BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan,peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional (Undang undang No. 36 Tahun 2009). Sehubungan dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia dan diiringi dengan tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya layanan medis dalam kehidupan mereka, maka bertambah pula jumlah pelayanan kesehatan di berbagai wilayah di Indonesia baik yang dikelola pemerintah ataupun swasta.salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang disediakan adalah pelayanan kesehatan gigi. Saat ini, layanan kesehatan gigi dapat ditemui di Rumah Sakit, puskesmas dan klinik perorangan demi meratanya jangkauan dan layanan kesehatan gigi kepada masyarakat. Tujuan utama dari diadakannya pelayanan kesehatan gigi ini adalah untuk promosi kesehatan gigi dalam upaya meningkatkan kesehatan gigi masyarakat. Masalah kesehatan gigi belum dianggap sebagai hal yang penting untuk diperhatikan saat ini.tingginya kasus kesehatan gigi menjadikan 1
2 tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan gigi untuk menurunkan angka kesakitan gigi.prevalensi penyakit karies gigi di Indonesia cenderung meningkat dan angka kesakitan gigi juga cenderung meningkat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, indeks DMF-T secara nasional sebesar 4,85. Ini berarti bahwa rata-rata kerusakan gigi pada penduduk Indonesia lima gigi per orang. Tingginya angka ini disebabkan karena perawatan gigi dan pendidikan kesehatan gigi yang masih sangat rendah.untuk itu perlu dilakukan pelayanan kesehatan gigi yang intensif untuk menurunkan secara bermakna insidens dan prevalensi penyakit gigi, sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat dan tercapainya derajat kesehatan gigi yang optimal (R iskesdas, 2007). Dalam menjalankan tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan gigi, tenaga medis menggunakan bahan dan alat-alat kedokteran gigi, dimana sebagian dari bahan-bahan dan alat-alat tersebut mengandung logam berat dan juga menghasilkan limbah klinis yang dapat mengancam lingkungan sekitar.bukan rahasia lagi, bahwa rumah sakit, puskesmas, klinik dan tempat tempat layanan kesehatan merupakan salah satu penghasil limbah terbesar dan limbah ini memiliki permasalahan yang kompleks dikarenakan bahan yang digunakan dan limbah yang dikeluarkan tergolong limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Limbah tersebut memiliki potensi yang besar dalam menimbulkan pencemaran bagi lingkungan sekitarnya yan tentu saja akan merugikan masyarakat bahkan rumah sakit itu sendiri (Idawaty & Medyawati, 2011). Menurut WHO, limbah yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan termasuk didalamnya berbagai macam benda seperti jarum suntik bekas pakai,syringe hingga cairan, bagian tubuh, contoh diagnosa, darah, cairan kimia, farmasi, alat-alat kesehatan dan benda radioaktif. Salah satu zat berbahaya yang terkandung dalam material dalam pelayanan kesehatan gigi adalah amalgam yang mengandung merkuri.merkuri adalah zat yang sangat beracun dan berbahaya bagi kesehatan.sekitar 80% dari uap merkuri dihirup diserap dalam darah melalui paru-paru, menyebabkan kerusakan paru-paru,
3 ginjal, saraf, sistem pencernaan, sistem pernapasan, dan kekebalan tubuh.paparan merkuri yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan seperti tremor, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, kelumpuhan, insomnia, ketidakstabilan emosional, terhambatnya perkembangan janin, dan terhambatnya pertumbuhan pada masa kanak-kanak (WHO, 2009). Penelitian yang dilaksanakan oleh Wulandari & Sukandar (2009) di 80 fasilitas pelayanan kesehatan gigi perorangan di kota Bandung, dari total 794 pelayanan kesehatan berizin. Timbulan limbah dari 80 fasilitas pelayanan kesehatan gigi perorangan terpilih mencapai 142,77 gr/praktek dokter gigi/hari. Hasil penelitian tersebut menunjukkan limbahdari fasilitas pelayanan kesehatan gigi diklasifikasikan menjadi 3 kategori: (1) Limbah infeksius dan potensi infeksius, dalam hal ini terhitung sebesar 80.45% berat, (2) Limbah tidak infeksius, dalam hal ini sebesar 14.25%, dan (3) Limbah sisa lainnya, sebesar 5.3%. Rata-rata densitas limbah pelayanan kesehatan gigi perorangan ialah sebesar 83.076 kg/m. Mengingat besarnya resiko yang akan ditimbulkan limbah bahan berbahaya dan beracun yang digunakan oleh dokter gigi, maka perlu dilakukan penanggulangan limbah kedokteran gigi sehingga memberikan manfaat ganda, yaitu produk yang masih dapat digunakan dapat dipergunakan kembali dan limbah yang dihasilkannya dapat dikendalikan. Manajemen penanganan limbah kesehatan yang tidak baik dan tidak sesuai, dapat membahayakan pekerja layanan kesehatan,penanggung jawab limbah, pasien dan masyarakat dalam skala yang lebih luas, sehingga ancaman penyebaran infeksi, efek keracunan dan resiko membahayakan lingkungan bisa tak terelakkan. Oleh karena itu sangatlah penting bahwa keseluruhan limbah yang berasal dari fasilitas kesehatan benar-benar ditangani dengan baik dan dibuang atau dimusnahkan dengan cara yang aman. Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa seluruh komponen dalam kehidupan di masyarakat memiliki tanggung jawab yangsama dalam mewujudkan lingkungan yang sehat. Lingkungan sehat yang
4 dimaksud adalah lingkungan yang bebas dari unsur -unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan seperti limbah cair, limbah padat, limbah gas termasuk zat kimia yang berbahaya. Sedangkan standar baku mutu kesehatan lingkungan dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74/2001 dimana limbah B3 harus dikelola dengan aturan yang ada sehingga pengelolaan lingkungan hidup di rumah sakit, puskesmas, dan klinik gigi perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pelaksanaan sistem manajemen lingkungan di rumah sakit, puskesmas maupun klinik kesehatan, dalam hal ini adalah kesehatan gigi, memerlukan adanya evaluasi untuk mengetahui kesesuaian sistem manajemen penyedia layanan kesehatan gigi. Berbicara tentang limbah berbahaya dan beracun (B3) yang berasal dari Rumah Sakit, Puskesmas ataupun klinik pelayanan kesehatan, tidak bisa dilepaskan pada kota kota besar seperti DKI Jakarta. Di kota besar seperti Jakarta, tingkat kepadatan penduduk demikian tinggi, berimplikasi pada tingginya permintaan akan layanan kesehatan. Hingga akhir 2011, tercatat di DKI Jakarta terdapat 1.668 unit Rumah Sakit, 44 Puskesmas Kecamatan dan 295 Puskesmas Kelurahan (Dinas Kesehatan DKI, 2011). Belum lagi klinik gigi perorangan yang di Jakarta berjumlah ribuan dan nyaris tidak terlacak mengingat banyak bermunculannya klinik kesehatan di Jakarta yang tidak berizin (Metrotv news, 2012). Jika mengacu pada penelitian Wulandari & Sunandar (2009) dimana setiap klinik pelayanan kesehatan gigi rata rata memiliki densitas limbah 83.076 kg/m maka dapat dibayangkan berapa banyak limbah yang akan tertumpuk oleh aktifitas semua layanan kesehatan mulai Rumah Sakit, Puskesmas hingga klinik perorangan di DKI Jakarta. Salah satu rumah sakit yang memberikan layanan kesehatan gigi di DKI Jakarta adalah Rumah Sakit X yang terletak di Jl. Raya Pasar Minggu No. 3A Jakarta Selatan.Rumah Sakit ini memiliki poli gigi yang diampu oleh 3 dokter gigi dan beroperasi dari hari Senin Sabtu.Sebagai rumah sakit yang memberikan layanan kesehatan gigi, dimana penggunaan zat-zat berbahaya dalam pelayanannya tidak dapat dihindarkan, tentu saja secara kontinyu rumah sakit ini akan menghasilkan limbah B3 cukup besar. Namun berdasarkan
5 laporan SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011, limbah yang dihasilkan oleh RS. Tria Dipa hanya berupa limbah non B3 dengan densitas limbah padat 50 m 3 /hari dan 20 m 3 /hari untuk limbah cair.padahal dalam laporan terpisah, Rumah Sakit X masuk dalam kategori badan usaha penghasil limbah B3 (SLHD DKI Jakarta, 2011). Di Bilangan Jakarta Selatan, selain Rumah Sakit, layanan kesehatan publik seperti puskesmas juga memberikan layanan kesehatan gigi. Adalah Puskesmas Kecamatan Pancoran yang berlokasi di Jl. Potlot II/6 Kelurahan Duren Tiga Kecamatan Pancoran Jakarta Selatanyang padatahun 2011 memperoleh sertifikasi ISO dari Societe Generale de Surveillance (SGS), sebuah perusahaan sertifikasi internasional manajemen mutu pelayanan. Perusahaan tersebut mengeluarkan sertifikat ISO 900l 2008 sebagai pengakuan dunia internasional untuk bidang manajemen mutu pelayanan (Tubas Media, 2011).Sebagai sebuah penyedia layanan kesehatan publik yang telah diakui manajemen mutu pelayanannya, maka sudah seharusnya kemampuan untuk mengatur limbah tidak perlu diragukan, termasuk limbah yang masukdalam kategori B3.Namun demikian, berdasarkan observasi awal di lokasi, belum ada penjelasan yang akurat tentang pengelolaan limbah B3 terutama yang dihasilkan oleh poli gigi. Mengingat bahwa poli gigi adalah salah satu poli yang memiliki jumlah pasien cukup besar di Puskesmas Pancoran maka tidak heran jika kapasitas limbahnya pun memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaannya agar tidak merusak lingkungan sekitar.selain Puskesmas Kecamatan Pancoran dilakukan penelitian di Puskesmas Kelurahan Pejaten Barat Pasar Minggu dan Klinik Pribadi The Aesthetics Dental Clinic (TADC) sebagai pembanding penyedia layanan kesehatan gigi di Jakarta Selatan. Klinik pribadi The Aesthetic Dental Clinic (TADC) ini merupakan klinik gigi swasta perorangan yang berada dalam satu kelurahan dengan Puskesmas Kelurahan Pejaten Barat.
6 RS X Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Alasan pemilihan empat pelayanan kesehatan gigi ini berdasarkan pertimbangan lokasi yang berjarak cukup dekat kurang lebih 10 km. Dikarenakan jarak yang cukup dekat antar pelayanan kesehatan gigi ini,apabila terjadi ketidak sesuaian dalam pengelolaan limbahnya maka dampaknya dapat ditemukan pada wilayah yang sama.dan juga mengenai kelengkapan fasilitas untuk pengelolaan limbah yang dimilki oleh Rumah Sakit, Puskesmas Kecamatan, Puskesmas Kelurahan dan klinik pribadi yang berbeda-beda sehingga dapat dibandingkan manajemen pengelolaan limbah yang lebih baik diantara keempat pelayanan kesehatan gigi tersebut. Berdasarkan paparan di atas, mengingat demikian pentingnya manajemen pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan oleh pelayanan kesehatan gigi baik Rumah Sakit maupun Puskesmas, maka selanjutnya penulis akan mengangkat tema ini sebagai fokus kajian. Penulis selanjutnya akan menganalisis manajemen pengelolaan limbah medis kedokteran gigi pada Rumah Sakit X, Puskesmas Kecamatan Pancoran, Puskesmas Kelurahan Pejaten Barat dan The Aesthetics Dental Clinic (TADC).
7 B. Perumusan Masalah Sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, poliklinik gigi di rumah sakit dan puskesmas serta klinik gigi perorangan berkontribusi dalam menghasilkan limbah kedokteran gigi termasuk didalamnya limbah amalgam yang termasuk dalam limbah B3. Tata-cara pengelolaan limbah kedokteran gigi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku harus dipatuhi oleh petugas kesehatan agar tidak membahayakan petugas dan juga tidak mencemari lingkungan sekitar.oleh karena itu, setiap dokter gigi, perawat gigi, staf yang berhubungan dengan manajemen pengelolaan limbah serta petugas kebersihan, mempunyai kewajiban untuk mengetahui dan melaksanakan pengelolaan limbah medis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian : apakah sistem pengelolaan limbah medis kedokteran gigi pada Rumah Sakit X, Puskesmas Kecamatan Pancoran, Puskesmas Kelurahan Pejaten Barat dan The Aesthetics Dental Clinic (TADC) sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku? C. Tujuan Penelitian 1. Mengevaluasi apakah sistem manajemen pengelolaan limbah klinik pada klinik gigi Rumah Sakit X, Puskesmas Kecamatan Pancoran, Puskesmas Kelurahan Pejaten Barat dan The Aesthetics Dental Clinic (TADC) sudah sesuai dengan kaidah pengelolaan limbah pelayanan kesehatan yang aman. 2. Mengevaluasi manajemen pengelolaan limbah klinik pada Rumah Sakit X, Puskesmas Kecamatan Pancoran, Puskesmas Kelurahan Pejaten Barat dan The Aesthetics Dental Clinic (TADC) terhadap pengelolaan limbah amalgam sebagai limbah B3. 3. Mengevaluasi manajemen pengelolaan limbah klinik kedokteran gigi yang lebih baik diantara Rumah Sakit X, Puskesmas Kecamatan Pancoran, Puskesmas Kelurahan Pejaten Barat dan The Aesthetics Dental Clinic (TADC).
8 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Departemen Kesehatan khususnya Dinas Kesehatan Jakarta selatan sebagai bahan evaluasi dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan limbah klinis pelayanan kesehatan di wilayah Jakarta Selatan. 2. Memberi kontribusi pada Persatuan dokter gigi Indonesia sebagai acuan untuk menindak lanjuti peraturan terhadap pengelolan limbah medis pada klinik gigi. 3. Meningkatkan pengetahuan kepada dokter gigi mengenai manajemen pengelolaan limbah klinis kedokteran gigi. 4. Memberi kontribusi kepada instansi pendidikan untuk memberikan pengetahuan mengenai manajemen pengelolaan limbah kedokteran gigi. E. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian tentang pengelolaan limbah medis kedoketran gigi yaitu : 1. Management of Dental Waste by Practicioners in Nairobi,Kenya (Osamong, et al. 2005) penelitian cross sectional, bertujuan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku dari praktisi kesehatan gigi di Nairobi,Kenya.Hasil penelitian menunjukan bahwa masih kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan limbah medis sehingga diperlukan adanya pendidikan yang berkelanjutan untuk dokter gigi mengenai manajemen limbah kedokteran gigi di Kenya. Persamaan penelitian : tujuan penelitian Perbedaan penelitian ; metode,instrumen,responden dan lokasi penelitian. 2. Management of Dental Waste in a Dental Hospital of Lahore (Mushtaq, et al. 2008) penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional, bertujuan untuk mengetahui sistem pengelolaan limbah kedokteran gigi di rumah sakit gigi Punjab. Hasil penelitian menunjukan bahwa manajemen limbah kedokteran gigi di rumah sakit Punjab masih
9 belum memuaskan dikarenakan oleh manajemen rumah sakit yang tidak memperhatikan mengenai pembuangan limbah serta tidak adanya peraturan yang secara jelas mengatur mengenai pembuangan limbah kedokteran gigi. Persamaan penelitian : tujuan penelitian Perbedaan penelitian : metode,instrument,responden dan lokasi penelitian. 3. Timbulan dan Komposisi Limbah Medis Pelayanan Kesehatan Gigi Umum Perorangan (Studi Kasus Kota Bandung ) ( Wulandari CY, et al. 2011), penelitian studi kasus, bertujuan untuk mengetahui tata-laksana pengelolaan limbah medis kedokteran gigi untuk praktek gigi perorangan di kota Bandung. Hasil penelitian menunjukan bahwa penanganan limbah amalgam masih belum dilakukan dengan benar serta masih belum sadarnya para praktisi kedokteran gigi terhadap bahaya limbah yang dihasilkan apapbila tidak dilakukan dengan benar. Persamaan penelitian : tujuan dan metode penelitian Perbedaan penelitian : instrument, lokasi dan responden penelitian.