BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan Indonesia menjadikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan. oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida (

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Mega Dharma Putra, Dani Prasetyo, Isna Pujiastuti, Th. Retno Wulan; Adaptasi Masyarakat Petani Lahan Sawah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fitri Sofiatun Nisa, 2016 Respon Masyarakat Terhadap Abrasi di Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 %

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. Jawa yang rawan terhadap bencana abrasi dan gelombang pasang. Indeks rawan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan jumlah pulau sebanyak yang dikelilingi oleh laut seluas 7,7

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT PENYUSUNAN STATUS MUTU LAUT KOTA BATAM DAN KABUPATEN BINTAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PANDUAN PENCEGAHAN BENCANA ABRASI PANTAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2018

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang tidak dapat

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rencana Strategis Daerah Kab. TTU hal. 97

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. era globalisasi dan keterbukaan informasi. Pariwisata telah menjadi salah satu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir memiliki ciri yang unik dan berbeda dengan kawasan lainnya, seperti kawasan pedesaan dan perkotaan. Kawasan pesisir memiliki sumberdaya yang besar dan nilai ekonomi yang tinggi, karena kawasan pesisir menghasilkan berbagai sumberdaya, termasuk sumberdaya hayati dan non hayati. Kegiatan perikanan, usaha warung, serta penyedia jasa rekreasi di wilayah pesisir pantai memberikan harapan bagi masyarakat setempat untuk menambah penghasilan. Pengembangan usaha perikanan tangkap saat ini memang menjadi kegiatan ekonomi yang potensial, namun berbagai tantangan harus dihadapi oleh usaha tersebut, diantaranya adalah sumberdaya ikan yang semakin menurun, menurunnya kualitas lingkungan hidup, dan akhir-akhir ini kondisi iklim yang tidak menentu. Kondisi tersebut semakin memberatkan kehidupan masyarakat pesisir terutama nelayan, karena penghasilannya tergantung pada kondisi alam. Iklim global yang semakin tidak menentu menyebabkan gelombang lautan sulit untuk diperkirakan, sehingga masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan mengalami kendala dalam berlayar untuk menangkap ikan. Kuatnya arus gelombang yang menghantam pantai juga menurunkan kualitas lingkungan, terutama mengurangi lahan daratan yang digunakan masyarakat pesisir untuk kegiatan berjualan, bermain dan penyedia jasa pariwisata (Rachman, 2012). Kawasan pesisir merupakan kawasan yang penting di berbagai belahan dunia. Pesisir merupakan pusat peradaban karena dahulu tempat bertemunya budaya antar pulau. Kegiatan industri, transportasi, wisata, rekreasi, perikanan, pertanian merupakan kegiatan penting sebagai penopang perekonomian nasional. Mengingat pentingnya fungsi wilayah pesisir bagi kegiatan manusia, maka kerentanan kawasan pesisir pun meningkat. Hal tersebut dikarenakan apabila pesisir terjadi bencana, maka berbagai kegiatan yang ada di wilayah pesisir akan terganggu. Dampak dari terganggunya kegiatan di pesisir adalah kegiatan perekonomian nasional akan mengalami krisis. Secara alami wilayah pesisir memiliki potensi bencana yang besar. Potensi bencana yang mungkin terjadi antara lain banjir yang berasal dari muara sungai, abrasi, intrusi air laut, dan potensi bencana lain yang merupakan dinamika wilayah pesisir yang terjadi secara alami. Bencana yang ada di wilayah pesisir akan semakin tinggi risikonya apabila terjadi kenaikan permukaan air laut, seperti yang terjadi di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah (Damaywanti, 2013). Sebagai pusat peradaban yang memiliki risiko bencana tinggi, wilayah pesisir harus mendapatkan penanganan khusus. Tata ruang yang baik akan meminimalisir kerentanan wilayah 1

pesisir. Kerentanan merupakan suatu kondisi yang lemah dimana obyek terancam bencana, karena kondisi lemah tersebut maka risiko yang mungkin muncul akan semakin buruk. Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) mengemukakan bahwa ada tiga indikator kerentanan, yaitu kerentanan fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan (Diposaptono, 2011). Berbagai program, proyek dan kegiatan telah dilakukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir. Ternyata jumlah masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan, khususnya nelayan kecil secara magnitute masih besar dan terus bertambah. Desadesa pesisir semakin hari semakin luas areanya dan banyak jumlahnya. Karena itu meskipun banyak upaya telah dilakukan, umumnya bisa dikatakan bahwa upaya-upaya tersebut belum membawa hasil yang memuaskan (Waskhito, 2010). Secara normatif, masyarakat pesisir seharusnya sejahtera, karena sumberdaya alamnya yang besar. Namun demikian, sampai saat ini masih merupakan bagian dari masyarakat yang tertinggal dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Sebagian besar nelayan hidup di bawah garis kemiskinan. Sebuah ironi kehidupan masyarakat pesisir, yaitu hidup miskin di tengah kekayaan sumberdaya perikanan yang ada di sekitarnya. Berdasarkan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Kabupaten Bantul pada tahun 2010 memiliki garis kemiskinan Rp 245.626. Jumlah pendapatan rata-rata nelayan tradisional di pesisir Kabupaten Bantul sekitar Rp 180.000,- sampai dengan Rp 200.000,- per bulan. Untuk memeneuhi kebutuhan hidupnya nelayan harus mencari pekerjaan lain sebagai buruh tani ataupun yang lainnya. Kemiskinan masyarakat pesisir, terutama nelayan bukan monopoli negara berkembang, negara maju pun demikian ketika terjadi ketidaksinambungan terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan (Hakam, 2013). Masyarakat nelayan selama kurang lebih 32 tahun kekuasaan Orde Baru hampir tidak mendapatkan sentuhan kebijakan-kebijakan pembangunan ekonomi seperti era reformasi sekarang ini. Kebijakan mengenai modernisasi pembangunan perikanan saat ini muncul melalui gebrakan program minapolitan oleh menteri Kelautan dan Perikanan. Gebrakan tersebut akan mampu menuju pintu penyelesaian kemiskinan nelayan, masih menjadi tanda tanya. Persoalannya adalah pengambil kebijakan di negeri ini belum memahami secara komprehensif akar permasalahan kemiskinan nelayan. Kemiskinan nelayan hanya dipahami sebatas angka-angka statistik yang dikeluarkan BPS yang sifatnya umum (Anonim, 2009). Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir adalah dengan program yang terstruktur dan terperinci yang diharapkan dapat menyentuh masyarakat pesisir secara langsung, diantaranya yaitu melalui Program Pemberdayaan 2

Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Masyarakat (IPTEKMAS). Program PEMP dan IPTEKMAS merupakan kebijakan dalam menjawab permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir. Tujuan dari program tersebut adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pemberdayaan masyarakat dan pendayagunaan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan (Rachman, 2012). DIY juga telah menginisiasi usaha perikanan tangkap sejak awal tahun 1980an untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Program motorisasi dilaksanakan di daerah padat nelayan, juga sebagai respon atas dikeluarkannya Keppres No. 39 tahun 1980 tentang penghapusan pukat harimau. Saat ini di wilayah pesisir selatan DIY telah banyak armada perikanan tangkap. Dimulai dari paling ujung timur Kabupaten Gunungkidul, yaitu di Pantai Sadeng, kemudian ke arah barat sampai dengan Pantai Ngrenehan. Selanjutnya di Kabupaten Bantul dimulai dari Pantai Parangtritis sampai dengan Pantai Kuwaru dan Pantai Pandansimo. Setelah itu di Kabupaten Kulonprogo, dimulai dari Pantai Karangwuni, Pantai Glagah sampai dengan Pantai Congot di wilayah Dusun Pasir Mendit. Program pemberdayaan masyarakat tidak bisa berlanjut apabila sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan kebijakan pemerintah tidak mendukung secara penuh. Pertama, sumberdaya alam merupakan faktor utama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena sumberdaya sebagai bahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Kedua, sumberdaya manusia adalah sebagai pelakunya, maka aspek psikologis dari masyarakat sebagai pelaku juga harus diperhatikan. Aspek psikologis berperan penting dalam sikap dan perilaku masyarakat untuk menjalankan program pemberdayaan. Faktor psikologis yang paling awal terbentuk adalah persepsi, yang merupakan respon awal terhadap gejala yang dirasakan oleh indera manusia. Ketiga, dukungan pemerintah secara penuh terhadap suatu program sangat mempengaruhi keberlanjutan program tersebut. Banyak program yang mendadak berhenti di tengah jalan karena pemerintah tidak serius dalam persiapan sumberdaya maupun teknis pelaksanaannya. Akhirnya bukan pemerintah sendiri yang mengalami kerugian, namun utamanya adalah masyarakat yang menjadi sasaran program. Salah satu contoh kasus potensi dan permasalahan pengelolaan wilayah pesisir adalah di Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Wilayah pesisir desa tersebut memiliki tiga pantai, yaitu Pantai Baru, Pantai Pandansimo, dan Pantai Kuwaru. Pantai yang ada di pesisir Desa Poncosari dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat berkegiatan, seperti wisata, berdagang, bertani, budidaya ikan, dan kegiatan lainnya. Namun demikian, kondisi wilayah pesisir Desa Poncosari saat ini telah berubah. Perubahan yang terjadi adalah mundurnya garis pantai, berkurangnya populasi cemara udang hingga 50%, hilangnya tempat pelelangan ikan 3

dan fasilitas pendukung lainnya, serta menurunnya estetika tempat wisata di ketiga pantai tersebut. Perubahan yang terjadi di pesisir Desa Poncosari berdampak pada kegiatan perekonomian, yaitu menurunnya pendapatan masyarakat yang melaksanakan kegiatan ekonominya di pesisir. Seiring dengan berjalannya waktu, wilayah pesisir di Desa Poncosari mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi berdampak terhadap menurunnya pendapatan masyarakat. Program-program yang dilaksanakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir tidak cukup ampuh untuk menambah pendapatan masyarakat pesisir. Perubahan lingkungan yang ada di wilayah pesisir menyebabkan masyarakat tidak dapat berbuat lebih untuk melaksanakan program pemerintah, seperti kegiatan sadar wisata untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Abrasi di wilayah pesisir menyebabkan rusaknya infrastruktur yang ada di wilayah tersebut, seperti jalan aspal yang ada di sepanjang Pantai Kuwaru sekarang mulai rusak oleh abrasi akibat derasnya gelombang yang menghantam wilayah daratan. Pohon cemara udang yang awalnya ditanam untuk mencegah meluasnya abrasi kini semakin berkurang populasinya. Pada awalnya pohon cemara udang selain untuk mencegah meluasnya abrasi, dimanfaatkan sebagai penahan angin laut yang akan menerjang tanaman pertanian, selain itu oleh pengunjung untuk berteduh dari teriknya sinar matahari di pantai. Para pengunjung dapat memanfaatkan wilayah pantai untuk bermain dan berekreasi, pedagang asongan berjualan disekitarnya untuk menjajakan dagangan. Namun demikian, gelombang laut semakin mengikis lahan bermain wisatawan dan lahan berjualan pedagang asongan. Dampak perubahan lingkungan yang terjadi di pesisir Desa Poncosari adalah hilangnya tempat pelelangan ikan di Pantai Kuwaru dan Pandansimo. Nelayan harus merelokasi TPI untuk tempat melelang ikan hasil tangkapan. Selain TPI, gudang serta gubuk yang digunkaan untuk berteduh para pendorong perahu nelayan yang akan mendarat juga hilang dihancurkan tergerus gelombang air laut.. Melihat perubahan lingkungan yang terjadi di pesisir Desa Poncosari, salah satu faktor yang menyebabkan perubahan lingkungan adalah adanya gelombang laut yang kuat menghantam wilayah pesisir desa tersebut. Kegiatan manusia di wilayah pesisir juga dapat menyebabkan perubahan lingkungan di wilayah tersebut. Kegiatan manusia yang berlebihan menyebabkan terganggunya ekosistem pesisir. Salah satu contohnya adalah penebangan pohon cemara udang, untuk aktivitas perekonomian lainnya seperti tambak udang dan lainnya. Mardijono (2008) menyatakan bahwa akibat adanya ekploitasi yang berlebihan dan aktifitas manusia lainnya, menyebabkan penurunan kuantitas maupun kualitas sumberdaya alam termasuk berbagai jenis flora dan fauna. Selain itu ditemukan konflik antar pemangku kepentingan yang masih sering terjadi akibat tumpang tindih kepentingan dalam pemanfaatan ruang pesisir. Hal ini disebabkan adanya perbedaan persepsi diantara para 4

pelaku pembangunan (stakeholders) dalam hal pengelolaan kawasan, yaitu pengelolaan kawasan yang berhubungan dengan pengambilan kebijakan menyeluruh terhadap penataan ruang dan pengelolaan kawasan yang berimbang. Konflik masalah penentuan batas antar wilayah secara spasial maupun pengelolaan kawasan serta pemanfaatan sumberdaya alam yang makin marak juga merupakan permasalahan tersendiri. Menurut Supriharyono (2007), peningkatan kesadaran masyarakat ditujukan untuk meyakinkan kepada masyarakat pantai khususnya nelayan akan manfaat jangka panjang dari perlindungan kawasan yaitu manfaat berkelanjutan yang dihasilkan oleh usaha perlindungan kawasan. Oleh karena itu peran serta masyarakat harus dilibatkan pada identifikasi, perancangan dan pelaksanaan berbagai kemungkinan manfaat yang dapat diperoleh dari usaha perlindungan kawasan konservasi. Sikap dan perilaku seorang individu sangat tergantung pada persepsinya. Faktor yang mempengaruhi persepsi ada dua macam, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi karakteristik individu (umur, pendidikan, pekerjaan, pengalaman masa lalu dan motivasi). Faktor eksternal meliputi sistem nilai dan norma lingkungan tempat individu berada, kebijakan pemerintah, pengaruh kelompok, budaya, agama serta hukum yang berlaku (Walgito, 1999). Perubahan lingkungan yang ada di pesisir Desa Poncosari akan menimbulkan persepsi bagi masyarakat di wilayah tersebut. Timbulnya persepsi masyarakat merupakan akibat adanya perubahan lingkungan. Persepsi yang terbentuk terhadap perubahan lingkungan yang terjadi akan menimbulkan tindakan sebagai respon. Respon yang muncul dari anggota masyarakat merupakan srategi adaptasi terhadap dampak perubahan lingkungan yang terjadi di pesisir Desa Poncosari. Fokus penelitian ini adalah mengkaji bagaimana persepsi masyarakat pesisir Desa Poncosari terhadap perubahan lingkungan pada kegiatan perekonomiannya. Dampak perubahan lingkungan yang terjadi akan menimbulkan strategi adaptasi bagi masyarakat. Salah satu bentuk strategi adaptasi tersebut diterapkan pada sektor perekonomian. 1.2 Permasalahan Penelitian Kerusakan yang terjadi di pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terutama di pesisir Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul saat ini semakin mengkhawatirkan. Gelombang laut selatan yang semakin besar semakin mengikis daratan pantai. Pohon cemara udang yang ditanam untuk menahan laju angin dan arus air laut kini semakin berkurang populasinya. Jalan aspal yang berada di pinggir pantai sebagai akses pariwisata untuk menikmati keindahan pantai pun kini telah rusak, dan sebagian badan jalan 5

telah longsor. Beberapa warung yang ada di pinggir pantai kini juga mulai khawatir akan terkena dampak dari abrasi. Oleh karena itu, perlu upaya penanganan abrasi pantai yang saat ini semakin parah kondisinya. Apabila tidak segera ditangani, maka masyarakat akan semakin terdesak oleh kondisi lingkungan yang semakin menurun kualitasnya. Penelitian ini menekankan pada persepsi masyarakat pesisir Desa Poncosari terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Bagaimana masyarakat melihat dampak perubahan lingkungan yang terjadi. Selain itu penelitian ini juga mengkaji mengenai persepsi masyarakat dari dampak perubahan lingkungan pada kegiatan perekonomian. Imbas dari dampak perubahan lingkungan merupakan strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat pesisir Desa Poncosari. Bentuk dari strategi adaptasi tersebut beragam, salah satunya adalah diversifikasi pekerjaan. Fokus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat pesisir terhadap perubahan lingkungan fisik pesisir Desa Poncosari, bagaimana masyarakat melihat dampak terhadap perubahan lingkungan pada perekonomian masyarakat setempat. Secara rinci permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Apa saja perubahan lingkungan bio-fisik yang terjadi di pesisir Desa Poncosari? 2) Bagaimanakah persepsi masyarakat pesisir Desa Poncosari terhadap perubahan lingkungan? 3) Apakah perubahan lingkungan yang terjadi memberikan dampak bagi masyarakat pesisir Desa Poncosari? 4) Bagaimana masyarakat melihat dampak yang terjadi? 5) Bagaimana bentuk usaha/partisipasi masyarakat terhadap kegiatan pengelolaan pesisir sebagai strategi adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi, terutama pada sektor perekonomian masyarakat pesisir Desa Poncosari? 1.3 Penelitian di Daerah Pesisir. Penelitian mengenai wilayah pesisir sudah banyak dilakukan, salah satunya oleh Priskin (2003). Priskin meneliti mengenai persepsi wisatawan terhadap kerusakan lingkungan pesisir akibat kegiatan pariwisata. Penelitian tersebut dilaksanakan di Central Coast Region, Western Australia. Persamaan penelitian yang akan saya lakukan dengan penelitian Priskin adalah samasama meneliti di wilayah pesisir, yang salah satu tujuan penelitian ini akan mengkaji persepsi. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah lokasinya berbeda, selain itu juga persepsi yang ditekankan adalah persepsi masyarakat pesisir akibat perubahan lingkungan yang terjadi. 6

Edyvane (1998) meneliti mengenai penyebab langsung dan tidak langsung hilangnya lahan basah di Teluk St. Vincent, Teluk St. Vincent, South Autralia. Penelitian Edyvane berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan. Tujuan penelitian ini lebih menekankan pada kajian dampak perubahan lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung pada perekonomian masyarakat pesisir. Penelitian di wilayah pesisir juga pernah dilakukan oleh Lohmus dkk. (2008). Lohmus dkk. meneliti mengenai pengaruh degradasi lahan savana terhadap populasi banteng liar di Estonia. Penelitian ini lebih menekankan pada kajian dampak perubahan lingkungan terhadap perekonomian masyarakat pesisir. Namun demikian, penelitian Lohmus dkk. dan penelitian yang ini dlakukan di wilayah pesisir. Correa dkk. (2013) meneliti mengenai aplikasi konsep bioindikator di wilayah pesisir dengan konsep DPSIR dan kajian strategis lingkungan. Penelitian tersebut dilaksanakan di Pantai Maputo dan Macaneta, Mozambique. Penelitian Correa dan penelitian yang akan saya lakukan dilaksanakan di wilayah pesisir, yang sama-sama bertujuan untuk mengelola wilayah pesisir secara berkelanjutan sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Namun demikian, penelitian yang akan dilakukan lebih menekankan pada persepsi masyarakat pesisir pada perubahan lingkungan, sedangkan Correa dkk. (2013) lebih pada pengaplikasian DPSIR dan kajian strategis lingkungan. Penelitian pesisir yang lain juga pernah dilaksankan oleh Larasati dkk. (2013). Tujuan dari penelitian tersebut. adalah mengeidentifikasi permasalahan di lingkungan pesisir Maputo, kemudian mengidentifikasi kondisi ICZM yang ada di Maputo, dan merencanakan pelaksanaan ICZM di pesisir Maputo. Penelitian yang dilakukan ini juga berada di wilayah pesisir, dengan metode yang sama, yaitu melalui survey lapangan dan studi literatur. Namun demikian, penelitian dilakukan lebih menekankan pada persepsi masyarakat pesisir pada perubahan lingkungan fisik pesisir Desa Poncosari. Sianturi (2010) meneliti mengenai dampak perubahan garis pantai terhadap kegiatan sosial ekonomi masyarakat pesisir di pesisir Kabupaten Indramayu. Penelitian tersebut memadukan survey lapangan dengan analisis citra satelit untuk memperoleh data penelitian. Penelitian yang dilakukan ini lebih pada survey lapangan untuk mengamati secara langsung perubahan lingkungan yang terjadi. Kuesioner sebagai pengarah dalam mendapatkan data lapangan penelitian yang akan saya lakukan. Namun demikian, penelitian yang akan dilakukan akan lebih banyak mengamati perubahan lingkungan fisik yang terjadi, tidak hanya pada perubahan garis pantai. Perubahan yang akan diamati antara lain berkurangnya vegetasi di pantai, rusaknya infrastruktur penunjang di pantai, berkurangnya penyedia jasa wisata di pantai, dan adaptasi masyarakat pesisir sebagai akibat perubahan lingkungan yang terjadi. Penelitian ini mengambil wilayah pesisir Kabupaten Bantul, yaitu di pesisir Desa Poncosari, Kecamatan 7

Srandakan, Kabupaten Bantul. Kajian di wilayah pesisir juga pernah dilaksanakan oleh Damaywanti (2013). Damaywanti lebih fokus pada kondisi dampak lingkungan sosial yang timbul akibat abrasi di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak dan faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat terus bertahan untuk bertempat tingal dan hidup di daerah rawan bencana abrasi. Penelitian yang dilakukan juga menekankan pada kajian sosial ekonomi, namun berbeda lokasi, yaitu di pesisir Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Analisis yang digunakan untuk menganalisis data sama dengan Damaywanti, yaitu secara kualitatif. Penelitian di wilayah pesisir juga pernah dilaksanakan oleh Desmawan dan Sukamdi (2013). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui adaptasi masyarakat pesisir Kecamatan Sayung terhadap banjir rob. Penelitian yang akan dilaksanakan lebih menekankan pada kajian persepsi masyarakat pesisir terhadap perubahan lingkungan pesisir pada perekonomian masyarakat Desa Poncosari. Analisis yang digunakan sama dengan analisis yang saya gunakan, yaitu dengan deskriptif untuk menggambarkan keadaan lokasi penelitian. Dengan menggambarkan keadaan lokasi penelitian diharapkan mampu mengungkap masalah yang terjadi di lokasi penelitian secara tertulis, dan didukung dengan data-data sekunder yang terkait dengan lokasi penelitian tersebut. Secara lebih rinci, penelitian yang pernah dilaksanakan di wilayah pesisir tersaji pada Tabel 1.1 : 8

Tabel 1.1 Penelitian di Daerah Pesisir. No Peneliti dan Tahun Penelitian Tujuan Lokasi Penelitian Sumber Data Metode Keluaran 1 Priskin, 2003. Mengetahui persepsi wisatawan Central Coast Region, Kuisioner, Studi Survey, stratified random terhadap kerusakan lingkungan pesisir akibat kegiatan Western Australia Literatur sampling pariwisata yang tepat 2 Edyvane, 1998. Mengetahui penyebab langsung Teluk St. Vincent, South Survey Lapangan, Survey, Analisis dan tidak langsung hilangnya Australia Studi Literatur, Citra menggunakan GIS lahan basah di Teluk St. Vincent Satelit Teluk St. Vincent. 3 Lohmus, Jakobson, dan Rannap,2007. Mengetahui pengaruh degradasi padang rumput pesisir terhadap penurunan populasi banteng liar di Estonia. 4 Correa, Dantie, Mengaplikasikan konsep Santi, dan Spinola, bioindikator untuk wilayah 2013. pesisir dengan metode DPSIR dan Kajian Strategis Lingkungan 5 Larasati, Cahyadi, 1. Mengidentifikasi dan Wacano 2013. permasalahan di lingkungan pesisir Maputo 2. Mengidentifikasi kondisi ICZM yang ada di pesisir Maputo 3. Merencanakan pelaksanaan ICZM di pesisir Maputo 6 Sianturi, 2010 Mengetahui dampak perubahan garis pantai terhadap kegiatan sosial ekonomi masyarakat pesisir 7 Damaywanti, 2013. Mengkaji kondisi dampak lingkungan sosial yang timbul akibat abrasi di Desa Bedono Kec. Sayung Kabupaten Pesisir Laut Baltic, Estonia. Pantai Maputo dan Macaneta, Mozambique Kota Mozambique Pesisir Indramayu Maputo, Kabupaten Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak Publikasi Ilmiah, Informasi dari program monitoring sejak tahun 1985, dan Catatan Lapangan dari Herpetolog Estonia. Analisis menggunakan GIS peta dasar digital Estonia. Survey Lapangan Survey, skoring erosi untuk kajian, analisis spasial mengenai kerentanan wilayah penelitian Survey Lapangan, Survey, Skoring terhadap Studi Literatur perbedaan penampakan fisik lingkungan. Survey Lapangan, Citra Satelit Data Primer yang didapatkan melalui teknik Snowball sampling dan data Analisis Citra Satelit, Analisis regresi Kualitatif Persepsi wisatawan dapat digunakan sebagai acauan dalam pengelolaan pesisir Untuk mencegah semakin luasnya kesrusakan di Untuk mengetahui persebaran banteng liar berdasarkan sebaran padang rumput pesisir. Untuk mengetahui potensi abrasi wilayah pesisir yang merupakan wilayah padat penduduk Untuk mengelola lingkungan pesisir dengan ICZM perlu memperhatikan potensi risiko, sehingga dalam pelaksanaannya mudah untuk diterapkan. Untuk mengetahui seberapa besar dampak dari perubahan garis pantai terhadap pola hidup masyarakat Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi penting dalam usaha penanganan dampak 9

8 Desmawan dan Sukamdi, 2013. Demak serta mengkaji faktor faktor yang menyebabkan masyarakat terus bertahan untuk bertempat tinggal dan hidup di daerah rawan bencana abrasi. Mengetahui adaptasi masyarakat pesisir Kecamatan Sayung terhadap banjir rob. Pesisir Sayung, Demak Kecamatan Kabupaten sekunder melalui penelusuran literatur Data Primer yang didapatkan melalui teknik Accidental sampling dan data sekunder melalui penelusuran literatur Deskriptif lingkungan sosial yang tepat dan masyarakat dapat menyikapi dampak abrasi dengan lebih arif dan cerdas sehingga dapat tetap memiliki ketahanan hidup dan tetap mampu meningkatkan kualitas kehidupannya meskipun tinggal di daerah rawan bencana abrasi. Untuk mengetahui adaptasi masyarakat terhadap tempat tinggal, air bersih, dan tambak yang dimiliki. 10

1.4 Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk : 1. Mengkaji perubahan lingkungan bio-fisik di pesisir Desa Poncosari. 2. Mengkaji persepsi masyarakat pesisir terhadap perubahan lingkungan bio-fisik pesisir Desa Poncosari. 3. Mengkaji dampak perubahan lingkungan yang terjadi di pesisir Desa Poncosari terhadap masyarakat setempat. 4. Mengkaji persepsi masyarakat terhadap dampak perubahan lingkungan pesisir. 5. Mengkaji usaha/partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat pesisir Desa Poncosari sebagai bentuk strategi adaptasi dalam rangka mempertahankan kegiatan perekonomian. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai kajian kerusakan lingkungan biofisik pesisir Desa Poncosari. Kemudian penelitian ini juga mengkaji dampak perubahan lingkungan fisik Desa Poncosari pada perekonomian masyarakat. Selanjutnya penelitian ini juga memberikan informasi mengenai persepsi terhadap dampak yang ditimbulkan dari perubahan fisik pesisir pada perekonomian masyarakat. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji usaha/partisipasi pada pengelolaan pesisir yang dilakukan oleh masyarakat Desa Poncosari dalam rangka mempertahankan kegiatan perekonomian, sebagai dampak perubahan lingkungan fisik tempat mereka mencari nafkah. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk merumuskan strategi dalam rangka melindungi dan menyelamatkan kawasan pesisir dari kerusakan lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. 11