ANALISIS HANTARAN HIDROLIK JENUH TANAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK TANAH DI SEKITAR KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR MIRNA FEBRIANA

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 1. Lahan pertanian intensif

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

ANALISIS INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN, DRAMAGA NUR AUFAH KURNIA

III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran

STUDI METODE INFILTRASI FALLING HEAD DAN CONSTANT HEAD PADA BEBERAPA VARIASI KETINGGIAN GENANGAN AIR AHMAD FADHLI A

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

HASIL DAN PEMBAHASAN

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

Rate Infiltration Evaluation on Several Land Uses Using Infiltration Method of Horton at Sub DAS Coban Rondo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang

PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur

HUBUNGAN KETERSEDIAAN AIR TANAH DAN SIFAT-SIFAT DASAR FISIKA TANAH. Relationship between Soil Moisture Availability and Basic Soil Physical Properties

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH

HANTARAN HIDROLIK JENUH DAN KAITANNYA DENGAN BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA TEGALAN DAN HUTAN BAMBU. Oleh Christian Pae Raja A

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

KARAKTERISTIK FISIK TANAH DAN DISTRIBUSI KADAR AIR PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI LATOSOL DARMAGA FITRIA ADELINE

KERAGAAN INFILTRASI TANAH LATOSOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIUJUNG LAELA RAHMI

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

PENGARUH KELEMBABAN TANAH TERHADAP WAKTU PENCAPAIAN KAPASITAS INFILTRASI DI BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN COKORDA AGUNG WIBOWO

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

PERMEABILITAS TANAH LAHAN PERTANIAN, SEMAK, DAN HUTAN SEKUNDER PADA TANAH LATOSOL DARMAGA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK HANTARAN HIDROLIK DAN SIFAT FISIK TANAH PADA BERBAGAI PENGUNAAN LAHAN BUDIDAYA MONOKULTUR RESSA YASMINE HERLAMBANG

TINJAUAN PUSTAKA. Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pergerakan Air Dalam Tanah

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

KEMAMPUAN RETENSI AIR DAN TAHANAN PENETRASI TANAH PADA BERBAGAI TINGKAT STRATA TAJUK TANAMAN SRI SUWARTINI

KAJIAN PERMEABILITAS BEBERAPA JENIS TANAH DI LAHAN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU MELALUI UJI LABORATORIUM DAN LAPANGAN

KARAKTERISTIK INFILTRASI TANAH PADA PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PEMUKIMAN DI DESA SUKARESMI, KECAMATAN MEGAMENDUNG, KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Latosol Darmaga 2.2. Peranan Pupuk Kandang

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI.

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

15. PENETAPAN RETENSI AIR TANAH DI LABORATORIUM

19. PENETAPAN PERKOLASI DI LABORATORIUM

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

KARAKTERISTIK FISIK DAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BLOK KEBUN KELAPA SAWIT (Studi kasus : PTPN VIII CIMULANG BOGOR) NIA PUSPITA SARI

Keteknikan Pertanian J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No. 3 Th. 2014

IV. SIFAT FISIKA TANAH

III. BAHAN DAN METODE

KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DAN KEMIRINGAN LERENG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Agregat Tanah

DASAR-DASAR ILMU TANAH

I. PENDAHULUAN. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume

Tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN

BAB II TI JAUA PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

PENGARUH SIFAT FISIK TANAH PADA KONDUKTIVITAS HIDROLIK JENUH DI 5 PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS DI KELURAHAN SUMBERSARI MALANG)

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

BAB I PENDAHULUAN. Tanah terdiri atas bahan padat dan ruang pori di antara bahan padat,

Transkripsi:

ANALISIS HANTARAN HIDROLIK JENUH TANAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK TANAH DI SEKITAR KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR MIRNA FEBRIANA DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah dan Keterkaitannya dengan Karakteristik Tanah di Sekitar Kampus IPB Dramaga Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Mirna Febriana NIM A14110044

ABSTRAK MIRNA FEBRIANA. Analisis Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah dan Keterkaitannya dengan Karakteristik Tanah di Sekitar Kampus IPB Dramaga Bogor. Dibimbing oleh YAYAT HIDAYAT dan WAHYU PURWAKUSUMA. Hantaran hidrolik tanah merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan bidang pertanian dan perencanaan penggunaan lahan. Hantaran hidrolik tanah erat hubungannya dengan ketersediaan air untuk tanaman dan simpanan air bawah tanah di musim kemarau. Penggunaan lahan yang berbeda mempengaruhi karakteristik sifat tanah sehingga pada akhirnya menentukan kemampuan tanah dalam melalukan air (hantaran hidrolik tanah). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi laju hantaran hidrolik tanah pada berbagai penggunaan lahan di sekitar kawasan kampus IPB Dramaga Bogor, yaitu : arboretum, kebun karet, dan lahan berumput; serta mengidentifikasi pengaruh beberapa sifat tanah terhadap hantaran hidrolik jenuh tanah, terutama kandungan bahan organik, ruang pori total (RPT), distribusi ukuran pori tanah, bobot isi, stabilitas agregat, dan tekstur tanah. Analisis sifat-sifat tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai hantaran hidrolik jenuh tanah dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Hantaran hidrolik jenuh tertinggi (kategori kelas sedang) terdapat pada lahan arboretum (5,72 cm jam -1 ), disusul lahan kebun karet (1,91 cm jam -1 ) dalam kategori kelas agak lambat, dan terendah pada lahan berumput (1,22 cm jam -1 ) dalam kategori agak lambat. Hantaran hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran di laboratorium tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran lapang dimana nilai tertinggi terdapat pada arboretum (7,31 cm jam -1 ) dalam kategori kelas agak cepat disusul oleh kebun karet (0,79 cm jam -1 ) dalam kelas agak lambat, dan lahan berumput dengan nilai terendah (0,52 cm jam - 1 ) dalam kelas agak lambat. Karakteristik tanah yang mempengaruhi hantaran hidrolik jenuh tanah diantaranya adalah pori drainase tanah (pori makro), ruang pori total, kadar bahan organik, stabilitas agregat, dan tekstur tanah. Kata Kunci : Hantaran hidrolik tanah, penggunaan lahan, sifat fisik-kimia tanah

ABSTRACT MIRNA FEBRIANA. Analysis of Saturated Soil Hydraulic Conductivity and Its Relation to the Characteristics of the Soil Around IPB Campus Dramaga Bogor. Supervised by YAYAT HIDAYAT and WAHYU PURWAKUSUMA. Soil hydraulic conductivity is an important aspect to be considered in relation to agriculture and land use planning. Soil hydraulic conductivity corresponds to water availability for plant and groundwater storage. Different land use affects, to some extent, to some soil phyisical properties which in turn determines the ability of soil to transport water (soil hydraulic conductivity). This research aims (i) to evaluate soil hydraulic conductivity rate in various land uses around Dramaga IPB campus i.e, arboretum, rubber garden, and grass field ; (ii) to identify some effects of soil properties that are related to saturated soil hydraulic conductivity, such as soil organic matter, total pore space, soil pore size distribution, bulk density, aggregate stabillity, and soil texture. Soil properties were analyzed at Laboratorium of Soil Science and Land Resource Departement, Faculty of Agriculture, IPB. The result indicates that saturated soil hydraulic conductivity was influenced by land use. The highest value of saturated soil hydraulic conductivity is at arboretum (5,72 cm h -1, medium), then at rubber garden (1,91 cm h -1, moderately slow ), and the smallest one is at grass field (1,22 cm h -1, moderately slow ). Saturated soil hydraulic conductivity values measured at laboratory scale didn t give much different value with the one measured in the field. Consecutively the hydraulic conductivity of arboretum, rubber garden, and grass field are 7,31 cm h -1 (moderately fast), 0,79 cm h -1 (moderately slow), and 0,52 cm h -1 (moderately slow). The properties of soil which influence saturated soil hydraulic conductivity during observasion are soil drainage pore space (soil macro pore), total soil pore, soil organic matter, aggregate stability, and soil texture. Keywords : Land use, soil hydraulic conductivity, soil physical-chemical properties

ANALISIS HANTARAN HIDROLIK JENUH TANAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK TANAH DI SEKITAR KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR MIRNA FEBRIANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga skripsi yang berjudul Analisis Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah dan Keterkaitannya dengan Karakteristik Tanah di Sekitar Kampus IPB Dramaga Bogor berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Yayat Hidayat, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi I yang senantiasa memberikan ilmu, motivasi, dan arahan selama penelitian hingga penulisan skripsi dan Terima kasih kepada Bapak Ir Wahyu Purwakusuma, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi II atas bimbingan dan berbagai saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi serta Terima kasih kepada Ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua tercinta dan adik-adik tersayang (Elisa, Rizal, dan Rinda) atas doa, perhatian, kasih sayang, dan dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 ini. 2. Seluruh dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang sangat berharga. 3. Seluruh staf Laboratorium dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 4. Begum, Ika, Bunga, Rara, Ocil, Aziz, Ichsan, Angga, dan Rio atas bantuan dan dukungan selama proses mengerjakan penelitian dan penulisan skripsi. 5. Seluruh Keluarga Besar Tanah 48 atas kebersamaan dan dukungannya selama perkuliahan dan penelitian. 6. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, September 2015 Mirna Febriana

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 1 METODOLOGI PENELITIAN 2 Tempat dan Waktu Penelitian 2 Bahan dan Alat 2 Metode Penelitian 2 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Kondisi Umum Penggunaan Lahan 4 Karakteristik Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan 6 Hantaran Hidrolik Jenuh 13 SIMPULAN DAN SARAN 17 Simpulan 17 Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 17 LAMPIRAN 19 RIWAYAT HIDUP 26

DAFTAR TABEL 1 Klasifikasi hantaran hidrolik jenuh tanah (Uhland O neal 1951) 3 2 Metode penetapan sifat-sifat tanah 3 3 Tekstur tanah pada beberapa penggunaan lahan 6 4 Kandungan bahan organik (%) pada beberapa penggunaan lahan 7 5 Bobot isi dan porositas total tanah pada beberapa penggunaan lahan 8 6 Indeks stabilitas agregat pada beberapa penggunaan lahan 9 7 Distribusi ukuran pori tanah pada beberapa penggunaan lahan 12 8 Hantaran hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran lapang dan laboratorium 16 DAFTAR GAMBAR 1 Penggunaan lahan kebun karet 4 2 Penggunaan lahan arboretum arsitektur lanskap 5 3 Penggunaan lahan berumput 6 4 Kurva retensi air tanah di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm pada beberapa penggunaan lahan 10 5 Pori drainase di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm setiap penggunaan lahan 13 6 Hantaran hidrolik jenuh tanah pada setiap penggunaan lahan 13 DAFTAR LAMPIRAN 1 Kadar bahan organik (%), nilai bobot isi, dan Indeks Stabilitas Agregat (ISA) tanah pada beberapa penggunaan lahan 20 2 Nilai tekstur tanah pada beberapa penggunaan lahan 20 3 Nilai porositas total dan pori drainase pada beberapa penggunaan lahan 21 4 Nilai hasil pengukuran hantaran hidrolik jenuh tanah di lapang 22 5 Nilai hasil pengukuran Q hantaran hidrolik jenuh tanah di laboratorium 23 6 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf α= 5% terhadap pasir 23 7 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf α= 5% terhadap klei 23 8 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf α= 5% terhadap debu 24 9 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf α =5% terhadap bahan organik tanah 24 10 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada α= 5% terhadap bobot isi tanah 24 11 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf α= 5% terhadap porositas tanah 24 12 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf α= 5% terhadap pori drainase tanah 25

13 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf α =5% terhadap agregat tanah 25 14 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf α= 5% terhadap hantaran hidrolik jenuh tanah di lapang 25

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pergerakan air di dalam tanah merupakan aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan bidang pertanian dan perencanaan penggunaan lahan lainnya. Pergerakan air sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah untuk meloloskan air. Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam melalukan air disebut sebagai hantaran hidrolik (hydraulic conductivity) (Klute dan Dirksen 1986). Kemampuan ini berhubungan erat dengan fenomena pergerakan air di dalam tanah, baik pergerakan secara vertikal maupun horizontal. Hantaran hidrolik tanah ditentukan oleh sifat-sifat tanah diantaranya porositas total, distribusi ukuran pori, bahan organik, bobot isi, tekstur, dan stabilitas agregat tanah. Beberapa sifat fisik tanah tersebut sampai tahap tertentu ditentukan oleh penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang berbeda menyebabkan daya resap air dan tingkat pengaruh terhadap hantaran hidrolik jenuh tanah menjadi berbeda pula. Variasi nilai hantaran hidrolik jenuh tanah akibat berbagai pola penggunaan lahan belum banyak diketahui dan sangat menarik untuk dikaji lebih dalam. Oleh karena itu, perlu adanya pengamatan hantaran hidrolik tanah pada berbagai penggunaan lahan. Penetapan hantaran hidrolik tanah sangat penting peranannya dalam pengelolaan tanah dan air. Hal ini dikarenakan hantaran hidrolik jenuh tanah sebagai komponen dari siklus hidrologi, berperan penting dalam penditribusian air hujan sehingga berpengaruh terhadap aliran permukaan, banjir, erosi, dan simpanan air bawah tanah. Tanah dengan hantaran hidrolik jenuh tinggi dapat meningkatkan laju peresapan air kedalam tanah sehingga menurunkan laju aliran permukaan. Informasi hantaran hidrolik tanah dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam perencanaan bidang pertanian dan penggunaan lahan yang berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya lahan dan sumberdaya air. Dengan demikian studi terhadap berbagai aspek yang mempengaruhi kemampuan tanah dalam melalukan air sebagai akibat berbagai pola peggunaan lahan perlu mendapat perhatian yang lebih besar. Tujuan 1. Mengevaluasi hantaran hidrolik jenuh tanah pada beberapa penggunaan lahan di latosol, Dramaga. 2. Mengidentifikasi karakteristik tanah yang berkaitan dengan hantaran hidrolik jenuh tanah pada beberapa penggunaan lahan.

2 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada latosol Dramaga di sekitar kawasan Kampus IPB Dramaga, Bogor. Kawasan terbagi atas beberapa penggunaan lahan yaitu lahan Arboretum Arsitektur Lanskap IPB, lahan kebun karet di kebun percobaan Cikabayan, dan lahan berumput di taman lapangan Rektorat IPB. Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian berlangsung dari bulan Februari hingga Juni 2015. Bahan dan Alat Penelitian menggunakan contoh tanah utuh, contoh tanah agregat utuh dan contoh tanah terganggu. Alat-alat yang digunakan untuk mengukur hantaran hidrolik adalah Permeameter sederhana, tissue, stopwatch, penggaris, ember, gayung, gunting, bor, cangkul. Alat-alat yang digunakan untuk mengambil contoh tanah adalah ring sampler, cangkul, garpu tanah, pisau, kaleng, cutter, aluminium foil, kantong plastik, label, gunting, balok kayu, alat tulis, kalkulator, dan peralatan laboratorium serta bahan kimia untuk analisis laboratorium. Metode Penelitian Pengukuran Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah di Lapang Pengukuran hantaran hidrolik tanah dilakukan menggunakan Metode Invers Auger Hole pada kedalaman lubang ±40 cm. Pengukuran tersebut dilakukan dengan mengamati laju penurunan muka air dalam tabung permeameter sampai laju penurunannya relatif konstan. Pengukuran hantaran hidrolik tanah pada masing-masing landuse dilakukan di tiga titik dan pada masing-masing titik dilakukan 3 kali ulangan sehingga secara total dilakukan 27 pengukuran. Data hantaran hidrolik diplotkan ke dalam kurva hubungan laju penurunan air dengan waktu. Untuk menghitung hantaran hidrolik jenuh digunakan persamaan sebagai berikut : [ ( ( ) ) ] keterangan : K = hantaran hidrolik (cm jam -1 ) h = ketinggian muka air (cm) r = jari-jari lubang (cm) = 3,14 Q = debit air (cm 3 jam -1 )

Hantaran hidrolik jenuh tanah diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi Uhland O neal (1951) seperti yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Klasifikasi hantaran hidrolik jenuh tanah (Uhland O neal 1951) Pengambilan Contoh Tanah Contoh tanah diambil secara random dari lahan arboretum, kebun karet, dan lahan berumput. Contoh tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm sebanyak 3 kali ulangan di setiap penggunaan lahan. Contoh tanah utuh digunakan untuk pengukuran bobot isi, porositas, pf, distribusi ukuran pori, dan hantaran hidrolik jenuh tanah di laboratorium. Contoh tanah agregat utuh digunakan untuk stabilitas agregat tanah dan contoh tanah terganggu untuk menetapkan bobot jenis partikel, tekstur, dan bahan organik tanah. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Analisis sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium dilakukan dengan menggunakan metode seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Metode penetapan sifat-sifat tanah No. Sifat-sifat Tanah Metode Analisis 1 Tekstur Pipet 2 Bobot Jenis Partikel Piknometer 3 Bahan organik Walkley and Black 4 Bobot isi dan porositas total Gravimetri 5 Distribusi ukuran pori 3 Prresure Plate Apparatus, Membrane Plate Apparatus 6 Indeks Stabilitas Agregat Pengayakan kering dan basah 7 Hantaran hidrolik jenuh di laboratorium Constant Head 8 Hantaran hidrolik jenuh di lapang Permeameter (Invers Auger Hole) Analisis Data Kelas hantaran hidrolik (cm jam -1 ) Sangat Lambat <0,125 Lambat 0,125 0,50 Agak Lambat 0,50 2,00 Sedang 2,00 6,25 Agak Cepat 6,25 12,50 Cepat 12,50 25,00 Sangat Cepat >25,00 (Sumber : Sitorus et al. 1983). Analisis ragam (ANOVA) dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan lahan terhadap karakteristik sifat-sifat tanah dan hantaran hidrolik jenuh tanah. Untuk mengidentifikasi adanya perbedaan pada perlakuan dilakukan uji selang berganda Duncan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penggunaan Lahan Penelitian dilakukan di sekitar kawasan Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) yang secara administrasi kampus ini termasuk ke dalam wilayah Desa Babakan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak antara 6 32 45-6 33 45 LS dan 106 42 43-106 44 15 BT. Kampus IPB Dramaga terletak pada 9 km arah barat dari pusat Kota Bogor. Luas kampus IPB Darmaga secara keseluruhan adalah 256,97 ha. Berdasarkan data curah hujan tahunan kondisi iklim di kawasan kampus IPB Darmaga dan sekitarnya beriklim tropika basah seperti ditunjukkan oleh curah hujan rata-rata bulanan sekitar 326,82 mm dan suhu udara rata-rata tahunan 25,7 C. Penggunaan lahan pada Kampus IPB Darmaga, selain gedung perkuliahan secara umum disekitarnya masih banyak dikelilingi oleh ruang terbuka hijau, lahan perkebunan, hutan, sawah, dan permukiman. Kebun Karet Lokasi lahan kebun karet tempat pengambilan contoh terletak di kebun percobaan Cikabayan, IPB. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan lateks. Karet juga memiliki perakaran yang cukup kuat dengan akar tunggangnya yang dalam dengan percabangan akar yang kokoh. Pada kebun karet terdapat tanaman penutup tanah berupa rerumputan. Rapatnya tajuk tanaman pada penggunaan lahan kebun karet menyebabkan lebih banyak sisa tanaman yang terdapat pada lahan ini yang menyumbangkan bahan organik. Kondisi serasah tidak begitu lembab dan relatif kering karena mendapat cahaya matahari yang cukup. Lahan kebun karet tidak banyak mengalami pengolahan tanah intensif. Pengolahan tanah hanya dilakukan pada lapisan atas (kedalaman 0-20 cm) dan dengan menerapkan minimum tillage pada sekitar baris tanam. Lahan ini terkadang dilewati oleh masyarakat yang memanfaatkan pohon karet untuk diambil getahnya, sehingga pada beberapa tempat di lokasi penelitian, tanah pada kebun ini mengalami pemadatan. Gambar 1 Penggunaan lahan kebun karet

Arboretum Arsitektur Lanskap Arboretum Arsitektur Lanskap merupakan salah satu bentuk hutan kota yang ada di dalam kampus IPB. Menurut Fakuara (1987), hutan kota merupakan tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar besarnya dalam hal proteksi, estetika, rekreasi serta kegunaan khusus lainnya. Arboretum Arsitektur Lanskap memiliki potensi jenis tanaman hutan kota yang mampu menyimpan karbondioksida serta perakaran dan tanahnya mampu pula menyimpan dan meresapkan air dengan baik. Keberadaan hutan kota sangat berfungsi sebagai penentu sistem hidrologi di sekitar kampus. Arboretum ARL IPB memiliki luas ± 4 Ha, dengan batas fisik tapak terdiri dari batas timur dan batas utara, jalan ramin IPB sebagai batas utara, dan jalan raya Bogor Jasinga merupakan batas timur dari arboretum ARL. Kondisi lahan dan pepohonan di arboretum cukup terawat dan sejuk karena kanopi pepohonan yang menutupi lahan. Serasah yang jatuh dari sisa tanaman diatasnya juga mampu menyumbangkan bahan organik tanah sehingga pada lahan memiliki keanekaragaman fauna tanah ditandai dengan adanya cacing tanah, rayap, dan fauna tanah lainnya. Adapun beberapa jenis tanaman hutan kota yang terdapat di Arboretum Arsitektur Lanskap IPB, diantaranya seperti Dahu (Dracontomelon dao Merr), Merbau (Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze), Trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr.), Simpur (Dillenia indica L.), Ki Putri (Podocarpus neriifolius D. Don.), Kayu Manis (Cinnamomum zeylanicum Blume), Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) dan lain sebagainya (Indriyana 2014). Lahan arboretum pada dasarnya hampir tidak pernah mengalami pengolahan tanah secara intensif dan pepohonan hanya dibiarkan saja tumbuh semakin besar dari tahun ke tahun. 5 Lahan Berumput Gambar 2 Penggunaan lahan arboretum arsitektur lanskap Lahan ini hampir seluruh bagian penutup tanahnya didominasi rerumputan lunak dan pendek yang lokasinya berada tidak jauh dari Arboretum Lanskap IPB yang dekat dan bersebelahan dengan gerbang pintu masuk IPB. Kondisi lahan ini kini hanya ditumbuhi oleh rerumputan lunak yang cukup dirawat dengan baik. Hanya sedikit pepohonan yang terlihat mengelilingi area terbuka ini sehingga pada bagian lahan berumput kondisinya relatif panas karena tidak ada kanopi yang menutupi bagian lahan berumput. Pada lahan ini sering pula digunakan sebagai tempat menyelenggarakan suatu event di lingkungan IPB atau pun untuk

6 keperluan acara tertentu. Dengan melihat banyaknya aktivitas manusia yang sering dilakukan di lahan ini sehingga sebagian besar lahan relatif telah mengalami pemadatan. Tesktur Tanah Gambar 3 Penggunaan lahan berumput Karakteristik Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan Tekstur tanah pada lokasi penelitian didominasi oleh klei dengan persentase kandungan klei yang sangat tinggi (>65%) serta persentase pasir yang rendah baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah sehingga tekstur tanah pada setiap penggunaan lahan termasuk ke dalam kelas tekstur klei. Kandungan klei berbeda nyata pada kebun karet dan lahan berumput (Tabel 3). Kandungan klei lebih tinggi berada pada lahan kebun karet (kedalaman 0-20 cm 81,47% dan 20-40 cm 84,08%), walaupun nilainya tidak berbeda nyata. Sementara, kandungan klei lebih rendah berada pada lahan berumput (kedalaman 0-20 cm 73,16% dan 20-40 65,94%) (Tabel 3). Tabel 3 Tekstur tanah pada beberapa penggunaan lahan Penggunaan Lahan Pasir Debu Klei 0-20 cm 20-40 cm 0-20 cm 20-40 cm 0-20 cm 20-40 cm Kebun Karet 5,21b 4,48c 13,32a 11,44b 81,47a 84,08a Arboretum 8,85ab 9,07b 13,19a 13,19b 76,74ab 77,74ab Lahan Berumput 12,98a 12,89a 13,87a 21,17a 73,16b 65,94b Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (α=0,05). Berdasarkan hasil uji Duncan pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm, kandungan klei lebih tinggi terdapat di lapisan bawah tanah pada beberapa penggunaan lahan. Klei yang lebih tinggi pada lapisan bawah tanah ini diduga sebagai akibat proses latosolisasi dari tanah yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena adanya pencucian klei ke lapisan bawah sehingga terdapat penimbunan klei pada bagian bawah. Penimbunan klei tersebut terjadi sebagai akibat efek pukulan butiran air hujan dalam mendispersikan dan mencuci klei dari lapisan atas ke lapisan bawah selama proses pembentukan tanah berlangsung. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Lee (1980) bahwa jatuhnya butir hujan yang langsung mengenai permukaan tanah akan mempercepat terjadinya disepersi dan

erosi. Pukulan butir hujan ini cenderung merusak struktur tanah sehingga bahanbahan halus dari permukaan tercuci ke dalam rongga-rongga tanah. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah sangat penting perannya dalam tanah. Keberadaan bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar bahan organik tanah pada arboretum, kebun karet, dan lahan berumput menunjukkan nilai yang berbeda nyata diantara ketiganya. Kandungan bahan organik pada lahan arboretum di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm dengan nilai tertinggi (3,19%) berbeda nyata dengan kebun karet (2,44%) dan lahan berumput (1,84%) (Tabel 4). Tabel 4 Kandungan bahan organik (%) pada beberapa penggunaan lahan Penggunaan Lahan Bahan Organik Tanah (%) 0-20 cm 20-40 cm Rataan Kebun Karet 2,88b 2,01ab 2,44b Arboretum 4,03a 2,35a 3,19a Lahan Berumput 2,60b 1,10b 1,84c Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (α=0,05). Penggunaan lahan berpengaruh terhadap jumlah bahan organik terkait dengan banyaknya sisa tanaman yang dapat disumbangkan melalui pelapukan batang, ranting, bunga dan daun yang jatuh ke permukaan tanah (Arsyad 2010). Kandungan bahan organik pada arboretum memiliki nilai tertinggi karena banyak mendapatkan suplai bahan organik dari vegetasi didalamnya berupa serasah yang terdekomposisi di dalam tanah. Lahan berumput memiliki kandungan bahan organik terendah dikarenakan sumbangan biomassa rumput terhadap kandungan bahan organik jumlahnya sedikit. Keberadaan tumbuhan rerumputan yang hanya berada dipermukaan atas belum banyak memberikan sumbangan bahan organik pada lapisan yang lebih dalam, sehingga kandungan bahan organik pada lapisan bawah lebih rendah. Kandungan bahan organik pada lahan berumput pada kedalaman 20-40 cm nilainya berbeda nyata dengan lahan lainnya pada kedalaman yang sama. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa bahan organik tanah pada kedalaman 0-20 cm lebih besar dan berbeda nyata dengan kandungan bahan organik pada kedalaman 20-40 cm (Tabel 4). Bahan organik yang berasal dari tanaman di atas lahan akan langsung berinteraksi dengan tanah lapisan atas dan terdekomposisi pada lapisan ini, sehingga bahan organik tanah pada lapisan atas lebih besar dibandingkan dengan lapisan bawah. Bobot Isi dan Porositas Total Tanah Bobot isi tanah dan porositas total dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Hasil uji Duncan menunjukkan pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm, bobot isi tanah pada arboretum dan kebun karet berbeda nyata terhadap lahan berumput baik pada kedalaman 0-20 cm maupun 20-40 cm (Tabel 5). Lahan berumput 7

8 memiliki nilai bobot isi yang tertinggi (1,15 g/cm³), diikuti oleh kebun karet (0,99 g/cm³) dan arboretum (0,97 g/cm 3 ) dengan nilai terendah. Sementara porositas total pada arboretum memiliki nilai tertingi (64,07%) berbeda nyata dengan nilai kedua lahan lainnya yaitu kebun karet (62,48%) dan (56,60%) pada lahan berumput. Hal demikian terjadi karena bobot isi dan porositas total ini saling berkaitan, semakin tinggi bobot isi suatu tanah maka porositas totalnya akan rendah, begitu juga sebaliknya. Tabel 5 Bobot isi dan porositas total tanah pada beberapa penggunaan lahan Penggunaan Lahan Bobot Isi (g/cm3) Porositas Total (%) 0-20 cm 20-40 cm Rataan 0-20 cm 20-40 cm Rataan Kebun Karet 1,00b 0,99b 0,99b 62,24b 62,73b 62,48b Arboretum 0,95b 0,98b 0,97b 64,04a 64,10a 64,07a Lahan Berumput 1,11a 1,19a 1,15a 58,19b 55,02b 56,60b Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (α=0,05). Lahan arboretum yang tanahnya jarang bahkan hampir tidak pernah diolah, tingkat kepadatan tanahnya relatif lebih rendah dan bobot isinya pun menjadi lebih rendah. Berbeda dengan lahan arboretum, pada lahan berumput nilai bobot isi paling tinggi dan porositas paling rendah. Nilai bobot isi yang tinggi disebabkan pengaruh pemadatan tanah. Hal ini disebabkan saat ini kondisi lahan adalah sebagai lapangan dimana sering berlangsung aktivitas manusia diatasnya sehingga relatif sangat memungkinkan untuk terjadinya pemadatan. Pemadatan tanah yang terjadi berakibat pada naiknya nilai bobot isi tanah. Hal ini sejalan dengan pendapat Hardjowigeno (2007) bahwa semakin tinggi bobot isi tanah, maka tanah semakin padat yang berarti jumlah pori tanah semakin rendah. Beberapa tindakan pengolahan tanah yang dilakukan memang membuat tanah dalam keadaan gembur namun dalam waktu yang lama tanah akan menjadi padat. Faktor lain yang mempengaruhi bobot isi dan porositas tanah yaitu kandungan bahan organik tanah. Bahan organik pada lahan berumput paling rendah dibandingkan dengan bahan organik pada arboretum dan kebun karet (Tabel 4). Menurut Soepardi (1983) bahwa bahan organik yang tinggi pada tanah hutan sekunder dapat memicu peningkatan populasi dan aktivitas organisme. Peningkatan aktivitas perakaran tanaman akan menyebabkan terjadinya proses agregasi tanah sehingga keadaan tanah menjadi lebih gembur dan poros yang berakibat pada penurunan bobot isi dan peningkatan porositas tanah. Oleh karena itu, apabila kandungan bahan organik di dalam tanah tinggi akan menyebabkan nilai bobot isi menjadi rendah. Indeks Stabilitas Agregat Penggunaan lahan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemantapan agregat tanah. Hasil analisis ragam menunjukkan kemantapan agregat pada arboretum nilainya berbeda nyata dengan lahan berumput. Akan tetapi, kedua penggunaan lahan tersebut memiliki nilai kemantapan agregat yang tidak berbeda nyata terhadap kebun karet.

9 Tabel 6 Indeks stabilitas agregat pada beberapa penggunaan lahan Penggunaan Lahan Indeks Stabilitas 0-20 cm 20-40 cm Rataan Kategori Kebun Karet 259,13a 222,26ab 240,69ab Sangat Stabil Sekali Arboretum 316,20a 259,92a 288,06a Sangat Stabil Sekali Lahan Berumput 233,38a 148,58b 190,98b Sangat Stabil Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (α=0,05). Nilai indeks stabilitas agregat pada arboretum dan kebun karet serta lahan berumput menunjukkan bahwa tanah-tanah ini berada pada kondisi yang sangat stabil hingga sangat stabil sekali. Tanah pada arboretum dan kebun karet menunjukkan bahwa pada tanah-tanah memiliki agregat tanah yang lebih stabil dari lahan berumput. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah kandungan bahan organik tanah. Kandungan bahan organik tanah sangat mempengaruhi sifat fisik dan kimia yang berkaitan dengan agregasi (pembentukan struktur tanah). Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa kandungan bahan organik yang tinggi pada arboretum (3,19%) sejalan dengan nilai stabilitas agregat tanah yang paling baik (240,69), diikuti kebun karet dengan kandungan bahan organik cukup tinggi (2,44%) memiliki stabilitas agregat yang cukup baik (288,06), dan lahan berumput dengan kandungan bahan organik terendah (1,84%) memiliki nilai stabilitas agregat terendah (190,98). Bahan organik secara tidak langsung meningkatkan kemantapan agregat tanah melalui mikroorganisme tanah (Utomo dan Sugeng 1982). Menurut Baver et al. (1972) bahwa bahan organik yang tinggi bertanggung jawab dalam proses sementasi partikel-partikel utama sampai membentuk agregat stabil. Kemantapan agregat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya jenis dan kadar klei, bahan organik, jenis dan kation yang dijerap, serta penutupan tajuk tanaman pada permukaan tanah yang dapat menghindari splash erotion akibat curah hujan tinggi (Baskoro dan Henry 2005). Hasil pengamatan stabilitas agregat pada berbagai penggunaan lahan menunjukkan urutan tertinggi pada arboretum (288,06), diikuti kebun karet (240,69), dan lahan berumput (190,98) dengan nilai terendah (Tabel 6). Nilai indeks stabilitas agregat yang tinggi pada arboretum ini menunjukkan bahwa tanah pada lahan tersebut memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap gaya perusak dibandingkan dengan lahan yang lainnya. Kebun karet memiliki nilai stabilitas agregat tanah yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan arboretum, walaupun masih berada dalam kelas yang sama. Lahan berumput memiliki nilai yang paling rendah namun masih tergolong ke dalam kelas sangat stabil. Kemantapan agregat lahan berumput lebih rendah dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Hal ini dikarenakan lahan berumput digunakan sebagai lapangan, dimana telah banyak mengalami pemadatan sehingga agregat-agregat tanahnya lebih sering mengalami gangguan dan mudah hancur. Selain itu, rendahnya jumlah bahan organik, dan klei juga menyebabkan agregat-agregat tanahnya memiliki kemantapan agregat yang lebih rendah dibandingkan lahan arboretum dan lahan kebun karet. Menurut Handayani (2002) bahwa stabilitas agregat tidak stabil atau kurang stabil terjadi karena hilangnya bahan-bahan

10 sementasi dalam proses agregasi menyebabkan agregat akan hancur menjadi partikel-partikel penyusunya. Kurva Retensi Air Tanah Kurva retensi air tanah merupakan kurva yang menunjukkan rata-rata kadar air yang terkandung pada berbagai hisapan matriks. Air di dalam tanah diikat oleh tanah dalam berbagai tegangan atau tekanan yang disebut dengan pf1, pf2, pf 2,54, dan pf 4,2. pf 5 4,2 4 3 2,54 2 1 0 20 40 60 80 KA (%vol) Arboretum 0-20 cm Arboretum 20-40 cm Kebun Karet 0-20 cm Kebun Karet 20-40 cm Lahan Berumput 0-20 cm Lahan Berumput 20-40 cm Gambar 4 Kurva retensi air tanah di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm pada beberapa penggunaan lahan a. Lahan Kebun Karet Kadar air berdasarkan kurva pada pf 1 dan 2 di kedalaman 20-40 cm tidak jauh berbeda dan terlihat berhimpitan dengan kedalaman 0-20 cm (Gambar 4). Namun, hal yang pada berbeda terlihat pada pf 2,54 dan pf 4,2 nilai lapisan atas lebih besar daripada lapisan bawahnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang lebih tinggi dan nilai pori mikro yang lebih rendah pada lapisan atas sehingga kadar air menjadi sedikit lebih tinggi nilainya dibandingkan lapisan bawah. Selain itu, pemadatan juga terjadi pada beberapa titik pengambilan contoh tanah karena seringnya lahan kebun karet terinjak oleh penyadap getah karet sehingga menyebabkan terjadi peningkatan bobot isi tanah. Salah satu faktor lain yang mempengaruhi perbedaan nilai antara kadar air pada lapisan atas dan lapisan bawah adalah jumlah klei dan bahan organik tanah. Jumlah klei yang tinggi di lahan ini menyebabkan kemampuan menjerap air yang baik di beberapa tekanan pf khususnya pada lapisan bawah (20-40 cm). Adapun pengolahan tanah yang pernah dilakukan di lahan ini biasanya hanya di kedalaman 0-20 cm dan dengan menerapkan minimum tillage sebatas pada baris tanam. Hal tersebut mengakibatkan bahan organik juga tercampur merata pada lapisan atas, sedangkan tanah pada lapisan 20-40 cm hanya mendapatkan sedikit bahan organik dari lapisan atas. Oleh karena itu, nilai kadar air pada lapisan atas pada berbagai tekanan lebih tinggi dibandingkan lapisan bawah. b. Lahan Arboretum Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air tanah pada berbagai tekanan air tanah lapisan atas dan lapisan bawah tidak jauh berbeda (Gambar 4). Hal ini juga mengindikasikan bahwa antara dua lapisan tersebut memiliki kemampuan

menahan air yang tidak jauh berbeda. Hal tersebut disebabkan faktor bahan organik yang tinggi pada arboretum. Bahan organik meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap air (Stevenson 1982), dan akan menahannya lebih lama untuk menjaga kelembaban dan stabilitas temperatur tanah. Selain itu, bahan organik juga akan memperbaki agregasi tanah lebih baik sehingga menghasilkan stabilitas agregat tanah yang lebih stabil dan mantap serta meningkatkan ruang pori total terutama jumlah pori drainase tanah (Tabel 7). Selain kandungan bahan organik, kondisi lahan yang tidak mengalami pengolahan serta stabilitas agregat yang paling baik sehingga mengakibatkan semakin besar kemampuan tanah dalam memegang air. c. Lahan Berumput Lahan berumput memiliki kadar air yang paling rendah diantara penggunaan lainnya (Gambar 4). Pada lahan berumput terlihat jelas bahwa kadar air pada semua tekanan di kedalaman 0-20 cm lebih besar daripada kadar air pada kedalaman 20-40 cm. Pada pf 1, 2 dan 4,2 selisih kadar air antara lapisan atas dan bawah relatif besar, dan hanya pada pf 2,54 kadar airnya tidak jauh berbeda. Kadar air diatas sangat erat kaitannya dengan kondisi lahan, baik kondisi saat ini maupun pada tahun-tahun sebelumnya. Saat ini kondisi lahan adalah sebagai lapangan yang banyak mengalami pengolahan dan aktivitas manusia yang berlangsung diatasnya yang menyebabkan pemadatan. Menurut Setyowati (2007) mengatakan bahwa perubahan tutupan vegetasi dapat mengakibatkan perubahan sifat fisik tanah. Perubahan peggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian maupun bangunan akan menurunkan kualitas tanah. Hal ini dikarenakan setiap jenis vegetasi memiliki sistem perakaran yang berbeda. Lahan dijadikan sebagai fungsi lapangan yang hanya ditumbuhi oleh rerumputan pendek dan lunak. Bahan organik dan sistem perakaran pada rumput menyebabkan tanah pada lapisan atas menjadi lebih menjadi lebih gembur. Namun, akar-akar ini belum mencapai lapisan bawah, sehingga tanah pada lapisan bawah masih cukup padat dan belum mampu menciptakan pori yang lebih banyak lagi (Tabel 5). Hal-hal inilah yang menyebabkan kadar air di berbagai tekanan pada lapisan tanah atas lebih besar daripada pada lapisan bawah. Selain itu, kemantapan agregat pada lahan berumput ini juga mempengaruhi kondisi kadar air dimana kemantapan agregat pada lapisan atas di lahan berumput lebih stabil dibandingkan dengan lapisan bawahnya (Tabel 6). Menurut Schwab et al. (1981), tanah yang berstruktur baik akan lebih permeabel daripada tanah yang bertekstur sama tetapi tidak berstruktur. Hal ini terjadi karena terbentuknya agregat stabil yang akan mempertahankan ruang pori aerasi yang efektif untuk melewatkan air dan udara. Distribusi Ukuran Pori Tanah Distribusi ukuran pori menunjukkan persentase sebaran ukuran pori yang didasarkan dari berbagai nilai kurva pf, sedangkan porositas dihitung berdasarkan penetapan bobot isi dan bobot jenis partikel. Nilai distribusi ukuran pori tanah disajikan pada Tabel 7. 11

12 Tabel 7 Distribusi ukuran pori tanah pada beberapa penggunaan lahan Penggunaan Lahan Distribusi ruang pori (%) Kedalaman 0-20 cm RPT PDSC PDC PDL PAT PD Kebun Karet 62,24a 3,49b 3,39a 6,05a 7,85a 12,93b Arboretum 64,04a 9,27a 7,08a 4,91a 6,06a 21,26a Lahan Berumput 58,19b 1,68b 2,79a 5,41a 4,28a 9,88b Kedalaman 20-40 Kebun Karet 62,73a 3,01b 4,27a 7,2a 9,45a 14,48b Arboretum 64,10a 10,16a 5,08a 3,32a 7,77a 18,56a Lahan Berumput 55,02b 2,18b 1,28a 4,84a 6,69a 8,30b Keterangan : -RPT=Ruang Pori Total, PDSC=Pori Drainase Sangat Cepat, PDC= Pori Drainase Cepat, PDL=Pori Drainase Lambat, PAT=Pori Air Tersedia, PD=Pori Drainase. -Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (α=0,05). Buckman dan Brady (1969) dalam Sofyan (2006) membagi pori tanah menjadi pori makro, meso, dan mikro. Pori makro berisi udara dan air gravitasi, sedangkan pori mikro berisi udara serta air higroskopis. Pori makro dapat memperlancar gerakan udara dan air sedangkan pori mikro dapat menghambat gerakan udara dan air. Pori drainase adalah pori yang dapat memfasilitasi dan menyebabkan pergerakan udara dan perkolasi air secara cepat. Pori drainase dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu : (1) Pori drainase sangat cepat (PDSC); berdiameter >300 µm, merupakan bagian pori yang akan kosong pada tekanan 10 cm (pf 1), (2) Pori drainase cepat (PDC); berdiameter 30-300 µm, merupakan bagian pori yang akan kosong pada pf 1 sampai pf 2, (3) Pori drainase lambat (PDL); berdiameter 9-30 µm merupakan bagian pori yang akan kosong pada pf 2 sampai pf 2,54 (Sitorus et al. 1983). Tanah lapisan atas dan bawah pada penggunaan lahan arboretum memiliki jumlah pori darainase (PD) yang paling tinggi (kedalaman 0-20 21,26 % dan kedalaman 20-40 18,56 %) dan berbeda nyata dengan kebun karet dan lahan berumput. Jumlah pori drainase sangat cepat (PDSC) lahan arboretum (kedalaman 0-20 cm 9,27% dan kedalaman 20-40 cm 10,16%) juga terlihat berbeda nyata terhadap penggunaan lahan lainnya (Tabel 7). Nilai pori drainase yang lebih tinggi pada lahan arboretum diakibatkan oleh tingginya kadar bahan organik tanah. Hal ini menyebabkan agregasi tanah menjadi lebih baik sehingga menghasilkan poripori antar agregat berupa pori makro. Tanaman di arboretum yang mempunyai perakaran yang lebih banyak dan menyumbangkan bahan organik yang lebih tinggi biasanya cenderung meningkatkan pori makro yang lebih banyak (Baver et al. 1972).

13 Pori Drainase ( %) 21,26 a 18,56 a 12,93 b 14,48 b 9,88 b Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm 8,30 b Arboretum Kebun 1 Karet Lahan Berumput Gambar 5 Pori drainase di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm setiap penggunaan lahan Pori makro terendah berada pada lahan berumput di lapisan atas dan bawah (kedalaman 0-20 cm 9,88% dan 20-40 cm 8,30%). Hal ini terjadi karena lahan tersebut telah mengalami pemadatan tanah akibat aktivitas manusia dan rendahnya bahan organik tanah sehingga dapat menurunkan jumlah pori makro tanah. Sejalan dengan pendapat Haridjaja et al. (2010) bahwa semakin tinggi tingkat kepadatan tanah maka jumlah pori makro semakin berkurang. Meskipun terlihat tidak berbeda nyata secara signifikan, pori makro pada lahan kebun karet nilainya tidak berbeda nyata dengan lahan berumput (Gambar 5). Hal tersebut diakibatkan oleh tingginya jumlah klei dan berkaitan dengan jumlah pori mikro yang tinggi. Hantaran Hidrolik Jenuh Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah di Lapang Hantaran hidrolik tanah menurut O neal (1949) didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk melalukan air, atau tingkat kecepatan perkolasi air melalui kolom air tanah di bawah kondisi jenuh. Secara kuantitatif hantaran hidrolik adalah kecepatan bergeraknya suatu cairan pada media berpori, atau didefinisikan sebagai kecepatan air untuk melewati tanah pada periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam sentimeter per jam (Baver 1959). Hantaran hidrolik tanah menurun dengan bertambahnya waktu karena pergerakan air pada saat tanah tidak jenuh dipengaruhi oleh hisapan matriks dan gaya gravitasi. Semakin lama proses berlangsung, kondisi tanah semakin jenuh sehingga hisapan matrik semakin berkurang. Pada saat kondisi tanah jenuh pergerakan air hanya dipengaruhi gaya gravitasi sehingga kemampuan tanah menyerap air berkurang. Hasil pengukuran hantaran hidrolik jenuh tanah di lapang menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada semua penggunaan lahan (Gambar 6). HnHantaran hidrolik tanah (cm jam- HHan 1 ) 7 6 5 4 3 2 1 0 5,72 a 1,91 ab 1,22 Arboretum Kebun Karet Lahan Berumput b Gambar 6 Hantaran hidrolik jenuh tanah pada setiap penggunaan lahan

14 Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa hantaran hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran lapang pada arboretum dan lahan berumput nilainya berbeda nyata. Namun, nilai hantaran hidrolik jenuh pada kedua penggunaan lahan tersebut tidak berbeda nyata dengan nilai hantaran hidrolik jenuh tanah pada kebun karet. Berdasarkan Tabel 7 diketahui adanya kesesuaian nilai hantaran hidrolik jenuh tanah dengan jumlah pori drainase tanah pada lapisan bawah. Semakin besar jumlah pori drainase tanah maka hantaran hidrolik jenuh tanah cenderung semakin tinggi. Arboretum memiliki nilai hantaran hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran lapang tertinggi (5,72 cm jam -1 ) termasuk dalam kelas sedang menurut klasifikasi hantaran hidrolik (Uhland dan O neal 1951) dalam (Sitorus et al. 1983). Hasil ini nilainya berbeda nyata dengan lahan berumput namun tidak berbeda nyata secara signifikan dengan kebun karet. Lahan arboretum menghasilkan serasah cukup tebal menyebabkan kandungan bahan organik yang terkandung pada lahan ini adalah yang tertinggi (3,19 %) diantara semua penggunaan lainnya (Tabel 4). Menurut Asdak (2002), sistem perakaran dan serasah yang dihasilkan mampu menaikkan hantaran hidrolik tanah. Bahan organik mempengaruhi hantaran hidrolik tanah karena dapat memperbaiki sifat fisik tanah memperbaiki sifat fisik tanah, seperti : peningkatan pori drainase, perbaikan struktur tanah, dan kemantapan agregat tanah. Nilai agregat tanah yang lebih stabil di arboretum (288,06) mempertahankan pori tanah dari kerusakan akibat gangguan yang terjadi sehingga mempermudah masuknya air. Bahan organik juga dapat menurunkan tingkat kepadatan tanah melalui perbaikan struktur tanah mengakibatkan nilai bobot isi di arboretum menjadi rendah. Selain itu, ruang pori tanah yang semakin tinggi sehingga dapat mempermudah air masuk ke dalam tanah akibat aktivitas organisme yang tinggi pula. Hal ini sesuai karena di lahan arboretum memiliki porositas (64,07%) dan pori drainase tertinggi (19,91%) terutama pada nilai pori drainase sangat cepat (PDSC) (19,44%). Sementara, bobot isi pada penggunaan lahan arboretum adalah yang terendah (0,97 g/cm 3 ) dari semua penggunaan lahan lainnya (Tabel 5). Lahan kebun karet memiliki nilai hantaran hidrolik jenuh di lapang lebih besar daripada lahan berumput, namun tidak berbeda nyata (1,91 cm jam -1 ) dan termasuk dalam kelas agak lambat. Porositas dan bobot isi lahan ini tergolong baik pada kedalaman 0-20 cm dan pada kedalaman 20-40 cm, nilainya hampir tidak berbeda nyata dengan lahan arboretum (Tabel 5). Bahan organik yang cukup tinggi pada lahan ini menyebabkan struktur tanah menjadi lebih baik. Lahan kebun karet tidak mengalami pengolahan tanah intensif, sehingga dapat meminimalkan kerusakan sifat fisik tanahnya. Namun, lahan ini terkadang dilewati oleh masyarakat yang memanfaatkan pohon karet untuk diambil getahnya, sehingga di beberapa tempat tanah pada kebun ini mengalami pemadatan. Pemadatan pada beberapa tempat dapat menurunkan jumlah pori drainase, terlihat dari jumlah pori makro, PDSC dan PDC pada kebun karet yang lebih rendah. Sebalikya, nilai PDL kebun karet lebih tinggi diantara lahan lainnya (Tabel 7). Hal ini sesuai dengan penyataan Hillel (1971) dalam Abidin (2012) yang menyatakan bahwa hantaran hidrolik dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk ruang pori yang dilalui air dan viskositas cairan tanah, dimana hantaran hidrolik yang mempunyai porositas tinggi dengan jumlah pori besar sedikit akan lebih rendah

daripada tanah-tanah yang mempunyai porositas rendah dengan jumlah pori yang besar. Sementara, nilai indeks stabilitas (ISA) kebun karet (240,69) juga tidak berbeda nyata dengan lahan lainnya. Selain itu, kebun karet memiliki kandungan klei yang lebih tinggi (kedalaman 0-20 cm 81,47 % dan kedalaman 20-40 cm 84,08 %) sehingga dapat menyebabkan air yang melewati tanah menjadi lambat (Tabel 3). Hal ini sesuai dengan pendapat Sopher dan Jack (1982), tanah bertekstur liat mempunyai hantaran hidrolik yang rendah sebab sebagian ruang porinya adalah pori mikro. Tanah dengan klei yang tinggi dapat menahan air lebih banyak dan lebih lama karena memiliki luas permukaan spesifik yang besar. Menurut Hanafiah (2007) bahwa dominasi fraksi klei akan menyebabkan terbentuknya banyak pori-pori mikro sehingga luas permukaan sentuhnya menjadi sangat luas sehingga daya ikat terhadap air sangat kuat. Kondisi ini menyebabkan air yang masuk ke pori-pori segera terperangkap dan udara sulit masuk. Hal ini sejalan dengan pendapat Musgrave dan Holtan (1964) bahwa tanah-tanah yang didominasi liat umumnya banyak mengandung koloid, apabila tanah demikian mengalami pembasahan, maka ikatan antar butir tanah menjadi lemah, sehingga butir-butir tanah dengan mudah lepas satu sama lain dan akan menutupi pori-pori di permukaan tanah. Hal inilah menyebabkan tanah dengan dominasi liat tinggi pada lahan kebun karet memiliki hantaran hidrolik rendah di beberapa titik pada lokasi pengukuran. Hantaran hidrolik jenuh tanah terendah dijumpai pada lahan berumput (1,22 cm jam -1 ) dan tergolong agak lambat. Rendahnya hantaran hidrolik tanah pada lahan berumput disebabkan tanahnya lebih padat, porositas total, dan pori drainase yang lebih rendah serta kandungan bahan organik tanah yang rendah (2,00 %). Nilai bobot isi pada lahan berumput merupakan yang tertinggi (1,15 g/cm 3 ) diantara lahan lainnya (Tabel 5). Pemadatan dan pengolahan yang pernah terjadi pada lahan ini dapat meningkatkan bobot isi tanah dan menghancurkan pori makro sehingga dapat menyumbat pori yang berada di lapisan bawah. Pengolahan juga mempercepat dekomposisi bahan organik dan menghancurkan agregat yang terbentuk (Buckman dan Brady 1969). Kondisi itu akan menghambat laju turunnya air dari lapisan atas ke lapisan bawah karena tanah dalam kondisi padat dan memiliki jumlah pori drainase yang lebih sedikit. Nilai porositas total (56,60%), pori drainase (9,09%), dan pori drainase sangat cepat (PDSC) pada lahan ini adalah terendah dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya (Tabel 7). Hal tersebut menyebabkan air lebih susah masuk kedalam lapisan tanah dan yang menjadikan nilai hantaran hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran lapangnya menjadi rendah. Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah di Laboratorium Secara deskriptif hantaran hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran di lapang tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran laboratorium, walaupun masih terdapat hantaran hidrolik pada beberapa landuse yang nilainya lebih tinggi dibandingkan hasil pengukuran lapang (Tabel 8). 15

16 Tabel 8 Hantaran hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran lapang dan laboratorium Penggunaan Lahan Hantaran Hidrolik Jenuh (cm jam -1 ) Metode Lapang Metode Laboratorium Kebun Karet 1,91 0,79 Arboretum 5,72 7,31 Lahan Berumput 1,22 0,52 Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (α=0,05). Hantaran hidrolik tanah hasil pengukuran di laboratorium pada lapisan atas lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan bawah (Lampiran 5). Hantaran hidrolik pada lapisan bawah tersebut lebih mendekati nilai hantaran hidrolik jenuh di lapang. Adanya perbedaan nilai hantaran hidrolik jenuh tanah di lapang dan laboratorium diduga diakibatkan karena adanya perbedaan metode pengukuran. Pengukuran hantaran hidrolik di laboratorium menggunakan contoh tanah utuh sedangkan dengan metode lapang diukur langsung di lahan menggunakan permeameter pada keadaan kondisi lapang. Kondisi lapang memungkinkan nilai pengukuran hantaran hidrolik lebih akurat karena menyesuaikan kondisi nyata di lapang. Sementara, pengambilan contoh tanah dengan ring diduga rentan mengalami pemadatan karena gangguan dan kesalahan dalam pengambilan contoh tanah dan pengangkutan sewaktu dibawa ke laboratorium. Namun, walaupun terdapat perbedaan pada kedua metode dalam penentuan nilai hantaran hidrolik tanah, hasil penelitian menunjukkan bahwa nilainya tidak berbeda nyata antar kedua metode. Hasil penelitian menunjukkan hantaran hidrolik meningkat bila bobot isi rendah, porositas total, dan pori drainasenya tinggi serta kandungan bahan oganik tinggi, seperti pada arboretum. Rendahnya nilai hantaran hidrolik jenuh tanah pada beberapa penggunaan lahan dapat mengakibatkan tingginya aliran permukaan tanah. Oleh sebab itu, perlu adanya pembuatan lubang resapan air di lahan kebun karet dan lahan berumput untuk mengurangi laju aliran permukaan dan erosi tanah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan lahan berpengaruh nyata terhadap laju hantaran hidrolik jenuh tanah pada taraf 5% (α=0,05). Hantaran hidrolik jenuh tanah arboretum berbeda nyata dengan lahan berumput namun tidak berbeda nyata dengan kebun karet pada taraf 5 % (α=0,05).

17 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Penggunaan lahan secara signifikan mempengaruhi nilai hantaran hidrolik jenuh tanah. Nilai hantaran hidrolik jenuh tanah pada lahan arboretum adalah yang tertinggi dan terendah pada lahan berumput. 2. Nilai hantaran hidrolik jenuh tanah dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan kimia tanah, seperti : ruang pori total, pori makro, stabilitas agregat, bahan organik, bobot isi, dan tekstur tanah. Saran 1. Hantaran hidrolik jenuh pada lahan berumput (lapangan rektorat) mempunyai hantaran hidrolik jenuh yang paling rendah, sehingga lahan tersebut memberikan kontribusi aliran permukaan yang cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu tindakan konservasi tanah dan air untuk memimalkan dan meresapkan aliran permukaan yang dihasilkan. 2. Pemanfaatan vegetasi pohon bertajuk rapat dan pemanfaatan residu tanaman atau sisa-sisa tumbuhan sebagai sumber bahan organik diperlukan untuk memperbaiki karakteristik fisik tanah dan sekaligus meningkatkan peresapan air ke dalam tanah. DAFTAR PUSTAKA Abidin L. 2012. Permeabilitas Tanah Lahan Pertanian, Semak, dan Hutan Sekunder pada Tanah Latosol Dramaga [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): IPB Press. Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press. Baskoro DPT, DM Henry. 2005. Pengaruh metoda pengukuran dan waktu pengayakan basah terhadap nilai indeks stabilitas agregat tanah. Jurnal Tanah dan Lingkungan. Vol. 7 No 2: 54-57. Baver L.D. 1959. Soil Physics. 3rd ed. New York (US): John Willey and Sons, Inc. Baver L.D., W.H. Gardner, and W.R. Gardner. 1972. Soil Physics. London (GB) Sidney (AU) and Toronto (US): John Willey and Sons, Inc. Buckman H. O. And N. C. Brady. 1969. The Nature and Properties of Soils. G. Soepardi, penerjemah. 1983. Bogor (ID): Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor. Fakuara Y. 1987. Hutan Kota Ditinjau dari Aspek Nasional. Seminar Hutan Kota DKI Jakarta. Foth H.D. 1984. Fundamental of Soil Science. New York Chichester Brisbane Toronto (US) : Jhon Willey and Sons, Inc.