BAB I PENDAHULUAN. satu firman-nya yakni Q.S. at-taubah ayat 60 sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Islam. Dalam kajian yang lebih luas dan sistematis, zakat bagian

JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI AH IAIN WALISONGO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

HAK ZAKAT BAGI PENGUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu ibadah wajib. Selain zakat fitrah yang menjadi kewajiban setiap

KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER)

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan sangat erat, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan

RINGKASAN SKRIPSI A. ABSTRAK SKRIPSI

يجب صرف الفطرة الي الاصناف الذين تصرف اليهم زكا ة المال 1

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB I PENDAHULUAN. membayar zakat pulalah baru diakui komitmen ke-islaman seseorang. Hal ini

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 14 Tahun 2011 Tentang PENARIKAN, PEMELIHARAAN, DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. hal Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002,

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENDISTRIBUSIAN ZAKAT FITRAH SECARA MERATA (Studi kasus di Desa Mijen Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak)

BAB 1 PENDAHULUAN. zakat sama dengan perintah sholat. Namun dalam kenyataannya rukun

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 15 Tahun 2011 Tentang PENARIKAN, PEMELIHARAAN, DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT


BAB I PENDAHULUAN. membayar zakat pulalah baru diakui komitmen ke-islaman seseorang. Hal ini

A. Ringkasan atau Isi Penting dari Artikel

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari perlu berhubungan dengan manusia lain,

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan sejumlah harta tertentu yang diwajibkan allah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. melepaskan dirinya dari kesempitan dan dapat memenuhi hajat hidupnya. menujukkan jalan dengan bermu amalat.

الز كاة. وحج البيت. وصىم رمضان. 1

umat Islam terhadap praktek keuangan yang tidak sesuai dengan syari ah perbankan konvensional yang diidentikkan dengan riba. 1 Dengan demikian,

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 8 Tahun 2011 Tentang AMIL ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu problematika

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk masalah jual beli dan sewa menyewa. Islam selalu

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARDHAWI TENTANG LEMBAGA SOSIAL KEAGAMAAN SEBAGAI MUSTAHIK ZAKAT SKRIPSI

BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu rukun Islam, zakat adalah fardlu ain dan

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. Zakat secara demografik dan kultural, sebenarnya memiliki potensi. yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. muamalah terdapat peluang bagi manusia untuk mengadakan pembaharuan,

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicapai dalam segala aspek hidup, termasuk kehakiman, politik,

BAB IV KEMASLAHATAN UMAT

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

Artinya: Sabil adalah thariq (jalan) dengan orang-orang yang berjalan di atasnya, baik laki-laki maupun wanita 2

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan

BAB IV ZAKAT FITRAH DAN ZAKAT MAL

Apa sih Zakat? Rizky Adhi Prabowo. Orang-orang wajib mengeluarkan zakat jika telah memiliki beberapa syarat berikut :

BAB I PENDAHULUAN. itulah kenyataan hidup di sepanjang sejarah dunia. Jika diperhatikan, kemiskinan

ANALISIS MAS}HLAH}AH TERHADAP ZAKAT BESI TUA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYALURAN ZAKAT FITRAH UNTUK KEPENTINGAN MASJID DI DESA SOLOKURO KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Hampir tidak ada satupun negara di dunia ini yang tidak memprogramkan

BAB I PENDAHULUAN. Alquran dan hadis Nabi yang menerangkan betapa pentingnya mendirikan ibadah

BAB I PENDAHULUAN Gambar 1.1 Persentase Penduduk Miskin di Kota Bandung Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

BAB I PENDAHULUAN. tertentu kepada orang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan 1. Ramadhan yang disebut juga dengan istilah zakat fitrah 2.

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i)

BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 1992, h Said Agil al-munawar, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku. dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan cara yang paling tepat untuk menyalurkan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. manusia dikaruniai keberhasilan dalam bekerja atas melimpahnya harta benda.

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

ANALISA PEMIKIRAN YUSUF AL QARDHAWI TENTANG MEMINDAHKAN ZAKAT KE DAERAH LAIN SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Syarat

BAB I PENDAHULUAN. Agama Islam adalah sebuah konsep hidup yang. individu maupun masyarakat. Tidak ada satu perkara pun yang terlewatkan

ANAK YATIM SEBAGAI MUSTAHIK ZAKAT DI KECAMATAN SIPIROK KABUPATEN TAPANULI SELATAN: Suatu Kajian Sosiologi Hukum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dari hasil pencarian atas penelitian-penelitian sebelumnya, baik. Qaradawi Oleh Noor Helyani Pada Tahun 2009.

ZAKAT INVESTASI MENURUT YUSUF QARDHAWI

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

STUDI ANALISIS TENTANG ZAKAT KEPADA KIAI DALAM PERSPEKTIF FIQH DAN UU. No. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG

MATERI I PENGANTAR USHUL FIQH TIM KADERISASI

BAB I PENDAHULUAN. karunia dari Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Orang yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min

DAFTAR PUSTAKA. Mosher.A.T, Menggerakkan Dan Membangun Pertanian, Jakarta : C.V. Yasaguna 1966.

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI ZAKAT BALEN DALAM PELAKSAAN ZAKAT FITRAH DI DESA BENDA KECAMATAN SIRAMPOG KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi

BAB IV ANALISIS PENDELEGASIAN PENGELOLAAN WAKAF DI PONDOK PESANTREN AL-MA UNAH CIREBON

HUKUM WASIAT MENDONORKAN ORGAN TUBUH MANUSIA MENURUT PENDAPAT YUSUF AL-QARDHAWI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi merupakan suatu hal yang tidak bisa terlepas dari

A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU DI DESA SENDANG KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. Sebagai akhir dari pembahasan, tulisan ini menyimpulkan beberapa kesimpulan penting sebagai berikut :

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

ANALISIS TERHADAP PENYALURAN DANA ZAKAT GURU DAN PEGAWAI OLEH LZIS ASSALAAM SURAKARTA (Studi Kasus di LZIS Assalaam Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Menurut Aziz

Institute periklanan Inggris mendefinisikan iklan merupakan pesan-pesan

DR. KHUDZAIFAH DIMYATI, SH., M.Hum. Dosen Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap. yang sejahtera dan baik yang menjadi tujuan utama mendirikan Negara.

BAB II TINJAUN UMUM TENTANG ZAKAT, EFEKTIVITAS DAN KESEJAHTERAAN

Secara bahasa, zakat berarti tumbuh (numuww) dan bertambah (ziyadah). Jika diucapkan, zaka al-zar artinya adalah tanaman itu tumbuh dan bertambah.

فإذا قضيت الصالة فانتشروا في األرض وابتغوا من فضل اهلل واذكروا اهلل كثيرا لعلكم تفلحون

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV EFEKTIVITAS PENDISTRIBUSIAN ZAKAT DI BAZ KOTA SEMARANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibnu sabil merupakan salah satu dari delapan kelompok yang berhak menerima zakat (ashnaf). Hal ini sebagaimana disebutkan Allah dalam salah satu firman-nya yakni Q.S. at-taubah ayat 60 sebagai berikut:!"# &'()*+ $ %!"# (/ '+12%% & -!"# 45 67 3"# :;< = 3"# 869!"#? :;<!9"# > G"# > DEF8 @&ABC6 L4 BI;< K HIJ+ Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 1 Secara bahasa, istilah ibnu sabil terdiri dari dua kata, yakni ibnu dan sabil. Kata ibnu memiliki arti anak atau keturunan dari, dan kata sabil memiliki arti jalan. 2 Secara istilah, dari dua akar kata tersebut kemudian 1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Quran, Jakarta : PT Bumi Restu, 1976. hlm. 288. 2 Mengenai arti kata ibnu dan sabil dapat dilihat dalam Ahmad Warson, Kamus Al- Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997. 1

2 diartikan sebagai orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan. 3 Para fuqaha selama ini memberikan arti dasar dari ibnu sabil dengan musafir yang kehabisan bekal. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Jawad Mughniyah yang mengartikan Ibnu sabil sebagai orang asing yang menempuh perjalanan ke negeri lain dan sudah tidak punya harta lagi. 4 Juga penjelasan Ahmad Azhar Basyir yang menyatakan bahwa Ibnu sabil adalah orang yang sedang dalam perantauan atau perjalanan dan kekurangan atau kehabisan bekal, untuk melanjutkan perjalanan sehingga ia pulang ke tempat asalnya. Golongan ini di antaranya adalah pengungsi-pengungsi yang meninggalkan kampung halamannya untuk menyelamatkan diri atau agamanya dari tindakan penguasa yang sewenang-wenang. 5 Bahkan orang kaya yang dapat masuk ke dalam kriteria ibnu sabil adalah orang yang benar-benar terputus dari harta bendanya. Artinya, seseorang tersebut tidak mungkin melakukan penerimaan harta bendanya karena faktor keadaan yang tidak memungkinkan. Namun apabila masih memungkinkan untuk menerima harta bendanya, maka orang tersebut tidak dapat disebut sebagai ibnu sabil. 6 Selain faktor kehabisan bekal, dalam perkembangan pendapat di kalangan ulama, ibnu sabil juga dapat dari orang yang membutuhkan bekal untuk melakukan suatu perjalanan. Misalkan saja, 3 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Bandung: Al-Ma arif, 1997, hlm. 103. 4 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, Cet. ke-2, 2002 hlm. 193. 5 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Zakat, Yogyakarta: Lukman Offset, Cet. ke-1, 1997, hlm. 84 6 Menurut sebagian ulama mazhab Hanafi, orang kaya yang dapat menerima zakat sebagai ibnu sabil adalah para mujahid. Meskipun mereka kaya di negeri asalnya, karena adanya keterpuutusan dengan harta bendanya, maka mereka berhak menerima zakat sebagai ibnu sabil. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Yusuf Qardhâwi, Hukum Zakat, terj. Salman Harun dkk., Jakarta: Litera Antar Nusa, 1993, hlm. 656-657.

3 seseorang yang akan belajar di daerah yang jauh namun tidak memiliki bekal, maka ia dapat dimasukkan ke dalam penerima zakat dari kelompok ibnu sabil. 7 Dari penjelasan di atas dapat diketahui kriteria penerima zakat dari kelompok ibnu sabil yakni seseorang yang kehabisan atau membutuhkan bekal dan dalam suatu perjalanan atau perantauan. Kedua kriteria tersebut merupakan syarat utama. Implikasinya, siapa saja yang sedang kehabisan bekal dalam perjalanan atau perantauan, baik kaya maupun fakir miskin, tetap berhak menerima zakat sebagai ibnu sabil. Kedua kriteria tersebut di atas harus melekat jadi satu atau terpenuhi. Jika hanya terpenuhi salah satunya, maka belum dapat dikatakan sebagai ibnu sabil. Seseorang yang kehabisan bekal namun tidak dalam perjalanan atau dalam perantauan, maka orang tersebut tidak dapat masuk dalam kelompok ibnu sabil. Misalkan saja, seseorang yang kehabisan bekal makanan di rumahnya, maka orang tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai ibnu sabil namun dapat masuk dalam kriteria fakir atau miskin. Begitu pula seseorang yang sedang dalam perjalanan atau perantauan namun tidak kehabisan bekal, maka orang tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai ibnu sabil. Pada dasarnya, pemberian zakat kepada ibnu sabil adalah untuk memudahkan mereka kembali kepada tempat harta benda mereka. Namun tidak selamanya ibnu sabil hanya disandarkan pada habisnya bekal dan bertujuan untuk memberi bekal menuju tempat harta benda para 7 Pendapat ini sebagaimana dinyatakan oleh ulama dari mazhab Syafi i sebagaimana dikutip dalam ibid., hlm. 655.

4 ibnu sabil. Hal ini sebagaimana pendapat oleh Yusuf Qardhâwi yang memasukkan para tunawisma sebagai penerima zakat dari kelompok ibnu sabil di masa sekarang. Menurut beliau, tunawisma masuk ke dalam ibnu sabil karena para tunawisma merupakan anak dari jalanan, karena ayah dan ibu mereka adalah jalan. Uniknya, para tunawisma tersebut dapat diberi zakat akibat sifat ibnu sabil dan sifat faqir. Dari pemberian akibat sifat ibnu sabil, tunawisma dapat diberikan sesuatu yang dapat mengeluarkan mereka dari jalanan, semisal memberikan tempat tinggal yang layak. Sedangkan dari akibat sifat faqir, maka mereka dapat diberikan sesuatu yang dapat memenuhi atau mencukupi penghidupannya tanpa berlebihan atau kekurangan. 8 Dari pendapat Yusuf Qardhâwi tentang tunawisma sebagai ibnu sabil dapat diketahui bahwa pemaknaan ibnu sabil tidak lagi disandarkan pada aspek adanya perjalanan yang dilakukan namun lebih disandarkan pada aspek jalanan sebagai tempat tinggal. Pendapat tersebut tentu berbeda dengan hakekat utama dari ibnu sabil yang mendasarkan pada adanya aspek perjalanan dari suatu tempat menuju tempat lainnya untuk suatu kemashlahatan. Memang ada orang yang berpeluang menjadi tunawisma akibat dari kehabisan bekal dalam perjalanan. Namun tidak sedikit pula orang yang menyengajakan dirinya untuk menjadi tunawisma demi mendapatkan sedekah dari orang lain. Jika hal ini dikembalikan pada pendapat Yusuf Qardhâwi, maka akan banyak orang yang menjadikan dirinya tunawisma di daerah lain 8 Yusuf Qardhâwi, Fiqh al-zakat, Beirut: Daar al-ma rifat, t.th., hlm. 684-685.

5 agar dapat memperoleh zakat sebagai ibnu sabil. Selain itu, pada hakekat umumnya, aspek yang melekat pada para tunawisma bukanlah dari akibat perjalanan mereka namun lebih dari keadaan ekonomi mereka yang menyebabkan mereka hidup di jalanan. Kalaupun mereka melakukan perjalanan, hal itu tidak lain untuk mencari sedekah dan bukan merupakan sebuah pekerjaan. Idealnya, keadaan yang dialami oleh para tunawisma tersebut menjadikan mereka sebagai penerima zakat dari kelompok fakir miskin dan bukan ibnu sabil. Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendapat Yusuf Qardhâwi yang memasukkan tunawisma ke dalam ashnaf ibnu sabil sebagai penerima zakat merupakan suatu pendapat yang menarik untuk ditelusuri lebih mendalam. Penelusuran tersebut berhubungan dengan proses istinbath hukum Yusuf Qardhâwi serta pandangan Islam terhadap pendapat Yusuf Qardhâwi. Dari proses ini akan dapat diperoleh hasil langkah-langkah penetapan hukum Yusuf Qardhâwi dan tinjauan Islam mengenai pendapat Yusuf Qardhâwi tersebut. Penelitian ini akan diberi judul Analisis Pendapat Yusuf Qardhâwi Tentang Tunawisma Sebagai Penerima Zakat Dari Kelompok Ibnu sabil Dalam Kitab Fiqh Al-Zakat B. Rumusan Masalah Dari penjelasan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengapa Yusuf Qardhâwi menjadikan tunawisma sebagai penerima zakat dari kelompok ibnu sabil dalam Kitab Fiqh Al-Zakat?

6 2. Bagaimana istinbath hukum Yusuf Qardhâwi tentang tunawisma sebagai penerima zakat dari kelompok ibnu sabil dalam Kitab Fiqh Al-Zakat? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisa alasan Yusuf Qardhâwi menjadikan tunawisma sebagai penerima zakat dari kelompok ibnu sabil dalam Kitab Fiqh Al-Zakat? 2. Untuk mengetahui istinbath hukum pendapat Yusuf Qardhâwi tentang tunawisma sebagai penerima zakat dari kelompok ibnu sabil dalam Kitab Fiqh Al-Zakat? Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sarana penulis dalam mempraktekkan ilmu-ilmu pengetahuan (teori) yang telah penulis dapatkan selama belajar di institusi tempat penulis belajar. 2. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi tambahan dan media pembanding dalam khazanah keilmuan di bidang muamalah, khususnya berkaitan dengan perkembangan pemikiran Islam dalam hal mustahik zakat. D. Kajian Pustaka Sebelum penelitian ini, telah ada penelitian terdahulu yang memusatkan kajian pada pemikiran Yusuf Qardhâwi. Penelitian yang dimaksud adalah penelitian yang dilakukan oleh Puji Astuti dengan judul

7 penelitian Analisis Pemikiran Yujsuf Qardhâwi Tentang Zakat Hasil Tanah Pertanian Yang Disewakan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemikiran Yusuf Qardhâwi tentang zakat hasil tanah pertanian yang disewakan adalah lebih berprinsip pada keadilan dan perimbangan penghasilan, karena dalam masalah tersebut ada dua pihak yaitu pemilik dan penyewa yang sama-sama memperoleh hasil. Zakatnya sebesar 5 % atau 10 % sesuai dengan sifat pengairannya. Konsep Riqab Dan Kontekstualisasinya Sebagai Mustahik Zakat (Studi Pemikiran Yusuf Al- Qardhâwi). Skripsi yang ditulis oleh Muhamad Arif, mahasiswa Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini dilatarbelakangi oleh keingintahuan mengenai ijtihad yang dilakukan oleh Yusuf Qardhâwi terkait dengan pengembangan mustahik riqab di masa sekarang. Penelitian ini merupakan penelitian literer yang menggunakan analisis induktif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa terkait dengan konsep riqab dan kontektualisasinya di masa kini, al- Qardhâwi berpendapat bahwa konsep riqab sebagai mustahik zakat adalah memerdekakan budak secara umum, baik budak mukatab maupun gairu mukatab, riqab juga tetap memiliki bagian dalam harta zakat, apabila memang dimungkinkan kebutuhannya. Di masa kini, bagian riqab dapat pula digunakan untuk membebaskan tawanan perang. Adapun saat ini perbudakan sudah lenyap dari muka bumi, maka dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang paling peduli untuk mengentaskan perbudakan di muka bumi.

8 Studi Analisis Terhadap Pemikiran Yusuf Al- Qardhâwi Tentang Al- Mu'allafah Qulubuhum Sebagai Salah Satu Mustahik Zakat. Skripsi yang ditulis oleh Rifkiati, mahasiswa Fakultas Syari ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mendeskripsikan pendapat hasil ijtihad kontemporer yang dilakukan oleh Yusuf Qardhâwi. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dan bersifat deskriptif analitik. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, yang diperoleh melalui sumber data primer dan sekunder. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normative dan pendekatan sosio histories. Adapun metode yang digunakan dalam analisis data ini adalah metode induktif. Konsep Mu allafah Qulubuhum yang ditawarkan oleh al- Qardhâwi jika dipandang dari konteks ke-indonesiaan dapat dijabarkan sebagai berikut, untuk golongan mu allaf yang muslim maka dana zakat dapat dialokasikan untuk kepentingan pembinaan dari orang-orang yang baru memeluk Islam, pembinaan dan peningkatan pengamalan keagamaan demi kemajuan umat Islam sendiri, hal ini senada dengan pendapat Masdar F. Mas udi yang berbicara masalah mu allaf dalam konteks ke- Indonesia-an. Sedangkan untuk golongan mu allaf yang masih kafir dengan segala kriteria yang ditawarkan oleh al- Qardhâwi, di Indonesia belum bisa diterapkan, hal ini untuk memfokuskan pada pembinaan dari umat Islam sendiri, atau jika dana zakat untuk golongan mu allaf dikembalikan untuk kepentingan umat sendiri.

9 Penelitian-penelitian di atas sama dengan penelitian yang penulis laksanakan, yakni bertujuan untuk mengetahui pendapat dan ijtihad Yusuf Qardhâwi. Namun demikian, dari penelitian yang telah ada, tidak ada satupun yang memusatkan kajian pada pendapat Yusuf Qardhâwi tentang ibnu sabil. Oleh sebab itulah penulis merasa yakin untuk tetap melaksanakan penelitian ini. E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian Penelitian yang akan penulis laksanakan merupakan penelitian literer atau kepustakaan (library research). Disebut sebagai penelitian literer atau kepustakaan karena sumber data dalam penelitian ini merupakan sumber data literer atau kepustakaan. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis adalah pendekatan perbandingan hukum. Maksudnya adalah dalam menganalisa data, penulis membandingkan dua teori hukum yang berkaitan dengan obyek penelitian. Dalam hal ini adalah teori zakat menurut hukum Islam dan pendapat Yusuf Qardhâwi tentang masuknya tunawisma sebagai penerima zakat dari kelompok ibnu sabil dalam Kitab Fiqh Al-Zakat. 2. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua dengan penjelasan sebagai berikut:

10 a. Data primer, yakni data yang berkaitan dan diperoleh langsung dari sumber data tersebut. 9 Dalam penelitian ini, data primernya adalah kitab Fiqh al-zakat karya Yusuf Qardhâwi yang memuat pemikiran beliau tentang tunawisma sebagai penerima zakat dari kelompok ibnu sabil dalam Kitab Fiqh Al-Zakat. b. Data sekunder, yakni data yang dapat menunjang data primer dan diperoleh tidak dari sumber primer. 10 Data sekunder dalam penelitian ini adalah buku, majalah, maupun arsip yang membahas tentang zakat dan khususnya yang berhubungan dengan ibnu sabil. 3. Metode Pengumpulan Data Karena penelitian ini merupakan penelitian literer, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode kepustakaan. Pengertian dari metode kepustakaan adalah metode pengumpulan data dengan mencari bahan dalam buku-buku atau pustaka-pustaka tertentu. Dalam penelitian ini, obyek kepustakaan meliputi seluruh buku atau jurnal yang membahas tentang ibnu sabil serta kitab Fiqh al-zakat sebagai sumber primer penelitian. Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: a. Pengumpulan sumber data yang berkaitan dengan pendapat Yusuf Qardhâwi tentang tunawisma sebagai penerima zakat dari kelompok ibnu sabil. Sumber-sumber data yang dikumpulkan meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder yang meliputi: 9 Saifudin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hlm. 91 10 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, Yogyakarta: Andi Offset, 1993, hlm. 11.

11 1) Sumber data primer yakni kitab Fiqh al-zakat karya Yusuf Qardhâwi yang didukung dengan terjemahannya yang berjudul Hukum Zakat. 2) Sumber data sekunder yang meliputi kitab-kitab, buku-buku, maupun kamus-kamus yang berkaitan dengan data sekunder yang meliputi biografi Yusuf Qardhâwi, ijtihad Yusuf Qardhâwi, teori tentang ibnu sabil dalam hokum Islam, teori tentang tunawisma. Sumber data sekunder yang dikumpulkan di antaranya adalah: a) Kitab al-mughni, karya Ibnu Qudamah b) Kitab al-inshaf, karya Muhammad Hamid c) Kitab Ta rifat, karya Muhammad al-jurjani d) Kamus Lisan al-arab, karya Jamaluddin Muhammad e) Buku karya Ahmad Azhar Basyir yang berjudul Hukum Zakat f) Buku karya Muhammad Jawad Mughniyah yang berjudul Fiqih Lima Mazhab g) Buku karya Yusuf al-qardhâwi, al-ijtihad al-mu ashir baina al- Indlibaath wa al-infiraatshh, yang telah diterjemahkan oleh Abu Barzani dengan judul Ijtihad Kontemporer Kode Etik dan Berbagai Penyimpangan. Serta buku dan kitab-kitab lainnya yang memiliki relevansi dengan materi penelitian ini. b. Pemilihan data yang disesuaikan dengan kategorisasi data sebagaimana telah disebutkan di atas.

12 c. Penyusunan data sesuai dengan sistematika penulisan dalam skripsi ini. 4. Metode Analisis Data Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif dengan pendekatan bahasa. Maksudnya adalah proses analisis yang akan didasarkan pada kaidah deskriptif dan kaidah kualitatif. Kaidah deskriptif adalah bahwasanya proses analisis dilakukan terhadap seluruh data yang telah didapatkan dan diolah dan kemudian hasil analisa tersebut disajikan secara keseluruhan. Sedangkan kaidah kualitatif adalah bahwasanya proses analisis tersebut ditujukan untuk mengembangkan teori dengan jalan membandingkan teori dengan tujuan untuk menemukan teori baru yang dapat berupa penguatan terhadap teori lama, maupun melemahkan teori yang telah ada tanpa menggunakan rumus statistik. 11 Jadi analisis data deskriptif kualitatif adalah analisis data yang dilakukan terhadap seluruh data yang diperoleh untuk mengembangkan dan menemukan teori, kemudian hasil analisis tersebut disajikan secara keseluruhan tanpa menggunakan rumusan statistik. F. Sistematika Penulisan Penyusunan hasil penelitian yang penulis laksanakan terbagi menjadi tiga bagian dengan penjelasan sebagai berikut: 41 11 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002, hlm.

13 Bagian awal yang isinya meliputi halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman pernyataan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi. Bagian isi yang merupakan bagian utama dari penulisan ini. Bagian ini terdiri dari lima bab dengan penjelasan sebagai berikut: Bab I, yakni pendahuluan yang isinya meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II, yakni Ibnu sabil dan Tunawisma. Bab ini menjelaskan teori tentang ibnu sabil dan tunawisma. Penjelasan mengenai ibnu sabil mencakup pengertian, dasar hukum, dan khilafiyah ulama tentang pemberian kepada ibnu sabil. Sedangkan penjelasan mengenai tunawisma meliputi pengertian dan keadaan tunawisma di Indonesia serta penyebab munculnya tunawisma. Bab III, yakni Pendapat Yusuf Qardhâwi Tentang Tunawisma Sebagai Penerima Zakat Dari Kelompok Ibnu sabil Dalam Kitab Fiqh Al-Zakat. Bab ini terdiri dari dua sub bab yakni sub bab pertama adalah biografi, aktifitas dan karya-karya Yusuf Qardhâwi. Sedangkan sub bab kedua pemaparan Pendapat Yusuf Qardhâwi tentang Tunawisma Sebagai Penerima Zakat Dari Kelompok Ibnu sabil Dalam Kitab Fiqh Al-Zakat yang isinya meliputi Pendapat Yusuf Qardhâwi tentang Tunawisma Sebagai Penerima Zakat Dari Kelompok Ibnu sabil Dalam Kitab Fiqh Al-Zakat, dan istinbath hukum Pendapat Yusuf Qardhâwi tentang Tunawisma Sebagai Penerima Zakat Dari Kelompok Ibnu sabil Dalam Kitab Fiqh Al-Zakat.

14 Bab IV yakni Analisis Pendapat Yusuf Qardhâwi Tentang Tunawisma Sebagai Penerima Zakat Dari Kelompok Ibnu sabil Dalam Kitab Fiqh Al- Zakat. Bab ini mencakup Analisis terhadap Pendapat Yusuf Qardhâwi tentang Tunawisma Sebagai Penerima Zakat Dari Kelompok Ibnu sabil Dalam Kitab Fiqh Al-Zakat dan Analisis Istinbath Hukum Pendapat Yusuf Qardhâwi tentang Tunawisma Sebagai Penerima Zakat Dari Kelompok Ibnu sabil Dalam Kitab Fiqh Al-Zakat. Bab V yakni penutup yang isinya meliputi simpulan, saran-saran, dan penutup. Sedangkan bagian yang terakhir adalah bagian akhir yang isinya meliputi daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan biografi penulis.