RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 30/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral & Batu bara Izin Usaha Pertambangan I. PEMOHON 1. Asosiasi Pengusaha Timah Indonesia (APTI) 2. Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (ASTRADA) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon Kuasa Hukum 1. Dharma Sutomo Hatamarrasjid, S.H., M.H. 2. Gala Adhi Dharma, S.H. 3. Fahriansyah, S.H. Adalah advokat dan konsultan hukum Dharma Sutomo & associates yang beralamat di Jl. H. Bakri No. 36 Pangkal Pinang. II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI : Bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terkahir yang putusanya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Oleh karena permohonan Pemohon terkait dengan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, maka Mahkamah Konstitusi berwenang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan Pemohon. III. KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING) Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), salah satu yang dapat mengajukan permohonan adalah Badan Hukum Publik dan Privat yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan akibat berlakunya undang-undang. Bahwa Pemohon mendalilkan memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara pengujian Undang-undang karena hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 1
IV. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI. A. NORMA MATERIIL - Sebanyak 11 (sebelas) norma, yaitu : 1. Pasal 22 : Kriteria untuk menetapkan WPR adalah sebagai berikut ; a. Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau diantara tepi dan tepi sungai. c. Endapan teras, dataran banjir dan endapan sungai purba. f. Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun. 2. Pasal 38 : IUP diberikan Kepada : a. Badan usaha; b. Koperasi; c. Perseorangan. 3. Pasal 51 : WIUP Mineral Logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara lelang. 4. Pasal 52 ayat (1) : Pemegang IUP Eksplorasi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu) hektare dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektare. 5. Pasal 55 ayat (1) : Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 500 (lima ratus) hektare dan paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare. 6. Pasal 58 ayat (1) : Pemegang IUP eksplorasi bantuan diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5 (lima) hektare dan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare. 7. Pasal 60 : WIUP batu bara diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara lelang. 2
8. Pasal 61 ayat (1) : Pemegang IUP Eksplorasi Batubara diberi WIUP dengan paling sedikit 5.000 (lima ribu) hektare dan paling sedikit 50.000 (lima puluh ribu) hektare. 9. Pasal 75 ayat (4) : Badan usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk mendapatkan IUPK dilaksanakan dengan cara lelang WIUPK. 10. Pasal 172 : Permohonan kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang telah diajukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berlakunya UndangUndang ini dan sudah mendapatkan surat persetujuan prinsip atau surat izin penyelidikan pendahuluan tetap dihormati dan dapat diproses perizinannya tanpa melalui lelang berdasarkan UndangUndang ini. 11. Pasal 173 ayat (3) : Pada saat UndangUndang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundangundangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UndangUndang Nomor 11 Tahun 1967 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UndangUndang ini. B. NORMA UUD 1945 SEBAGAI ALAT UJI - Sebanyak 3 (tiga) norma, yaitu : 1. Pasal 28I ayat (2) Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. 2. Pasal 33 ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. 3
3. Pasal 33 ayat (1) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsf kebersamaan, effisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. V. Alasan-Alasan Pemohon Dengan Diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD 1945, karena : 1. Bahwa Sebagai warganegara Republik Indonesia anggota-anggota APTI dan ASTRADA memiliki hak secara konstitusional untuk terbebas dari perlakuan diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut, termasuk dalam hal untuk melakukan usaha di bidang pertambangan (Timah). 2. Bahwa, ketentuan yang diatur pasal 22 hurup a dan hurup f, pasal 38 hurup a, pasal 52 ayat (1), pasal 55 ayat (1), pasal 58 ayat (1), pasal 61 ayat (1), pasal 55, pasal 60, pasal 169 ayat (1), 75 ayat (4), pasal 172 Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berpotensi dapat memperkecil dan bahkan telah menghilangkan kesempatan masyarakat/ pengusaha kecil dan menengah untuk berusaha di bidang pertambangan khususnya pertambangan Timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang telah berlangsung selama ini; 3. Ketentuan Bab XXV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 169 ayat (1), pasal 172 Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, telah memposisikan pemegang Kontrak Karya yang nota bone adalah perusahaan modal asing (PMA) dengan perseorangan pemegang Kuasa Pertambangan (KP) dan pemegang Kuasa Pertambangan Rakyat (KPR) secara dikriminatif dan tidak setara di muka hukum. Ketentuan Bab XXV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 169 ayat (1) dan pasal 172 Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, hanya memberikan toleransi/dispensasi dengan tetap mengakui pemberlakuan KONTRAK KARYA (KK) dan PERJANJIAN KARYA sebagai akibat dari diberlakukannya Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sementara terhadap KUASA PERTAMBANGAN (KP) dan KUASA PERTAMBANGAN RAKYAT oleh KETENTUAN PERALIHAN pasal 169 Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara tidak diberikan toleransi/ dispensasi yang oleh ketentuan pasal 173 ayat (1) justeru Kuasa Pertambangan (KP) dan Kuasa Pertambangan Rakyat (KPR) dinyatakan TIDAK BERLAKU LAGI. 4
Pasal 173 ayat (2) tidak dapat dijadikan dasar hukum pemberlakuan KUASA PERTAMBANGAN (KP) dan KUASA PERTAMBANGAN RAKYAT (KPR), karena tidak terpenuhinya syarat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undangundang ini. 4. Ketentuan pasal 38 hurup a, Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah dengan sengaja melakukan pembedaan kedudukan dan perlakuan yang tidak sama antara badan usaha yang merupakan badan hukum dengan badan usaha yang bukan merupakan badan hukum untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP). 5. Dilihat dari ketentuan pasal 38 hurup a Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang dapat memperoleh Izin Usaha Pertambangan hanya badan usaha yang dikwalifikasikan sebagai badan hukum, yang berarti kepada badan usaha yang bukan badan hukum tidak dapat diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP). 6. Bahwa dilihat dari hukum perusahaan, tidak semua badan usaha merupakan badan hukum. Badan usaha yang dikwalifikasikan sebagai badan hukum adalah Perseroan Terbatas, Koperasi, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah dan lain sebagainya sedangkan badan usaha yang berbentuk Commanditier Vennootschap (CV), FIRMA, Perusahaan Dagang (PD), tidak dikwalifikasikan sebagai Badan Hukum, Dengan demikian maka terhadap badan usaha yang berbentuk CV, Firma dan Perusahaan Dagang (PD) oleh pasal 38 hurup a tidak dapat diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP), sementara kepada badan usaha yang merupakan badan hukum dan perseorangan dapat diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP); 7. Bahwa, ketentuan syarat luas minimal Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yaitu seluas 5000 (lima ribu) hektar untuk dapat memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Mineral Logam, 500 (lima ratus) hektar untuk mendapatkan IUP Eksplorasi Mineral bukan logam, 5000 (lima ribu) hektar untuk mendapatkan IUP Eksplorasi Batubara sebagaimana diatur/ditetapkan pasal 52 ayat (1), pasal 55 ayat (1), pasal 58 ayat (1) ; pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, secara terselubung telah menghalang-halangi dan menjegal pengusaha menengah/kecil untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan mengatasnamakan hukum, karena persyaratan luas minimal WIUP eksplorasi tersebut tidak mungkin mampu dipenuhi oleh perusahaan kecil/menengah. 8. Bahwa Ketentuan pasal 22 huruf a, c hurup f, pasal 38 hurup a, pasal 51, pasal 52 ayat (1), pasal 55 ayat (1), pasal 58, pasal 60 pasal 61 (1), pasal 69 ayat (1) dan pasal 75 ayat (4) dan pasal 172 UU No : 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menurut Para Pemohon tidak sejalan dan bertetangan dengan falsafah demokrasi 5
ekonomi yang mengedepankan prinsif-prinsif kebersamaan dan keadilan sebagaimana dimaksud pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945; VI. PETITUM DALAM POKOK PERMOHONAN : 1. Menerima dan mengabulkan, permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan, ketentuan pasal 22 hurup f, pasal 38, pasal 52 ayat (1), pasal 55 ayat (1), pasal 58 ayat (1), pasal 61 (1), pasal 75 ayat (4) pasal 172, dan pasal 173 ayat (2) UU No : 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya ketentuan pasal 28 I ayat (2), pasal 33 ayat (1), ayat (4) dan dinyatakan tidak konstitusional; 3. Menyatakan, pasal 22 a, c hurup f, pasal 38 hurup a, pasal 51,pasal 52 ayat (1), pasal 55 ayat (1), pasal 58 ayat (1), pasal 60, pasal 61 ayat (1), pasal 75 ayat (4) pasal 172, jo pasal 173 ayat (2) UU No : 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya; 6