BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

Ekstraksi Keyframe dengan Entropy Differences untuk Temu Kembali Konten Video berbasis Speeded-Up Robust Feature

V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan 2 Representasi Citra

III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1)

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI CONTENT BASED VIDEO RETRIEVAL MENGGUNAKAN SPEEDED-UP ROBUST FEATURES(SURF) SKRIPSI EVI P. MARPAUNG

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sistem perolehan citra berbasis isi Berdasarkan tekstur menggunakan metode Gray level co-occurrence matrix dan Euclidean distance

1BAB I. 2PENDAHULUAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

APLIKASI CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL DENGAN FITUR WARNA DAN BENTUK

APLIKASI CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL DENGAN ALGORITMA SOBEL S EDGE DETECTION Arwin Halim 1, Hernawati Gohzali 2, In Sin 3, Kelvin Wijaya 4

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN METODE SURF DAN SIFT DALAM SISTEM IDENTIFIKASI TANDA TANGAN A COMPARISON OF SURF AND SIFT METHOD ON SIGNATURE IDENTIFICATION SYSTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

DAFTAR ISTILAH. Bag-of-Words

BAB II DASAR TEORI. CV Dokumentasi CV berisi pengolahan citra, analisis struktur citra, motion dan tracking, pengenalan pola, dan kalibrasi kamera.

Descriptor Clustering SURF for Bag of Visual Words Representation in Fingerprint Images Using K-MEANS and Hierarchical Agglomerative Clustering

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN SISTEM PEROLEHAN CITRA BERBASIS ISI PADA CITRA BATIK MENGGUNAKAN METODE INTEGRATED COLOR AND INTENSITY CO-OCCURRENCE MATRIX (ICICM)

PENCARIAN CITRA VISUAL BERBASIS ISI CITRA MENGGUNAKAN FITUR WARNA CITRA. Abstract

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

Model Citra (bag. 2)

BAB 2 LANDASAN TEORI

II TINJAUAN PUSTAKA. * adalah operasi konvolusi x dan y, adalah fungsi yang merepresentasikan citra output,

PENCOCOKAN OBYEK WAJAH MENGGUNAKAN METODE SIFT (SCALE INVARIANT FEATURE TRANSFORM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Kata kunci : CBIR, GLCM, Histogram, Kuantisasi, Euclidean distance, Normalisasi. v Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN

PENCARIAN CITRA BERDASARKAN BENTUK DASAR TEPI OBJEK DAN KONTEN HISTOGRAM WARNA LOKAL

Ekstraksi Fitur Berdasarkan Deskriptor Bentuk dan Titik Salien Untuk Klasifikasi Citra Ikan Tuna

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Implementasi Principal Component Analysis - Scale Invariant Feature Transform pada Content Based Image Retrieval

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal,

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. perhitungan LSI dan juga interface yang akan dibuat oleh penulis.

FERY ANDRIYANTO

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

PENGEMBANGAN SISTEM TEMU KEMBALI CITRA DENGAN MULTIMODAL DATA MENGGUNAKAN MICROSTRUCTURE DESCRIPTOR DAN PLSA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PRAPROSES CITRA MENGGUNAKAN KOMPRESI CITRA, PERBAIKAN KONTRAS, DAN KUANTISASI PIKSEL

SISTEM TEMU KEMBALI CITRA UNTUK E- COMMERCE MENGGUNAKAN PROSEDUR PENCARIAN DUA FASE DENGAN FITUR HISTOGRAM MULTI TEKSTON

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi komputer dan internet semakin maju

Implementasi Algoritma Kompresi Shannon Fano pada Citra Digital

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENDETEKSIAN RAMBU LALU LINTAS DENGAN ALGORITMA SPEEDED UP ROBUST FEATURES (SURF)

Analisis dan Implementasi Contet Based Image Retrieval Menggunakan Metode ORB

PENDAHULUAN. Latar Belakang

. BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengenalan Jenis Kendaraan Menggunakan Statistical Algorithm dan Support Vector Machine [11]

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

ANALISA PERANCANGAN SISTEM

KULIAH 12. Multimedia IR. Image Retrieval. BAB 11: Baeza-Yates & Ribeiro-Neto. Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi jumlah citra dijital yang dapat diakses oleh pengguna. Basis data citra

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media

BAB I PENDAHULUAN. bit serta kualitas warna yang berbeda-beda. Semakin besar pesat pencuplikan data

BAB II LANDASAN TEORI

CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL BERDASARKAN CIRI TEKSTUR MENGGUNAKAN WAVELET

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Temu Kembali Citra Makanan Menggunakan Representasi Multi Texton Histogram

PENGEMBANGAN ALGORITMA PENGUBAHAN UKURAN CITRA BERBASISKAN ANALISIS GRADIEN DENGAN PENDEKATAN POLINOMIAL

Ekstraksi Fitur Warna, Tekstur dan Bentuk untuk Clustered- Based Retrieval of Images (CLUE)

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2 Prinsip pencarian: (a) struktur dan area-area pencarian, (b) jumlah dari garis-garis sampling (Sumber: (Kirchgeβner et al. 2002).

Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Video Video adalah teknologi untuk menangkap, merekam, memproses, mentransmisikan dan menata ulang citra bergerak. Teknologi ini biasanya menggunakan film seluloid, sinyal elektronik, atau media digital. Video juga dapat diartikan sebagai gabungan citra citra mati yang dibaca berurutan dalam suatu waktu dengan kecepatan tertentu. Citra citra mati tersebut dinamakan frame dan kecepatan pembacaan gabungan citra disebut dengan frame rate, dengan satuan fps (frame per second) (Hashlinda et al. 2012). Video digital pada dasarnya tersusun atas serangkaian frame yang ditampilkan pada layar dengan kecepatan tertentu sesuai frame rate yang diberikan (dalam frame/second). Masing masing frame merupakan citra digital (Hashlinda et al. 2012). Karateristik suatu video digital akan menentukan kualitas video dan akan dijelaskan sebagai berikut (Hashlinda et al. 2012) : 1. Frame Rate, menunjukkan jumlah frame tiap detik pada suatu video yang dinyatakan dengan frame per second. Video yang berkualitas baik akan memiliki frame rate yang tinggi, setidaknya harus menampilkan sedikitnya 25 frame per second. 2. Resolusi, adalah ukuran sebuah frame. Resolusi dinyatakan dalam pixel pixel. Semakin tinggi resolusi, semakin baik kualitas video yang dihasilkan, dalam artian bahwa ukuran fisiknya sama, video dengan resolusi tinggi akan lebih detail. 3. Kedalaman Bit, menentukan jumlah bit yang digunakan untuk merepresentasikan tiap pixel pada sebuah frame. Kedalaman bit dinyatakan dalam bit per pixel. Semakin banyak bit yang digunakan untuk merepresentasikan sebuah piksel, yang berarti semakintinggi kedalaman pixelnya, maka semakin baik pula kualitasnya. 7

8 2.1.1. Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar / pixel) menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut (Sutoyo & Mulyanto, 2009). Suatu citra dapat didefenisikan sebagai fungsi F(x,y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial dan amplitudo f di titik koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Gambar 2.1 menunjukkan posisi koordinat citra digital (Putra, 2010). Gambar 2.1. Koordinat Citra Digital 2.1.2. Jenis Jenis Citra Digital Ada tiga jenis citra yang umum digunakan dalam pemrosesan citra, antara lain (Kadir & Susanto, 2013) :

9 1. Citra berwarna / Red, Green, Blue (RGB). Merupakan jenis citra yang menyajikan warna dalam bentuk komponen R (merah), G(hijau), B(biru). Setiap komponen warna menggunakan delapan bit (nilainya berkisar antara 0 sampai dengan 225). Gambar 2.2. Contoh gambar citra RGB 2. Citra Berskala Keabuan (Grayscale) merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pixelnya. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan putih. Tingkatan keabuan disini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Citra grayscale memiliki kedalaman warna delapan bit (256 kombinasi warna keabuan).

10 Gambar 2.3. Contoh gambar citra Grayscale 3. Citra Biner merupakan citra dengan setiap pixel hanya dinyatakan dengan sebuah nilai dari dua kemungkinan (yaitu nilai 0 dan 1). Nilai 0 menyatakan hitam dan nilai 1 menyatakan putih. Gambar 2.4. Contoh gambar citra Biner

11 2.2 Information Retrieval Definisi information retrieval (IR) adalah bagaimana menemukan suatu dokumen dari dokumen-dokumen tidak terstruktur yang memberikan informasi yang dibutuhkan dari koleksi dokumen yang sangat besar yang tersimpan dalam komputer (Manning, 2008). Tujuan dari sistem IR ini adalah memenuhi kebutuhan informasi pengguna dengan mendapatkan semua dokumen yang relevan dengan kebutuhan pengguna dan pada waktu yang sama mendapatkan sedikit mungkin dokumen yang tak relevan (Pardede, 2013). Berdasarkan konten dokumen yang dicari, information retrieval terbagi atas 4 bagian, yaitu text retrieval, image retrieval, video retrieval dan audio retrieval. 2.2.1 Video Retrieval Pada dekade saat ini penggunaan media digital berkembang dengan pesat, baik pada ukuran maupun tipe datanya. Tidak hanya pada teks tetapi juga pada image, audio dan video. Seiring dengan peningkatan penggunaan media digital terutama video, dibutuhkan tehnik manajemen dan retrieval data image yang efektif. Teknik terdahulu, video dianotasikan dengan teks dan pencarian image menggunakan pendekatan textbased. Melalui uraian teks, image dapat diorganisir oleh hirarki semantik untuk memudahkan navigasi dan pencarian yang didasarkan pada standard query Boolean. Dikarenakan, uraian teks untuk suatu spektrum video yang luas tidak mungkin diperoleh secara otomatis, maka kebanyakan sistem text-based video retrieval memerlukan anotasi secara manual. Sesungguhnya, anotasi video secara manual adalah suatu pekerjaan yang mahal dan susah untuk database video yang besar, dan adalah sering bersifat subyektif, context sensitive dan tidak sempurna. (Long Fuhui, Chia- Hung, Hove, 2005). Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk merepresentasikan video yakni : Metadata-based dan Content-based. Untuk itu diperlukan teknik retrieval (query) dari dua pendekatan tersebut yang dapat dibagi menjadi 3 yakni: Context-based, Semantic-based dan Content-based (Muslim & Karyati, 2009).

12 2.3 Content Based Video Retrieval Temu kembali konten video atau Content Based Video Retrieval (CBVR) merupakan metode temu kembali berkas video berbasis konten berdasarkan fitur visual dari video (Asha & Sreeraj, 2013). Konten dalam konteks ini meliputi warna, tekstur, bentuk objek, atau informasi lainnya yang dapat diperoleh untuk merepresentasikan frame citra pada video. Tanpa adanya kemampuan mengamati konten video, sistem pencari harus mengandalkan metadata seperti kata kunci atau deskripsi video yang menyebabkan kesalahan apabila kata kunci dan deskripsi tidak sesuai dengan isi video. Content Based Video Retrieval dapat membantu pengguna dalam menemukan video yang sesuai karena didasarkan pada informasi konten. Beberapa pendekatan yang digunakan untuk mengektraksi informasi konten pada video antara lain histogram warna, informasi bentuk objek, tekstur, dan analisa teks (Huda et al, 2014). Secara umum, kerangka kerja dari proses Content Based Video Retrieval ditampilkan dalam gambar 2.5. Proses Content Based Video Retrieval terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap praproses, ekstraksi fitur, dan pencocokan fitur. Setiap video yang ada pada media penyimpanan terlebih dahulu melalui tahap praproses yang terdiri dari modul segmentasi video dan ekstraksi keyframe. Hasil dari tahap praproses adalah himpunan keyframe yang telah diekstraksi dari video. Dari himpunan keyframe yang mewakili konten video ini, kemudian dilakukan tahap ekstraksi fitur menggunakan descriptor Speeded-Up Robust Fetures (SURF) (Huda et al, 2014). Pada proses penemuan kembali, pengguna memberikan klip atau gambar sebagai query masukan. Klip query kemudian melalui tahap ekstraksi fitur menggunakan descriptor Speeded-Up Robust Fetures (SURF) untuk mendapatkan fitur descriptornya. Video pada database diurutkan berdasarkan kemiripan descriptor video dengan descriptor query (Huda et al, 2014).

13 Gambar 2.5. Proses Content Based Video Retrieval 2.3.1 Segmentasi Video Segmentasi video adalah langkah pertama menuju pencarian video berbasis konten yang bertujuan untuk mengelompokkan objek yang bergerak dalam urutan video (Gitte et al, 2014). Segmentasi video merupakan proses partisi video ke dalam bagian yang berarti yang disebut sebagai segmen. Segmentasi dapat bersifat temporal, spasial, atau spasio-temporal. Segmentasi temporal membagi video menjadi adegan, shot, atau frame (Huda et al, 2014). Sebuah shot didefinisikan sebagai frame yang berurutan dari awal sampai akhir dari sebuah video (Gao & Tang, 2000). Gambar 2.6. Segmentasi Video

14 2.3.2 Ekstraksi Keyframe Keyframe adalah frame yang dapat mewakili sebuah shot atau scene. Konten ini (keyframe) harus yang paling representatif (dapat mewakili atau menggambarkan video tersebut) (Geetha & Narayanan, 2014). Ekstraksi keyframe merupakan proses yang dilakukan secara otomatis untuk mendeteksi frame kunci dari suatu video. Beberapa frame yang menjadi batas antar adegan yang berurutan diseleksi untuk dipilih sebagai keyframe. Keyframe didefinisikan sebagai frame yang dapat mewakili karakter beberapa frame pada sebuah adegan. Frame pada adegan yang sama cenderung memiliki karakter visual yang mirip. Dengan adanya keyframe yang dapat mewakili konten penting dalam suatu adegan, maka jumlah informasi yang perlu disimpan untuk sebuah video selama proses indeksing, penyimpanan, dan penemuan kembali menjadi lebih ringkas (Huda et al, 2014). 2.3.3 Ekstraksi Fitur Ekstraksi fitur adalah mengekstrak fitur gambar seperti warna dan tekstur dari frame kunci untuk proses penemuan kembali video (Shanmugan & Rajendran, 2009). SURF merupakan sebuah algoritma yang cepat dan akurat untuk proses mendeteksi descriptor lokal dari kesamaan representasi citra invariant. Descriptor adalah sebuah ciri-ciri dari suatu citra berdasarkan aturan tertentu dari suatu algoritma. SURF menggunakan citra integral untuk meningkatkan kecepatan komputasi. Algoritma ini didasarkan pada kerangka SURF dari hasil disertasi Herbert Bay (Thepade, 2014). 2.3.4 Pencocokan Fitur Evaluasi tingkat kemiripan dihitung menggunakan jarak. Jarak merupakan pendekatan yang umum dipakai untuk mewujudkan pencarian citra. Fungsinya adalah untuk mengetahui kesamaan atau ketidaksamaan dua buah citra. Dari nilai kemiripan yang didapatkan, jarak kemudian diurutkan dan video dengan tingkat kemiripan tertinggi ditampilkan sebagai hasil.

15 2.4 Speeded-Up Robust Features (SURF) Algoritma SURF (Bay H., dkk, 2006) bertujuan untuk mendeteksi fitur lokal suatu citra dengan handal dan cepat. Algoritma ini sebagian terinspirasi oleh algoritma SIFT (Scale-invariant feature transform), terutama pada tahap scale space representation (Lowe DG, 1999). SURF merupakan sebuah algoritma yang cepat dan akurat untuk proses mendeteksi descriptor lokal pada citra. Descriptor adalah sebuah ciri-ciri dari suatu citra berdasarkan aturan tertentu dari suatu algoritma. Algoritma SURF dikembangkan oleh Herbert bay dkk pada tahun 2006. Secara umum, algoritma SURF terdiri dari 3 bagian utama yaitu : 1. Detector Interest Point / KeyPoint Image yang dimasukkan akan diubah menjadi integral image dengan persamaan: i x j y IΣ (x, y) = I ( i, j )...(1) i=0 j=0 Setelah diperoleh integral image maka komputasi dilakukan dengan menggunakan persamaan Fast-Hessian Detector : Lxx (X, σ) Lxy (X, σ) H (X, σ) = [ Lxy (X, σ) Lyy (X, σ) ]...(2) Di dalam algoritma SURF, digunakan turunan kedua Gaussian dalam pembuatan determinan dari Hessian sehingga diperoleh Hessian Matrix yang baru, hal ini dilakukan menggunakan persamaan : det (Happrox ) = DxxDyy 0.9D2xy...(3) 2. Pembuatan SURF Descriptor. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai dari semua interest/keypoint yang telah dilakukan pada tahap pertama. Metode Haar Wavelet digunakan pada tahap ini untuk memperoleh nilai dimenso dari vektor, menggunakan persamaan : V = ( Σ d x, Σ d y, Σ d x, Σ d y )... (4)

16 3. Setelah dipilih citra yang akan dicari, dan proses SURF detector & descriptor telah berhasil memperoleh fitur dari seluruh citra koleksi, maka dilakukan proses image matching / similiarity comparison. Dicari dan ditampilkan citra yang memiliki kemiripan fitur dengan citra yang dicari dengan cara melakukan perhitungan jarak antara dua citra. 2.5 Efektifitas Information Retrieval System Lancaster (1980) menyatakan efektivitas dari suatu sistem temu kembali informasi adalah kemampuan dari sistem itu untuk memangil berbagai dokumen dari suatu basis data sesuai dengan permintaan pengguna. Ada dua parameter dasar yang digunakan dalam mengukur kemampuan suatu sistem temu kembali informasi yaitu rasio atau perbandingan dari perolehan (recall) dan ketepatan (precision). Ukuran efetivitas pencarian pada dokumen yang ditampilkan oleh sistem temu balik dapat ditentukan oleh precision dan recall. Precision adalah rasio jumlah dokumen relevan yang ditemukan dengan total jumlah yang ditemukan oleh aplikasi. Precision mengindikasikan kualitas himpunan jawaban, tetapi tidak memandang total jumlah dokumen yang relevan dalam kumpulan dokumen. Precision = {Relevan documents} {documents retrieved} {documents retrieved} Recall = {Relevan documents} {documents retrieved} {relevant documents} Keterangan : Precision : Nilai Precision atau nilai ketepatan Recall : Nilai Recall atau nilai rasio perbandingan dari perolehan Relevan Documents : Jumlah dokumen yang relevan Documents Retrieved : Jumlah dokumen yang sesuai dan ditemukan kembali

17 2.6. Penelitian yang Terdahulu NO Nama Judul Hasil Penelitian 1 Ulum, M. F. Ekstraksi Titik Titik Fitur Pada Image yang bisa diuji coba pada algoritma SURF adalah image yang Citra Menggunakan berformat grayscale sedangkan Speesed-Up Robust Features (SURF) untuk image warna tidak bisa dilakukan. Dan dari beberapa hasil uji coba ternyata setiap rotasi image mempunyai titk titik berbeda dengan image yang lainnya 2 Huda, M. Ekstraksi Keyframe Penentuan keyframe menjadi Misbachul dengan Entropy penting dalam CBVR untuk Differences untuk Temu Kembali Konten Video berbasis Speededmereduksi waktu pencarian dengan tahap mempertimbangkan kualitas hasil pencarian. Metode ekstraksi keyframe dengan ED untuk temu Up Robust Feature kembali konten video berbasis SURF dapat mengembalikan hasil pencarian dengan baik. 3 Putri, Aulia Taridah Implementasi Content Based Image Retrieval Hasil temu balik citra dengan menggunakan algoritma Speeded- Up Robust Features (SURF) serta menggunakan perbandingan kemiripan citra Speeded-Up Robust dengan Euclidean Distance Features diperoleh dengan cukup baik dan berhasil menampilkan citra yang relevan. Nilai Threshold yang ditentukan serta fitur dari citra yang dicari menentukan hasil temu balik citra.

18 4 Sriyasa, I. Wayan Temu Kembali Objek di dalam Video Menggunkan Kuantisasi Fitur Scale Invariant Feature Transform (SIFT) 5 Mauladi, Kemal Pelacakan Objek Farouq Gambar Video Berdasarkan Segmentasi Citra dan Pola Pencocokan 6 Haryansyah Deteksi dan Penghitungan Manusia pada Video Pengunjung Instansi Pemerintah di Tarakan Pembentukan kata visual dilakukan dengan metode kuantisasi fitur SIFT, melalui penerapan clustering k-means dengan pengukuran jarak Euclidean. Nilai rataan precision untuk temu kembali objek lebih rendah jika Mauladi.dibandingkan dengan rataan precision untuk temu kembali frame. Algoritma yang diusulkan, yaitu terdiri dari empat tahap yaitu fitur segmentasi citra, ekstraksi serta objek pelacakan dan penentuan gerak vektor. Setelah segmentasi gambar fitur dari masing masing objek yang diambil dan pola matching algoritma dijalankan pada frame berturut turut. Video urutan, sehingga pola diekstrak fitur yang cocok di frame berikutnya, gerakan objek dari frame ke frame referensi ini dihitung di kedua X dan Y arah, masker tersebut akan dipindahkan dalam gambar yang sesuai, maka objek bergerak dalam video urutan akan dilacak. Nilai hit threshold ini mempunyai pengaruh yang besar yaitu sekitar 80% sampai 90% terhadap keberhasilan proses deteksi yang ada. Dari hasil uji coba yang dilakukan nilai hit threshold yang

19 menggunkan Metode Histogram of Oriented Gradients digunakan untuk menghasilkan hasil deteksi yang maksimal yaitu antara 1,0 sampai 2,0. Apabila nilai hit threshold dibawah 1,0 maka akan menghasilkan true negative yaitu adanya objek yang dideteksi namun bukan manusia. Sebaliknya, apabila nilai hit threshold diatas 2,0 maka akan menghasil false positive yaitu adanya beberapa objek manusia yang seharus terdeteksi, namun tidak terdeteksi.