsir yang lebih merata secara gender. Ternyata, melalui pemilihan kosa kata dan gramatika, perempuan dalam hal ini elite perempuan secara sadar dan bawah sadar, eksplisit dan implisit, suka maupun tidak suka telah memperjuangkan beberapa ideologi akibat kekerasan simbolik yang dialami banyak perempuan di Indonesia. Kelebihan dari buku ini adalah pembahasan secara komprehensif tentang bahasa perempuan dan relasinya dengan ideologi yang diperjuangkannya. Pelbagai sudut pandang di paparkan secara detil beserta referensinya karena pada dasarnya buku ini memang karya ilmiah hasil dari sebuah penelitian terhadap wacana elit perempuan. Namun disisi lain, terdapat banyak istilah linguistik yang sulit dipahami oleh orang yang tidak begitu akrab dengan teorisasi bahasa, sehingga untuk memahaminya membutuhkan waktu dan pemikiran yang lama. Pilihan Anang ini tentu saja membuat buku ini menjadi agak kurang bisa dinikmati dengan tuntas oleh seluruh kalangan, sehingga terkesan berat dan membatasi pembacanya pada kalangan tertentu saja. Di luar keterbatasannya, buku ini sangat bermanfaat karena telah mengisi kekurangan literatur dalam bidang relasi bahasa dan gender, khususnya yang berbahasa Indonesia. Bahwa perjuangan kesetaraan dapat memiliki banyak wajah, Anang menunjukkan dengan sangat cermat dan komprehensip bagaimana perempuan mempersepsi diri dengan dan melalui bahasa untuk menciptakan tatanan yang ramah baginya. Jadi, bahasa bukanlah sekadar susunan kata yang arbitrer, dan dengan demikian terbuka kesempatan bagi perempuan untuk mewacanakan kesetaraan melalui bahasa, sebagai sebuah pilihan.