BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang

dokumen-dokumen yang mirip
SITUASI PSIKOLOGIS KELUARGA DALAM MENGEMBANGKAN RELIGIUSITAS ANAK PADA KELUARGA JAWA

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses terencana untuk menyiapkan anak didik

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN. a. Tempat (lingkungan fisik): keadaan iklim. Keadaan tanah dan keadaan alam

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam. Dalam (Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003) Selain faktor yang berada dalam diri peserta didik, untuk dapat

BAB IV ANALISIS TENTANG PROSES PENANAMAN NILAI NILAI AGAMA ISLAM PADA SISWA TAMAN KANAK KANAK DI R.A TARBIYATUL ISLAM

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

MENANAMKAN NILAI MORAL DAN KEAGAMAAN PADA ANAK

BAB IV ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN METODE KETELADANAN DALAM PEMBINAAN AKHLAK ANAK DI RA NURUSSIBYAN RANDUGARUT TUGU SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian ini dapatlah disimpulkan bahwa penalaran dan kontekstualisasi ibadah

BAB I PENDAHULUAN. persiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. yang menangani anak usia 4-6 tahun. Pembelajaran di Taman Kanak-kanak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan bahwa secara garis besar guru SMP Se-Kecamatan Wonosari

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB III PENYAJIAN DATA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. pendidikan yang berbasis agama. Setiap lembaga pendidikan harus bisa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Ramah adalah sesuatu yang berhubungan dengan senyum dan sapaan hangat.

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PAI BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH YMI WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

PERAN PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN SIKAP SOSIAL DAN KEMANDIRIAN ANAK. Dwi Retno Setiati Program Pascasarjana PIPS Universitas PGRI Yogyakarta

BAB III PERKEMBANGAN KEAGAMAAN ANAK BURUH PABRIK DI WONOLOPO

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan agama anak di sekolah. Hal ini sesuai dengan pemikiran jalaluddin

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu bangsa. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyengsarakan orang lain bahkan bangsa lain. Oleh karena itu perlu mengolah

BAB I PENDAHULUAN. hal yang penting untuk diberikan sejak usia dini. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri atas

PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS MELALUI PROGRAM PAGI SEKOLAH

ANALISIS TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER BERKONSEP NILAI-NILAI KEISLAMAN DI PAUD MASJID AL-AZHAR PERUMAHAN PERMATA PURI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbukaan diri atau sering disebut Self disclosure adalah pemberian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan media strategis dalam meningkatkan kualitas sumber

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. motivasi pokok penanaman pendidikan karakter negara ini. Pendidikan karakter perlu

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB IV ANALISIS TENTANG UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SDLB AUTIS

BAB I PENDAHULUAN. Keteladanan (Modelling) dalam pendidikan merupakan metode. paling efektif diantara metode-metode yang ada dalam membentuk perilaku

I. PENDAHULUAN. Allah Swt menurunkan kitab-kitab kepada para Rasul-Nya yang wajib diketahui dan

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL

BAB IV ANALISIS POLA PENDIDIKAN KEAGAMAAN ANAK DI KELUARGA RIFA IYAH DESA PAESAN KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PERAN GURU DALAM PROSES PENGEMBANGAN KECERDASAN. Peran Guru dalam Proses Pengembangan Kecerdasan Spiritual siswa di MI Walisongo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. bersifat fisik maupun rohani (Ahid, 2010: 99). Beberapa orang juga

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah Subhanahu wata`ala, di dalam. Al-Quran surat Luqman ayat: 14 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

PENANAMAN NILAI MORAL MELALUI METODE BERCERITA DI RAUDHATUL ATHFAL RAUDHATUL ISLAH MARGOSARI PAGELARAN UTARA PRINGSEWU

BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB 2 DATA DAN ANALISA

UPAYA ORANG TUA DALAM MENUMBUHKEMBANGKAN NILAI NILAI KARAKTER ANAK USIA DINI DALAM KELUARGA

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

25. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran dan pendidikan agama dari guru Pendidikan Agama Islam.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

Telaah Budi Pekerti dalam Pembelajaran di Sekolah (Implementasi Konsep dan Prinsip Tatakrama dalam Kehidupan Berbasis Akademis) Oleh: Yaya S.

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia kurang lebih anam tahun (0-6) tahun, dimana biasanya anak tetap tinggal

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambon melalui peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cahny Sudiarni, 2013

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. a.pelaksanaan model pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral pada

Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, (Jakarta : Kemenpora, 2010), hlm Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Undang-Undang Republik

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MORAL SISWA. DI MTs HASBULLAH KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN PEKALONGAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. serta ketat untuk menghasilkan penerus-penerus yang bermoral baik, berwawasan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

Delapan Fungsi Keluarga dalam Membentuk Generasi Penerus Bangsa

Program Pembangunan Karakter Klinik Abu Albani Centre

RETNONINGSIH SUHARNO, S.Pd

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB V PEMBAHASAN. Pada bab V ini akan membahas dan menghubungkan antara teori dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak-anak merupakan buah kasih sayang bagi orang tua, sumber

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yakni tingginya angka korupsi, semakin bertambahnya jumlah pemakai narkoba,

BAB I PENDAHULUAN. social sebagai pedoman hidup. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan

BAB IV ANALISIS PERSEPSI REMAJA TERHADAP URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA DI DESA PEGUNDAN KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Religius (religiosity) merupakan ekspresi spiritual seseorang yang berkaitan dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku. Religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan ritual agama yang dianutnya saja, tetapi juga ketika melakukan aktivitas-aktivitas lainnya yang didorong oleh kekuatan supranatural(muhyani, 2012). Aktivitas yang tampak dan dapat dilihat oleh mata maupun aktivitas yang tidak tampak yang terjadi didalam diri individu itu sendiri. Religiuistas hakikatnya bukan hanya sekedar keyakinan, namun terdapat aspek internalisasi yang harus diamalkan. Perilaku religiuistas akan lebih efektif ditanamkan di lingkungan keluarga yaitu sejak seseorang tersebut masih dalam masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama. Setiap anak dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang akan dianut oleh anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan dan pengaruh kedua orang tua (Jalaludin, 2011). Selain memenuhi segala kebutuhan anak, orang tua wajib aktif membentuk mental anak agar selalu berkata benar dan taat kepada orang tua, baik di rumah dan lingkungan sosial. Pada kenyataannya tidak semua orang tua berhasil membimbing anak dengan baik, sehingga anak cenderung berperilaku negatif. Salah satu contoh 1

2 terjadi pada keluarga ibu A yang memiliki anak usia 14 tahun. Ibu A menyatakan bahwa anaknya tersebut sangat keras kepala dan sulit untuk dinasehati. Tampak dari perilaku kesehariannya yang membantah ketika diminta tolong sama orang tua. Contohnya saat diingatkan untuk shalat tapi anak masih tetap bermain game, sulit bangun pagi, tidak membereskan tempat tidurnya sendiri, dan ketika dinasehati justru berkata kasar (Nyata.co.id, 30 Juni 2014). Hasil wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2014 kepada keluarga T yang berdomisili di Surakarta menyatakan hal yang sama bahwa saat anak diminta untuk membantu mengerjakan pekerjaan rumah sering bantah dan ngedumel (marah-marah) sendiri sehingga harus dibentak baru anak mau mengerjakan. Selain itu, anak kadang sulit belajar karena lebih asyik main play station dan sering menonton TV sampai malam sehingga sulit bangun untuk shalat subuh. Anak yang semasa kecilnya tidak tahu menahu dengan hal-hal yang berhubungan dengan hidup keagamaan, tidak pernah pergi bersama orang tua ke masjid untuk melaksanakan ibadah, mendengarkan khutbah atau cerah-ceramah dan sebagainya, maka setelah dewasa mereka itupun tidak ada perhatian terhadap hidup keagamaan (Hasbullah, 1999). Kejadian yang disebutkan di atas tidak perlu terjadi seandainya individu tersebut mempunyai kepribadian yang didalamnya terkandung unsur-unsur iman dan agama yang tangguh. Seperti yang dikutip oleh Daradjat (Purwanti, 2002) bahwa tingkah laku menyimpang dapat terjadi karena tingkat religiusitas yang dimiliki rendah.

3 Banyak hal yang dapat dilakukan seseorang untuk menyempurnakan religiusitasnya seperti berbakti kepada orang tua, suka menolong, bekerjasama, menegakkan kebenaran dan keadilan, berlaku jujur, memaafkan, menjaga amanat, tidak mencuri, mematuhi norma-norma Islam dan hidup menurut Islam. Keteladanan atau pemberian contoh merupakan metode yang paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual, dan sosial (Hasbullah, 1999). Hal yang sama dinyatakan oleh keluarga D saat dilakukan wawancara pada tanggal 22 Oktober 2014 yang berdomisili di Surakarta menyatakan bahwa cara yang efektif untuk membentuk religiusitas anak yaitu dengan memberikan contoh kepada anak. Akan tetapi, keluarga tersebut belum dapat memberikan contoh secara langsung kepada anak karena kesibukan pekerjaan di luar rumah, sehingga orang tua lebih menyerahkan kepada pihak sekolah dan guru TPA. Cara yang biasa dilakukan oleh keluarga D dalam membentuk religiusitas anak yaitu dengan menyuruh anak mengikuti Taman Pelajaran Al-Qur an (TPA), ketika waktunya shalat menyuruh anak pergi ke masjid dan meminta anak untuk menghormati orang lain terutama orang yang lebih tua. Orang tua merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yaitu tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru. Semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan perasaan anak, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun spiritual. Karenanya keteladanan merupakan faktor penentu baik-buruk anak seperti sikap keagamaan. Adakalanya orang tua harus bersikap atau bertindak sebagai patokan, sebagai contoh dan menjadi bagian dari kepribadiannya. Berdoa dan shalat

4 misalnya, anak melaksanakan ibadah karena hasil melihat perbuatan di lingkungan, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. Untuk itu bukanlah hal yang mudah dalam melaksanakan peran sebagai orang tua, karena apabila salah dalam mendidik anak maka anak tidak akan berkembang dengan baik seperti yang diharapkan keluarga, karena adakalanya hal ini berlangsung melalui ucapan-ucapan, perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya diperlihatkan atau dilakukan anak (Ulwan, 1992). Orang tua hendaknya mampu memposisikan diri dan menciptakan situasi psikologis yang baik dalam keluarga agar anak lebih mampu mendengarkan perintah orang tuanya. Situasi dimana anak dapat berkembang dengan subur, mendapatkan kasih sayang, keramahtamahan, merasa aman ketika berada di dalam lingkungan keluarga. Ketika di dalam rumah anak merasa tentram, selalu gembira dan tidak merasakan kesepian. Apabila situasi psikologis dalam keluarga tersebut tercipta dengan kondusif maka diharapkan dapat mendukung pembentukan karakter anak yang baik dan berakhlakul kharimah. Sesuai yang diharapkan dalam nilai-nilai Islam untuk mewujudkan pribadi-pribadi yang senantiasa berbuat baik. Situasi psikologis adalah suatu hal yang mendeskripsikan suatu keadaan yang meliputi kondisi, realita dan peristiwa pada suatu waktu tertentu yang dipersepsi dapat berpengaruh secara psikologis bagi sekumpulan individu dalam kelompok, seperti keluarga, kelompok kecil di masyarakat, dan institusi sekolah (Moordiningsih, 2013). Situasi psikologis keluarga ini memiliki kekuatan untuk

5 mempengaruhi dalam pemecahan masalah, pengambilan keputusan, komunikasi, koordinasi, pengendalian dan berbagai proses seperti pembelajaran, proses kreatif, motivasi dan komitmen di dalam suatu keluarga. Pentingnya situasi psikologis keluarga adalah untuk menciptakan suasana yang tepat dan nyaman bagi anak untuk lebih percaya kepada orang tuanya. Menurut Dahlan (dalam Gunarsa, 1991) Suasana atau iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Jika seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis, dalam arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian, serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif. Dengan demikian menunjukkan betapa pentingnya situasi dan kondisi kehidupan dalam keluarga yang dihayati oleh semua anggotanya. Lingkungan rumah, khususnya orang tua menjadi teramat penting sebagai tempat persemaian dari benih-benih yang akan tumbuh dan berkembang anak lebih lanjut. Buruk dialami keluarga akan buruk pula diperlihatkan dalam lingkungannya. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang diperoleh dari keluarga tersebut. Dengan demikian bimbingan dalam lingkungan keluarga sangat memberikan pengaruh dalam pembentukan keagamaan, watak serta kepribadiaan anak. Di sisi lain, manusia hidup dalam konteks budaya yang berbeda-beda dan beraneka ragam. Pembentukan karakter yang diberikan kepada anakpun menjadi bervariasi sesuai bentukan dan tata nilai yang ada dalam masyarakat tersebut, salah satunya adalah penanaman nilai-nilai religiusitas yang diberikan kepada

6 anak. Pada budaya tertentu terjadi proses transmisi budaya dari generasi ke generasi selanjutnya dilakukan dengan enkulturasi dan sosialisasi. Nilai dan karakter yang orang tua anut cenderung diturunkan ke anak. Salah satunya adalah masyarakat Jawa yang mempunyai keunggulan budaya yang khas dan dominan. Pola penerapan nilai-nilai religiusitas pada masyarakat Jawa juga memiliki karakteristik yang unik. Salah satu keunikan dari budaya Jawa yaitu suatu peribahasa yang menyatakan Loh Subur Kang Sarwo Tinandhur, maknanya adalah segala apa yang ditanam akan menjadi tumbuh dan subur. Jadi sesuatu apa yang ditanamkan oleh orang tua maka itulah yang akan tumbuh pada diri anak, jika orang tua menanamkan nilai-nilai dan karakter yang positif maka anak tersebut juga akan tumbuh menjadi pribadi yang sempurna. Menurut Endraswara (Lestari, 2012) kehidupan spiritual orang Jawa dilandasi oleh falsafah hidup madya yang lahir dari etika moral, yakni tidak ingin diwah(disanjung-sanjung) dan lebih suka hidup samadya (sederhana). Oleh karena itu, anak diajarkan untuk selalu eling (ingat) dan prihatin (merasakan apa yang orang lain rasakan), serta mau menerima nasib.untuk menjaga agar kerukunan dapat terwujud, orang Jawa dituntut untuk dapat bersikap rendah hati dan hidup samadya. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah bagaimana Situasi Psikologis Keluarga dalam Mengembangkan Religiusitas Anak pada Keluarga Jawa

7 B. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk memahami dan mendeskripsikan situasi psikologis keluarga dalam mengembangkan religiusitas anak pada keluarga Jawa. C. Manfaat Penelitian 1. Untuk memperkaya khasanah ilmu dalam bidang psikologi, khususnya pada bidang psikologi sosial-keluarga 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman atau referensi bagi peneliti berikutnya yang akan melakukan penelitian mengenai situasi psikologis keluarga dalam mengembangkan religiusitas anak dalam keluarga Jawa 3. Menjadi bahan pertimbangan bagi orang tua untuk menciptakan situasi psikologis keluarga dalam membentuk religiusitas anak, karena hasil penelitian ini dapat memberi penjelasan mengenai situasi psikologis keluarga yang dapat membentuk religiusitas anak pada keluarga Jawa. 4. Menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat Jawa untuk menciptakan situasi psikologis keluarga yang nyaman dalam mengembangkan religiusitas anak di lingkungan sekitar.