Program Studi Agro teknologi, Fakultas Pertanian UMK Kampus UMK Gondang manis, Bae, Kudus 3,4

dokumen-dokumen yang mirip
Critical Land Mapping in Muria Region to Improve the Environment Capability Based on Geographical Information System (SIG)

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SEBARAN KEKRITISAN LAHAN DI KABUPATEN KUDUS

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

Lampiran 1. Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Hutan Lindung (HL), Budidaya Pertanian (BDP) dan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan (LKHL)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISA POTENSI SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS

METODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral.

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II METODE PENELITIAN

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENENTUAN LAHAN KRITIS DALAM UPAYA REHABILITASI KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN ASAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak semua kerusakan alam akibat dari ulah manusia. yang berbentuk menyerupai cekungan karena dikelilingi oleh lima gunung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Arahan Penataan Lahan Kritis Bekas Kegiatan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Sekitar Kaki Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

2016 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UNTUK TANAMAN ENDEMIK JAWA BARAT MENGGUNAKAN GISARCVIEW

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN)

Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image.

KAJIAN LAHAN KRITIS SUB DAERAH ALIRAN CI KERUH DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB III METODE PENELITIAN

LOGO Potens i Guna Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB V ANALISIS SPASIAL

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

TINGKAT KERAPATAN DAN POLA PEMETAAN TANAMAN PEKARANGAN DI KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH SKRIPSI

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN

Prosiding SEMINAR NASIONAL. Banda Aceh, 19 Maret 2013

Transkripsi:

E.7 PEMETAAN PARAMETER LAHAN KRITIS GUNA MENDUKUNG REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN UNTUK KELESTARIAN LINGKUNGAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SPASIAL TEMPORAL DI KAWASAN MURIA Hendy Hendro HS 1, Zed Nahdi 2, MTh Sri Budiastuti 3, DjokoPurnomo 4 1,2, Program Studi Agro teknologi, Fakultas Pertanian UMK Kampus UMK Gondang manis, Bae, Kudus 3,4 Program Studi Agro teknologi Fakultas Pertanian UNS Jl. Ir. Sutami, Kentingan, Surakarta Email : hendyhendro@yahoo.com Abstrak Pemetaan dan Invetarisasi Lahan Kritis Kawasan Muria dimaksudkan untuk menyusun sistem database sebagai ruang pengalokasian data-data tentang lahan kritis di Kawasan Muria dan diharapkan dapat digunakan pula untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi lahan kritis di kawasan Muria. Mengingat dikawasan Muria saat ini luasan lahan kritis yang ada cukup besar dan apabila dibiarkan dan tidak ditangani akan mengakibatkan terjadinya penurunan daya dukung lingkungan dan penurunan produktivitas lahan Adanya pemetaan Lahan Kritis ini dapat digunakan untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian lingkungan serta meningkatkan produktivitas lahan untuk ketahanan pangan. Didalam pembuatan pemetaan Lahan kritis ini digunakan perangkat lunak berbasis sistem informasi geografis (GIS). Database sarana dan prasarana bidang lahan kritis tersebut dikelola dalam sistem informasi yang dapat divisualisasikan dan di update, sehingga mudah disimpan dan digunakan untuk berbagai keperluan sesuai dengan kebutuhan. Metode kerja yang dilakukan untuk analisa lahan kritis adalah berdasarkan atas Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis tahun 2004 oleh Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS).Dari hasil pemetaan lahan kritis di kawasan Muria dapat dijadikan landasan untuk melakukan rehabilitasi dan konservasi dengan pendekatan agroforestri selain melestarikan lingkungan dapat meningkatkan ketahanan pangan. Kata kunci: data base, kawasam Muria, lahan kritis, pemetaan, rehabilitasi PENDAHULUAN Lahan merupakan sumber daya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya harus sesuai dengan kemampuannya agar tidak menurunkan produktivitas lahan dengan salah satu jalan perencanaan penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuannya. Dalam penggunaan lahan sering tidak memperhatikan kelestariannya terutama pada lahan-lahan yang mempunyai keterbatasan, baik keterbatasan fisik maupun kimia. Lahan kritis adalah kondisi lahan yang terjadi karena tidak sesuainya kemampuan lahan dengan penggunaan lahannya, sehingga mengakibatkan kerusakan lahan secara fisik, khemis, maupun biologis. Menurut Wahono (2002), lahan kritis adalah lahan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai pengatur media pengatur tata air, unsur produksi pertanian, maupun unsur perlindungan alam dan lingkungannya. Lahan kritis merupakan suatu lahan yang kondisi tanahnya telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisik, kimia atau biologi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi, orologi, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi. Masalah utama yang dihadapi lahan kritis pada lahan kering beriklim basah antara lain mudah tererosi, bereaksi masam, miskin akan hara makro esensial dan tingkat keracunan aluminium yang tinggi (Afrizon, 2006) Kawasan Muria merupakan daerah yang melingkupi 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kudus, Jepara, dan Pati dengan batas pengelolaa DAS di DAS Balong, DAS Juana dan DAS Serang. Penggunaan lahan di kawasan Muria mayoritas adalah kawasan hutan (hutan lindung dan hutan produksi) dan sebagian lagi adalah kebun, hutan rakyat, tanah ladang, areal persawahan dan pemukiman. Prosiding SNST ke-6 Tahun 2015 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang 41

Pemetaan Parameter Lahan Kritis Guna Mendukung Rehabilitasi... (Hendro dkk.) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan dan menginventarisasi lahan kritis di kawasan Muria berbasis aplikasi sistim informasi geografis (SIG). Untuk tahap pertama dari penelitian ini untuk memetakan beberapa parameter yang menjadi faktor kekritisan lahan, yaitu: 1) 1) tingkat bahaya erosi, 2) produktifitas lahan, 3) erosi lahan, 4) manajemen lahan, 5) singkapan batuan, 6) kemiringan lereng dan 7) curah hujan Erosi adalah terangkutnya lapisan tanah atau sedimen karena tekanan yang ditimbulkan oleh gerakan angin atau air pada permukaan tanah atau dasar perairan (Poerbandono dkk., 2006). Faktor eksternal yang menimbulkan erosi adalah curah hujan dan aliran air pada lereng DAS. Curah hujan yang tinggi dan lereng DAS yang miring merupakan faktor utama yang membangkitkan erosi. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) adalah perkiraan jumlah tanah yang hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan, bila pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Di Indonesia umumnya merupakan daerah tropis yang lembab, sehingga air (curah hujan) menjadi penyebab utamanya terjadinya erosi (Kartasapoetra, dkk. 2005). Kehilangan hara dari permukaan tanah merupakan salah satu akibat utama dari terjadinya erosi. Meningkatnya erosi permukaan pada lahan pertanian dapat berpengaruh terhadap keberadaan kandungan bahan organik yaitu unsur hara sebagai penyubur tanah dan tanaman, oleh karena menurunnya kualitas lingkungan dan meningkatnya luas lahan kritis, sehingga berpengaruh terhadap produktivitas lahan. Akibat adanya pemanfaatan sumberdaya lahan yang melebihi daya dukung lingkungan atau pengelolaan lahan yang salah tidak dibarengi dengan usaha konservasi tanah dan air, ternyata telah menimbulkan munculnya ketidakseimbangan lingkungan dan mengakibatkan kemerosotan produktivitas lahan yang akhirnya menjadi lahan kritis. (Sutopo P N, 2000) Meningkatnya laju erosi hingga melebihi laju pembentukan tanah akan mengakibatkan lapisan tanah menjadi tipis dan bahkan mungkin hilang dan tinggal batuan dasarnya. Kehilangan lapisan tanah berarti kehilangan potensi untuk produksi pertanian dan kehutanan dan bahkan produksi air. Kemiringan lereng merupakan faktor lain yang mempengaruh keadaan lahan suatu wilayah.. Wilayah yang terletak di dataran tinggi pada umumnya didominasi oleh lahan dengan kemiringan lereng di atas 15%. Kondisi wilayah tersebut berpotensi mengalami erosi yang besar. Erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curamnya lereng juga memperbesar energi angkut air. Hal ini disebabkan gaya berat yang semakin besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal, sehingga lapisan tanah atas yang tererosi akan semakin banyak. Terangkutnya tanah akan menjadi penyebab munculnya potensi lahan kritis. METODE PENELITIAN Lingkup dari penelitian ini adalah kawasan Muria. Kawasan Muria merupakan dataran tinggi yang melingkupi 3 (tiga) kabupaten, yaitu kabupaten Jepara, Kudus, dan Pati dengan batas pengelolaa DAS di DAS Balong, DAS Juana dan DAS Serang. Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information System) merupakan sistem informasi yang mengelola data dan informasi bereferensi keruangan (spasial). dan memiliki kemampuan untuk membangun, mengelola, menyimpan, dan menampilkan informasi bereferensi geografis (Prahasta, Eddy, 2009) Data spasial lahan kritis diperoleh dari hasil analisis terhadap beberapa data spasial yang merupakan parameter penentu kekritisan lahan. Parameter penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 yang meliputi :1) tingkat bahaya erosi, 2) produktifitas lahan, 3) erosi lahan, 4) manajemen lahan, 5) singkapan batuan, 6) kemiringan lereng dan 7) curah hujan. Analisis spasial dilakukan dengan menumpang susunkan (overlay) beberapa data spasial (parameter penentu lahan kritis) untuk menghasilkanunit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis. Pada setiap unit analisis tersebut dilakukan analisis terhadap data atributnya (data tabular).hasil analisis selanjutnya dikaitkan dengan data spasialnya untukmenghasilkan data spasial lahan kritis.untuk analisa spasial, sistem proyeksi dan koordinat yang digunakanadalah Universal Transverse Mercator (UTM). Sistem koordinat dari UTM adalah meter sehingga memungkinkan analisa yang membutuhkan informasi dimensi-dimensi linier seperti jarak dan luas. Sistem proyeksi tersebut 42 ISBN 978-602-99334-4-4

E.7 lazim digunakan dalam pemetaan topografi sehingga sesuai juga digunakan dalampemetaan tematik seperti halnya pemetaan lahan kritis. Metode yang digunakan dalam analisis tabular adalah metode skoring. Setiap parameter penentu kekritisan lahan diberi skor tertentu seperti telahdijelaskan pada bagian sub diatas. Pada unit analisis hasiltumpangsusun (overlay) data spasial, skor tersebut kemudian dijumlahkan.hasil penjumlahan skor selanjutnya diklasifikasikan untuk menentukantingkat kekritisan lahan.alur proses pemetaan lahan kritis disajikan pada gambar dibawah: Gambar 1. Diagram Alur Pemetaan Lahan Kritis Klasifikasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan jumlah skor parameter kekritisan lahan seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Klasifikasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan total skor Tingkat Kekritisan Total Skor Lahan Kawasan Hutan Lindung Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan Lindung Di Luar Kawasan Sangat Kritis 120-180 115-200 110-200 Kritis 181-270 201-275 201-275 Agak Kritis 271-360 276-350 276-350 Potensial Kritis 361-450 351-425 351-425 Tidak Kritis 451-500 426-500 426-500 Sumber: SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada kegiatan tahap 1 ini telah berhasil dipetakan beberapa parameter kekritisan lahan, untuk scoring untuk menentukan kekritisan lahan dari parameter-parameter yang telah terpetakan dilakukan pada penelitian tahap selanjutnya. Adapun hasil pemetaan parameter-parameter lahan kritis berbasis sistem informasi geografis, diperlihatkan dibawah: Prosiding SNST ke-6 Tahun 2015 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang 43

Pemetaan Parameter Lahan Kritis Guna Mendukung Rehabilitasi... (Hendro dkk.) 1. Tingkat Bahaya Erosi (TBE). 2. Produktifitas lahan. Gambar 2. Peta tingkat bahaya erosi kawasan Muria 3. Erosi lahan Gambar 3. Peta produktifitas lahan kawasan Muria 4. Manajemen lahan Gambar 4. Peta erosi lahan kawasan Muria Gambar 5. Peta manajemen lahan kawasan Muria 44 ISBN 978-602-99334-4-4

E.7 5. Singkapan. 6. Kemiringan lereng. Gambar 6. Peta singkapan lahan kawasan Muria 7. Curah hujan. Gambar7. Peta kemiringan lereng kawasan Muria Gambar 8. Peta curah hujan kawasan Muria Prosiding SNST ke-6 Tahun 2015 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang 45

Pemetaan Parameter Lahan Kritis Guna Mendukung Rehabilitasi... (Hendro dkk.) KESIMPULAN Pemetaan beberapa parameter kekritisan lahan di kawasan Muria didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Pada komponen tingkat bahaya erosi (TBE) di Kawasan Muria sebagian besar tergolong klasifikasi sangat ringan, ada beberapa daerah tergolong sangat berat seperti daerah pegunungan bagian utara Pada pemetaan produktifitas lahan, terbagi menjadi beberapa klasifikasi; non produksi, rendah, sangat tinggi, dan tinggi. Sebagian besar produktifitas lahan menunjukkan produktifitas sangat tinggi, dan sebagian tinggi, didaerah yang mengitari pegunungan 2. Pada pemetaan erosi di kawasan Muria, sebagian besar terklasifikasikan rendah, ada sebagian yang terklasifikasikan tinggi dan sangat tinggi, yaotu yang berada di daerah pegunungan. 3. Pada pemetaan manajemen diklasifikasikan menjadi beberapa penggunaan lahan; 1) belukar, rumput-rumputan & pepohonan, 2) kawasan hutan, 3) kebun campuran dengan konsentrasi lahan teraserring, 4) pemukiman diselingi tanaman & pohon keras, 5) tanaman buah & sayur, dan 5) tanaman pertanian dengan irigasi. Pada peta terlihat sebagian besar penggunaan lahan pada peruntukan tanaman pertanian dengan irigasi. 4. Pada pemetaan singkapan dikategorikan; <10% permukaan tertutup lahan batuan, >30% permukaan lahan tertutup batuan dan 10-30% permukaan lahan tertutup batuan. Pada hasil pemetaan terlihat paling besar adalah kategori 10-30% tertutup batuan 5. Kemiringan di klasifikasikan menjadi lima kategori; 1) 0-8 derajat, 2) 8-15 derajat, 3) 15-25 derajat, 4) 25-40 derajat, dan 5) > 40 derajat 6. Curah hujan di klasifikasikan menjadi enam kategori; 1) rata-rata per tahun < 1.500, 2) 1.500-2.000, 3) 2.000-2.500, 4) 2.500-3.000, 5) 3.000-3.500, dan 6) 3.500-4.000 DAFTAR PUSTAKA Afrizon, 2006, Pengelolaan Agroekosistem Lahan Kering Jurnal Lingkungan Hidup Anonimous, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Anonimous, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985, tentang Perlindungan Hutan Kartasapoetra, A. G, Kartasapoetra, G., Sutedjo Mul Mulyani. 2005. Teknologi Konservasi Tanah & Air. Jakarta: Rineke Cipta. Nugroho, S. P, 2000, Minimalisasi Lahan Kritis Melalui Pengelolaan Sumber Daya Lahan dan Konservasi Tanah dan Air Secara Terpadu, Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.1, No. 1, Januari 2000, Jakarta Nugroho, S. P dan T. Prayogo, 2008. Penerapan SIG Untuk Penyusunan dan Analisis Lahan Kritis pada Satuan Wilayah Pengelolaan DAS Agam Kuantan, Provinsi Sumatera Barat, Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 9, No. 2, Mei 2008, Jakarta Poerbandono, A. Basar, A.B. Harto, dan P. Rallyanti, 2006. Evaluasi Per- ubahan Perilaku Erosi Daerah Alir- an Sungai Citarum Hulu dengan Pemodelan Spasial. Jurnal Infra- struktur dan Lingkungan Binaan II(2). Prahasta, Eddy, 2009. Sistem Informasi Geografis : Konsep-konsep Dasar (Perspektif Geodesi & Geomatika). Penerbit Informatika, Bandung. Wahono, 2002, Budidaya Tanaman Jati (Tectona grandis L. F), Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Kapuas Hulu, Putussibau. 46 ISBN 978-602-99334-4-4