BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geometri Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) Geometri AHR dibuat dengan menggunakan software Visual Editor (vised).

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS JUMLAH PRODUK MOLYBDENUM-99 ( 99 Mo) SEBAGAI FUNGSI WAKTU BURN-UP PADA NILAI KRITIKALITAS OPTIMUM PADA AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR)

ANALISIS PRODUKSI RADIOISOTOP 99 MO PADA AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR 6 HARI BURN-UP DENGAN METODE KOMPUTASI

Disusun oleh: SUSANTI M SKRIPSI

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. KATA PENGANTAR...

POTENSI PRODUKSI MOLYBDENUM-99 ( PADA REAKTOR SUBCRITICAL ASSEMBLY FOR MO-99 PRODUCTION (SAMOP)

I. PENDAHULUAN. Telah dilakukan beberapa riset reaktor nuklir diantaranya di Serpong

PENGARUH JENIS MATERIAL REFLEKTOR TERHADAP FAKTOR KELIPATAN EFEKTIF REAKTOR TEMPERATUR TINGGI PROTEUS

BAB IV DATA DAN ANALISIS HASIL PERHITUNGAN DESAIN HTTR

Pengaruh Ketinggian Larutan Bahan Bakar pada Kekritisan Aqueous Homogeneous Reactor

YUNITA ANGGRAINI M SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian. persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Analisis Neutronik pada Gas Cooled Fast Reactor (GCFR) dengan Variasi Bahan Pendingin (He, CO 2, N 2 )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN HIGH TEMPERATURE REACTOR 10 MW DITINJAU DARI NILAI SHUTDOWN MARGIN.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI URANIUM DALAM BAHAN BAKAR URANIL NITRAT DAN URANIL SULFAT TERHADAP NILAI K EFF AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR)

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi

Penentuan Dosis Gamma Pada Fasilitas Iradiasi Reaktor Kartini Setelah Shut Down

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

III.3. Material Fisil dan Fertil III.4. Persamaan Diferensial Bateman III.5. Efek Umpan Balik Reaktivitas Suhu dan Void III.6.

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM

PERHITUNGAN AKUMULASI MAKSIMUM PU-239 DAN PU-241 PADA AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN

DISTRIBUSI FLUKS NEUTRON SEBAGAI FUNGSI BURN-UP BAHAN BAKAR PADA REAKTOR KARTINI

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

Desain Reaktor Air Superkritis (Supercritical Cooled Water Reactor) dengan Menggunakan Bahan Bakar Uranium-horium Model Teras Silinder

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012),

STUDI PARAMETER REAKTOR BERBAHAN BAKAR UO 2 DENGAN MODERATOR H 2 O DAN PENDINGIN H 2 O

ANALISIS NILAI KOEFISIEN REAKTIVITAS SUHU BAHAN BAKAR DAN MODERATOR PADA HTR-10

PENGARUH BAHAN BAKAR UN-PuN, UC-PuC DAN MOX TERHADAP NILAI BREEDING RATIO PADA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

BAB III PERSAMAAN PELURUHAN DAN PERTUMBUIIAN RADIOAKTIF

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

STUDI PENGEMBANGAN DESAIN TERAS REAKTOR NUKLIR RISET 2 MWTH DENGAN ELEMEN BAKAR PLAT DI INDONESIA

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

PERHITUNGAN BURN UP BAHAN BAKAR REAKTOR RSG-GAS MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM BATAN-FUEL. Mochamad Imron, Ariyawan Sunardi

PENENTUAN FRAKSI BAKAR PELAT ELEMEN BAKAR UJI DENGAN ORIGEN2. Kadarusmanto, Purwadi, Endang Susilowati

CHAPTER III INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS

Bab 2 Interaksi Neutron

GANENDRA, Vol. V, No. 1 ISSN STUDI PRODUKSI RADIOISOTOP Mo-99 DENGAN BAHAN TARGET LARUTAN URANIL NITRAT PADA REAKTOR KARTINI ABSTRAK

BAB III DESAIN REAKTOR DAN METODE PERHITUNGAN

LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER TAHUN (UTAMA) Mata Pelajaran (Beban) : Fisika 4 ( 4 sks) Hari/Tanggal : Rabu, 01 Desembar 2010

Kimia Inti dan Radiokimia

Analisis Perhitungan Benchmark Keselamatan Kritikalitas Larutan Uranil Nitrat di Teras Slab 280T STACY

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di

Studi Sensitivitas Ketinggian Teras Reaktor dalam Desain Htr Pebble Bed

Analisis Distribusi Suhu Aksial Teras Dan Penentuan k eff PLTN Pebble Bed Modular Reactor (PMBR) 10 MWE Menggunakan Metode MCNP 5

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

REAKSI NUKLIR NANIK DWI NURHAYATI,S.SI, M.SI

PERHITUNGAN INTEGRAL RESONANSI PADA BAHAN BAKAR REAKTOR HTGR BERBENTUK BOLA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VSOP

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

ANALISIS PENINGKATAN FRAKSI BAKAR BUANG UNTUK EFISIENSI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2 -Al 2,96 gu/cc DI TERAS RSG-GAS

Analisis Neutronik Super Critical Water Reactor (SCWR) dengan Variasi Bahan Bakar (UN-PuN, UC-PuC dan MOX)

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU)

CROSS SECTION REAKSI INTI. Sulistyani, M.Si.

CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS

BAB II RADIASI PENGION

ANALISIS NEUTRONIK TERAS SILISIDA DENGAN KERAPATAN 5,2 g U/cc REAKTOR RSG-GAS Lily Suparlina *)

Analisis dan Penentuan Distribusi Fluks Neutron Thermal Arah Aksial dan Radial Teras Reaktor Kartini dengan Detektor Swadaya

REAKSI INTI. HAMDANI, S.Pd

PENGEMBANGAN SISTEM ANALISIS KETIDAKPASTIAN PROBABILISTIK DARI DATA NUKLIR UNTUK SIMULASI DAN ANALISIS NEUTRONIK

OPTIMASI SHIELDING NEUTRON PADA THERMALIZING COLUMN REAKTOR KARTINI

LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER (UTAMA) Mata Pelajaran (Beban) : Fisika 4 ( 4 sks) Hari/Tanggal : Senin, 30 Nopember 2009

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2. Dari reaksi : akan dihasilkan netron dan unsur dengan nomor massa... A. 6

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FISIKA ATOM & RADIASI

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

ANALISIS KESELAMATAN KRITIKALITAS LARUTAN URANIL NITRAT DENGAN MCNP5

FITUR DAN ISU KESELAMATAN TERKAIT AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR)

STUDI SENSITIVITAS KETINGGIAN TERAS REAKTOR DALAM DESAIN HTR PEBBLE BED ABSTRAK

2. Prinsip kerja dan Komponen Utama PLTN

PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

REAKTOR NUKLIR. Sulistyani, M.Si.

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam berbagai bidang, diantaranya untuk pembangkit

RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti

STUDI PARAMETER BURNUP SEL BAHAN BAKAR BERBASIS THORIUM NITRIDE PADA REAKTOR CEPAT BERPENDINGIN HELIUM

5. KIMIA INTI. Kekosongan elektron diisi elektron pada kulit luar dengan memancarkan sinar-x.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RENCANA PERKULIAHAN FISIKA INTI Pertemuan Ke: 1

ANALISA KESELAMATAN REAKTOR CEPAT DENGAN DAUR ULANG AKTINIDA. Mohammad Taufik *

PERHITUNGAN REAKTIVITAS UMPAN BALIK AKIBAT KOMPAKSI BAHAN BAKAR DAN KEBOCORAN YANG DISEBABKAN OLEH GEMPA PADA HTR-10 DENGAN CODE MVP

TUGAS 2 MATA KULIAH DASAR KONVERSI ENERGI

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral)

PENGARUH KONSENTRASI URANIL SULFAT TERHADAP KRITIKALITAS AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR) SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

KIMIA (2-1)

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan dengan membuat simulasi AHR menggunakan software MCNPX. Analisis hasil dilakukan berdasarkan perhitungan terhadap nilai kritikalitas (k eff ) dari AHR dan juga aktivitas dari Molybdenum-99 ( 99 Mo) sebagai hasil reaksi fisi di dalam AHR. 4.1. Geometri Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) Geometri AHR dibuat dengan menggunakan software Visual Editor (vised). (a) (b) Gambar 4.1. Geometri AHR. (a) Bidang XZ dan (b) Bidang XY Gambar 4.1 merupakan tampilan dari geometri AHR yang disimulasikan. Sel berwarna merah (3) adalah larutan campuran bahan bakar reaktor dengan moderatornya. Bahan bakar reaktor menggunakan larutan uranium nitrat (UO 2 (NO 3 ) 2 ) dengan moderator berupa air (H 2 O). Larutan campuran bahan bakar ini memiliki ketinggian 25 cm dan jari-jari dalam tangki 28 cm. Penelitian ini menggunakan variasi dari pengayaan Uranium-235 ( 235 U) dengan mengurangi kadar Uranium-238 di alam. Berdasarkan persamaan (2.19) pada Bab II, perubahan kadar 235 U akan mempengaruhi besarnya massa atom U. Dan pada persamaan (2.20) massa atom U tersebut akan mempengaruhi besarnya densitas atom pada material larutan bahan bakar. 32

33 Sel berwarna biru (2) adalah tangki reaktor setebal 3 cm yang terbuat dari stainless steel 304 dengan densitas 9,72 gr/cc. Dipilihnya material stainless steel 304 ini karena atom-atom yang penyusunnya bersifat stabil, tahan korosi oleh moderator H 2 O, tahan pada tekanan suhu tinggi. Sel berwarna kuning (1) adalah reflektor dari AHR dengan ketebalan 30 cm yang disusun 100% menggunakan material Beryllium-9 (Be-9). Sel berwarna hijau (4) adalah udara di luar reaktor yang tersusun dari 78,1% nitrogen, 20,94 % oksigen, 0,93% Argon, dan 0,03% karbon. Prosentase dari atom penyusun udara ini berdasarkan pada kondisi kenyataan di alam. Material air (H 2 O) digunakan sebagai moderator pada AHR ini. Fungsi moderator adalah menurunkan energi neutron cepat sehingga menjadi neutron termal. Hal ini terjadi karena neutron bertumbukan dengan atom H dalam H 2 O yang tidak lain adalah proton. Sifat inti atom yang digunakan sebagai moderator adalah memiliki massa yang setara dengan neutron, memiliki kebolehjadian menghamburkan neutron lebih besar daripada mengabsorbsi neutron. Neutron cepat akan menjadi neutron termal menyebabkan peluang terjadinya reaksi fisi juga akan semakin besar. Semakin banyak terjadi reaksi fisi maka neutron yang dihasilkan juga akan semakin banyak sehingga meningkatkan nilai k eff pada AHR. Beberapa material yang sering digunakan sebagai reflektor pada reaktor adalah grafit atau Carbon dan Beryllium. Material Beryllium digunakan sebagai reflektor pada simulasi AHR ini guna menjaga agar kebocoran neutron keluar reaktor dapat diminimalkan. Karena sifat dari reflektor harus memiliki tampang lintang hamburan neutron yang lebih besar daripada tampang lintang serapannya. Sifat ini dapat dijelaskan dengan Gambar 2.3 pada Bab II. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa Beryllium memiliki tampang lintang hamburan yang lebih besar daripada reflektor grafit (Carbon). Sehingga Berryllium lebih baik untuk digunakan sebagai material reflektor jika dibandingkan dengan material Carbon.

34 4.2. Validasi Input AHR Tujuan dilakukannya validasi input AHR adalah memastikan bahwa input file yang disusun sudah benar dengan membandingkan nilai k eff pada penelitian dengan nilai k eff pada referensi. Validasi ini dibuat menggunakan parameter yang sama, hal yang membedakan disini adalah software yang digunakan. Pada tahap validasi ini telah dilakukan tiga kali running nilai k eff dengan parameter yang sama. Dari perulangan tiga kali tersebut diperoleh nilai k eff yang sama dengan standar deviasi yang sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai k eff tidak akan berubah jika file input yang digunakan tidak berubah. Pada proses selanjutnya hanya dilakukan sekali running untuk setiap variasi nilai. Kesesuaian input AHR yang divalidasi dijelaskan secara lengkap dalam lampiran 3. Hasil dari validasi dijelaskan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil validasi input AHR Parameter Penelitian Referensi (Isnaeni, 2014) Software yang MCNPX MCNP4C digunakan k eff 1,07188 ± 0,00284 1,0518 Hasil k eff pada penelitian dengan MCNPX berada pada rentang 1,06904 hingga 1,07472. Dengan mengambil nilai rerata dari rentang tersebut, maka terdapat perbedaan antara k eff hasil perhitungan MCNPX dan MCNP4C sebesar 1,9 %. Dengan mengambil batas toleransi perbedaan sebesar 3% maka file input ini dianggap valid. Ditinjau dari perbedaan nilai k eff, maka perbedaan input ini tidak bernilai besar. Namun lain halnya jika ditinjau pula dari perbedaan nilai reaktivitas AHR. Dalam penelitian skripsi diperoleh nilai reaktivitas 6% dk/k dan pada referensi memiliki nilai reaktivitas 5% dk/k. Maka meninjau dari nilai reaktivitas ini diperoleh perbedaan 20%. Pengaruh dari perbedaan reaktivitas yang besar ini juga akan merubah banyak parameter keselamatan yang diperlukan dalam operasi reaktor.

35 4.3. Parametric Study Penentuan Jumlah Neutron Parametric study ini bertujuan untuk menentukan jumlah partikel neutron yang sesuai untuk disimulasikan dengan mengkompromikan antara akurasi hasil perhitungan dan lamanya waktu perhitungan. Asumsi yang digunakan adalah pada jumlah tertentu partikel neutron diharapkan nilai k eff sudah mulai stabil. Maksud dari stabil disini adalah bahwa nilai k eff yang diperoleh telah presisi. Parametric study ini menggunakan parameter reaktor yang sama, hanya berbeda pada jumlah partikel yang disimulasikan. Gambar 4.2. Kajian penentuan jumlah neutron yang disimulasikan Berdasar grafik pada gambar 4.2 tentang kajian penentuan jumlah neutron yang disimulasikan, diperoleh nilai k eff yang berbeda setiap perubahan jumlah neutron. Semakin banyak jumlah neutron yang disimulasikan maka standar deviasi k eff akan semakin mengecil, namun waktu perhitungan juga semakin lama. Lamanya waktu running juga dipengaruhi oleh jenis komputer yang digunakan. Seluruh proses running dalam penelitian skripsi ini menggunakan High Performance Computer (HPC). Pada jumlah neutron 1000 memerlukan waktu perhitungan 0,33 menit dan pada jumlah neutron 80000 memerlukan waktu 23,15 menit. Data selengkapnya terkait parametric study ada pada lampiran 4. Garis merah mendatar pada gambar 4.2 merupakan garis bantu untuk menggambarkan kestabilan nilai k eff.

36 Dalam penentuan jumlah neutron yang disimulasikan dipilih yang memiliki standar deviasi kecil dan waktu perhitungan yang cepat. Namun hal ini tidak dapat dicapai secara bersamaan, sehingga disolusikan untuk mengambil salah satu jumlah tertentu yang memiliki standar deviasi relatif kecil dan waktu yang relatif cepat. Untuk langkah perhitungan selanjutnya dalam melakukan variasi pengayaan 235 U maupun perhitungan burn-up menggunakan jumlah partikel neutron sebanyak 40000 untuk kcode 1000 1 15 100. Pada jumlah neutron 40000 memiliki standar deviasi sebesar 0,00038 dan waktu perhitungan 11,52 menit. Pada nilai ini standar deviasinya tidak terlalu besar dan waktunya tidak terlalu lama. 4.4. Hasil Perhitungan k eff AHR dengan Pengayaan 235 U Perhitungan nilai kritikalitas dilakukan dengan variasi pengayaan 235 U. Uranium alam memiliki kadar 235 U adalah 0,7% dan kadar 238 U sebesar 99,3%. Pengayaan uranium adalah proses mengurangi kadar 238 U, sehingga kadar 235 U menjadi lebih besar dari 0,7%. Jika pada suatu uranium alam dilakukan proses pengayaan terhadap 235 U, maka kelimpahan isotop 235 U akan berubah sehingga konsekuensinya adalah massa atom uraniumnya pun juga akan berubah. Perubahan massa atom uranium ini akan sangat mempengaruhi nilai densitas dan fraksi dari bahan bakar uranium nitrat (UO 2 (NO 3 ) 2 ) yang digunakan. Perhitungan terkait perubahan nilai densitas ini berada pada lampiran 5. Nilai densitas dan fraksi inilah yang kemudian dimasukkan pada file input MCNPX. Pada gambar 4.3 berdasarkan data di lampiran 6 dapat diketahui bahwa semakin besar nilai pengayaan 235 U maka nilai k eff juga semakin besar. Nilai k eff dari variasi ini ada pada lampiran 6. Batasan pengayaan rendah 235 U adalah dibawah 20% berdasarkan Perka Bapeten Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Protokol Tambahan Pada Sistem Pertanggungjawaban dan Pengendalian Bahan Nuklir. Variasi pengayaan dalam penelitian ini mulai 15% hingga 25%. Hal ini dilakukan untuk mengamati nilai kekritisan AHR jika pengayaan 235 U dibuat kurang dari dan lebih dari batas ketentuan.

37 Gambar 4.3. Grafik perubahan nilai k eff dengan variasi pengayaan 235 U Jika pengayaan 235 U diperbesar maka peluang untuk dapat bereaksi dengan neutron termal juga semakin besar. Ini artinya neutron yang dihasilkan dari reaksi fisi akan semakin banyak. Hal inilah yang menyebabkan nilai k eff pada reaktor semakin meningkat. Selain faktor bahan bakar itu sendiri, komponen reaktor yang lain juga mempengaruhi tingkat keberadaan neutron di reaktor. Adanya air sebagai moderator berfungsi untuk memoderasi neutron cepat sehingga menjadi neutron termal. 9 Be yang memiliki tampang lintang hamburan terhadap neutron termal sebesar 6,151 barn juga mengurangi tingkat kebocoran neutron dari dalam AHR. Berdasarkan hasil nilai k eff tersebut maka pengayaan 235 U senilai 16% akan diambil sebagai parameter untuk proses burn-up AHR. Pada pengayaan ini diperoleh nilai k eff sebesar 1,02373±0,00043. Nilai k eff ini memenuhi syarat 1<k eff <1,03 untuk reaktor beroperasi. AHR beroperasi pada kondisi superkritis untuk menjamin keberlangsungan reaksi fisi. Jika pada kondisi subkritis maka AHR akan mati dengan sendirinya karena neutron yang terus berkurang. Syarat 1<k eff <1,03 merupakan perkiraan k eff yang menggunakan asumsi dengan nilai tersebut maka margin shutdown akan bernilai besar. Margin shutdown adalah selisih total reaktivitas negatif dari komponen pengendali terhadap seluruh reaktivitas positif yang perlu dikompensasi.

38 4.5. Produksi 99 Mo dengan Variasi Time-step Burn Up AHR Proses burn-up dapat dipahami sebagai proses terbakarnya 235 U sebagai bahan bakar AHR. Proses ini terjadi saat reaktor dalam kondisi beroperasi sehingga terjadi reaksi fisi. Reaksi fisi memerlukan neutron termal sehingga 235 U dapat membelah menjadi nuklida yang lebih ringan. Salah satu nuklida hasil pembelahan 235 U adalah 99 Mo yang memiliki peluang sebesar 6,132 % dibandingkan dengan peluang hasil fisi yang lain (JAEA). Penelitian ini mengkaji mengenai besarnya aktivitas 99 Mo yang dihasilkan dari proses burn-up AHR dengan pengayaan 16%. Perhitungan burn-up dilakukan untuk menghitung nuklida 99 Mo yang dihasilkan dengan variasi time step. Waktu total diambil 15 hari, karena waktu paruh 99 Mo adalah 65,94 jam = 2,75 hari dan diasumsikan telah dapat ditentukan waktu optimum mengekstrak 99 Mo. Dari perhitungan burn-up yang telah dilakukan maka diketahui aktivitas dan massa 99 Mo yang dihasilkan AHR dan terlampir pada lampiran 7. Aktivitas dan massa 99 Mo yang dihasilkan merupakan fungsi waktu dan ditampilkan pada gambar 4.4 dan gambar 4.5. Gambar 4.4. Grafik pertambahan aktivitas 99 Mo

39 Gambar 4.5. Grafik pertambahan massa 99 Mo Dari gambar 4.4 dan gambar 4.5 terlihat bahwa semakin lama time step yang waktu burn-up dilakukan maka produksi 99 Mo juga semakin bertambah. Hal inimasih terlihat dari hari ke-0 hingga hari ke-11. Mulai hari ke-11 hingga hari ke- 15 aktivitas 99 Mo yang diproduksi menjadi relatif konstan. Hal ini karena pada proses burn-up juga terjadi peluruhan menjadi 99 Tc. Jika dimisalkan produksi 99 Mo terjadi tanpa adanya peluruhan, maka jumlah atom 99 Mo yang dihasilkan akan semakin bertambah dengan laju produksi yang besarnya tetap. Namun pada kenyataannya proses produksi ini diiringi dengan proses peluruhan 99 Mo. Ketika inti 99 Mo yang diproduksi besarnya sama dengan inti yang meluruh maka akan didapatkan jumlah inti yang tersisa besarnya konstan meskipun waktunya terus bertambah. Pada kondisi inilah yang dinamakan laju kesetimbangan. Persamaan laju kesetimbangan dinyatakan dalam persamaan (2.18) dimana laju produksi yang besarnya konstan dikurangi dengan laju peluruhan yang nilainya menurun secara eksponensial. Hasil perhitungan aktivitas MCNPX merupakan aktivitas kesetimbangan 99 Mo. Dari persamaan (2.18) yang sama pula dapat dihitung besarnya laju produksi dari 99 Mo. Perhitungan laju produksi dan jumlah inti 99 Mo yang dihasilkan ada pada lampiran 8. Jika di plot untuk membandingkan laju produksi dengan laju kesetimbangan, dapat dilihat pada gambar 4.6.

40 1 2 Gambar 4.6. Grafik akumulasi dan kesetimbangan produksi inti 99 Mo Berdasar pada gambar 4.6 terlihat bahwa pada grafik hitam (1) laju produksi 99 Mo sebenarnya bernilai konstan, artinya jumlah inti 99 Mo yang dihasilkan besarnya berbanding lurus dengan waktu produksi. Namun dalam proses produksi ini juga terjadi peluruhan, sehingga jumlah inti 99 Mo yang tersedia tidak berbanding lurus terhadap waktu, namun membentuk grafik eksponensial yang diplotkan pada grafik berwarna merah (2). Grafik inilah yang dinamakan grafik kesetimbangan. Waktu optimum mengekstrak 99 Mo dapat ditentukan sebelum berada pada laju kesetimbangan. Dalam hal ini aktivitasnya yang diperoleh besarnya masih tetap bertambah. Dari gambar 4.6 ditentukan rentang waktu optimum untuk mengekstrak 99 Mo, yaitu antara hari ke-0 hingga hari ke-11. Pada hari ke-11 aktivitas 99 Mo sebesar 9612 Ci. Ketika 99 Mo diekstrak pada aktivitas tertentu maka aktivitas tersebut diasumsikan sebagai aktivitas awal sebelum 99 Mo meluruh menjadi 99 Tc. 4.6. Peluruhan 99 Mo Setelah 99 Mo diekstrak pada aktivitas 9612 Ci, maka kemudian akan meluruh secara eksponensial sesuai persamaan (2.17).

41 Gambar 4.7. Grafik peluruhan 99 Mo selama 6 hari Gambar 4.7 menjelaskan mengenai peluruhan 99 Mo setelah diekstrak. Aktivitas 99 Mo berkurang secara eksponensial. Dengan adanya grafik peluruhan ini dimaksudkan agar dapat memperkirakan aktivitas 99 Mo pada hari tertentu setelah diekstrak dari AHR. Perhitungan peluruhan 99 Mo ada pada lampiran 9. Dalam sistem perdagangan 99 Mo satuan yang dipakai dalam penentuan harga adalah 6-day Ci, yaitu aktivitas 99 Mo yang tersisa setelah melewati 6 hari. Diasumsikan bahwa 100% hasil produksi 99 Mo dapat diekstrak pada hari ke-11 dengan aktivitas sebesar 9612 Ci. Karena 99 Mo memiliki waktu paruh 65,94 jam, maka dengan persamaan (2.17) diperoleh aktivitas 99 Mo setara dengan 2118 6-day Ci. Sebagaimana disebutkan di Bab I bahwa pada akhir tahun 2016 diperkirakan permintaan 99 Mo per minggu adalah 12 kci, maka reaktor AHR dengan daya 200 kw ini mampu mensuplai 17 % kebutuhan dunia.