BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan presentase pernikahan usia muda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

suatu kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2000).

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. muda). Diantaranya adalah keguguran,persalinan premature, BBLR, kelainan

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

PENYULUHAN HUKUM. Upaya Mencegah Terjadinya Pernikahan Anak Usia Dini

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Sebuah pernikahan akan membuat individu memperoleh keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. menurutnya akan menyalahi aturan yang dibuat oelh orang tuanya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sgmendung2gmail.com

BAB I PENDAHULUAN. and Development (ICPD) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PEREMPUAN DENGAN KEJADIAN PERNIKAHAN USIA DINI DI KUA WILAYAH KERJA KECAMATAN PURBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. remaja putri berusia <20 tahun. Kehamilan tersebut dapat disebabkan oleh karena

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI. Muhammad Arif Budiman S

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. sengaja maupun tidak sengaja (Pudiastuti, 2011). Berbagai bentuk. penyimpangan perilaku seksual remaja cenderung mengalami

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

KESEHATAN REPRODUKSI. Fatmalina Febry, SKM.,M.Si Gizi Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,

PERSEPSI PELAJAR SMA NEGERI 1 BANJARMASIN DAN SMA NEGERI 2 BANJARMASIN TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat:

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN dan berada di jl Purwodadi-Semarang KM 32 desa Pilang Wetan

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA ELATAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI

DINAMIKA PSIKOLOGIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENIKAH DINI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN DINI DAN DAMPAKNYA DALAM MENGASUH ANAK : STUDI KASUS DI DESA NGERDEMAK KECAMATAN KARANGRAYUNG KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Dariyo, 2002 (dalam Godam,

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi merupakan salah satu topik penting di bidang

GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

Transkripsi:

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pernikahan Usia Dini/ Usia Muda a. Pengertian Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan pada wanita dengan usia kurang dari 16 tahun dan pada pria usia kurang dari 19 tahun (Romauli,2009). Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh sepasang laki-laki dan perempuan remaja (Kumalasari, 2012). Pernikahan usia dini yaitu merupakan intitusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga (Lutfiati, 2008). Didalam Undang-Undang Perkawinan terdapat beberapa pasal diantaranya pada pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada pasal 2 menyatakan bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (YPAN, 2008). 1

2 b. Faktor-faktor yang mendorong untuk melangsungkan perkawinan usia muda (R. Muhammad, 2011) adalah 1. Faktor ekonomi Orang tua mengawinkan anaknya karena keadaan ekonomi keluarga yang kurang, sehingga untuk meringankan beban orang tua, mereka dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu. 2. Faktor kemauan sendiri Pasangan usia muda merasa sudah saling mencintai dan adanya pengaruh media, sehingga mereka terpengaruh untuk melakukan pernikahan usia muda. 3. Faktor pendidikan Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan orang tua, anak, dan masyarakat akan pentingnya pendidikan, makna serta tujuan perkawinan sehingga menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda. 4. Faktor keluarga Kekhawatiran orang tua akan anaknya yang sudah mempunyai pacar yang sudah sangat dekat, membuat orang tua ingin segera mengawinkan anaknya meskipun masih dibawah umur. Hal ini merupakan hal yang sudah turun-temurun. Sebuah keluarga tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah. 2

3 c. Faktor yang mempengaruhi terjadinya perkawinan usia muda menurut (Romauli, 2009) adalah 1. Tingkat pendidikan Makin rendah tingkat pendidikan, makin mendorong cepatnya perkawinan usia muda 2. Sikap dan hubungan dengan orang tua Perkawinan ini dapat berlangsung karena adanya kepatuhan atau menentang dari remaja terhadap orang tuanya. 3. Sebagai jalan keluar dari berbagai kesulitan Misalnya kesulitan ekonomi 4. Pandangan dan kepercayaan Banyak di daerah ditemukan pandangan dan kepercayaan yang salah Misalnya kedewasaan seseorang dinilai dari status perkawinan, status janda lebih baik dari pada perawan tua. 5. Faktor masyarakat Lingkungan dan adat istiadat adanya anggapan jika anak gadis belum menikah dianggap sebagai aib keluarga. d. Menurut (Noorkasiani, 2009) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda di Indonesia adalah 1. Faktor individu 3

4 a. Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang. Makin cepat perkembangan tersebut dialami, makin cepat pula berlangsungnya perkawinan sehingga mendorong terjadinya perkawinan pada usia muda. b. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah tingkat pendidikan, makin mendorong berlangsungnya perkawinan usia muda. c. Sikap dan hubungan dengan orang tua. Perkawinan usia muda dapat berlangsung karena adanya sikap patuh dan atau menentang yang dilakukan remaja terhadap perintah orang tua. Hubungan dengan orang tua menentukan terjadinya perkawinan usia muda. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan perkawinan remaja karena ingin melepaskan diri dari pengaruh lingkungan orang tua. d. Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang dihadapi, termasuk kesulitan ekonomi. Tidak jarang ditemukan perkawinan yang berlangsung dalam usia sangat muda, diantaranya disebabkan karena remaja menginginkan status ekonomi yang lebih tinggi. 2. Faktor keluarga Peran orang tua dalam menentukan perkawinan anak-anak mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : a. Sosial ekonomi keluarga 4

5 Akibat beban ekonomi yang dialami, orang tua mempunyai keinginan untuk mengawinkan anak gadisnya. Perkawinan tersebut akan memperoleh dua keuntungan, yaitu tanggung jawab terhadap anak gadisnya menjadi tanggung jawab suami atau keluarga suami dan adanya tambahan tenaga kerja di keluarga, yaitu menantu yang dengan sukarela membantu keluarga istrinya. b. Tingkat pendidikan keluarga Makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering ditemukan perkawinan diusia muda. Peran tingkat pendidikan berhubungan erat dengan pemahaman keluarga tentang kehidupan berkeluarga. c. Kepercayaan dan atau adat istiadat yang berlaku dalam keluarga Kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga juga menentukan terjadinya perkawinan diusia muda. Sering ditemukan orang tua mengawinkan anak mereka dalam usia yang sangat muda karena keinginan untuk meningkatkan status sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga, dan atau untuk menjaga garis keturunan keluarga. d. Kemampuan yang dimiliki keluarga dalam menghadapi masalah remaja 5

6 Jika keluarga kurang memiliki pilihan dalam menghadapi atau mengatasi masalah remaja, (misal : anak gadisnya melakukan perbuatan zina), anak gadis tersebut dinikahkan sebagai jalan keluarnya. Tindakan ini dilakukan untuk menghadapi rasa malu atau rasa bersalah. 3. Faktor masyarakat lingkungan a. Adat istiadat Terdapat anggapan di berbagai daerah di Indonesia bahwa anak gadis yang telah dewasa, tetapi belum berkeluarga, akan dipandang aib bagi keluarganya. Upaya orang tua untuk mengatasi hal tersebut ialah menikahkan anak gadis yang dimilikinya secepat mungkin sehingga mendorong terjadinya perkawinan usia muda. b. Pandangan dan kepercayaan Pandangan dan kepercayaan yang salah pada masyarakat dapat pula mendorong terjadinya perkawinan di usia muda. Contoh pandangan yang salah dan dipercayai oleh masyarakat, yaitu anggapan bahwa kedewasaan seseorang dinilai dari status perkawinan, status janda lebih baik daripada perawan tua dan kejantanan seseorang dinilai dari seringnya melakukan perkawinan. Interpretasi yang salah terhadap ajaran agama juga dapat menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda, misalnya sebagian besar masyarakat juga pemuka agama menganggap 6

7 bahwa akil baliq ialah ketika seorang anak mendapatkan haid pertama, berarti anak wanita tersebut dapat dinikahkan, padahal akil baliq sesungguhnya terjadi setelah seorang anak wanita melampaui masa remaja. c. Penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan Sering ditemukan perkawinan usia muda karena beberapa pemuka masyarakat tertentu menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan yang dimilikinya, yaitu dengan mempergunakan kedudukannya untuk kawin lagi dan lebih memilih menikahi wanita yang masih muda, bukan dengan wanita yang telah berusia lanjut. d. Tingkat pendidikan masyarakat Perkawinan usia muda dipengaruhi pula oleh tingkat pendidikan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat yang tingkat pendidikannya amat rendah cenderung mengawinkan anaknya dalam usia yang masih muda e. Tingkat ekonomi masyarakat Masyarakat yang tingkat ekonominya kurang memuaskan, sering memilih perkawinan sebagai jalan keluar dalam mengatasi kesulitan ekonomi. f. Tingkat kesehatan penduduk 7

8 Jika suatu daerah memiliki tingkat kesehatan yang belum memuaskan dengan masih tingginya angka kematian, sering pula ditemukan perkawinan usia muda di daerah tersebut. g. Perubahan nilai Akibat pengaruh modernisasi, terjadi perubahan nilai, yaitu semakin bebasnya hubungan antara pria dan wanita. h. Peraturan perundang-undangan Peran peraturan perundang-undangan dalam perkawinan usia muda cukup besar. Jika peraturan perundang-undangan masih membenarkan perkawinan usia muda, akan terus ditemukan perkawinan usia muda. e. Alasan pernikahan usia muda (Kumalasari, 2012) 1. Faktor sosial budaya Beberapa daerah di Indonesia masih menerapkan praktik kawin muda, karena mereka menganggap anak perempuan yang terlambat menikah merupakan aib bagi keluarga. 2. Desakan ekonomi Pernikahan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya, maka anak perempuannya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu. 8

9 3. Tingkat pendidikan Pendidikan yang rendah makin mendorong cepatnya pernikahan usia muda. 4. Sulit mendapatkan pekerjaan Banyak dari remaja yang menganggap kalau mereka menikah muda, tidak perlu lagi mencari pekerjaan atau mengalami kesulitan lagi dalam hal keuangan karena keuangan sudah ditanggung suaminya. 5. Media massa Gencarnya ekspos seks di media massa menyebabkan remaja modern kian permisif terhadap seks. 6. Agama Dari sudut pandang agama menikah di usia muda tidak ada pelarangan bahkan dianggap lebih baik daripada melakukan perzinaan. 7. Pandangan dan kepercayaan Banyak di daerah ditemukan pandangan dan kepercayaan yang salah misalnya kedewasaan dinilai dari status pernikahan, status janda dianggap lebih baik daripada perawan tua. f. Penyebab pernikahan usia dini (Surbakti, MA, 2008) adalah 1. Pendidikan yang rendah 9

10 Pendidikan yang rendah adalah salah satu penyebab terjadinya pernikahan dini. Kebanyakan dari mereka kurang menyadari bahaya yang timbul akibat pernikahan dini 2. Peraturan budaya Faktor budaya bisa jadi merupakan salah satu penyebab pernikahan dini. Usia layak menikah menurut budaya dikaitkan dengan datangnya haid pertama bagi wanita. Dengan demikian banyak remaja yang belum layak menikah, terpaksa menikah karena desakan budaya. 3. Kecelakaan Tidak sedikit pernikahan dini disebabkan karena kecelakaan yang tidak sengaja akibat pergaulan yang tidak terkontrol. Dampaknya mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan dengan menikah dini. 4. Keluarga cerai Banyak anak anak korban perceraian terpaksa menikah seara dini karena berbagai alasan misalnya, tekanan ekonomi, untuk meringankan beban orang tua tunggal, membantu keluarga, mendapatkan pekerjaan, meningkatkan taraf hidup, dan sebagainya. 6. Daya tarik fisik 10

11 Faktor lain yang mendorong terjadinya pernikahan dini adalah daya tarik fisik. Banyak remaja yang terjerumus ke dalam pernikahan karena daya tarik fisik. e. Masalah dan Dampak yang terjadi 1) Perkawinan yang dilangsungkan pada usia remaja umumnya akan menimbulkan masalah-masalah, sebagai berikut (Romauli, 2009) : a) Secara fisiologis (a) Alat reproduksi masih belum siap untuk menerima kehamilan sehingga dapat menimbulakan berbagai bentuk komplikasi (b) Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun b) Secara psikologis (a) Umumnya para pasangan muda keadaan psikologisnya masih belum matang, sehingga masih labil dalam menghadapi masalah yang timbul dalam perkawinan. 11

12 (b) Dampak yang dapat terjadi seperti perceraian, karena kawin cerai biasanya terjadi pada pasangan yang umurnya pada waktu kawin relatif masih muda. c) Secara sosial ekonomi Makin bertambahnya umur seseorang, kemungkinan untuk kematangan dalam bidang sosial ekonomi juga akan semakin nyata. Pada umumnya dengan bertambahnya umur akan semakin kuatlah dorongan mencari nafkah sebagai penopang hidup. 2) Dampak pernikahan usia dini Akibat-akibat perkawinan di bawah umur mencakupi pemisahan dari kelurga, isolasi serta kurangnya kebebasan untuk berinteraksi dengan teman teman sebaya. Karena perkawinan anak anak sering menyebabkan kehamilan usia dini, maka akses mereka ke pendidikan berkurang, yang selanjutnya mengakibatkan berkurangnya potensi penghasilan dan meningkatkan ketergantungan pada pasangan. Pengantin (anak) tampaknya, kecil kemungkinan untuk tidak berhubungan seks dan mendesak penggunaan kondom, karena itu mereka rentan terhadap resiko kesehatan seperti kehamilan dini, penyakit menular seksual serta HIV/AIDS (Erica, 2009). Dampak yang terjadi karena pernikahan usia muda menurut (Kumalasari, 2012) yaitu 12

13 1. Kesehatan perempuan a. Alat reproduksi belum siap menerima kehamilan sehingga dapat menimbulkan berbagai komplikasi b. Kehamilan dini dan kurang terpenuhinya gizi bagi dirinya sendiri c. Resiko anemia dan meningkatnya angka kejadian depresi d. Beresiko pada kematian usia dini e. Meningkatkan angka kematian ibu (AKI) f. Studi epidemiologi kanker serviks : resiko meningkat lebih dari 10 kali bila jumlah mitra seks 6/ lebih atau bila berhubungan seks pertama dibawah uais 15 tahun g. Semakin muda perempuan memiliki anak pertama, semakin rentan terkena serviks h. Resiko terkena penyakit menular seksual i. Kehilangan kesempatan mengembangkan diri 2. Kualitas anak a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) sangat tinggi, adanya kebutuhan nutrisi yang harus lebih banyak untuk kehamilannya dan kebutuhan pertumbuhan ibu sendiri b. Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang berusia dibawah 18 tahun rata-rata lebih kecil dan bayi dengan BBLR memiliki kemungkinan 5-30 kali lebih tinggi untuk meninggal 13

14 3. Keharmonisan keluarga dan perceraian a. Banyaknya pernikahan usia muda berbanding lurus dengan tingginya angka perceraian b. Ego remaja yang masih tinggi c. Banyaknya kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan bercerai ketika memutuskan untuk menikah d. Perselingkuhan e. Ketidakcocokan hubungan dengan orang tua maupun mertua f. Psikologis yang belum matang, sehingga cenderung labil dan emosional g. Kurang mampu untuk bersosialisasi dan adaptasi 2. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya) (Notoadmodjo, 2010). b. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoadmodjo (2010) secara garis besarnya pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan, yaitu 1. Tahu (know) 14

15 Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. 2. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan hanya tahu terhadap objek tersebut, tidak hanya sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat pada suatu masalah atau objek yang diketahui. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. c. Pentingnya Pengetahuan 15

16 Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni 1. Kesadaran (awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2. Merasa tertarik (interest) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul. 3. Menimbang-nimbang (Evaluation) baik tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya. 4. Trial, sikap dimana subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. 5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Namun, sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam 16

17 merubah perilaku, sehingga perilaku tersebut langgeng menurut Notoadmodjo (2003) dalam Wawan & Dewi (2011). Menurut teori Lawrence Green dalam (Notoatmodjo 2010) ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu 1. Faktor faktor predisposisi (predisposing factors) Yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. 2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. 3. Faktor-faktor pendorong atau penguat (renforcing factors) Yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masayarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat 17

18 terbentuknya perilaku, atau bisa juga karena fasilitas-fasilitas dan sarana-sarana kesehatan. d. Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Wawan & Dewi, 2011) adalah 1. Pendidikan Yaitu bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju cita- cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. 2. Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan keluarganya. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. 3. Umur Menurut Elisabeth BH yang dikutip oleh Nursalam (2003) semakin cukup umur, semakin tinggi tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. 4. Pengalaman 18

19 Pengetahuan dapat berasal dari pengalaman, baik dari pengalaman pribadi maupun pengalaman yang berasal dari orang lain. Pengalaman di anggap pengetahuan yang paling benar. 5. Ekonomi (pendapatan) Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder, keluarga yang status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila di banding dengan keluarga yang status ekonominya rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk dalam kebutuhan sekunder. 6. Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat berpengaruh dalam perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. 7. Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada di masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi. 8. Paparan Media Massa dan Informasi Melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik sebagai alat informasi yang di terima oleh masyarakat. Sehingga masyarakat yang lebih banyak mendapatkan informasi dari media massa seperti televisi, radio, majalah, koran, dan lainnya akan memperoleh informasi dan pengetahuan yang lebih banyak dari 19

20 pada yang tidak pernah terpapar media sama sekali ( Notoadmodjo, 2005 ). e. Cara mengukur pengetahuan Cara mengukur pengetahuan adalah dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan adalah tingginya pengetahuan atau besarnya persentase kelompok responden tentang variabel-variabel atau komponen-komponen kesehatan (Notoadmodjo, 2010). f. Kategori tingkat pengetahuan Menurut Arikunto (2006) dalam Wawan dan Dewi (2011) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasi dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu seperti: 1. Baik : Hasil presentase 76 %-100% 2. Cukup : Hasil presentase 56 %-75 % 3. Kurang : Hasil presentase <56 % 20

21 B. Kerangka Teori Faktor-faktor Predisposisi 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kepercayaan 4. Keyakinan 5. Nilai-nilai Faktor-faktor Pemungkin 1. Sarana-dan prasana 2. Keterjangkauan fasilitas 3. Ketersediaan pelayanan kesehatan Pernikahan Usia Dini Faktor-faktor Pendorong 4. Sikap dan perilaku petugas kesehatan 5. Sikap dan perilaku masyarakat Gambar 2.1 : Kerangka Teori Penelitian Sumber : Lawrence Green (1980) dalam (Notoatmodjo, 2010) Keterangan : yang diteliti 21

22 C. Kerangka Konsep Variabel bebas Variabel terikat Pengetahuan Orang Tua tentang Pernikahan Dini Pernikahan usia dini Bagan 2.2. Kerangka Konsep Penelitian D. Hipotesis Ada hubungan pengetahuan orang tua tentang pernikahan usia dini dengan pernikahan usia dini di Desa Bogorejo Kecamatan Japah Kabupaten Blora. 22